Terapi intravena, atau yang lebih umum dikenal dengan istilah "menginfus," adalah salah satu prosedur medis yang paling fundamental dan sering dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan. Prosedur ini melibatkan penyampaian cairan, elektrolit, nutrisi, atau obat-obatan langsung ke dalam aliran darah melalui vena. Mengingat peran vitalnya dalam menstabilkan pasien, memberikan pengobatan cepat, dan menjaga keseimbangan cairan, pemahaman mendalam tentang setiap aspek dari proses menginfus, mulai dari persiapan hingga penanganan komplikasi, sangatlah penting bagi profesional kesehatan.
Infus merupakan jalur cepat untuk memasukkan substansi vital ke dalam tubuh.
I. Prinsip Dasar dan Tujuan Terapi Intravena
Terapi intravena tidak hanya sekadar memasukkan jarum. Ini adalah tindakan terapeutik yang bertujuan memulihkan, mempertahankan, atau mengganti cairan dan elektrolit yang hilang, serta menyediakan rute administrasi obat yang paling cepat dan efektif.
A. Definisi dan Konteks Medis
Menginfus adalah proses introduksi zat cair langsung ke dalam sistem sirkulasi vena. Keunggulan utamanya adalah bioavailabilitas 100%, memastikan bahwa seluruh dosis obat atau cairan yang diberikan segera mencapai target sistemik tanpa melewati penyerapan di saluran cerna.
1. Bioavailabilitas Penuh dan Efek Cepat
Rute IV menghindari proses metabolisme lintas pertama (first-pass metabolism) yang terjadi di hati jika obat diberikan secara oral. Ini krusial dalam kondisi darurat, seperti syok, perdarahan hebat, atau serangan jantung, di mana setiap detik sangat berharga. Obat-obatan yang memiliki waktu paruh pendek atau yang harus mencapai konsentrasi plasma terapeutik dengan cepat selalu diberikan secara intravena.
2. Indikasi Utama Pemberian Infus
Rehidrasi dan Keseimbangan Elektrolit: Mengatasi dehidrasi akibat muntah, diare, atau luka bakar. Contoh, penggunaan NaCl 0.9% atau Ringer Laktat.
Transfusi Darah dan Produk Darah: Memasukkan komponen darah seperti sel darah merah (PRC), trombosit, atau plasma.
Administrasi Nutrisi: Memberikan nutrisi parenteral total (TPN) bagi pasien yang tidak dapat menerima makanan melalui saluran cerna (misalnya, pasien pasca operasi usus besar atau penderita penyakit Crohn yang parah).
Pengiriman Obat: Antibiotik, kemoterapi, analgetik kuat, dan obat-obatan yang memerlukan dosis yang diatur secara presisi.
Akses Vena untuk Prosedur Diagnostik: Misalnya, penyuntikan zat kontras sebelum CT scan atau MRI.
B. Sejarah Singkat Terapi IV
Konsep memasukkan cairan ke dalam pembuluh darah telah ada sejak abad ke-17, namun praktiknya sangat berbahaya karena minimnya pemahaman tentang sterilitas dan fisiologi. Baru pada abad ke-19, dengan penemuan cairan kristaloid oleh Dr. Thomas Latta untuk mengobati kolera, terapi IV mulai diakui. Evolusi selanjutnya melibatkan penemuan jarum baja yang lebih baik, prinsip aseptik oleh Lister, dan akhirnya, pengembangan kanula plastik fleksibel modern yang digunakan saat ini.
II. Jenis-Jenis Cairan Infus dan Klasifikasinya
Pemilihan cairan infus adalah keputusan klinis yang harus didasarkan pada kondisi patologis spesifik pasien dan kebutuhan osmotik serta elektrolitnya. Cairan dibagi menjadi dua kategori besar: kristaloid dan koloid.
A. Cairan Kristaloid
Kristaloid adalah larutan yang mengandung air dan elektrolit atau molekul kecil lainnya yang dapat dengan mudah melewati membran semipermeabel. Cairan ini digunakan untuk mengganti cairan interstisial dan intraseluler, bukan hanya plasma. Mereka diklasifikasikan berdasarkan tonisitas relatifnya terhadap plasma darah (sekitar 280-295 mOsm/L).
1. Cairan Isotonik (Tonisitas = Plasma)
Tidak menyebabkan pergerakan cairan yang signifikan antara kompartemen intravaskular dan intraselular saat pertama kali diberikan. Ideal untuk resusitasi volume.
Normal Saline (NS) atau NaCl 0.9%: Pilihan utama untuk resusitasi volume cepat. Mengandung natrium dan klorida. Namun, dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik jika diberikan dalam jumlah besar.
Ringer Laktat (RL): Disebut juga Solusi Hartmann. Mengandung natrium, klorida, kalium, kalsium, dan laktat. Laktat diubah menjadi bikarbonat oleh hati, menjadikannya pilihan yang lebih baik untuk pasien dengan risiko asidosis metabolik.
Dextrose 5% in Water (D5W): Secara teknis isotonik dalam kantong, namun begitu glukosa dimetabolisme, ia bertindak sebagai cairan hipotonik bebas air, sehingga sering digunakan untuk mengganti defisit air bebas.
2. Cairan Hipotonik (Tonisitas < Plasma)
Memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah daripada plasma, menyebabkan cairan bergerak dari pembuluh darah ke dalam sel. Digunakan untuk menghidrasi sel tetapi dapat menyebabkan pembengkakan sel (edema serebral) jika diberikan terlalu cepat.
Indikasi: Kondisi hipernatremia, atau kebutuhan penggantian air murni.
3. Cairan Hipertonik (Tonisitas > Plasma)
Memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi, menyebabkan cairan ditarik dari sel dan ruang interstisial ke dalam pembuluh darah. Digunakan untuk mengurangi edema serebral atau kondisi hiponatremia yang parah.
Penggunaan memerlukan pemantauan ketat karena risiko overload cairan dan kerusakan vena (flebitis).
B. Cairan Koloid
Koloid mengandung molekul protein atau zat berbobot molekul tinggi yang terlalu besar untuk melewati dinding kapiler dengan mudah. Cairan ini efektif dalam meningkatkan tekanan onkotik plasma, menarik cairan ke kompartemen intravaskular, dan meningkatkan volume plasma secara lebih efisien daripada kristaloid.
Albumin: Berasal dari plasma darah manusia. Digunakan pada syok hipovolemik, luka bakar, atau pada pasien dengan hipoalbuminemia.
Dextran dan Gelatin: Koloid sintetis. Penggunaannya telah menurun karena potensi reaksi alergi dan efek samping pada koagulasi.
III. Peralatan dan Persiapan Asepsis
Keberhasilan dan keamanan proses menginfus sangat bergantung pada persiapan alat yang cermat dan penerapan teknik steril (asepsis) yang ketat untuk mencegah infeksi nosokomial.
A. Komponen Set Infus
Set infus terdiri dari beberapa bagian yang bekerja bersama untuk mengalirkan cairan dari kantong ke pasien.
Kantong Infus (IV Bag): Wadah steril berisi cairan.
Spike (Penusuk): Bagian tajam yang menusuk port kantong infus.
Drip Chamber (Bilik Tetes): Ruang tempat tetesan cairan terlihat. Ini memungkinkan penghitungan laju alir (drip rate).
Roller Clamp: Mekanisme untuk mengatur atau menghentikan laju tetesan.
Tubing (Selang): Saluran yang menghubungkan bilik tetes ke kateter IV.
Luer Lock Connector: Ujung selang yang terhubung ke hub kateter IV pada pasien, memastikan koneksi yang aman.
1. Menghitung Faktor Tetesan (Drop Factor)
Set infus diklasifikasikan berdasarkan faktor tetesannya (gtt/mL).
Makrodrip (Dewasa): Biasanya 10, 15, atau 20 tetes per mililiter. Digunakan ketika volume besar perlu diberikan cepat.
Mikrodrip (Anak/Presisi): Selalu 60 tetes per mililiter. Digunakan pada anak-anak, bayi, atau ketika laju alir yang sangat presisi dan lambat diperlukan.
B. Pilihan Kanula Intravena (IV Catheter)
Kanula dipilih berdasarkan ukuran vena, jenis cairan, dan kecepatan aliran yang diperlukan. Ukuran diukur dalam gauge (G); semakin besar angka gauge, semakin kecil diameter jarumnya.
14G (Oranye/Abu-abu): Diameter terbesar. Untuk resusitasi volume masif, trauma, dan bedah besar.
18G (Hijau): Digunakan untuk transfusi darah, operasi, atau infus cairan kental.
20G (Pink): Ukuran standar untuk kebanyakan pasien dewasa, cocok untuk infus rutin.
22G (Biru): Ideal untuk pasien lansia, anak-anak, atau vena yang rapuh. Laju alir lebih lambat.
24G (Kuning): Digunakan untuk pediatri atau vena yang sangat kecil dan sulit diakses.
Pemilihan ukuran kanula yang tepat sangat penting untuk mencegah kerusakan vena.
C. Standar Kebersihan dan Sterilitas (Asepsis)
Protokol kebersihan tangan (hand hygiene) adalah pertahanan pertama. Penggunaan sarung tangan steril atau bersih, tergantung pada kebijakan institusi, wajib dilakukan. Area penusukan harus didisinfeksi secara agresif.
Antiseptik: Klorheksidin glukonat 2% dengan alkohol 70% adalah agen pilihan saat ini karena efektivitas spektrum luasnya dan aktivitas residualnya. Povidone-iodine juga dapat digunakan, namun memerlukan waktu kontak yang lebih lama (setidaknya 2 menit).
Teknik Pengeringan: Penting untuk memastikan antiseptik benar-benar kering sebelum penusukan dilakukan. Antiseptik yang tidak kering dapat mengurangi efektivitas dan menyebabkan rasa terbakar saat jarum masuk.
Teknik Tanpa Sentuhan (No-Touch Technique): Setelah area didisinfeksi, tidak boleh ada sentuhan ulang pada area tersebut, atau pada bagian kateter yang akan masuk ke vena.
IV. Prosedur Menginfus: Langkah-Langkah Klinis
Prosedur pemasangan infus memerlukan kombinasi keterampilan teknis dan komunikasi yang baik dengan pasien. Protokol harus diikuti secara berurutan dan disiplin.
A. Persiapan Pasien dan Psikologis
Pemasangan IV seringkali menimbulkan kecemasan. Edukasi pasien dan persiapan psikologis dapat meminimalkan nyeri dan ketidakpatuhan.
Verifikasi Identitas dan Resep: Pastikan pasien yang benar mendapatkan terapi yang benar (Lima Benar: Benar Pasien, Benar Obat/Cairan, Benar Dosis, Benar Rute, Benar Waktu).
Edukasi: Jelaskan prosedur, mengapa itu diperlukan, dan apa yang akan dirasakan (sensasi dingin, cubitan cepat).
Posisi: Posisikan pasien senyaman mungkin, biasanya dengan lengan yang akan ditusuk sedikit ekstensi dan ditopang.
B. Pemilihan Lokasi Vena (Venipuncture Site)
Pemilihan lokasi memengaruhi kenyamanan pasien, durasi penggunaan kateter, dan risiko komplikasi.
1. Kriteria Pemilihan Vena
Vena Perifer Distal: Mulai dari distal (punggung tangan/lengan bawah) dan bergerak ke proksimal. Ini penting agar jika terjadi kerusakan pada vena distal, jalur proksimal masih bisa digunakan di kemudian hari.
Hindari Area Fleksi: Jangan memasang IV tepat di persendian (seperti lipatan siku) karena pergerakan akan meningkatkan risiko flebitis dan oklusi.
Hindari Vena yang Rentan: Hindari vena di area luka, hematoma, atau area di mana prosedur bedah telah dilakukan. Pada pasien mastektomi, hindari sisi yang sama karena risiko limfedema.
Kualitas Vena: Cari vena yang terlihat lurus, elastis (memantul saat disentuh), dan mudah dipalpasi.
2. Vena Pilihan Utama (Dewasa)
Vena cephalica dan vena basilica di lengan bawah serta vena-vena di punggung tangan (metacarpal) adalah pilihan pertama.
C. Pemasangan Tourniquet dan Persiapan Kulit
Tourniquet: Ditempatkan 10-15 cm di atas lokasi penusukan yang dipilih. Harus cukup ketat untuk menahan aliran vena, tetapi tidak terlalu ketat sehingga menghalangi denyut nadi arteri.
Visualisasi dan Palpasi: Minta pasien mengepalkan tangan untuk memompa darah. Palpasi untuk memastikan vena yang dipilih.
Aplikasi Antiseptik: Aplikasikan antiseptik dengan gerakan mengusap atau melingkar dari titik penusukan ke luar, menutupi area yang cukup luas. Biarkan kering sempurna sesuai instruksi pabrik (Klorheksidin membutuhkan waktu sekitar 30 detik untuk kering).
D. Teknik Penusukan Vena (Venipuncture)
Proses ini memerlukan kontrol dan presisi yang tinggi.
Stabilisasi Vena: Gunakan tangan non-dominan untuk menahan kulit di bawah lokasi penusukan, menariknya sedikit ke bawah untuk menstabilkan vena, mencegahnya ‘bergulir’.
Sudut Penusukan: Pegang kanula dengan bevel (bagian tajam) menghadap ke atas. Masukkan jarum dengan sudut dangkal, biasanya 10 hingga 30 derajat.
Flashback: Begitu jarum menembus dinding vena, darah akan terlihat di bilik flashback kanula. Ini mengonfirmasi lokasi intravaskular.
Memajukan Kateter: Setelah mendapatkan flashback, turunkan sudut kanula hingga hampir sejajar dengan kulit. Majukan kanula sedikit ke dalam vena (sekitar 1-2 mm) untuk memastikan ujung kateter plastik juga berada di dalam lumen.
Pendorong (Stylet) Ditarik: Jaga kateter tetap di tempatnya dan dorong selongsong plastik (kateter) ke dalam vena hingga penuh. Tarik jarum pendorong keluar.
Fiksasi dan Aliran: Lepaskan tourniquet. Segera hubungkan luer lock dari set infus ke hub kanula. Buka roller clamp dan perhatikan aliran tetesan. Tidak boleh ada pembengkakan (indikasi infiltrasi).
Fiksasi Akhir: Amankan kateter dengan dressing steril transparan (misalnya Tegaderm) dan tempelkan label yang mencantumkan tanggal pemasangan dan gauge.
E. Penghitungan dan Pengaturan Laju Tetesan (Infusion Rate)
Laju alir ditentukan oleh resep dokter dan biasanya diukur dalam mL/jam. Jika tidak ada pompa infus, laju harus dihitung manual (tetesan per menit, gtt/menit).
Pengaturan ini harus dimonitor secara berkala, minimal setiap jam, karena faktor-faktor seperti posisi pasien dan resistensi vena dapat mengubah laju alir secara signifikan.
V. Pemantauan dan Perawatan Lokasi Infus
Perawatan yang tepat terhadap lokasi infus dan sistem kateter sangat penting untuk mencegah infeksi aliran darah terkait kateter (CLABSI) dan komplikasi lokal.
A. Protokol Penggantian Dressing dan Tubing
Pedoman pengendalian infeksi menetapkan jadwal yang ketat untuk penggantian komponen infus:
Dressing (Balutan): Balutan steril transparan harus diganti setidaknya setiap 5-7 hari, atau segera jika basah, longgar, atau kotor. Balutan kassa harus diganti setiap 2 hari.
Set Infus (Tubing): Selang infus primer harus diganti setiap 96 jam (4 hari). Jika selang digunakan untuk nutrisi parenteral total (TPN) atau propofol (emulsi lemak), harus diganti setiap 24 jam karena risiko pertumbuhan mikroba yang lebih tinggi.
Kateter IV Perifer: Meskipun beberapa pedoman mengizinkan kateter tetap di tempat selama masih berfungsi dan tidak ada tanda infeksi, praktik umum yang paling aman adalah menggantinya setiap 72-96 jam untuk meminimalkan risiko flebitis dan infeksi.
B. Flushing Kateter (Pembilasan)
Flushing adalah penyuntikan cairan (biasanya NaCl 0.9%) ke dalam kateter untuk memastikan patensi dan mencegah sumbatan.
Teknik S-A-S (Saline-Administer Drug-Saline): Pembilasan harus dilakukan sebelum (untuk memastikan patensi) dan sesudah (untuk membersihkan residu obat) setiap pemberian obat melalui IV.
Teknik Pulsatile: Cairan pembilas harus disuntikkan dengan gerakan stop-and-go (pulsatile) yang menciptakan turbulensi ringan di dalam kateter. Ini lebih efektif membersihkan dinding lumen daripada injeksi yang stabil.
Positive Pressure Technique: Saat suntikan terakhir diberikan, klem harus ditutup atau jarum ditarik saat masih menyuntikkan sedikit cairan. Ini menciptakan tekanan positif di ujung kateter, mencegah refluks darah kembali ke lumen, yang dapat menyebabkan bekuan.
C. Penilaian Risiko Infeksi (CLABSI)
Infeksi Aliran Darah Terkait Kateter (CLABSI) adalah komplikasi serius. Pencegahan melibatkan bundel praktik (bundle care) yang ketat:
Higiene tangan maksimal.
Penggunaan disinfektan kulit berbasis klorheksidin.
Menghindari vena femoralis (jika memungkinkan).
Penggantian selang dan balutan sesuai jadwal.
Pencatatan dan dokumentasi yang akurat.
VI. Mengatasi Komplikasi Terapi Intravena
Meskipun menginfus adalah prosedur rutin, komplikasi dapat terjadi. Profesional kesehatan harus mampu mengenali dan menanganinya dengan cepat.
A. Komplikasi Lokal
1. Infiltrasi dan Ekstravasasi
Infiltrasi: Kebocoran cairan non-vesikan (cairan yang tidak menyebabkan kerusakan jaringan parah, seperti NS atau RL) dari vena ke jaringan subkutan di sekitarnya. Tanda: pembengkakan, kulit dingin di sekitar lokasi, dan laju alir infus melambat atau berhenti.
Ekstravasasi: Kebocoran cairan vesikan atau iritan (seperti obat kemoterapi tertentu atau konsentrasi kalium tinggi) yang menyebabkan kerusakan jaringan, nekrosis, atau lepuh. Tanda: nyeri hebat, perubahan warna kulit, dan pembengkakan signifikan.
Penanganan: Segera hentikan infus. Angkat anggota badan yang terkena untuk meningkatkan penyerapan. Pasang kompres (dingin untuk kebanyakan infiltrasi, panas untuk infiltrasi Dextran atau cairan dengan pH rendah). Pemberian antidot spesifik (jika terjadi ekstravasasi vesikan) harus dilakukan sebelum kateter dicabut.
2. Flebitis (Peradangan Vena)
Peradangan dinding vena, bisa disebabkan oleh iritasi mekanik (kanula terlalu besar), kimiawi (pH atau osmolaritas cairan/obat yang terlalu ekstrem), atau bakteri.
Tanda: Nyeri di sepanjang jalur vena, kemerahan, kehangatan, dan vena terasa seperti kawat yang keras dan tegang (cord-like).
Penanganan: Cabut kanula segera. Pasang kateter baru di lokasi berbeda. Aplikasikan kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi dan mengurangi peradangan.
3. Tromboflebitis
Flebitis yang disertai pembentukan bekuan darah (trombus). Lebih serius dan berisiko menyebabkan emboli paru (meskipun jarang terjadi pada vena perifer).
4. Hematoma
Pengumpulan darah di luar pembuluh darah, biasanya terjadi akibat kegagalan menusuk vena dengan benar atau kegagalan menekan lokasi penusukan setelah mencabut jarum.
B. Komplikasi Sistemik
1. Septicemia (Sepsis)
Infeksi sistemik yang berasal dari kontaminasi kateter (CLABSI). Ini adalah komplikasi paling berbahaya. Tanda: demam tinggi, menggigil, hipotensi, dan perubahan status mental.
Penanganan: Hentikan infus segera. Cabut kateter dan kirimkan ujung kateter untuk kultur. Pemberian antibiotik IV spektrum luas harus dimulai tanpa penundaan setelah kultur darah diambil.
2. Emboli Udara
Terjadi ketika udara memasuki sirkulasi vena. Biasanya disebabkan oleh botol infus yang kehabisan cairan tanpa pengawasan atau koneksi selang yang terbuka. Meskipun vena perifer dapat menyerap volume udara kecil, volume besar bisa fatal.
Tanda: Dispnea (sesak napas), sianosis, takikardia, dan penurunan tekanan darah.
Penanganan: Segera jepit selang infus. Posisikan pasien pada posisi Trendelenburg kiri (untuk memerangkap udara di ventrikel kanan, mencegahnya masuk ke sirkulasi paru). Berikan oksigen.
3. Overload Cairan (Volume Overload)
Pemberian cairan terlalu cepat atau terlalu banyak, terutama pada pasien dengan fungsi jantung atau ginjal yang terganggu. Dapat menyebabkan gagal jantung kongestif atau edema paru.
Tanda: Peningkatan tekanan darah, krekles (bunyi napas basah) di paru-paru, edema perifer, dan dispnea.
Penanganan: Perlambat atau hentikan infus. Tinggikan kepala tempat tidur. Pemberian diuretik mungkin diperlukan sesuai instruksi medis.
Pemantauan tanda vital sangat penting selama terapi infus berlangsung.
VII. Teknik Khusus dan Pertimbangan Populasi Spesifik
Prosedur menginfus harus diadaptasi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan anatomi populasi pasien yang berbeda.
A. Terapi IV pada Pediatri
Anak-anak dan bayi memiliki tantangan unik: vena yang sangat kecil, jaringan subkutan yang tebal, dan kesulitan mempertahankan imobilisasi.
Pemilihan Vena: Vena di kulit kepala, kaki, atau fossa antecubital sering digunakan pada bayi. Ukuran kanula 22G atau 24G wajib digunakan.
Perhitungan Dosis: Keseimbangan cairan harus dihitung berdasarkan berat badan (kg) dengan presisi ekstrem. Volume yang sangat kecil harus diberikan menggunakan syringe pump atau pompa infus dengan kontrol volume yang ketat untuk mencegah kelebihan cairan.
Fiksasi: Fiksasi harus sangat aman, seringkali menggunakan papan penahan (arm board) agar anak tidak mencabut kateter.
Pendekatan Psikologis: Bekerja cepat dan meminimalkan trauma psikologis sangat penting.
B. Terapi IV pada Geriatri (Lansia)
Kulit lansia tipis, elastisitas vena berkurang, dan risiko hematoma tinggi.
Teknik Vena: Gunakan tourniquet dengan tekanan sangat ringan atau jangan gunakan sama sekali; cukup dengan tekanan tangan.
Stabilisasi: Karena vena sering bergulir, stabilisasi vena harus lebih agresif.
Perawatan Kulit: Gunakan fiksasi yang non-alergenik dan hindari pita perekat yang kuat, karena dapat merobek kulit saat dilepas.
Pemantauan Jantung: Lansia sangat rentan terhadap volume overload; laju alir infus harus dijaga agar tetap lambat dan dipantau intensif.
C. Akses Vena Sentral (Central Venous Access Devices - CVAD)
Untuk terapi jangka panjang, infus cairan yang sangat iritan (misalnya kemoterapi), atau pengukuran tekanan vena sentral (CVP), diperlukan akses sentral. Pemasangan CVAD harus dilakukan oleh profesional terlatih di bawah kondisi sterilitas maksimum.
PICC Line (Peripherally Inserted Central Catheter): Dimasukkan di vena perifer (biasanya basilica atau cephalica) dan ujungnya berakhir di vena cava superior. Cocok untuk terapi IV jangka menengah (mingguan hingga bulanan).
Kateter Vena Sentral (CVC): Dimasukkan ke vena jugularis, subklavia, atau femoralis. Untuk kondisi akut atau darurat.
Port Implantasi: Perangkat yang ditanamkan di bawah kulit, digunakan untuk terapi jangka panjang (bulanan hingga tahunan).
Perawatan CVAD: Memerlukan protokol kebersihan yang jauh lebih ketat daripada IV perifer untuk mencegah CLABSI. Penggantian dressing harus dilakukan secara steril.
VIII. Farmakologi dalam Konteks Infus
Banyak obat yang diberikan secara intravena memerlukan perhatian khusus terkait kompatibilitas, laju infus, dan potensi interaksi.
A. Kompatibilitas Obat
Tidak semua obat dapat dicampur dalam larutan yang sama (admixture) atau diberikan secara bersamaan melalui jalur yang sama. Inkompatibilitas dapat bersifat fisik (terbentuknya endapan atau kristal) atau kimiawi (obat menjadi tidak efektif).
pH dan Osmoalitas: Obat dengan pH sangat asam atau basa (misalnya, fenitoin) harus diberikan melalui jalur tersendiri.
Contoh Klasik: Kalsium tidak boleh dicampur dengan fosfat karena berpotensi membentuk kristal yang dapat menyumbat pembuluh darah.
Obat Sensitif Cahaya: Beberapa obat (seperti Nitroprusside) harus dilindungi dari cahaya menggunakan kantong gelap.
B. Metode Pemberian Obat IV
1. IV Push (Injeksi Bolus)
Pemberian dosis obat langsung dan cepat ke dalam vena. Digunakan untuk menghasilkan efek obat yang segera (misalnya, obat darurat, antiemetik). Laju dorongan harus sesuai standar untuk menghindari toksisitas (misalnya, mendorong kalium terlalu cepat dapat menyebabkan aritmia fatal).
2. Intermittent Infusion (IV Piggyback)
Obat dicampur dalam volume kecil cairan (biasanya 50-250 mL) dan diinfuskan selama periode tertentu (30 menit hingga 2 jam) melalui jalur infus utama yang sudah terpasang.
Prinsip "Piggyback": Selang sekunder (piggyback) dihubungkan ke port injeksi jalur utama yang berada di atas roller clamp. Gravitasi memastikan cairan sekunder mengalir terlebih dahulu.
3. Continuous Infusion (Infus Berkelanjutan)
Obat ditambahkan ke volume besar cairan IV dan diberikan secara perlahan dan konstan sepanjang waktu (misalnya, infus heparin, insulin, atau nutrisi parenteral total).
Infus berkelanjutan hampir selalu memerlukan penggunaan pompa infus (infusion pump) yang canggih untuk menjamin laju alir yang stabil dan akurat.
IX. Etika, Hukum, dan Dokumentasi
Setiap prosedur menginfus harus mematuhi standar etika profesional dan hukum, serta didokumentasikan secara rinci.
A. Persetujuan dan Hak Pasien
Sebelum prosedur, pasien harus diberikan informasi dan memberikan persetujuan (informed consent). Meskipun menginfus adalah tindakan minimal invasif, pasien berhak menolak, kecuali dalam situasi darurat di mana penolakan dapat membahayakan nyawa.
B. Akuntabilitas dan Dokumentasi
Dokumentasi yang buruk adalah risiko hukum besar. Setiap aspek prosedur harus dicatat dalam rekam medis:
Tanggal dan Waktu Pemasangan: Krusial untuk jadwal penggantian kateter.
Lokasi dan Jenis Kateter: Vena apa yang digunakan, dan berapa gauge kanula.
Nama dan Jenis Cairan/Obat: Termasuk nomor lot transfusi darah (jika relevan).
Laju Alir (mL/jam) dan Total Volume.
Kondisi Lokasi Infus: Penilaian kemerahan, bengkak, atau nyeri.
Nama Petugas Kesehatan: Siapa yang memasang dan siapa yang merawat.
Waktu Pelepasan dan Alasan Pelepasan.
C. Pelaporan Insiden
Setiap komplikasi serius, seperti flebitis derajat tinggi, CLABSI, atau reaksi transfusi, harus dilaporkan sebagai insiden (near miss atau adverse event) untuk tujuan peningkatan kualitas dan keselamatan pasien.
X. Tren dan Inovasi dalam Terapi IV
Bidang terapi infus terus berkembang, didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi.
A. Penggunaan Teknologi Pencitraan
Pada pasien dengan akses vena yang sulit (misalnya, obesitas, riwayat penggunaan IV kronis, dehidrasi parah), visualisasi vena menjadi tantangan. Inovasi telah menyediakan solusi:
USG (Ultrasound-Guided IV Insertion): Penggunaan ultrasonografi portabel untuk memvisualisasikan vena dalam dan memastikan penempatan jarum yang akurat. Ini telah menjadi standar emas untuk pemasangan CVAD dan IV perifer yang sulit.
Vein Finder Devices: Perangkat yang menggunakan cahaya inframerah untuk memetakan vena di bawah kulit, mempermudah identifikasi vena yang optimal, terutama pada pasien anak atau lansia.
B. Pompa Infus Cerdas (Smart Pumps)
Pompa infus modern dilengkapi dengan perpustakaan obat dan batas dosis yang telah diprogram (hard limits dan soft limits). Jika perawat mencoba memprogram dosis atau laju infus yang berada di luar batas aman (misalnya, terlalu tinggi untuk insulin), pompa akan memberikan peringatan atau menolak program tersebut. Ini secara signifikan mengurangi kesalahan dosis obat IV.
C. Jarum Pengaman (Safety Engineered Devices)
Penggunaan kanula yang memiliki mekanisme pelindung otomatis setelah jarum ditarik. Inovasi ini wajib digunakan untuk melindungi profesional kesehatan dari cedera tusukan jarum (Needlestick Injuries) yang berpotensi menularkan penyakit menular seperti Hepatitis B, C, dan HIV. Mekanisme pengaman biasanya melibatkan pegas yang menutupi ujung jarum segera setelah jarum pendorong ditarik dari kateter.
Penutup Rinci Mengenai Manajemen Jangka Panjang
Manajemen kateter IV adalah maraton, bukan lari cepat. Perluasan detail manajemen mencakup setiap shift dan setiap interaksi dengan pasien.
A. Penilaian Vena Berulang dan Skala Flebitis
Perawat harus menilai lokasi IV setidaknya setiap 4 jam (lebih sering pada pasien kritis atau saat menginfuskan obat iritan).
Skala Flebitis: Digunakan untuk objektivitas penilaian.
Grade 0: Tidak ada gejala.
Grade 1: Nyeri ringan di lokasi, tanpa eritema atau bengkak.
Grade 2: Nyeri dan eritema (kemerahan) di lokasi, dengan atau tanpa bengkak.
Grade 3: Grade 2 + streak (garis) merah yang terlihat di sepanjang vena, dan vena terasa keras (cord).
Grade 4: Grade 3 + purulen (nanah) keluar dari lokasi penusukan. (Ini menunjukkan infeksi serius dan harus segera dicabut.)
Pada Grade 2 atau lebih, kanula harus dicabut dan dicari lokasi infus baru. Penilaian ini harus didokumentasikan dalam catatan perawatan.
B. Penggunaan Pompa Infus vs. Gravitasi
Meskipun metode gravitasi masih digunakan, pompa infus adalah standar perawatan modern karena keandalannya.
Gravitasi: Dipengaruhi oleh tinggi kantong infus, viskositas cairan, diameter selang, dan tekanan vena pasien. Sangat rentan terhadap variasi laju alir, terutama jika pasien bergerak.
Pompa Infus: Menggunakan tekanan mekanik untuk mempertahankan laju alir yang konstan dan akurat, terlepas dari faktor-faktor luar. Wajib digunakan untuk obat-obatan yang memiliki indeks terapeutik sempit (perlu dosis sangat tepat) atau pada anak-anak.
C. Penanganan Sumbatan (Oklusi) Kateter
Kateter dapat tersumbat karena bekuan darah (trombotik) atau karena presipitasi obat (non-trombotik).
Identifikasi: Jika alarm pompa infus berbunyi "Oklusi," atau jika cairan tidak mengalir dengan gravitasi.
Jangan Dipaksakan: Jangan pernah memaksakan cairan ke dalam kateter yang tersumbat, karena ini dapat melepaskan trombus ke sirkulasi atau menyebabkan kerusakan kateter.
Penanganan Trombotik: Mungkin diperlukan penggunaan larutan trombolitik (seperti alteplase dosis rendah) yang disuntikkan dan dibiarkan di kateter selama beberapa jam untuk melarutkan bekuan. Ini hanya boleh dilakukan sesuai protokol dan perintah dokter.
Pencegahan: Flushing rutin, terutama pada kateter yang tidak digunakan (S-A-S), adalah pencegahan terbaik.
Pemahaman menyeluruh mengenai fisiologi cairan dan elektrolit, farmakologi, dan teknik asepsis adalah inti dari prosedur menginfus yang aman dan efektif. Kepatuhan terhadap protokol dan pemantauan pasien yang cermat memastikan bahwa terapi IV memberikan manfaat maksimal sambil meminimalkan risiko komplikasi yang mungkin timbul.