Memahami Bacaan Tahiyat Akhir NU Secara Mendalam
Sebuah Tuntunan Lengkap Mengenai Rukun Shalat yang Penuh Makna dan Hikmah
Shalat adalah tiang agama, sebuah kewajiban utama bagi setiap Muslim yang menjadi sarana komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna yang sangat dalam dan merupakan rukun yang harus dipenuhi dengan sempurna. Salah satu rukun qauli (ucapan) yang paling krusial adalah Tasyahud atau Tahiyat Akhir. Duduk tasyahud akhir adalah momen penutup shalat, di mana seorang Muslim mengumpulkan seluruh konsentrasinya untuk memanjatkan pujian, kesaksian, shalawat, dan doa sebelum mengakhiri shalat dengan salam.
Bagi kalangan Nahdliyin (pengikut Nahdlatul Ulama), bacaan tahiyat akhir yang diamalkan umumnya merujuk pada tuntunan dalam madzhab Syafi'i, yang merupakan madzhab fikih mayoritas di Indonesia. Bacaan ini memiliki sanad yang jelas dan kandungan makna yang luar biasa, mencakup esensi dari seluruh ajaran Islam. Memahami setiap frasa dalam bacaan tahiyat akhir NU bukan hanya tentang menghafal, tetapi tentang meresapi dan menghayati setiap kata yang diucapkan, sehingga shalat kita menjadi lebih khusyuk dan berkualitas.
Teks Lengkap Bacaan Tahiyat Akhir NU
Berikut adalah bacaan tahiyat akhir yang lazim diamalkan oleh warga Nahdlatul Ulama, disajikan dalam tulisan Arab yang jelas, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, serta terjemahan dalam Bahasa Indonesia agar maknanya dapat dipahami secara utuh.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.
Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah.
"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan tercurah kepadamu wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan-Nya. Semoga keselamatan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Setelah membaca bagian tasyahud di atas, bacaan dilanjutkan dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai Shalawat Ibrahimiyah. Ini adalah bentuk shalawat terbaik yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad, wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kamaa shallaita 'alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa 'alaa aali sayyidinaa Ibraahiim. Wabaarik 'alaa sayyidinaa Muhammad, wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kamaa baarakta 'alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa 'alaa aali sayyidinaa Ibraahiim. Fil 'aalamiina innaka Hamiidum Majiid.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Di seluruh alam semesta, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Setelah menyelesaikan shalawat Ibrahimiyah, disunnahkan untuk membaca doa memohon perlindungan dari empat perkara besar sebelum salam. Doa ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW sebagai benteng bagi seorang mukmin.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ.
Allaahumma innii a'uudzubika min 'adzaabil qabri, wa min 'adzaabin naar, wa min fitnatil mahyaa wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid Dajjaal.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari siksa api neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Tadabbur dan Penjelasan Mendalam Setiap Kalimat Tahiyat Akhir
Untuk mencapai kekhusyukan sejati, kita perlu menyelami makna yang terkandung dalam setiap frasa bacaan tahiyat akhir. Ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah dialog agung yang penuh hikmah dan sejarah, khususnya terkait peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Bagian Pertama: Pujian dan Penghormatan Kepada Allah SWT
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ
"Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah."
Kalimat pembuka ini adalah sebuah deklarasi totalitas penghambaan. Mari kita bedah kata per kata untuk memahami kedalamannya:
- التَّحِيَّاتُ (Attahiyyaat): Kata ini merupakan bentuk jamak dari "tahiyyah" yang berarti penghormatan, salam, atau sapaan agung. Di masa jahiliyah, orang-orang menggunakan berbagai sapaan untuk para raja dan penguasa. Dalam shalat, kita menegaskan bahwa segala bentuk penghormatan tertinggi, pujian termulia, dan pengagungan yang hakiki hanya pantas ditujukan kepada Allah SWT. Ini adalah bentuk penafian terhadap segala bentuk pengagungan kepada makhluk yang melebihi pengagungan kepada Sang Khaliq.
- الْمُبَارَكَاتُ (Al-Mubaarakaat): Berasal dari kata "barakah", yang berarti keberkahan, kebaikan yang melimpah, dan pertumbuhan yang terus-menerus. Dengan mengucapkan kalimat ini, kita mengakui bahwa seluruh sumber keberkahan di alam semesta ini berasal dari Allah. Segala sesuatu yang membawa kebaikan, baik yang terlihat maupun tidak, adalah anugerah dari-Nya.
- الصَّلَوَاتُ (Ash-Shalawaat): Ini adalah bentuk jamak dari "shalat", yang secara bahasa berarti doa. Dalam konteks ini, maknanya lebih luas, yaitu segala bentuk doa, rahmat, dan ibadah yang kita panjatkan. Kita menyatakan bahwa semua ibadah kita, esensinya adalah untuk Allah semata. Tidak ada ibadah yang ditujukan kepada selain-Nya.
- الطَّيِّبَاتُ (Ath-Thayyibaat): Berarti segala sesuatu yang baik, suci, dan bersih. Ini mencakup perkataan yang baik, perbuatan yang baik, dan sifat-sifat yang terpuji. Kita mempersembahkan segala kebaikan yang ada pada diri kita dan di alam semesta ini kepada Allah, karena Dialah sumber segala kebaikan (Al-Barr).
- لِلَّهِ (Lillaah): Frasa penutup ini adalah kuncinya. "Hanya milik Allah". Ini menegaskan prinsip tauhid, bahwa semua penghormatan (Attahiyyaat), keberkahan (Al-Mubaarakaat), doa dan ibadah (Ash-Shalawaat), serta segala kebaikan (Ath-Thayyibaat) itu mutlak milik Allah dan hanya untuk-Nya.
Kalimat ini diriwayatkan sebagai dialog yang terjadi saat peristiwa Mi'raj. Ketika Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT, beliau mengucapkan, "Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah." Ini adalah salam terindah dari makhluk terbaik kepada Pencipta Yang Maha Agung.
Bagian Kedua: Salam Kepada Sang Nabi
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
"Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh."
Setelah memuji Allah, bacaan berlanjut dengan salam kepada Rasulullah SAW. Ini adalah jawaban dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW saat Mi'raj. Allah menjawab salam Nabi dengan salam kesejahteraan, rahmat, dan keberkahan.
- السَّلاَمُ عَلَيْكَ (Assalaamu 'alaika): "Semoga keselamatan tercurah kepadamu". Kata ganti "'alaika" (kepadamu) menggunakan bentuk orang kedua tunggal. Ini menciptakan nuansa seolah-olah kita sedang berbicara langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Meskipun beliau telah wafat, ruh dan kehadirannya secara spiritual tetap terasa bagi umatnya. Ini adalah bentuk penghormatan dan cinta yang mendalam, menjaga ikatan batin antara umat dengan Nabinya.
- أَيُّهَا النَّبِيُّ (Ayyuhan Nabiyyu): "Wahai Sang Nabi". Panggilan ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan Rasulullah SAW. Kita tidak memanggil namanya secara langsung (Wahai Muhammad), tetapi dengan gelar kenabiannya sebagai bentuk adab dan takzim.
- وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ (Warahmatullaahi wabarakaatuh): "Beserta rahmat Allah dan keberkahan-Nya". Kita tidak hanya mendoakan keselamatan, tetapi juga memohonkan curahan kasih sayang (rahmat) dan kebaikan yang melimpah (barakah) dari Allah untuk beliau. Ini adalah wujud terima kasih kita atas segala jasa dan pengorbanan beliau dalam menyampaikan risalah Islam.
Bagian Ketiga: Salam Universal untuk Diri dan Orang Shalih
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
"Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin."
Ini adalah bagian yang diucapkan oleh para malaikat saat mendengar dialog antara Allah dan Rasul-Nya. Ada juga riwayat yang menyebutkan ini adalah ucapan Nabi Muhammad SAW yang mulia, yang tidak ingin menikmati keselamatan sendiri, melainkan membaginya dengan seluruh umatnya dan hamba-hamba yang shalih.
- السَّلاَمُ عَلَيْنَا (Assalaamu 'alainaa): "Semoga keselamatan tercurah kepada kami". "Kami" di sini mencakup orang yang sedang shalat itu sendiri dan juga para malaikat yang hadir bersamanya. Ini adalah doa untuk diri sendiri, memohon perlindungan dan kesejahteraan dari Allah.
- وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ (Wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin): "Dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih". Ini adalah doa yang luar biasa inklusif dan universal. Saat mengucapkannya, kita mendoakan keselamatan bagi setiap hamba Allah yang shalih, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dari kalangan manusia dan jin, di langit maupun di bumi, dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat. Ini menumbuhkan rasa persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) yang melintasi ruang dan waktu.
Bagian Keempat: Ikrar Dua Kalimat Syahadat
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
"Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah."
Setelah rangkaian pujian dan salam, kita sampai pada puncak dan inti dari keimanan, yaitu persaksian atau syahadat. Ini adalah penegasan kembali pondasi akidah Islam di dalam hati, lisan, dan perbuatan.
- أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ (Asyhadu an laa ilaaha illallaah): "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah". Kata "Asyhadu" (aku bersaksi) bukan sekadar berarti "aku tahu" atau "aku percaya". Ia mengandung makna persaksian yang didasari oleh ilmu yang yakin, seolah-olah kita melihatnya dengan mata kepala sendiri. Persaksian ini terdiri dari dua pilar: penafian (laa ilaaha - tiada tuhan) dan penetapan (illallaah - selain Allah). Kita menafikan segala bentuk sesembahan, tuhan-tuhan palsu, dan segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah (hawa nafsu, harta, jabatan), lalu menetapkan bahwa satu-satunya yang berhak disembah hanyalah Allah SWT. Ini adalah esensi dari tauhid uluhiyah.
- وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ (Wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah): "Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah". Persaksian kedua ini adalah konsekuensi logis dari yang pertama. Jika kita meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan, maka kita harus meyakini utusan yang membawa risalah-Nya. Persaksian ini mengandung makna:
- Membenarkan semua berita yang beliau sampaikan.
- Menaati semua perintah yang beliau tetapkan.
- Menjauhi semua larangan yang beliau sampaikan.
- Beribadah kepada Allah hanya sesuai dengan syariat yang beliau ajarkan.
Mengucapkan dua kalimat syahadat di akhir shalat berfungsi sebagai pembaruan iman dan komitmen kita kepada Allah dan Rasul-Nya setiap hari.
Membedah Makna Shalawat Ibrahimiyah
Setelah tasyahud, rukun selanjutnya adalah membaca shalawat kepada Nabi. Bentuk shalawat yang paling utama (afdhal) adalah Shalawat Ibrahimiyah, karena diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW ketika para sahabat bertanya tentang cara bershalawat kepadanya. Dalam tradisi NU yang berpegang pada madzhab Syafi'i, penambahan lafadz "Sayyidina" dianjurkan sebagai bentuk adab dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
Pentingnya Lafadz "Sayyidina"
Penggunaan kata سَيِّدِنَا (Sayyidina) yang berarti "junjungan kami" atau "tuan kami" adalah salah satu ciri khas dalam amaliah NU. Meskipun dalam beberapa riwayat hadits lafadz ini tidak disebutkan secara eksplisit, para ulama Syafi'iyah dan mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah berpendapat bahwa menambahkannya adalah bentuk adab (tata krama) yang terpuji. Hal ini didasarkan pada perintah umum untuk memuliakan Nabi dan juga hadits di mana Nabi sendiri menyebut dirinya sebagai "Sayyidu waladi Adam" (pemimpin anak Adam). Menggunakan "Sayyidina" di luar shalat disepakati kebaikannya, dan di dalam shalat pun dianggap tidak merusak shalat, bahkan menambah kesempurnaan adab kepada Rasulullah SAW.
Makna Shalawat dan Salam kepada Nabi dan Keluarganya
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
"Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad, wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad."
اللَّهُمَّ (Allahumma) adalah panggilan kepada Allah, "Ya Allah". صَلِّ (Shalli) berarti "limpahkanlah shalawat". Shalawat dari Allah kepada Nabi berarti pujian-Nya di hadapan para malaikat-Nya (al-mala'il a'la) dan curahan rahmat. Sementara shalawat dari kita, para makhluk, adalah permohonan dan doa kepada Allah agar Dia melimpahkan rahmat dan kemuliaan tersebut kepada Nabi. آلِ (Aali) memiliki beberapa penafsiran. Makna utamanya adalah keluarga dan kerabat dekat Nabi dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muththalib yang beriman. Dalam makna yang lebih luas, "Aal Muhammad" juga bisa mencakup seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Menyandingkan dengan Nabi Ibrahim AS
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ
"Kamaa shallaita 'alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa 'alaa aali sayyidinaa Ibraahiim."
Mengapa kita memohon shalawat untuk Nabi Muhammad seperti shalawat yang telah diberikan kepada Nabi Ibrahim? Ini bukan berarti kedudukan Nabi Ibrahim lebih tinggi, tetapi ini adalah bentuk tawasul (menjadikan perantara) dengan amal Allah yang telah lalu. Kita seakan berkata, "Ya Allah, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat dan kemuliaan tertinggi kepada Ibrahim dan keluarganya, maka kami mohon Engkau juga melimpahkan rahmat dan kemuliaan tertinggi kepada Muhammad dan keluarganya." Nabi Ibrahim AS memiliki kedudukan istimewa sebagai "Abul Anbiya" (Bapak para Nabi) dan "Khalilullah" (Kekasih Allah). Banyak nabi setelahnya berasal dari keturunannya. Dengan menyandingkannya, kita memohon kemuliaan yang paripurna untuk Nabi Muhammad SAW.
Permohonan Keberkahan (Barakah)
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ... كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ ...
"Wabaarik 'alaa sayyidinaa Muhammad ... Kamaa baarakta 'alaa sayyidinaa Ibraahiim ..."
وَبَارِكْ (Wa baarik) berarti "dan berkahilah". Barakah adalah kebaikan ilahiyah yang langgeng dan terus bertambah. Kita memohon kepada Allah agar menetapkan dan melanggengkan kebaikan, kemuliaan, serta menyebarkan ajaran dan syariat Nabi Muhammad SAW ke seluruh penjuru alam. Sebagaimana Allah telah memberkahi Nabi Ibrahim dan keturunannya dengan banyak nabi dan kitab, kita memohon keberkahan yang sama, bahkan lebih, untuk Nabi Muhammad dan umatnya.
Penutup Pujian kepada Allah
فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
"Fil 'aalamiina innaka Hamiidum Majiid."
فِي الْعَالَمِينَ (Fil 'aalamiin) berarti "di seluruh alam semesta". Permohonan shalawat dan keberkahan ini berlaku untuk seluruh alam, mencakup alam manusia, jin, malaikat, dan seluruh ciptaan-Nya. إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ (Innaka Hamiidum Majiid), "Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia". Hamiid adalah Dzat yang terpuji dalam segala perbuatan dan ketetapan-Nya, baik saat memberi maupun menahan. Majiid adalah Dzat yang memiliki kemuliaan, keagungan, dan kebesaran yang sempurna. Kita menutup doa shalawat ini dengan mengakui kesempurnaan sifat-sifat Allah, sebab hanya Dzat yang Maha Terpuji dan Maha Mulia yang dapat mengabulkan permohonan agung ini.
Doa Perlindungan di Penghujung Shalat
Sebelum salam, terdapat sebuah doa yang sangat ditekankan oleh Nabi untuk dibaca. Doa ini berisi permohonan perlindungan dari empat fitnah dan azab terbesar yang dapat menimpa seorang manusia. Ini adalah momen krusial untuk memohon benteng pertahanan dari Allah.
Memohon Perlindungan dari Siksa Kubur (عَذَابِ الْقَبْرِ)
Beriman kepada adanya kehidupan di alam barzakh dan adanya nikmat serta siksa kubur adalah bagian dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siksa kubur adalah balasan pertama yang diterima oleh orang-orang yang durhaka setelah kematiannya. Dengan memohon perlindungan dari siksa kubur, kita mengakui kelemahan diri dan hanya berharap pada pertolongan Allah untuk melewati fase pertama di akhirat ini dengan selamat.
Memohon Perlindungan dari Siksa Neraka (عَذَابِ النَّارِ)
Ini adalah permohonan perlindungan dari puncak penderitaan di akhirat. Neraka adalah tempat balasan bagi orang-orang yang ingkar dan berbuat dosa besar tanpa bertaubat. Memohon perlindungan darinya setiap akhir shalat menunjukkan betapa besar rasa takut (khauf) kita kepada azab Allah dan betapa besar harapan (raja') kita akan rahmat-Nya untuk diselamatkan dari api neraka.
Memohon Perlindungan dari Fitnah Kehidupan dan Kematian (فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ)
Ini adalah permohonan yang sangat komprehensif.
- Fitnah Kehidupan (Fitnatil Mahya): Mencakup segala ujian, cobaan, dan godaan yang dapat menyesatkan manusia selama hidupnya. Ini termasuk fitnah syahwat (godaan hawa nafsu, harta, wanita) dan fitnah syubhat (kerancuan pemikiran, ideologi sesat, keraguan terhadap agama).
- Fitnah Kematian (Fitnatil Mamat): Mencakup ujian berat saat sakaratul maut. Pada saat itu, setan datang dengan godaan terakhirnya untuk menggelincirkan iman seseorang di akhir hayatnya. Termasuk juga fitnah kubur, yaitu pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir.
Memohon Perlindungan dari Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal (شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ)
Fitnah Dajjal disebut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai fitnah terbesar sejak diciptakannya Nabi Adam hingga hari kiamat. Dajjal akan muncul di akhir zaman dengan membawa kemampuan luar biasa yang dapat menipu daya banyak manusia. Ia mampu menunjukkan hal-hal yang seolah-olah surga padahal neraka, dan sebaliknya. Dengan memohon perlindungan dari fitnahnya di setiap shalat, kita berharap Allah menjaga iman kita dan keturunan kita dari kesesatan terbesar di akhir zaman ini.
Kesimpulan: Tahiyat Akhir Sebagai Intisari Perjalanan Seorang Hamba
Bacaan tahiyat akhir NU, yang berlandaskan ajaran madzhab Syafi'i dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, bukanlah sekadar bacaan hafalan yang diulang-ulang. Ia adalah sebuah perjalanan spiritual singkat yang merangkum seluruh esensi keislaman. Dimulai dengan pengagungan total kepada Allah SWT, dilanjutkan dengan jalinan cinta dan adab kepada Rasulullah SAW, disusul dengan doa universal untuk seluruh hamba shalih yang menumbuhkan rasa persaudaraan, diperkuat dengan pembaruan ikrar syahadat sebagai pondasi iman, disempurnakan dengan shalawat termulia kepada sang Nabi, dan ditutup dengan permohonan perlindungan total dari segala keburukan dunia dan akhirat.
Dengan memahami dan menghayati setiap kalimat dalam bacaan tahiyat akhir ini, shalat kita tidak lagi menjadi rutinitas mekanis. Ia akan berubah menjadi sebuah mi'raj kecil, sebuah dialog yang khusyuk, dan sebuah momen di mana seorang hamba benar-benar merasakan kedekatannya dengan Allah SWT, Nabinya, dan seluruh saudara seimannya. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk dapat melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya dan menerima segala amal ibadah kita.