Panduan Lengkap Wirid dan Dzikir Setelah Sholat Fardhu

Ilustrasi Tasbih untuk berdzikir

Rangkaian Dzikir Penyempurna Ibadah

Sholat fardhu adalah tiang agama, sebuah kewajiban utama yang menjadi sarana komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Namun, kesempurnaan sholat tidak berhenti saat salam diucapkan. Justru, momen setelah salam adalah waktu yang sangat mustajab dan dianjurkan untuk diisi dengan dzikir, wirid, dan doa. Amalan ini merupakan tradisi yang telah diwariskan oleh para ulama salafus shalih, berlandaskan pada ajaran Rasulullah SAW, dan menjadi ciri khas amaliyah warga Nahdliyin (Nahdlatul Ulama) di Nusantara.

Berdzikir setelah sholat bukanlah sekadar rutinitas tanpa makna. Ia adalah upaya untuk menambal kekurangan dalam sholat kita, ungkapan rasa syukur atas nikmat iman dan Islam, serta permohonan ampunan atas segala dosa dan kelalaian. Rangkaian wirid ini bagaikan jembatan emas yang menghubungkan ibadah sholat dengan kehidupan sehari-hari, menjaga hati agar senantiasa terhubung dengan Allah SWT. Artikel ini akan menguraikan secara rinci dan mendalam setiap tahapan wirid setelah sholat fardhu, lengkap dengan bacaan Arab, transliterasi Latin, terjemahan, serta penjelasan makna dan hikmah di baliknya.

Tahap Pertama: Istighfar dan Pujian Pembuka

Sesaat setelah mengucapkan salam, hal pertama yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW adalah memohon ampunan. Ini adalah sebuah pelajaran adab yang luar biasa. Meskipun kita baru saja menyelesaikan ibadah agung, kita diajarkan untuk tetap merasa rendah hati dan mengakui segala kekurangan. Bisa jadi dalam sholat kita, pikiran melayang, hati tidak sepenuhnya khusyuk, atau bacaan kurang sempurna. Maka, istighfar menjadi penambalnya.

1. Membaca Istighfar (3 kali)

Bacaan ini diulang sebanyak tiga kali dengan penuh penghayatan, meresapi makna permohonan ampun kepada Dzat Yang Maha Agung.

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ

Astaghfirullâhal ‘adhîm.

"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."

Makna mendalam dari istighfar ini adalah pengakuan total atas kelemahan diri. Kata "Al-'Adhim" (Yang Maha Agung) yang menyertai nama Allah menegaskan betapa kecilnya kita di hadapan-Nya. Dengan beristighfar, kita seolah berkata, "Ya Allah, ibadah sholat yang baru saja aku kerjakan ini mungkin jauh dari sempurna, penuh dengan kelalaian dan kekurangan. Maka dari itu, aku memohon ampunan-Mu atas segala ketidaksempurnaan ini." Ini adalah puncak dari etika seorang hamba.

2. Membaca Tahlil dan Doa Keselamatan

Setelah memohon ampun, lidah kita dibasahi dengan kalimat-kalimat tauhid dan pujian yang agung, mengakui bahwa segala kebaikan dan keselamatan hanya bersumber dari Allah SWT.

لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Lâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîkalah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyî wa yumîtu wa huwa ‘alâ kulli syai’in qadîr.

"Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Kalimat ini adalah inti dari ajaran Islam: Tauhid. Mengucapkannya setelah sholat berfungsi untuk meneguhkan kembali keyakinan kita. Frasa "wahdahû lâ syarîkalah" (Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya) menolak segala bentuk kemusyrikan. "Lahul mulku" (Bagi-Nya kerajaan) mengingatkan kita bahwa kekuasaan absolut di langit dan di bumi hanyalah milik Allah. "Wa lahul hamdu" (dan bagi-Nya segala puji) mengajarkan bahwa sumber segala kebaikan dan pujian sejati hanya tertuju kepada-Nya. "Yuhyî wa yumîtu" (Dia Menghidupkan dan Mematikan) adalah pengakuan atas siklus kehidupan yang sepenuhnya berada dalam genggaman-Nya.

Selanjutnya, dilanjutkan dengan doa yang memohon keselamatan dan kedamaian:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلَامُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلَامِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلَامِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَاالْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Allâhumma antas salâm, wa minkas salâm, wa ilaika ya'ûdus salâm, fahayyinâ rabbanâ bis salâm, wa adkhilnal jannata dâras salâm, tabârakta rabbanâ wa ta'âlaita yâ dzal jalâli wal ikrâm.

"Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Sumber Keselamatan), dan dari-Mu lah datangnya keselamatan, dan kepada-Mu kembalinya keselamatan. Maka hidupkanlah kami, wahai Tuhan kami, dengan selamat. Masukkanlah kami ke dalam surga, negeri keselamatan. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami, dan Maha Tinggi Engkau, wahai Dzat pemilik segala keagungan dan kemuliaan."

Doa ini sangat indah. Kita memanggil Allah dengan salah satu nama-Nya yang agung, "As-Salaam," yang berarti Yang Maha Sejahtera dan Sumber Keselamatan. Kita mengakui bahwa kedamaian sejati hanya berasal dari-Nya. Kemudian, kita memohon agar kehidupan kita di dunia dipenuhi dengan keselamatan ("fahayyinâ rabbanâ bis salâm") dan kelak di akhirat dimasukkan ke dalam "dâras salâm" (negeri keselamatan), yaitu surga. Ini adalah permohonan untuk mendapatkan kedamaian yang paripurna, baik di dunia maupun di akhirat.

Tahap Kedua: Membaca Ayat-Ayat Al-Qur'an Pilihan

Setelah pujian pembuka, wirid dilanjutkan dengan membaca beberapa ayat Al-Qur'an yang memiliki keutamaan luar biasa. Amalan ini didasarkan pada hadits-hadits shahih yang menganjurkan pembacaannya setelah sholat fardhu.

1. Membaca Surat Al-Fatihah

Membaca Ummul Kitab sebagai pembuka segala kebaikan dan pintu munajat kepada Allah SWT.

2. Membaca Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255)

Ayat Kursi dikenal sebagai ayat yang paling agung di dalam Al-Qur'an. Rasulullah SAW bersabda bahwa barangsiapa yang membacanya setiap selesai sholat fardhu, tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya kandungan dan fadhilah ayat ini.

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

Allâhu lâ ilâha illâ huwal hayyul qayyûm, lâ ta’khudzuhû sinatuw wa lâ naûm, lahû mâ fis samâwâti wa mâ fil ardh, man dzal ladzî yasyfa‘u ‘indahû illâ bi’idznih, ya‘lamu mâ baina aidîhim wa mâ khalfahum, wa lâ yuhîthûna bisyai’im min ‘ilmihî illâ bimâ syâ’, wasi‘a kursiyyuhus samâwâti wal ardh, wa lâ ya’ûduhû hifzhuhumâ, wa huwal ‘aliyyul ‘azhîm.

"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Merenungkan Ayat Kursi adalah menyelami samudra keagungan sifat-sifat Allah. Setiap frasa di dalamnya adalah penegasan atas kemahakuasaan, kemahatahuan, dan kemandirian mutlak Allah SWT, yang menenangkan hati dan menguatkan iman.

Mari kita bedah beberapa makna agung di dalamnya:

3. Membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas

Tiga surat ini, yang dikenal dengan sebutan "Al-Mu'awwidzat" (surat-surat perlindungan), memiliki kedudukan istimewa. Khusus setelah sholat Subuh dan Maghrib, dianjurkan untuk membacanya masing-masing sebanyak tiga kali. Sementara setelah sholat Dzuhur, Ashar, dan Isya, cukup dibaca sekali.

Surat Al-Ikhlas adalah pernyataan murni tentang keesaan Allah, setara dengan sepertiga Al-Qur'an dalam hal pahalanya karena mengandung esensi ajaran tauhid. Surat Al-Falaq adalah permohonan perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan makhluk yang tampak, seperti kejahatan di waktu malam, sihir, dan kedengkian. Surat An-Nas adalah permohonan perlindungan dari kejahatan yang tidak tampak, yaitu bisikan jahat dari jin dan manusia yang menyelinap ke dalam hati.

Tahap Ketiga: Rangkaian Dzikir Tasbih, Tahmid, dan Takbir

Ini adalah bagian inti dari wirid yang paling dikenal oleh masyarakat luas. Rangkaian ini disebut juga "Tasbih Fatimah", karena Rasulullah SAW pernah mengajarkannya kepada putrinya, Sayyidah Fatimah Az-Zahra, sebagai amalan yang lebih baik daripada memiliki seorang pembantu. Keutamaannya sangat besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, dapat menghapuskan dosa-dosa meskipun sebanyak buih di lautan.

1. Membaca Tasbih (33 kali)

سُبْحَانَ اللهِ

Subhanallâh.

"Maha Suci Allah."

Tasbih adalah konsep tanzih, yaitu menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan, kelemahan, dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ketika kita mengucapkan "Subhanallah", kita sedang mendeklarasikan bahwa Allah terbebas dari sifat-sifat makhluk, seperti butuh, lelah, tidur, atau memiliki anak. Ini adalah pengakuan atas kesempurnaan mutlak Dzat Allah SWT. Mengucapkannya 33 kali adalah cara kita meresapi dan menanamkan makna kesucian ini ke dalam jiwa.

2. Membaca Tahmid (33 kali)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ

Alhamdulillâh.

"Segala puji bagi Allah."

Tahmid adalah ungkapan syukur dan pujian. "Al" pada kata "Alhamdulillah" menunjukkan makna generalisasi (istighraq), yang artinya segala bentuk pujian, dari siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, pada hakikatnya hanya kembali kepada Allah. Kita memuji-Nya atas nikmat iman, nikmat sehat, nikmat bisa beribadah, dan triliunan nikmat lain yang tak terhitung. Mengucapkan "Alhamdulillah" 33 kali melatih lisan dan hati untuk senantiasa bersyukur, melihat segala sesuatu sebagai karunia dari-Nya.

3. Membaca Takbir (33 kali)

اَللهُ أَكْبَرُ

Allâhu Akbar.

"Allah Maha Besar."

Takbir adalah pengakuan atas kebesaran Allah yang tiada tanding. Dengan mengucapkan "Allahu Akbar", kita menyatakan bahwa Allah lebih besar dari apa pun yang kita anggap besar: lebih besar dari masalah kita, lebih besar dari kekuasaan duniawi, lebih besar dari ilmu pengetahuan, dan bahkan lebih besar dari alam semesta itu sendiri. Dzikir ini menanamkan rasa tawadhu' (rendah hati) dan melepaskan ketergantungan kita pada selain Allah. Mengulanginya 33 kali adalah afirmasi untuk mengecilkan dunia dan membesarkan Allah di dalam hati kita.

4. Penyempurna Seratus dengan Tahlil

Untuk menggenapkan hitungan menjadi seratus, rangkaian dzikir ini ditutup dengan kalimat tahlil yang agung, yang juga dibaca pada bagian awal wirid.

لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Lâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîkalah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyî wa yumîtu wa huwa ‘alâ kulli syai’in qadîr.

"Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Menutup rangkaian dzikir ini dengan kalimat tauhid adalah penegasan kembali bahwa puncak dari segala penyucian (Tasbih), pujian (Tahmid), dan pengagungan (Takbir) adalah pengesaan (Tahlil) kepada Allah SWT. Ini adalah fondasi utama akidah seorang muslim.

Tahap Akhir: Munajat dan Doa Penutup

Setelah hati dilunakkan dengan dzikir dan pujian, inilah saatnya untuk mengangkat tangan dan memanjatkan doa. Ini adalah momen intim seorang hamba dengan Sang Pencipta, menumpahkan segala harapan, permohonan, dan isi hati. Urutan doa setelah wirid biasanya dimulai dengan pujian kepada Allah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, lalu permohonan untuk diri sendiri, keluarga, dan kaum muslimin.

Berikut adalah contoh doa penutup yang komprehensif dan sering dibaca oleh para kiai dan habaib di kalangan Nahdlatul Ulama:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اَللهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Bismillâhirrahmânirrahîm. Alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn, hamdan yuwâfî ni‘amahû wa yukâfi’u mazîdah. Yâ rabbanâ lakal hamdu kamâ yanbaghî lijalâli wajhikal karîmi wa ‘adhîmi sulthânik.

Allâhumma shalli wa sallim ‘alâ sayyidinâ Muhammadin wa ‘alâ âli sayyidinâ Muhammad.

Allâhumma rabbanâ taqabbal minnâ shalâtanâ wa shiyâmanâ wa rukû‘anâ wa sujûdanâ wa qu‘ûdanâ wa tadharru‘anâ wa takhasysyu‘anâ wa ta‘abbudanâ, wa tammim taqshîranâ yâ Allâh yâ rabbal ‘âlamîn.

Allâhummaghfir lanâ dzunûbanâ wa liwâlidainâ warhamhumâ kamâ rabbayânâ shighârâ. Wa lijamî‘il muslimîna wal muslimât wal mu’minîna wal mu’minât al-ahyâ’i minhum wal amwât.

Rabbanâ âtinâ fid dun-yâ hasanah, wa fil âkhirati hasanah, wa qinâ ‘adzâban nâr.

Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ Muhammadin wa ‘alâ âlihî wa shahbihî wa sallam, wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Pujian yang sebanding dengan nikmat-nikmat-Nya dan menjamin tambahannya. Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji sebagaimana layaknya bagi keagungan wajah-Mu dan kebesaran kekuasaan-Mu.

Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad.

Ya Allah Tuhan kami, terimalah dari kami sholat kami, puasa kami, ruku' kami, sujud kami, duduk kami, kerendahan hati kami, kekhusyuan kami, dan ibadah kami. Sempurnakanlah kekurangan kami, wahai Allah, Tuhan semesta alam.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangi kami di waktu kecil. Dan (ampunilah) seluruh kaum muslimin dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.

Wahai Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabatnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Hikmah dan Keutamaan Merutinkan Wirid Setelah Sholat

Merutinkan amalan wirid setelah sholat fardhu memiliki banyak sekali hikmah dan keutamaan yang akan dirasakan oleh seorang hamba, baik secara spiritual maupun psikologis.

Dengan memahami setiap bacaan dan maknanya, wirid setelah sholat fardhu tidak lagi menjadi sekadar rutinitas mekanis. Ia akan berubah menjadi sebuah perjalanan ruhani yang singkat namun mendalam, sebuah oase ketenangan setelah menunaikan kewajiban, dan bekal spiritual untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari dengan hati yang senantiasa terpaut kepada Sang Khalik. Semoga kita semua dimudahkan untuk senantiasa mengamalkannya dengan istiqamah.

🏠 Kembali ke Homepage