Memaknai Ziarah Kubur: Sebuah Perjalanan Spiritual
Ziarah kubur adalah sebuah praktik yang telah mengakar kuat dalam tradisi masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Lebih dari sekadar kunjungan rutin ke pemakaman, ziarah kubur merupakan sebuah perjalanan spiritual yang kaya akan makna, hikmah, dan refleksi mendalam. Aktivitas ini menjadi jembatan yang menghubungkan mereka yang masih hidup dengan kenangan akan orang-orang yang telah berpulang, sekaligus menjadi pengingat abadi akan kefanaan dunia dan kepastian akan kehidupan setelah mati.
Secara harfiah, "ziarah" berasal dari bahasa Arab yang berarti mengunjungi. Maka, ziarah kubur adalah aktivitas mengunjungi makam. Namun, esensinya jauh melampaui definisi harfiah tersebut. Ia adalah momen kontemplasi, saat di mana seorang hamba berhenti sejenak dari hiruk pikuk kesibukan duniawi untuk merenungi hakikat keberadaan, tujuan hidup, dan akhir dari perjalanan setiap insan. Di hadapan nisan yang bisu, terhampar pelajaran berharga tentang kerendahan hati, pentingnya amal saleh, dan keniscayaan takdir ilahi.
Sejarah dan Landasan Hukum Ziarah Kubur
Perbincangan mengenai ziarah kubur tidak akan lengkap tanpa menelusuri jejak historis dan landasan syariatnya. Praktik ini memiliki dinamika yang unik dalam sejarah awal Islam, yang menunjukkan betapa ajaran Islam disampaikan secara bertahap dan bijaksana, sesuai dengan kondisi sosial dan keimanan masyarakat pada saat itu.
Fase Awal: Pelarangan Ziarah Kubur
Pada periode awal dakwah Islam di Mekkah dan Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat melarang umatnya untuk melakukan ziarah kubur. Pelarangan ini bukanlah tanpa alasan. Saat itu, iman kaum Muslimin masih dalam tahap pembentukan dan penguatan. Di sisi lain, sisa-sisa tradisi Jahiliyah masih melekat kuat di sebagian masyarakat. Praktik-praktik yang berbau kemusyrikan, seperti meminta pertolongan kepada penghuni kubur, meratapi jenazah secara berlebihan (niyahah), mengucapkan kata-kata batil, dan mengagungkan kuburan secara tidak wajar, masih sering terjadi.
Rasulullah khawatir jika ziarah kubur diizinkan pada masa itu, umat Islam akan tergelincir kembali ke dalam praktik-praktik syirik yang justru sedang diberantas. Pelarangan tersebut bersifat sementara (temporer) dan merupakan sebuah tindakan preventif (saddu adz-dzari'ah) untuk menjaga kemurnian akidah dan tauhid. Tujuannya adalah untuk memastikan fondasi keimanan umat benar-benar kokoh, hanya menyembah dan memohon kepada Allah semata.
Fase Kedua: Izin dan Anjuran
Seiring berjalannya waktu, ketika akidah umat Islam telah mapan dan pemahaman mereka tentang tauhid telah mengakar kuat, larangan tersebut dicabut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian justru menganjurkan ziarah kubur karena manfaat spiritual yang terkandung di dalamnya. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Buraidah bin Al-Hashib:
"Dahulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) ziarahlah. Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan pada akhirat."
Hadis ini menjadi titik balik dan landasan utama bagi disyariatkannya ziarah kubur. Perubahan dari larangan menjadi anjuran menunjukkan bahwa tujuan utama dari ziarah kubur telah bergeser dan ditegaskan kembali. Bukan lagi sekadar kunjungan biasa, melainkan sebuah ibadah yang memiliki tujuan mulia: tazkiratul akhirah (mengingat akhirat). Dengan melihat kuburan, seseorang diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara dan setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.
Hukum Ziarah Kubur bagi Laki-laki dan Perempuan
Berdasarkan hadis di atas, mayoritas ulama (jumhur ulama) dari berbagai mazhab sepakat bahwa hukum ziarah kubur bagi laki-laki adalah sunnah atau dianjurkan. Anjuran ini didasarkan pada manfaat besar yang dapat diperoleh, yaitu melembutkan hati dan memperkuat ingatan akan kematian.
Adapun mengenai hukumnya bagi perempuan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Perbedaan ini muncul karena adanya beberapa hadis yang redaksinya seolah-olah bertentangan.
- Pendapat yang Melarang atau Memakruhkan: Sebagian ulama berpendapat bahwa ziarah kubur bagi perempuan hukumnya makruh (dibenci) bahkan ada yang mengharamkan. Mereka bersandar pada hadis yang berbunyi, "Allah melaknat para wanita yang sering berziarah kubur." Para ulama ini menafsirkan bahwa perempuan cenderung memiliki perasaan yang lebih sensitif dan emosional, sehingga dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang dilarang saat berziarah, seperti meratap berlebihan (niyahah), menangis histeris, atau membuka aurat.
- Pendapat yang Membolehkan: Di sisi lain, mayoritas ulama memperbolehkan perempuan untuk berziarah kubur dengan syarat-syarat tertentu. Dalil mereka adalah keumuman perintah dalam hadis "ziarahlah" yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, mereka juga merujuk pada riwayat bahwa Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha pernah berziarah ke makam saudaranya, Abdurrahman bin Abi Bakar. Ketika ditanya, beliau menjawab bahwa Rasulullah telah mengizinkannya.
Jalan tengah dari kedua pendapat ini adalah bahwa ziarah kubur bagi perempuan diperbolehkan selama mereka mampu menjaga adab-adab syar'i, yaitu: tidak bepergian sendirian tanpa mahram jika jaraknya jauh, menutup aurat dengan sempurna, tidak menggunakan wewangian yang berlebihan (tabarruj), tidak bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahram (ikhtilat), dan yang terpenting, mampu menjaga diri dari ratapan dan tangisan yang berlebihan. Tujuan ziarah bagi perempuan pun harus sama, yaitu untuk mengingat kematian dan mendoakan almarhum.
Tujuan Mulia dan Makna Mendalam Ziarah Kubur
Ziarah kubur bukanlah ritual tanpa makna. Di baliknya tersimpan tujuan-tujuan agung yang dapat membentuk karakter seorang Muslim menjadi lebih baik. Ketika dilakukan dengan niat yang lurus dan pemahaman yang benar, ziarah kubur menjadi sarana pendidikan ruhani yang sangat efektif.
1. Mengingat Kematian (Tadzkirul Maut)
Ini adalah tujuan utama dan paling fundamental dari ziarah kubur, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah. Berdiri di antara deretan nisan, kita disadarkan akan sebuah realitas yang tak terhindarkan. Orang-orang yang terbaring di bawah tanah itu dulunya sama seperti kita: mereka berjalan, tertawa, bekerja, memiliki cita-cita, dan berinteraksi dengan dunia. Namun, waktu mereka telah habis.
Kesadaran ini seharusnya menampar kita dari kelalaian. Ia memaksa kita untuk bertanya pada diri sendiri: "Sudah cukupkah bekal yang kupersiapkan untuk perjalanan yang sama?" Mengingat kematian bukanlah untuk membuat kita pesimis atau putus asa, melainkan untuk memotivasi kita agar lebih giat beribadah, bersegera dalam bertaubat, memperbaiki hubungan dengan sesama, dan tidak lagi menunda-nunda amal kebaikan. Ia adalah rem yang ampuh untuk mengekang hawa nafsu dan ambisi duniawi yang berlebihan.
2. Mendoakan Ahli Kubur
Tujuan penting lainnya adalah untuk mendoakan kebaikan, ampunan, dan rahmat bagi para penghuni kubur, terutama bagi keluarga dan kerabat yang telah mendahului kita. Doa dari orang yang masih hidup, khususnya dari anak yang saleh, diyakini dapat memberikan manfaat bagi si mayit. Ini adalah bentuk bakti (birrul walidain) yang terus berlanjut bahkan setelah orang tua tiada.
Saat berziarah, kita dianjurkan untuk mengucapkan salam kepada ahli kubur dan memohonkan ampunan bagi mereka. Doa ini menunjukkan ikatan kasih sayang yang tidak terputus oleh kematian. Kita berharap agar Allah meringankan siksa mereka, melapangkan kubur mereka, dan menempatkan mereka di tempat yang mulia. Tindakan ini juga mendidik kita untuk memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap sesama Muslim, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
3. Mengambil Pelajaran (I'tibar)
Pemakaman adalah "universitas kehidupan" yang sunyi. Setiap kuburan menyimpan sebuah cerita dan pelajaran. Di sana, tidak ada lagi perbedaan antara si kaya dan si miskin, pejabat dan rakyat jelata, orang terkenal dan orang biasa. Semua berbaring di dalam sepetak tanah yang sama, hanya berbalut kain kafan. Harta, pangkat, dan jabatan yang dibanggakan di dunia tidak lagi memiliki arti.
Pelajaran ini sangat penting untuk meruntuhkan kesombongan dan keangkuhan dalam diri. Kita diingatkan bahwa segala atribut duniawi hanyalah titipan yang fana. Satu-satunya hal yang akan menemani kita di alam kubur adalah amal perbuatan kita. Ziarah kubur mengajarkan kita tentang hakikat kezuhudan, yaitu menggunakan dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat, bukan sebagai tujuan akhir itu sendiri.
4. Melembutkan Hati yang Keras
Kehidupan modern yang serba cepat dan materialistis seringkali membuat hati menjadi keras. Hati yang keras sulit menerima nasihat, enggan beribadah, dan kurang memiliki kepekaan sosial. Ziarah kubur adalah salah satu terapi yang paling manjur untuk melembutkan hati.
Suasana pemakaman yang tenang dan hening, pemandangan nisan yang berjejer, serta perenungan tentang kematian akan menggetarkan jiwa dan melunakkan hati yang membatu. Rasulullah bersabda bahwa ziarah kubur dapat melembutkan hati, membuat air mata menetes, dan mengingatkan pada akhirat. Hati yang lembut akan lebih mudah untuk khusyuk dalam shalat, ikhlas dalam bersedekah, dan lebih dekat kepada Allah.
Adab dan Tata Cara Ziarah Kubur Sesuai Sunnah
Agar ziarah kubur yang kita lakukan bernilai ibadah dan mendatangkan manfaat, penting untuk memperhatikan adab dan tata cara yang telah diajarkan dalam syariat. Adab ini mencakup niat, perilaku saat di pemakaman, hingga doa-doa yang dianjurkan. Melaksanakan ziarah dengan adab yang benar juga akan menjauhkan kita dari perbuatan-perbuatan yang dilarang dan berpotensi merusak akidah.
Niat yang Lurus
Segala sesuatu berawal dari niat. Luruskan niat sebelum berangkat berziarah. Niatkan ziarah kubur semata-mata karena Allah SWT, dengan tujuan untuk:
- Mengingat kematian dan akhirat.
- Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk ahli kubur.
- Mengambil pelajaran dari kehidupan dan kematian.
Saat Memasuki Area Pemakaman
Ketika memasuki kompleks pemakaman, disunnahkan untuk mengucapkan salam yang ditujukan kepada seluruh kaum mukminin yang dimakamkan di sana. Salam ini adalah bentuk penghormatan dan doa bagi mereka. Lafadz salam yang diajarkan oleh Rasulullah adalah:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
"Assalaamu 'alaikum ahlad-diyaar minal mu'miniina wal muslimiin, wa innaa in syaa Allaahu bikum laahiquun, as-alullaaha lanaa wa lakumul 'aafiyah."
Artinya: "Keselamatan atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Aku memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian keselamatan."
Selain itu, hendaklah melepas alas kaki saat berjalan di antara kuburan jika memungkinkan dan tidak ada halangan (seperti tanah yang becek atau panas), sebagai bentuk penghormatan.
Saat Berada di Sisi Kubur
Ketika sudah berada di dekat makam yang dituju (misalnya makam orang tua atau kerabat), ada beberapa adab yang perlu diperhatikan:
- Posisi: Dianjurkan untuk berdiri atau duduk menghadap ke arah wajah jenazah (jika diketahui), dengan membelakangi arah kiblat.
- Mendoakan: Fokuslah untuk mendoakan si mayit. Mohonkan ampunan, rahmat, dan surga untuknya. Doa bisa dipanjatkan dengan bahasa apa pun yang kita mengerti.
- Membaca Al-Qur'an: Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca Al-Qur'an di kuburan. Sebagian membolehkan dan menganggap pahalanya bisa sampai kepada mayit, seperti membaca surat-surat pendek (Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas), atau Surat Yasin. Sebagian lain berpendapat bahwa tidak ada dalil khusus yang mencontohkan hal ini, sehingga lebih baik berdoa secara langsung. Namun, mendoakan setelah membaca Al-Qur'an di tempat lain lalu menghadiahkan pahalanya untuk mayit adalah hal yang disepakati kebolehannya.
- Menjaga Ketenangan: Jagalah suasana agar tetap tenang dan khidmat. Hindari berbicara tentang hal-hal duniawi, bercanda, atau tertawa terbahak-bahak di area pemakaman.
Hal-hal yang Harus Dihindari (Larangan)
Penting sekali untuk mengetahui dan menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang saat berziarah, karena dapat mengurangi pahala bahkan menjerumuskan pada kesyirikan. Di antaranya adalah:
- Meminta kepada Penghuni Kubur: Ini adalah bentuk kesyirikan terbesar. Segala bentuk permohonan, doa, dan permintaan pertolongan hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT. Penghuni kubur tidak memiliki daya dan kuasa untuk mengabulkan permintaan.
- Thawaf atau Mengusap-usap Kuburan: Melakukan thawaf (mengelilingi) kuburan atau mengusap-usap nisan dengan niat mencari berkah (tabarruk) adalah perbuatan yang menyerupai ibadah kepada selain Allah dan tidak pernah dicontohkan.
- Menyembelih Hewan untuk Kuburan: Menyembelih hewan kurban atau persembahan lainnya yang ditujukan untuk penghuni kubur adalah syirik akbar. Penyembelihan sebagai ibadah hanya boleh ditujukan untuk Allah.
- Duduk atau Menginjak Kuburan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk duduk atau berjalan di atas kuburan. Ini adalah bentuk penghormatan kepada jenazah seorang Muslim.
- Membangun Bangunan Permanen di Atas Kubur: Dilarang meninggikan kuburan secara berlebihan, mengecatnya, atau membangun cungkup/bangunan permanen di atasnya. Kuburan hendaknya dibiarkan sederhana sebagai pengingat kematian.
- Meratap Berlebihan (Niyahah): Menangis karena sedih adalah hal yang manusiawi. Namun, meratap secara histeris, menjerit-jerit, memukul-mukul badan, atau merobek pakaian adalah perbuatan Jahiliyah yang dilarang keras dalam Islam.
Ziarah Kubur dalam Konteks Budaya Nusantara
Di Indonesia, ziarah kubur tidak hanya menjadi ritual keagamaan individu, tetapi juga telah berakulturasi dengan budaya lokal dan menjadi bagian dari tradisi komunal yang kuat. Praktik ini seringkali memiliki waktu-waktu khusus dan diisi dengan berbagai kegiatan yang merefleksikan kearifan lokal.
Tradisi Menjelang Ramadan dan Lebaran
Salah satu momen paling umum bagi masyarakat Indonesia untuk berziarah kubur adalah menjelang bulan suci Ramadan dan saat hari raya Idul Fitri. Tradisi ini dikenal dengan berbagai nama, seperti "Nyadran" atau "Ruwahan" di Jawa. Kegiatan ini biasanya tidak hanya sekadar berdoa, tetapi juga melibatkan kerja bakti membersihkan area pemakaman, menabur bunga di atas pusara, dan diakhiri dengan doa bersama serta makan bersama (kenduri).
Secara spiritual, ziarah sebelum Ramadan dimaknai sebagai upaya menyucikan diri dan memohon maaf tidak hanya kepada yang masih hidup, tetapi juga kepada leluhur yang telah tiada, sebagai persiapan memasuki bulan yang suci. Sementara itu, ziarah saat Lebaran menjadi simbol penyambung silaturahmi, bahwa momen kemenangan dan kebahagiaan juga dirasakan bersama dengan sanak saudara yang telah berpulang melalui doa-doa yang dipanjatkan.
Ziarah Wali dan Tokoh Ulama
Fenomena unik di Nusantara adalah tradisi ziarah ke makam para wali, ulama besar, dan tokoh penyebar agama Islam, seperti makam Wali Songo di Jawa. Ziarah ini memiliki dimensi yang lebih luas. Para peziarah datang dari berbagai daerah, seringkali secara rombongan, tidak hanya untuk mendoakan para wali tersebut, tetapi juga untuk tabarrukan (mencari berkah) dan tawassul (menjadikan amal saleh para wali sebagai perantara dalam berdoa kepada Allah).
Selain itu, ziarah ke makam para wali juga menjadi sarana untuk napak tilas perjuangan mereka dalam menyebarkan Islam. Peziarah dapat merenungi kegigihan, kesabaran, dan kearifan para wali dalam berdakwah, sehingga menumbuhkan rasa cinta dan semangat untuk meneladani akhlak mulia mereka. Namun, penting untuk senantiasa menjaga batasan agar praktik ini tidak terjerumus pada pengkultusan individu yang berlebihan dan tetap menjaga kemurnian tauhid.
Refleksi Akhir: Ziarah sebagai Cermin Kehidupan
Pada akhirnya, ziarah kubur adalah sebuah cermin besar yang kita letakkan di hadapan diri kita sendiri. Di hadapan nisan yang tak bernama atau yang terukir nama orang yang kita cintai, kita dipaksa untuk merefleksikan kehidupan kita saat ini. Kuburan adalah pemberi nasihat yang paling fasih, meskipun ia diam seribu bahasa.
Ia menasihati kita tentang betapa singkatnya waktu yang kita miliki. Ia mengingatkan kita bahwa setiap detik yang berlalu adalah anugerah yang harus diisi dengan kebaikan. Ia mengajarkan kita untuk melepaskan dendam, memaafkan kesalahan orang lain, dan menyambung tali silaturahmi yang sempat terputus, karena kita tidak pernah tahu kapan giliran kita akan tiba.
Ziarah kubur, jika dilakukan dengan ilmu dan adab yang benar, akan mengubah cara pandang kita terhadap dunia. Dunia tidak lagi dilihat sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai ladang untuk menanam benih-benih kebaikan yang buahnya akan kita petik di akhirat kelak. Ia adalah pengingat bahwa perjalanan kita masih panjang, dan kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan gerbang menuju kehidupan yang abadi. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari setiap langkah kita di antara pusara, sehingga hati kita senantiasa hidup dengan mengingat-Nya, hingga tiba saatnya kita kembali kepada-Nya.