Surah Luqman (سورة لقمان) adalah surah ke-31 dalam Al-Qur'an, diturunkan di Makkah (Makkiyah) dan terdiri dari 34 ayat. Dinamakan Luqman karena surah ini memuat kisah dan petuah bijak (hikmah) seorang hamba saleh bernama Luqman al-Hakim kepada putranya. Surah ini merupakan salah satu pilar penting dalam Al-Qur'an yang menjelaskan hubungan vertikal (iman dan tauhid) dan hubungan horizontal (akhlak dan sosial) yang sempurna.
Penempatan Surah Luqman dalam Al-Qur'an berada di tengah-tengah surah-surah Makkiyah yang menekankan konsolidasi akidah (tauhid) dan menantang kesyirikan yang dilakukan kaum Quraisy. Surah ini secara elegan menggabungkan narasi keimanan melalui demonstrasi bukti-bukti kosmik (ayat-ayat kauniyah) dengan demonstrasi moral melalui kisah seorang manusia bijak yang bukan seorang nabi. Ini menunjukkan bahwa hikmah adalah harta universal yang dapat dicapai oleh setiap hamba Allah yang saleh.
Secara garis besar, Surah Luqman membentangkan tiga tema utama yang saling berkaitan:
Ilustrasi Kitab Suci sebagai sumber petunjuk dan hikmah.
Surah Luqman dibuka dengan huruf-huruf tunggal (huruf muqatta’ah), diikuti dengan penegasan bahwa ayat-ayat yang diturunkan ini adalah "Ayat-Ayat Kitab yang Penuh Hikmah" (Al-Kitabil Hakim). Ini bukan sekadar kitab hukum, melainkan kitab yang mengandung kearifan mendalam dan kebenaran yang kokoh. Istilah Al-Hakim merujuk pada kesempurnaan dan objektivitas ajaran Ilahi.
Hikmah ini, bagaimanapun, hanya menjadi "petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat baik" (lil muhsinin). Ayat 4 dan 5 kemudian mendefinisikan siapa saja kaum Muhsinin ini: mereka yang mendirikan salat, menunaikan zakat, dan meyakini adanya kehidupan akhirat. Ini menunjukkan bahwa kearifan sejati tidak hanya bersifat teoritis, tetapi termanifestasi dalam tindakan ibadah (salat), kepedulian sosial (zakat), dan keyakinan spiritual yang kuat (akhirat). Kesuksesan di dunia dan akhirat dijanjikan bagi mereka.
Ayat berikutnya mengontraskan penerimaan hikmah dengan penolakan yang keras. Allah SWT menggambarkan karakter orang-orang yang "membeli perkataan yang tidak berguna" (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu. Para mufasir menafsirkan lahwal hadits sebagai segala bentuk hiburan yang melalaikan, cerita bohong, atau musik yang mendorong kemaksiatan, yang pada dasarnya menggantikan kedudukan Al-Qur'an dalam hati.
Perilaku mereka dicirikan dengan kesombongan. Ketika ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, mereka berpaling seolah-olah di telinga mereka ada beban berat, menunjukkan pengabaian total. Hukuman bagi mereka adalah azab yang menghinakan. Kontrasnya, bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, janji surga (Jannatun Na'im) diberikan—sebuah balasan yang abadi dan pasti.
Setelah membahas kebenaran melalui wahyu (Al-Qur'an), surah ini segera beralih ke bukti kebenaran melalui alam semesta. Ayat-ayat ini memberikan deskripsi ringkas namun menakjubkan tentang kekuasaan Allah dalam penciptaan:
Puncak dari argumentasi ini adalah tantangan (Ayat 11): "Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah kepada-Ku apa yang diciptakan oleh sembahan-sembahan selain Dia." Tantangan ini meruntuhkan klaim musyrikin, menunjukkan bahwa penciptaan hanya milik Allah, dan mereka yang menyekutukan-Nya berada dalam kesesatan yang nyata.
Bagian ini adalah jantung Surah Luqman, yang memperkenalkan sosok Luqman. Allah SWT berfirman: "Dan sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Luqman..." (Ayat 12). Hikmah di sini berarti kebijaksanaan dalam ucapan dan perbuatan, kemampuan untuk menilai hal-hal dengan benar, dan menggunakan pengetahuan untuk berbuat baik. Inti dari hikmah yang diberikan kepadanya adalah perintah untuk bersyukur.
Hikmah (kebijaksanaan) yang diberikan Allah kepada Luqman adalah anugerah Ilahi yang memungkinkannya menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang benar, dimulai dari hubungan tertinggi manusia dengan Penciptanya.
Visualisasi pendidikan dan nasihat antara orang tua dan anak.
Wasiat pertama Luqman adalah fondasi dari semua ajaran: larangan keras terhadap syirik (menyekutukan Allah).
Terjemahannya: "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
Mengapa syirik disebut sebagai kezaliman (dzulmun) yang paling besar? Karena kezaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Syirik adalah kezaliman terhadap:
Luqman mengawali nasihatnya dengan Tauhid karena tanpa pondasi ini, semua amal ibadah dan akhlak tidak akan diterima. Tauhid adalah prasyarat mutlak untuk keselamatan.
Segera setelah Tauhid, Luqman (melalui firman Allah) membahas hak kedua terbesar: hak orang tua. Al-Qur'an menyisipkan perintah ini karena kebaikan kepada orang tua adalah ujian terbesar setelah keimanan kepada Allah.
Ayat 14 secara khusus menyoroti kesulitan dan pengorbanan ibu, yaitu mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah (wahnan 'ala wahn) dan masa menyusui selama dua tahun. Pengorbanan yang tak terhingga ini menuntut balasan syukur dari seorang anak, yang diringkas dalam perintah: "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu." (Ayat 14).
Ayat 15 menetapkan garis pemisah yang sangat penting: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik."
Ini adalah aturan emas Islam mengenai hierarki ketaatan: Ketaatan kepada Allah mendahului ketaatan kepada makhluk. Namun, penolakan terhadap perintah syirik orang tua tidak boleh menyebabkan anak berlaku kasar atau durhaka. Anak tetap diwajibkan memperlakukan mereka dengan ihsan (kebaikan) dan budi pekerti yang mulia di kehidupan dunia. Ini adalah keseimbangan moral yang tinggi.
Setelah Tauhid dan etika keluarga, Luqman mengajarkan konsep pengawasan Ilahi (Raqabah) dan Hari Perhitungan.
Luqman menjelaskan bahwa kebaikan atau keburukan, sekecil apapun (seberat biji sawi/khardal), dan di manapun ia tersembunyi (di dalam batu, di langit, atau di bumi), pasti akan diketahui dan dibawa oleh Allah pada Hari Kiamat.
Pelajaran dari ayat ini sangatlah dalam. Allah Maha Halus (Al-Lathif) dalam pengetahuan-Nya, mampu menjangkau rincian terkecil dari tindakan dan niat hati, dan Maha Mengetahui (Al-Khabir). Kesadaran ini menumbuhkan rasa tanggung jawab yang permanen, mendorong seorang mukmin untuk berhati-hati dalam setiap langkah, bahkan ketika tidak ada manusia yang melihat. Ini adalah fondasi dari keikhlasan sejati.
Wasiat terakhir Luqman berfokus pada perintah praktis untuk membangun karakter individu dan sosial yang ideal:
Setelah mengetahui adanya Hari Perhitungan, Luqman memerintahkan putranya untuk:
Luqman melarang dua bentuk kesombongan yang merusak hubungan sosial:
Allah tidak menyukai orang yang sombong (mukhtalin fakhur). Kesombongan adalah penyakit hati yang bertentangan dengan Tauhid, karena hanya Allah yang berhak memiliki keagungan.
Sebagai penutup nasihat akhlak, Luqman menyeru pada moderasi (tawazun) dan kesederhanaan:
Nasihat Luqman adalah sebuah kurikulum pendidikan karakter yang lengkap, bergerak dari fondasi akidah (Tauhid) menuju perbaikan moral dan sosial (Ihsan), hingga mencapai keseimbangan dalam perilaku sehari-hari (Tawazun).
Setelah menanamkan ajaran hikmah, surah kembali menantang orang-orang yang menolak kebenaran dengan menyajikan bukti-bukti kekuasaan Allah yang tak terbantahkan. Bagian ini berfungsi sebagai justifikasi Ilahi atas wasiat Luqman.
Ayat 20 menegaskan konsep tashkhir (penundukan). Allah SWT telah menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk kepentingan manusia, serta melimpahkan nikmat-nikmat-Nya yang tampak dan yang tersembunyi.
Mengapa, setelah melihat kemurahan dan kekuasaan sebesar ini, masih ada manusia yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu, petunjuk, atau kitab? Ayat 21 mengkritik keras kaum musyrikin Makkah yang menolak kebenaran semata-mata karena mengikuti tradisi nenek moyang mereka, bahkan jika tradisi itu menyesatkan. Keterikatan buta pada warisan yang bertentangan dengan akal sehat dan wahyu adalah bentuk kesesatan yang ditentang oleh Islam.
Seseorang yang menyerahkan wajahnya (dirinya) sepenuhnya kepada Allah (Islam) dan berbuat baik (muhsin), berarti ia telah berpegang pada tali yang kukuh. Penyerahan diri yang tulus (al-Islam) dan beramal saleh (al-Ihsan) adalah jaminan keselamatan.
Surah ini juga menghibur Rasulullah SAW dan kaum mukminin dari penolakan orang kafir. Kekafiran mereka tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah menegaskan bahwa kepada-Nyalah tempat kembali mereka semua, dan Dia akan memberitahukan apa yang mereka kerjakan.
Ayat 24 memberikan ancaman yang menakutkan: kesenangan duniawi orang kafir hanyalah sementara, dan pada akhirnya, mereka akan diseret menuju azab yang keras. Kontras antara kenikmatan fana di dunia dan azab kekal di akhirat menjadi motivasi bagi mukmin.
Untuk meruntuhkan alasan kesyirikan, Allah mengajukan pertanyaan retoris: "Dan sungguh, jika engkau tanyakan kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?' Pasti mereka akan menjawab, 'Allah'." (Ayat 25). Ini menunjukkan bahwa kaum musyrikin pun mengakui Allah sebagai Pencipta Agung (Tauhid Rububiyah), namun gagal melaksanakan Tauhid Uluhiyah (pengesaan dalam ibadah).
Lalu, surah ini memberikan metafora yang kuat tentang keluasan ilmu dan kekayaan Allah:
Jika semua pohon di bumi dijadikan pena, dan tujuh lautan dijadikan tinta tambahan, kata-kata (ilmu, kekuasaan, dan hikmah) Allah tidak akan pernah habis ditulis. Perumpamaan ini memberikan gambaran yang luar biasa tentang ketidakterbatasan Ilmu Ilahi, menegaskan bahwa manusia tidak akan pernah mampu memahami Allah secara keseluruhan. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat 28 memberikan penekanan bahwa penciptaan dan kebangkitan seluruh umat manusia adalah semudah menciptakan satu jiwa saja. Hal ini menekankan kesederhanaan bagi Kekuasaan Allah, di mana skala (satu atau milyaran) tidak mengubah tingkat kesulitan bagi-Nya.
Ayat 29 kembali ke ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan pengaturan sempurna oleh Allah, khususnya fenomena siang dan malam:
Penutup blok ini (Ayat 30) adalah kesimpulan tegas: alasan semua bukti ini dipaparkan adalah untuk menunjukkan bahwa Allah adalah Al-Haqq (Kebenaran Mutlak), dan segala sesuatu yang mereka sembah selain Dia adalah kebatilan, dan Dia adalah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Bagian akhir surah ini berfungsi sebagai peringatan keras tentang Hari Kiamat dan pentingnya persiapan melalui amal saleh, yang merupakan puncak dari wasiat Luqman.
Allah menceritakan tentang perahu yang berlayar di lautan berkat nikmat-Nya. Ketika ombak menutupi mereka seperti awan yang gelap, orang-orang itu hanya berdoa kepada Allah dengan tulus (mukhlisin), melupakan berhala-berhala mereka. Namun, begitu Allah menyelamatkan mereka ke daratan, sebagian dari mereka kembali ingkar dan menyekutukan Allah.
Kisah ini menggambarkan sifat dasar manusia yang mudah lalai dan mengingkari janji saat berada dalam zona nyaman, tetapi akan mencari keikhlasan hanya saat menghadapi bencana besar. Allah mencela perilaku munafik ini, menyebut orang yang mengingkari janji setelah diselamatkan sebagai pengkhianat dan pendusta (khannar kafar).
Ayat 33 memberikan peringatan yang sangat menusuk tentang kedatangan Kiamat.
Seruan ini bersifat universal: Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada Hari Kiamat, di mana tidak ada seorang ayah pun yang dapat menolong putranya, dan seorang putra pun tidak dapat menolong ayahnya sedikit pun. Pada hari itu, ikatan keluarga paling kuat pun terputus. Setiap jiwa bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Ayat ini juga memberikan peringatan keras terhadap tipu daya dunia (ghurur) dan tipu daya setan, khususnya mengenai jaminan palsu tentang ampunan Allah tanpa amal saleh. Dunia ini fana, dan janji Allah (tentang kebangkitan dan perhitungan) adalah pasti benar.
Surah Luqman ditutup dengan penegasan kekuasaan dan ilmu Allah yang mutlak, yang terangkum dalam lima hal ghaib yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Dia. Ini dikenal sebagai Mifahul Ghaib (Kunci-Kunci Ghaib).
Dengan menyebutkan lima kunci ghaib ini, Surah Luqman menyimpulkan bahwa hanya Allah yang mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Dialah Al-'Alim (Maha Mengetahui) dan Al-Khabir (Maha Teliti). Penutup surah ini mengajak manusia untuk kembali kepada takwa, karena mereka hidup dalam ketidaktahuan mutlak tentang dua peristiwa terpenting dalam hidup mereka: masa depan dan kematian.
Wasiat Luqman bukan sekadar daftar perintah moral, melainkan sebuah kurikulum pendidikan yang dirancang untuk membangun individu yang seimbang (insan kamil). Urutannya menunjukkan prioritas dan tahapan pendidikan karakter yang fundamental dalam Islam.
Kisah Luqman adalah model tarbiyah (pendidikan) yang paling unggul. Luqman, sebagai ayah, memilih momen yang tepat ("ketika dia memberi nasihat") untuk berbicara kepada putranya. Nasihatnya disampaikan dengan penuh kasih sayang ("Ya Bunayya" – Wahai anakku sayang) dan disajikan dalam bentuk hikmah, bukan sekadar perintah kaku.
Struktur pendidikannya adalah:
Pendidikan ala Luqman mengajarkan bahwa keimanan tidak dapat dipisahkan dari perilaku. Seorang mukmin sejati adalah dia yang imannya tercermin dalam sikap tawadhu’ (rendah hati) dan ihsan kepada sesama.
Istilah Muhsinin muncul di awal surah, dan konsep Ihsan (berbuat baik) adalah benang merah yang menghubungkan seluruh tema. Ihsan adalah melakukan segala sesuatu dengan kualitas terbaik, seolah-olah kita melihat Allah, atau setidaknya menyadari bahwa Dia melihat kita.
Tiga ayat terakhir dari wasiat Luqman (17-19) semuanya berfokus pada pengendalian ego. Kesombongan adalah musuh utama hikmah. Orang yang sombong (mukhtal fakhur) tidak akan pernah bisa menerima kebenaran atau belajar. Luqman mengajarkan cara mengendalikan ego dalam tiga dimensi:
Pentingnya suara diakhiri dengan perumpamaan keledai, yang menunjukkan bahwa suara keras dan kasar adalah lambang kebodohan dan ketidakmampuan mengendalikan diri. Orang bijak berbicara dengan ketenangan dan wibawa.
Surah Luqman secara indah mengintegrasikan dua jenis ayat: Ayat Qur'aniyah (wahyu) dan Ayat Kauniyah (fenomena alam).
Ketika Allah ingin meyakinkan manusia tentang kebenaran wahyu (Ayat 1-5), Dia segera menunjuk kepada ciptaan-Nya: langit, bumi, gunung, dan hujan (Ayat 10-11). Kemudian, Dia menggunakan fenomena alam (lautan, siang-malam, matahari, bulan, perahu) sebagai bukti-bukti yang tidak bisa dibantah oleh orang musyrik. Keindahan surah ini terletak pada bagaimana argumen tauhid diperkuat, bukan hanya melalui narasi nabi, tetapi melalui keajaiban alam yang dapat dilihat dan dirasakan setiap hari, yang diakhiri dengan misteri alam yang tak terjangkau (Lima Kunci Ghaib).
Ilustrasi gunung sebagai pasak (awtad) yang menstabilkan bumi, bukti kekuasaan Ilahi.
Ayat penutup (Ayat 34) berfungsi sebagai penutup logis yang sangat kuat terhadap seluruh argumen surah. Setelah Luqman mengajarkan segala sesuatu yang bisa diajarkan (tauhid, akhlak, ibadah), Allah menunjukkan bahwa masih ada batas pengetahuan manusia yang tidak akan pernah bisa ditembus.
Kelima kunci ini memiliki implikasi besar terhadap perilaku manusia:
Dengan ini, Surah Luqman mengajarkan bahwa meskipun kita harus menjadi manusia yang bijak (hakim) seperti Luqman, kita harus selalu ingat bahwa kekuasaan sejati dan ilmu tak terbatas hanyalah milik Allah, Al-'Alimul Khabir.
Beberapa ulama tafsir melihat adanya kemiripan tematik yang kuat antara kisah Luqman dan nasihat Nabi Ibrahim A.S., terutama dalam hal bantahan terhadap kesyirikan. Seperti Ibrahim yang berargumen menggunakan bulan, matahari, dan bintang sebagai bukti keesaan Allah, Luqman juga menggunakan bukti penciptaan alam untuk meyakinkan putranya (meskipun disajikan melalui konteks Ilahi dalam surah). Perbedaannya, Ibrahim berjuang melawan bapaknya yang musyrik, sementara Luqman memberi nasihat kepada putranya yang masih muda, menandakan pentingnya pendidikan akidah sejak dini dalam lingkungan keluarga yang beriman.
Surah Luqman berdiri tegak sebagai manifesto pendidikan Islam, mengajarkan bahwa kearifan sejati dimulai dengan pengesaan Allah (Tauhid) dan diakhiri dengan perbaikan diri dan sosial (Ihsan dan Tawadhu').
Intisari pesan surah ini adalah:
Melalui petuah Luqman dan demonstrasi kosmik Ilahi, Surah Luqman memberikan peta jalan yang jelas bagi setiap Muslim untuk mencapai keselamatan abadi dan kebahagiaan duniawi, menegaskan bahwa hikmah adalah cahaya yang membimbing manusia dari kegelapan kebodohan menuju terang kebenaran.