Surat Al-Falaq merupakan surat ke-113 dalam mushaf Al-Qur'an, sebuah surat pendek yang terdiri dari lima ayat namun memiliki kedalaman makna dan kekuatan spiritual yang luar biasa. Bersama dengan Surat An-Nas, ia dikenal sebagai Al-Mu'awwidhatain, yaitu dua surat yang berfungsi sebagai permohonan perlindungan. Diturunkan di Mekkah (Makkiyah), surat ini menjadi pegangan fundamental bagi setiap muslim dalam menghadapi berbagai bentuk kejahatan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, yang berasal dari luar dirinya. Memahami bacaan surat al falaq latin, Arab, dan terjemahannya adalah langkah awal untuk meresapi pesan agung yang terkandung di dalamnya.
Fokus utama surat ini adalah mengajarkan manusia untuk hanya bersandar dan memohon perlindungan kepada satu-satunya sumber kekuatan, yaitu Allah SWT, Tuhan yang menguasai fajar. Dengan menyebut sifat-Nya sebagai "Rabb al-Falaq", Allah seolah-olah memberikan jaminan bahwa sebagaimana Dia mampu membelah kegelapan malam dengan terbitnya fajar, Dia pun Maha Mampu untuk menyingkirkan segala kegelapan kejahatan dari kehidupan hamba-Nya. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap ayat, mulai dari bacaan Arab, transliterasi Latin yang memudahkan pelafalan, terjemahan, hingga tafsir mendalam untuk memahami esensi perlindungan yang diajarkan dalam surat agung ini.
Bacaan Lengkap Surat Al Falaq: Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah bacaan lengkap Surat Al-Falaq yang disajikan dalam tiga format untuk kemudahan pembaca dalam menghafal, melafalkan, dan memahami maknanya.
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ
qul a'ụżu birabbil-falaq
1. Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ
min syarri mā khalaq
2. dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ
wa min syarri gāsiqin iżā waqab
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ
wa min syarrin-naffāṡāti fil-'uqad
4. dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad
5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”
Tafsir Mendalam Surat Al-Falaq per Ayat
Untuk memahami kekuatan sesungguhnya dari surat ini, kita perlu menyelami makna yang terkandung dalam setiap lafaznya. Berikut adalah tafsir dan analisis mendalam dari kelima ayat Surat Al-Falaq.
Ayat 1: قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ (qul a'ụżu birabbil-falaq)
"Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar)'"
Ayat pertama ini adalah fondasi dari keseluruhan surat. Perintah "Qul" (Katakanlah) yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh umatnya menegaskan bahwa permohonan perlindungan ini bukanlah sekadar doa pribadi, melainkan sebuah ajaran universal yang harus diikrarkan secara lisan dan diyakini dalam hati. Ini adalah sebuah deklarasi aktif, bukan sikap pasif menunggu pertolongan.
Kata "A'ụżu" (Aku berlindung) berasal dari akar kata yang bermakna mencari perlindungan, penjagaan, dan benteng dari sesuatu yang ditakuti. Ini bukan sekadar permintaan tolong biasa, melainkan sebuah penyerahan diri total, pengakuan atas kelemahan diri, dan keyakinan penuh bahwa hanya pihak yang dimintai perlindungan yang mampu menyelamatkan. Pihak tersebut adalah "bi Rabbil-falaq" (kepada Tuhan yang menguasai subuh).
Pemilihan frasa "Rabb al-Falaq" sangatlah indah dan penuh makna. "Rabb" berarti Tuhan yang tidak hanya menciptakan, tetapi juga memelihara, menjaga, menumbuhkan, dan mengatur. Ini memberikan rasa aman, karena kita berlindung kepada Dzat yang secara konstan merawat ciptaan-Nya. Sedangkan "Al-Falaq" secara harfiah berarti 'terbelah'. Para ulama tafsir memberikan beberapa makna:
- Waktu Subuh: Ini adalah makna yang paling populer. Subuh adalah momen ketika kegelapan pekat malam 'terbelah' oleh cahaya fajar. Ini adalah simbol kemenangan cahaya atas kegelapan, harapan atas keputusasaan, dan kehidupan atas kematian. Dengan berlindung kepada Tuhan Penguasa Fajar, kita seolah-olah memohon agar kehidupan kita yang diliputi kegelapan masalah dan kejahatan dapat 'terbelah' oleh cahaya pertolongan-Nya.
- Semua Makhluk: Sebagian mufasir mengartikan 'Al-Falaq' sebagai seluruh makhluk yang 'terbelah' dari ketiadaan menjadi ada, seperti biji yang terbelah menumbuhkan tunas, atau telur yang pecah melahirkan kehidupan. Dalam makna ini, kita berlindung kepada Tuhan Pencipta dan Pemelihara seluruh alam semesta.
Maka, ayat pertama ini adalah sebuah pernyataan tauhid yang kuat. Kita mengakui bahwa hanya Allah, Sang Pengatur pergantian malam dan siang, Sang Pencipta segala kehidupan, yang layak menjadi tempat kita berlindung dari segala ketakutan.
Ayat 2: مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ (min syarri mā khalaq)
"dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan"
Setelah menyatakan kepada siapa kita berlindung, ayat kedua menjelaskan secara umum dari apa kita berlindung. Frasa "min syarri mā khalaq" mencakup perlindungan yang sangat luas dan universal. Kata "Syarri" berarti kejahatan, keburukan, atau segala sesuatu yang mendatangkan mudarat. Sedangkan "mā khalaq" berarti "apa yang Dia ciptakan".
Ini mencakup segala potensi keburukan dari semua makhluk ciptaan Allah, tanpa terkecuali. Cakupannya meliputi:
- Kejahatan Manusia: Seperti perampokan, pembunuhan, fitnah, penipuan, dan segala bentuk kezaliman.
- Kejahatan Jin dan Setan: Seperti godaan untuk berbuat maksiat, was-was, hingga gangguan gaib.
- Kejahatan Hewan: Seperti gigitan ular, serangan binatang buas, atau sengatan serangga berbisa.
- Kejahatan dari Benda Mati: Seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, kebakaran), kecelakaan, atau bahkan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri.
- Kejahatan dari Diri Sendiri: Termasuk keburukan hawa nafsu yang tidak terkendali yang dapat menjerumuskan diri pada kebinasaan.
Penting untuk dipahami bahwa ayat ini tidak menyatakan bahwa Allah adalah sumber kejahatan. Allah menciptakan makhluk dengan potensinya masing-masing. Manusia dan jin diberi kehendak bebas untuk memilih baik dan buruk. Hewan memiliki insting. Alam memiliki hukumnya. Kejahatan (syarr) adalah akibat dari penyalahgunaan potensi tersebut atau merupakan bagian dari ujian dan sunnatullah di dunia. Oleh karena itu, kita tidak berlindung dari ciptaan-Nya, melainkan dari potensi "kejahatan" yang mungkin timbul dari ciptaan-Nya.
Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak pernah merasa aman sepenuhnya dari marabahaya dunia, dan satu-satunya cara untuk mendapatkan rasa aman sejati adalah dengan kembali memohon perlindungan kepada Sang Pencipta segala sesuatu.
Ayat 3: وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ (wa min syarri gāsiqin iżā waqab)
"dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita"
Setelah menyebutkan kejahatan secara umum, Allah merinci beberapa bentuk kejahatan secara khusus. Ayat ketiga ini adalah yang pertama. Kata "Gāsiq" merujuk pada sesuatu yang gelap dan pekat. Mayoritas ulama menafsirkannya sebagai malam hari. Frasa "iżā waqab" berarti "apabila telah masuk" atau "apabila telah gelap gulita", yang merujuk pada puncak kegelapan malam.
Mengapa malam hari disebutkan secara khusus? Malam seringkali menjadi waktu di mana kejahatan merajalela dan rasa takut meningkat. Kegelapan memberikan perlindungan bagi para pelaku kriminal untuk melancarkan aksinya. Binatang buas dan berbisa lebih aktif di malam hari. Jiwa manusia pun cenderung lebih rentan terhadap rasa cemas, was-was, dan kesepian saat malam tiba. Di saat inilah, para pelaku kejahatan, baik dari kalangan manusia maupun jin, lebih leluasa bergerak.
Sebagian mufasir juga memberikan penafsiran lain untuk "Gāsiq", seperti bulan ketika cahayanya tertutup saat gerhana, atau bahkan segala sesuatu yang dapat membawa kegelapan dalam hidup, seperti kegelapan hati akibat maksiat. Namun, makna malam hari adalah yang paling kuat dan relevan. Permohonan perlindungan dari kejahatan malam adalah pengakuan bahwa saat indra penglihatan kita terbatas oleh gelap, kita memohon agar "penglihatan" dan perlindungan Allah yang tak terbatas senantiasa menyertai kita.
Ayat 4: وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ (wa min syarrin-naffāṡāti fil-'uqad)
"dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya)"
Ayat ini menyebutkan jenis kejahatan spesifik kedua, yaitu sihir. Ini adalah perlindungan dari kejahatan yang bersifat tersembunyi, metafisik, dan berasal dari niat buruk yang diwujudkan melalui ritual tertentu. Mari kita bedah frasa ini:
"An-Naffāṡāti" adalah bentuk jamak dari "naffātsah", yang secara harfiah berarti para penghembus atau peniup wanita. Penggunaan bentuk feminin ini, menurut sebagian ahli tafsir, disebabkan karena praktik sihir pada masa itu banyak dilakukan oleh kaum wanita. Namun, maknanya mencakup seluruh pelaku sihir, baik laki-laki maupun perempuan. Hembusan atau tiupan di sini merujuk pada salah satu ritual sihir yang paling umum, di mana penyihir membacakan mantra-mantra jahat lalu meniupkannya.
"fil-'Uqad" berarti "pada buhul-buhul" atau ikatan-ikatan tali. Ini menggambarkan metode sihir yang populer, di mana seorang penyihir membuat beberapa simpul pada seutas tali, dan pada setiap simpul ia meniupkan mantera jahatnya dengan tujuan untuk "mengikat" atau mencelakai targetnya. Praktik ini secara gamblang disebutkan dalam kisah sebab turunnya surat ini (Asbabun Nuzul).
Dengan menyebutkan kejahatan sihir secara eksplisit, Al-Qur'an mengakui adanya realitas kejahatan gaib ini. Namun, pada saat yang sama, Al-Qur'an memberikan penawarnya yang paling ampuh. Ayat ini mengajarkan kita bahwa sehebat apapun tipu daya sihir, ia tidak akan pernah bisa mengalahkan kekuatan dan perlindungan Allah SWT. Seorang muslim tidak perlu hidup dalam ketakutan berlebihan terhadap sihir, karena ia telah dibekali dengan senjata spiritual yang paling kuat, yaitu berlindung kepada Allah melalui surat ini.
Ayat 5: وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ (wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad)
"dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki"
Ayat terakhir ini menutup surat dengan menyebutkan salah satu sumber kejahatan paling fundamental dan merusak: hasad atau dengki. "Ḥāsid" adalah orang yang memiliki sifat hasad. Hasad adalah penyakit hati yang berbahaya, yaitu perasaan tidak suka melihat kenikmatan yang diterima orang lain dan berharap agar kenikmatan tersebut hilang darinya.
Frasa "iżā ḥasad" (apabila dia dengki) menjadi penekanan penting. Ini menunjukkan bahwa bahaya terbesar dari hasad adalah ketika perasaan itu tidak lagi terpendam di dalam hati, melainkan telah diwujudkan dalam bentuk tindakan, ucapan, atau bahkan pandangan mata yang jahat ('ain). Hasad adalah pemicu dari banyak dosa besar lainnya. Iblis diusir dari surga karena hasad kepada Nabi Adam AS. Pembunuhan pertama di muka bumi yang dilakukan oleh Qabil terhadap Habil juga dilandasi oleh hasad.
Kejahatan hasad bisa berwujud dalam berbagai bentuk:
- Fitnah dan Ghibah: Menyebarkan berita bohong atau membuka aib orang yang didengki untuk merusak reputasinya.
- Tindakan Fisik: Mencelakai atau merusak harta benda milik orang yang didengki.
- 'Ain (Mata Jahat): Pandangan mata yang penuh kekaguman bercampur kedengkian yang dapat mendatangkan mudarat pada orang yang dipandang. Rasulullah SAW bersabda bahwa "'ain itu benar-benar ada".
Dengan memohon perlindungan dari hasad, kita tidak hanya melindungi diri dari kejahatan orang lain, tetapi juga diingatkan untuk senantiasa membersihkan hati kita sendiri dari penyakit berbahaya ini. Surat Al-Falaq mengajarkan bahwa perlindungan paripurna mencakup perlindungan dari kejahatan fisik yang terlihat, kejahatan gaib yang tersembunyi, dan kejahatan hati yang menjadi akar dari segala kerusakan.
Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Surat Al-Falaq
Memahami latar belakang atau sebab turunnya (Asbabun Nuzul) sebuah surat dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang fungsi dan keagungannya. Surat Al-Falaq dan An-Nas diturunkan bersamaan terkait sebuah peristiwa yang menimpa Rasulullah SAW.
Diriwayatkan dalam banyak hadits shahih, suatu ketika Rasulullah SAW jatuh sakit. Sakitnya terasa berat hingga beliau merasa seolah-olah telah melakukan sesuatu padahal tidak. Beliau menjadi lemah dan lesu. Dalam kondisi tersebut, Allah SWT mengutus dua malaikat (dalam riwayat lain disebutkan Jibril AS) yang datang dalam wujud manusia. Keduanya memberitahukan kepada Nabi bahwa beliau sedang terkena sihir.
Pelaku sihir tersebut adalah seorang Yahudi dari Bani Zuraiq bernama Labid bin Al-A'sham. Ia menggunakan beberapa helai rambut Nabi yang rontok saat bersisir, sebuah sisir, dan beberapa simpul tali. Benda-benda sihir tersebut kemudian diletakkan di dalam pelepah kurma jantan dan disembunyikan di dasar sumur tua bernama Dzarwan.
Atas petunjuk dari Allah melalui malaikat, Rasulullah SAW mengutus beberapa sahabat, di antaranya Ali bin Abi Thalib, untuk mengambil benda sihir tersebut dari dalam sumur. Setelah ditemukan, benda-benda itu dibawa ke hadapan Rasulullah SAW. Kemudian, Allah SWT menurunkan Surat Al-Falaq dan An-Nas (Al-Mu'awwidhatain). Setiap kali Rasulullah SAW membaca satu ayat dari kedua surat tersebut, maka satu dari sebelas buhul (ikatan) tali itu terlepas. Ketika seluruh ayat selesai dibacakan dan semua buhul terlepas, seketika itu juga Rasulullah SAW merasa sehat dan segar kembali seolah-olah baru terlepas dari ikatan yang kuat.
Peristiwa ini mengandung banyak hikmah. Pertama, ia menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW, meskipun seorang Rasul, tetaplah seorang manusia yang bisa terkena sakit atau sihir (namun sihir tersebut tidak pernah bisa mempengaruhi wahyu dan kenabiannya). Kedua, peristiwa ini menjadi bukti nyata akan kebenaran adanya sihir sebagai bentuk kejahatan. Ketiga, dan yang terpenting, Allah SWT mengajarkan langsung kepada Nabi dan seluruh umatnya penawar dan benteng pertahanan paling ampuh untuk melawan segala bentuk sihir dan kejahatan gaib, yaitu dengan membaca dan mengamalkan Al-Mu'awwidhatain.
Keutamaan dan Manfaat Mengamalkan Surat Al-Falaq
Sebagai bagian dari Al-Mu'awwidhatain, Surat Al-Falaq memiliki banyak sekali keutamaan dan manfaat bagi siapa saja yang membacanya dengan penuh keyakinan. Ia bukan sekadar bacaan, melainkan doa, benteng, dan penyembuh.
1. Perlindungan Terbaik dari Segala Kejahatan
Rasulullah SAW bersabda kepada Uqbah bin Amir, "Maukah aku ajarkan kepadamu surat-surat terbaik yang digunakan untuk memohon perlindungan?" Kemudian beliau mengajarkan Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas. Dalam hadits lain, beliau bersabda, "Tidak ada seorang pun yang memohon perlindungan dengan sesuatu yang sebanding dengan keduanya (Al-Falaq dan An-Nas)." Ini menunjukkan bahwa kedua surat ini adalah puncak dari doa perlindungan.
2. Sebagai Bacaan Ruqyah Syar'iyyah
Surat Al-Falaq adalah pilar utama dalam praktik ruqyah (metode penyembuhan secara Islami). Aisyah RA meriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW sakit, beliau membaca Al-Mu'awwidhatain untuk dirinya sendiri lalu meniupkannya. Dan ketika sakitnya semakin parah, Aisyah RA yang membacakannya untuk beliau, lalu mengusapkan tangan beliau ke tubuhnya dengan harapan mendapatkan keberkahannya. Surat ini sangat efektif untuk mengobati penyakit akibat sihir, 'ain (mata jahat), dan gangguan jin.
3. Wirid Sebelum Tidur
Mengamalkan Surat Al-Falaq sebelum tidur adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW mencontohkan, setiap malam sebelum tidur, beliau menyatukan kedua telapak tangannya, lalu membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas, kemudian meniupkannya ke kedua telapak tangan tersebut. Setelah itu, beliau mengusapkan kedua tangannya ke seluruh bagian tubuh yang dapat dijangkau, dimulai dari kepala, wajah, dan bagian depan tubuh. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali. Amalan ini berfungsi sebagai perisai pelindung dari segala gangguan selama tidur.
4. Bagian dari Dzikir Pagi dan Petang
Membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas masing-masing tiga kali pada waktu pagi (setelah Subuh) dan petang (setelah Ashar) merupakan bagian dari amalan dzikir yang dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membacanya tiga kali di waktu pagi dan sore, maka itu akan mencukupinya dari segala sesuatu." Kata 'mencukupinya' di sini memiliki makna yang luas, yaitu cukup sebagai pelindung dari segala keburukan dan marabahaya pada hari itu.
5. Memberikan Ketenangan Jiwa
Dengan merutinkan membaca Surat Al-Falaq, seorang hamba secara konstan mengingatkan dirinya bahwa ia berada dalam penjagaan Tuhan Semesta Alam. Kesadaran ini akan menumbuhkan rasa tawakal dan menyingkirkan perasaan cemas, takut, dan was-was terhadap berbagai potensi kejahatan. Hati menjadi lebih tenang karena perlindungannya telah disandarkan kepada Dzat Yang Maha Kuat dan Maha Melindungi.
Penutup: Benteng Kokoh Seorang Mukmin
Surat Al-Falaq adalah sebuah anugerah agung dari Allah SWT. Meski singkat dan mudah dihafal, kedalaman maknanya mencakup permohonan perlindungan dari segala bentuk kejahatan yang dapat menimpa manusia. Mulai dari kejahatan umum seluruh makhluk, kejahatan spesifik di waktu malam yang gelap, kejahatan sihir yang tersembunyi, hingga kejahatan hati berupa dengki yang menjadi sumber malapetaka.
Mempelajari bacaan surat al falaq latin memang sangat membantu untuk melancarkan hafalan, namun puncaknya adalah ketika kita mampu meresapi setiap katanya, memahami tafsirnya, dan mengamalkannya dengan penuh keyakinan dalam kehidupan sehari-hari. Jadikanlah surat ini sebagai wirid harian, doa sebelum tidur, dan benteng pertahanan setiap kali merasa takut atau cemas. Dengan berlindung kepada "Rabb al-Falaq", Tuhan Penguasa Fajar, semoga Allah senantiasa membelah segala kegelapan dalam hidup kita dengan cahaya pertolongan dan perlindungan-Nya.