Surah Al-Waqiah, sebuah mahakarya sastra ilahi dalam Al-Qur'an, sering kali menjadi topik perbincangan mendalam, tidak hanya karena kandungan teologisnya yang kuat mengenai Hari Kiamat, tetapi juga karena fadhilahnya yang masyhur. Salah satu pertanyaan mendasar yang sering diajukan oleh kaum Muslimin yang ingin menghafal atau memahami struktur surah ini adalah: surah al waqiah berapa ayat? Pertanyaan ini, meskipun memiliki jawaban yang baku, membuka pintu menuju kajian yang lebih luas tentang metodologi penghitungan ayat dalam mushaf dan keunikan penempatan surah tersebut dalam urutan mushaf Utsmani.
Angka 96 ayat ini adalah hitungan yang paling umum dan diakui secara luas, terutama mengikuti mazhab penghitungan Kufi yang menjadi standar di banyak cetakan Al-Qur'an modern. Surah ini merupakan surah ke-56 dalam urutan mushaf dan tergolong dalam kelompok surah Makkiyah, yang berarti mayoritas ayat-ayatnya diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Status Makkiyah ini sangat relevan karena fokus utama surah ini adalah penetapan tauhid (keesaan Allah), kenabian, dan gambaran terperinci tentang kehidupan akhirat (Hari Kebangkitan), elemen-elemen yang menjadi inti dakwah pada periode awal di Mekkah.
Penentuan jumlah ayat dalam Al-Qur'an bukanlah proses yang sembarangan, melainkan berdasarkan riwayat dan tradisi penghitungan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Jumlah total ayat Al-Qur'an sendiri bervariasi tipis di antara mazhab-mazhab penghitungan (seperti Kufi, Madani, Bashri, dan Syami), namun variasi ini biasanya terletak pada cara menghitung *Basmalah* (Bismillahirrahmanirrahim) sebagai ayat mandiri di awal surah, atau bagaimana penggalan ayat yang panjang dihitung.
Mazhab penghitungan yang paling populer di dunia Islam kontemporer adalah Mazhab Kufi, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib. Menurut riwayat Kufi, Surah Al-Waqiah memiliki total 96 ayat. Jumlah ini diterima secara universal dan memastikan bahwa 96 bagian naratif, argumentatif, dan deskriptif terangkum dalam surah yang powerful ini. Keseimbangan 96 ayat ini membagi Surah Al-Waqiah menjadi beberapa unit tematik yang sangat jelas, mulai dari gempa hebat Hari Kiamat hingga klasifikasi manusia dan argumentasi penciptaan.
Kejelasan angka 96 ini sangat penting bagi mereka yang melakukan hafalan (huffazh) karena membantu dalam menentukan titik-titik henti (waqf) dan membagi muraja'ah (pengulangan) hafalan. Setiap ayat, dari ayat pertama yang menantang, إِذَا وَقَعَتِ ٱلْوَاقِعَةُ (Apabila terjadi Hari Kiamat), hingga ayat penutup, فَسَبِّحْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلْعَظِيمِ (Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar), memiliki kedudukan yang tidak terpisahkan dalam narasi 96 ayat tersebut.
Selain alasan metodologi hafalan, mengetahui bahwa Surah Al-Waqiah memiliki 96 ayat membantu kita memahami kepadatan informasinya. Surah ini membahas tiga tema besar dalam 96 unit ayat:
Dengan 96 ayat, Surah Al-Waqiah mampu memberikan detail yang luar biasa tentang setiap golongan manusia di akhirat—yaitu Ashab al-Maymanah (Golongan Kanan), Ashab al-Mash'amah (Golongan Kiri), dan As-Sabiqun as-Sabiqun (Golongan yang Paling Dahulu). Pembagian yang terstruktur dalam 96 ayat ini adalah demonstrasi kehebatan retorika Al-Qur'an.
Kajian mendalam terhadap Surah Al-Waqiah yang terdiri dari 96 ayat ini mengungkapkan pola naratif yang kohesif. Struktur surah ini bergerak secara dramatis, membawa pembaca dari ketakutan akan peristiwa besar (Al-Waqiah) menuju pengharapan dan sekaligus peringatan tegas.
Tujuh ayat pertama dari 96 ayat ini berfungsi sebagai pembuka yang mengejutkan. Allah SWT memulai surah dengan pernyataan pasti bahwa ketika Peristiwa (Al-Waqiah) itu terjadi, tidak ada satu jiwa pun yang dapat mendustakannya. Gunung-gunung dihancurkan menjadi debu yang beterbangan, dan bumi digoncang hebat. Tujuh ayat ini segera menetapkan nada kepastian dan kengerian yang menguasai seluruh surah.
Goncangan ini bukanlah guncangan biasa; ini adalah kebenaran mutlak yang memisahkan manusia menjadi dua kubu utama, sebuah pemisahan yang akan dideskripsikan secara rinci dalam 89 ayat berikutnya. Tujuh ayat permulaan ini berfungsi sebagai pilar pembuka, menekankan bahwa Hari Kiamat, yang menjadi fokus utama dalam surah 96 ayat ini, adalah realitas yang tak terhindarkan dan tak terbantahkan.
Bagian terpanjang dari 96 ayat Surah Al-Waqiah ini didedikasikan untuk klasifikasi manusia menjadi tiga kelompok berdasarkan amal perbuatan mereka di dunia. Deskripsi ini sangat detail, memastikan bahwa setiap pembaca memahami dengan jelas konsekuensi dari pilihan hidupnya.
Kelompok pertama dan termulia ini disebut As-Sabiqun as-Sabiqun, atau mereka yang bergegas dan mendahului dalam melakukan kebaikan. Kelompok ini, yang jumlahnya sedikit dari generasi terdahulu tetapi banyak dari generasi akhir, mendapat kehormatan tertinggi. Dalam ayat-ayat ini, mereka digambarkan duduk di atas takhta bertahtakan permata, dikelilingi oleh pemuda-pemuda abadi, menikmati buah-buahan dan minuman murni, di surga yang tidak pernah terdengar ucapan sia-sia. Detil yang disajikan dalam sub-bagian ini (sekitar 17 ayat) menekankan ketinggian derajat mereka, sebagai imbalan atas kecepatan mereka dalam merespons perintah Allah SWT.
Golongan kedua adalah Ashab al-Maymanah, Golongan Kanan. Mereka adalah mayoritas umat beriman yang menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. Surga mereka digambarkan dengan keindahan yang lebih membumi namun tetap luar biasa: di antara pohon bidara yang tidak berduri, pisang yang bersusun-susun, naungan yang terhampar luas, air yang mengalir terus-menerus, dan bidadari-bidadari yang selalu perawan. Perbedaan deskripsi antara kelompok *Sabiqun* dan *Maymanah* dalam 96 ayat ini menunjukkan tingkatan dan keadilan pahala berdasarkan kadar keimanan dan amal perbuatan.
Kontras yang tajam dihadirkan dalam deskripsi Ashab al-Mash'amah, Golongan Kiri, yang akan menerima balasan buruk. Mereka berada dalam siksaan angin yang panas membakar dan air mendidih. Mereka menikmati naungan dari asap hitam yang tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Ayat-ayat ini menjelaskan mengapa mereka pantas menerima hukuman: karena mereka sebelumnya hidup berfoya-foya, mendustakan Hari Pembalasan, dan bersikeras pada dosa-dosa besar. Seluruh bagian ini, yang merupakan inti dari pesan peringatan, menggunakan narasi yang kuat untuk memastikan bahwa 96 ayat Surah Al-Waqiah mencapai puncak emosionalnya.
Setelah menggambarkan nasib setiap golongan dalam Hari Kiamat, Surah Al-Waqiah, pada paruh kedua dari 96 ayatnya (dimulai sekitar ayat 57), beralih ke argumentasi filosofis dan teologis untuk membuktikan kekuasaan Allah dan kepastian Hari Kebangkitan. Ini adalah ciri khas surah Makkiyah: menggunakan bukti-bukti penciptaan di sekitar manusia untuk menegaskan kembali tauhid dan kebenaran akhirat.
Allah SWT menantang manusia untuk merenungkan asal-usul mereka sendiri. Jika manusia diciptakan dari setetes air mani yang hina, bukankah Zat yang mampu menciptakan mereka dari ketiadaan lebih mampu untuk menghidupkan mereka kembali setelah kematian? Ayat 61 secara spesifik menyatakan kekuasaan Allah untuk mengubah bentuk rupa manusia dan menciptakan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Ini adalah inti argumen kebangkitan; penciptaan pertama adalah bukti yang cukup untuk membenarkan penciptaan kedua.
Sebagian besar dari 96 ayat argumentatif ini berfokus pada elemen-elemen fundamental kehidupan: tanaman dan air. Siapakah yang menumbuhkan benih yang mereka tanam? Jika Allah berkehendak, Dia bisa menjadikan hasil panen itu hancur atau menjadi sekam kering, membuat mereka menyesal. Ini adalah peringatan keras bagi para petani dan mereka yang bergantung pada bumi.
Kemudian, Surah Al-Waqiah berlanjut ke air. Air yang kita minum—siapakah yang menurunkannya dari awan? Jika Allah berkehendak, Dia bisa menjadikannya asin dan tidak layak minum. Mengapa manusia tidak bersyukur? Dua argumen ini (pertanian dan air) dalam rangkaian 96 ayat menunjukkan ketergantungan mutlak manusia kepada Sang Pencipta, sekaligus membuktikan bahwa kekuasaan untuk memberi kehidupan juga adalah kekuasaan untuk mengambil dan mengembalikannya.
Puncak dari argumentasi ini adalah sumpah agung Allah dengan kedudukan bintang-bintang. فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَٰقِعِ ٱلنُّجُومِ (Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang). Ini adalah sumpah yang sangat besar, jika manusia mengetahuinya. Sumpah ini mengarah pada penegasan kemuliaan Al-Qur'an (Ayat 77), yang merupakan Kitab yang Mulia, yang tidak disentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan. Argumentasi ini menutup bagian tengah Surah Al-Waqiah, menghubungkan alam semesta, penciptaan, dan kebenaran wahyu ilahi yang terdapat dalam setiap dari 96 ayat.
Bagian akhir dari 96 ayat Surah Al-Waqiah memberikan tantangan dan peringatan terakhir. Surah ini menanyakan mengapa manusia tidak dapat mencegah roh keluar dari jasad ketika tiba saatnya kematian, jika memang mereka berkuasa. Ayat-ayat ini menunjukkan kelemahan manusia di hadapan kekuasaan Allah yang mutlak.
Pada saat ruh berada di tenggorokan, dan manusia menyaksikan sakaratul maut, mereka tidak berdaya. Kemudian, 96 ayat ini diakhiri dengan klasifikasi nasib saat kematian, kembali merujuk pada tiga golongan:
Keseluruhan 96 ayat disimpulkan dengan penegasan bahwa semua yang disampaikan adalah kebenaran yang yakin. Ayat penutup, ayat ke-96, memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ dan seluruh umatnya untuk bertasbih dengan nama Rabb Yang Maha Besar, sebagai respons atas segala keagungan dan kepastian yang telah dijelaskan dalam surah tersebut.
Meskipun pertanyaan inti adalah "surah al waqiah berapa ayat" (96 ayat), popularitas surah ini di kalangan umat Islam sebagian besar didorong oleh fadhilah (keutamaan) yang terkait dengannya, terutama dalam hal rezeki.
Fadhilah yang paling terkenal adalah riwayat yang menyatakan bahwa membaca Surah Al-Waqiah setiap malam akan melindungi pelakunya dari kemiskinan. Hadis ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, di mana Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa membaca Surah Al-Waqiah setiap malam, maka dia tidak akan ditimpa kefakiran selama-lamanya."
Walaupun status hadis ini diperdebatkan oleh para ulama hadis (dilemahkan oleh sebagian, diterima oleh sebagian lainnya), fadhilah ini telah menjadi praktik umum di kalangan umat Islam selama berabad-abad. Ulama menekankan bahwa fadhilah ini tidak hanya terletak pada pengucapan lisan, tetapi pada pemahaman dan pengamalan makna yang terkandung dalam 96 ayat tersebut. Ketaatan terhadap tauhid dan kesadaran akan hari pembalasan yang dijabarkan dalam surah tersebut adalah kunci spiritual untuk mendapatkan keberkahan rezeki.
Rezeki dalam Islam tidak hanya berarti kekayaan materi, tetapi juga ketenangan hati, kesehatan, dan keberkahan waktu. Pembacaan rutin Surah Al-Waqiah (yang terdiri dari 96 ayat penuh peringatan) secara efektif berfungsi sebagai pengingat konstan akan Hari Kiamat. Ketika seseorang rutin merenungkan deskripsi surga dan neraka, ia termotivasi untuk bekerja keras secara halal dan menjauhi praktik-praktik yang dilarang, yang secara langsung berkontribusi pada keberkahan rezeki yang ia peroleh.
Kesadaran bahwa ia akan termasuk dalam salah satu dari tiga golongan yang dijelaskan dalam 96 ayat tersebut (As-Sabiqun, Ashab al-Maymanah, atau Ashab al-Mash'amah) mendorong kehati-hatian dalam bermuamalah, menjadikannya sumber spiritual utama untuk menolak kefakiran. Ini adalah dimensi batin dari fadhilah Surah Al-Waqiah.
Untuk benar-benar menghargai keagungan Surah Al-Waqiah yang terdiri dari 96 ayat, perlu dilihat bagaimana ulama tafsir klasik dan kontemporer mengupas tuntas tiga golongan utama.
Imam Ibn Katsir, dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa As-Sabiqun adalah mereka yang bersegera melaksanakan ketaatan di dunia. Mereka adalah golongan yang paling cepat dalam merespons panggilan kebaikan, sehingga mereka diberikan kedudukan tertinggi di akhirat. Deskripsi surga mereka (Ayat 12-26) sangat ditekankan pada ketenangan dan kemewahan yang bersifat abadi dan tak terbayangkan. Mereka duduk di atas ranjang-ranjang bertahta permata, sebagai imbalan atas pendahuluan mereka dalam iman dan amal.
Al-Qurtubi fokus pada makna harfiah dari Ashab al-Maymanah, yang berarti 'orang-orang di sisi kanan' atau 'orang-orang yang penuh keberkahan'. Mereka adalah golongan yang menerima catatan amal dengan tangan kanan, sebuah tanda keselamatan. Al-Qurtubi mencatat bahwa rezeki yang dijanjikan kepada mereka (buah-buahan yang tak terputus dan naungan yang luas) mencerminkan keadilan Allah. Mereka mungkin tidak mencapai derajat kesempurnaan *As-Sabiqun*, tetapi kesalehan mereka sudah cukup untuk menjamin kebahagiaan abadi.
Kedudukan yang dijabarkan dalam 96 ayat ini memberikan harapan besar bagi mayoritas umat Islam, bahwa kesalehan yang konsisten dan seimbang akan menghasilkan kebahagiaan yang substansial di sisi Allah.
Tafsir klasik sepakat bahwa gambaran siksaan Golongan Kiri (Ayat 41-56) berfungsi sebagai peringatan keras. Mereka adalah orang-orang yang meremehkan janji Hari Kiamat. Ayat 46 menjelaskan kejahatan utama mereka: وَكَانُوا۟ يُصِرُّونَ عَلَى ٱلْحِنثِ ٱلْعَظِيمِ (Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar). Dosa besar di sini, menurut banyak mufassir, adalah kesyirikan dan mendustakan Hari Kebangkitan. Peringatan tegas dalam 96 ayat ini menggarisbawahi pentingnya menjauhi kesombongan dan kekafiran.
Kepadatan makna dalam Surah Al-Waqiah adalah alasan mengapa surah ini terasa begitu kuat. Setiap ayat, hingga total 96 ayat, dipilih dengan cermat untuk mencapai efek dramatis.
Kata kunci "Al-Waqiah" (Peristiwa yang Pasti Terjadi) digunakan secara dominan. Pemilihan kata ini menunjukkan kepastian mutlak, tidak ada keraguan. Dalam retorika Arab, penamaan suatu peristiwa besar dengan nama yang menyiratkan kepastiannya sendiri meningkatkan dampak psikologis pada pendengar atau pembaca.
Meskipun terdapat 96 ayat, Surah Al-Waqiah dikenal karena kemampuannya menyampaikan informasi yang sangat padat dan komprehensif dalam jumlah kata yang relatif sedikit. Misalnya, deskripsi kondisi surga dan neraka disajikan dengan sangat ringkas namun mampu membangkitkan citra yang kuat di benak pembaca.
Mayoritas ayat dalam Surah Al-Waqiah diakhiri dengan sajak yang konsisten, sering kali berakhiran bunyi 'un' atau 'in' dalam bahasa Arab (misalnya, مُطَهَّرُونَ, مُتَّكِـُٔونَ, تَرْتَقُونَ). Konsistensi ritmis ini menambah keindahan estetik surah dan membuatnya mudah diingat, sekaligus memperkuat pesan bahwa seluruh 96 ayat ini adalah satu kesatuan yang harmonis.
Jumlah 96 ayat bukanlah sekadar angka statistik; ia mencerminkan proporsi teologis yang diutamakan oleh Surah Al-Waqiah. Mayoritas ayat didedikasikan untuk detail balasan (surga dan neraka), sementara sisanya didedikasikan untuk argumentasi penciptaan.
Dari 96 ayat, hampir 50 ayat (Ayat 8 hingga 56) berfokus sepenuhnya pada deskripsi tiga golongan dan nasib mereka. Proporsi yang besar ini menunjukkan fokus sentral surah: hasil akhir dari kehidupan duniawi. Surah Al-Waqiah memastikan bahwa pembaca tidak akan pernah meragukan konsekuensi dari perbuatan mereka, sebuah keharusan bagi masyarakat Mekkah yang pada saat itu masih skeptis terhadap kebangkitan.
Ayat-ayat penciptaan (sekitar 57-74) yang mendominasi paruh kedua Surah Al-Waqiah, menanamkan keyakinan bahwa kekuasaan Allah yang terlihat dalam siklus kehidupan, pertanian, dan air adalah bukti nyata dari kekuasaan-Nya untuk membangkitkan. Dengan adanya 96 ayat ini, Al-Waqiah menjadi salah satu surah paling efektif dalam menghubungkan pengamatan empiris (melihat bagaimana tanaman tumbuh) dengan kebenaran metafisik (kebangkitan setelah mati).
Surah Al-Waqiah yang berjumlah 96 ayat adalah sebuah surah yang monumental dalam Al-Qur'an. Meskipun pertanyaan "surah al waqiah berapa ayat" dijawab secara definitif dengan 96, kedalaman konten yang terangkum dalam setiap ayat jauh melampaui angka tersebut. Surah ini memberikan peta jalan spiritual yang jelas, membagi manusia menjadi mereka yang bergegas menuju kebaikan (*As-Sabiqun*), mereka yang meraih keselamatan (*Ashab al-Maymanah*), dan mereka yang terperangkap dalam kesesatan (*Ashab al-Mash'amah*).
Kekuatan Surah Al-Waqiah tidak hanya terletak pada deskripsi akhirat yang detail, tetapi juga pada penggunaan argumentasi yang tak terbantahkan, yang diambil dari fenomena alam sehari-hari. Dengan 96 ayat, Surah ini berhasil menyatukan antara peringatan tegas, janji agung, dan bukti ilmiah (dalam konteks wahyu) mengenai keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
Oleh karena itu, bagi setiap Muslim yang mencari ketenangan hati, keberkahan rezeki, dan pemahaman yang mendalam tentang hari perhitungan, pembacaan dan perenungan rutin terhadap 96 ayat Surah Al-Waqiah adalah praktik yang sangat dianjurkan. Surah ini adalah pengingat abadi bahwa hidup ini fana, dan hanya perbuatan yang mendahului kita (sesuai dengan derajat *Sabiqun* atau *Maymanah*) yang akan menentukan nasib kita ketika "Peristiwa Besar" itu benar-benar terjadi.
Penghayatan mendalam terhadap Surah Al-Waqiah, dengan segala deskripsi yang mencakup 96 ayatnya, mendorong kita untuk selalu bertasbih dan menyucikan nama Allah SWT, sebagaimana perintah yang menutup surah yang mulia ini.
Mari kita telaah lebih lanjut bagaimana Surah Al-Waqiah menggunakan 96 ayatnya untuk membangun kontras antara ketiga golongan tersebut, memberikan pelajaran moral yang mendalam dan berlapis.
Konsep As-Sabiqun dalam Surah Al-Waqiah menempati posisi sentral. Mereka tidak hanya melakukan kebaikan, tetapi mereka mendahului orang lain dalam melakukan kebaikan. Kualitas "kecepatan" ini (atau inisiatif) adalah tema teologis yang penting. Dalam konteks 96 ayat ini, ini berarti mereka adalah:
Deskripsi *Ashab al-Maymanah* (Ayat 27-40) dalam 96 ayat Al-Waqiah sangat berfokus pada elemen-elemen yang merupakan kebalikan dari kesulitan duniawi.
Golongan Kiri (Ayat 41-56) menerima balasan yang juga merupakan kebalikan dari kenikmatan. Siksaan mereka adalah hasil dari gaya hidup mereka:
Sebanyak 96 ayat ini mencakup argumen tentang penciptaan yang memiliki resonansi ilmiah, meskipun tujuan utamanya adalah teologis.
Ketika Allah bertanya: "Apakah kamu yang menciptakannya (air mani itu) ataukah Kami yang menciptakannya?" Ini adalah tantangan mendasar. Manusia hanya melakukan proses biologis, tetapi yang memberikan wujud, bentuk, dan kehidupan adalah Allah. Ayat-ayat ini menunjukkan kelemahan manusia dalam mengendalikan proses vitalnya sendiri.
Keterhubungan antara penciptaan hidup (dari air mani) dan kematian (Ayat 60: Kami telah menetapkan kematian di antara kamu) menunjukkan bahwa Zat yang mengendalikan awal kehidupan juga mengendalikan akhir kehidupan. Rangkaian 96 ayat ini secara logis memaksa pengakuan terhadap kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Mengapa Surah Al-Waqiah memilih pertanian sebagai bukti? Karena bagi masyarakat agraris, proses menanam dan menuai adalah siklus kehidupan yang paling nyata. Meskipun manusia menabur benih, Allah-lah yang mengatur cuaca, air, dan kesuburan tanah. Surah ini bertanya: Jika Kami berkehendak, Kami bisa menjadikan panenmu hancur. Dalam 96 ayat ini, Allah mengingatkan bahwa rezeki yang tampak pasti sekalipun (seperti panen) bergantung sepenuhnya pada kehendak-Nya.
Sumpah dengan Mawaqi'in Nujum (tempat beredarnya bintang-bintang) adalah salah satu sumpah terbesar dalam Al-Qur'an. Ulama tafsir modern dan klasik menafsirkannya sebagai:
Untuk mencapai fadhilah yang dijanjikan, para ulama menekankan pentingnya *istiqamah* (konsistensi) dalam membaca Surah Al-Waqiah. Karena surah ini terdiri dari 96 ayat, pembacaannya memakan waktu sekitar 5 hingga 10 menit, membuatnya sangat praktis untuk dibaca setiap malam setelah salat Maghrib atau Isya.
Meskipun hadis menyatakan "setiap malam," mayoritas praktik umat Islam melakukannya setelah Maghrib atau sebelum tidur. Membaca 96 ayat Surah Al-Waqiah pada waktu ini memastikan bahwa akhirat dan tauhid menjadi pikiran terakhir sebelum beristirahat. Keteraturan ini membentuk disiplin spiritual yang menguatkan hubungan seseorang dengan janji-janji Allah.
Pembacaan yang hanya berfokus pada pelafalan tanpa perenungan makna dari 96 ayat ini dianggap kurang optimal. Ketika seseorang membaca Ayat 41-56 (tentang Neraka), ia seharusnya merasa takut dan bertekad untuk menjauhi dosa. Ketika ia membaca Ayat 10-40 (tentang Surga), ia seharusnya merasa rindu dan termotivasi untuk meningkatkan amal.
Surah Al-Waqiah, melalui 96 ayatnya, adalah latihan spiritual yang efektif. Ia adalah terapi melawan sifat pelupa manusia terhadap tujuan akhir penciptaan. Ia mengingatkan bahwa keberuntungan sejati bukanlah kekayaan fana, melainkan tempat yang dijanjikan bagi *As-Sabiqun* dan *Ashab al-Maymanah*.
Sebagai penutup dari analisis mendalam ini, kita kembali pada inti pertanyaan: surah al waqiah berapa ayat? Jawaban standar 96 ayat, yang dipegang teguh oleh tradisi Kufi dan mayoritas mushaf modern, menjadi kunci untuk memahami struktur dan intensitas pesan surah ini.
Jumlah 96 ayat memungkinkan Surah Al-Waqiah untuk mengemas narasi yang lengkap dan transformatif: dari goncangan kosmik (ayat 1), melalui klasifikasi moral yang rinci (ayat 8-56), hingga argumen penciptaan yang tak terbantahkan (ayat 57-82), dan akhirnya, penegasan nasib abadi saat ajal menjemput (ayat 83-96). Keagungan surah ini terletak pada kepadatan dan kejelasan pesan ilahiahnya.
Setiap dari 96 ayat tersebut merupakan bagian integral dari peringatan dan janji, memastikan bahwa setiap Muslim yang membacanya memahami bahwa nasibnya di akhirat adalah konsekuensi logis dari tindakan dan keyakinan di dunia. Pembacaan Surah Al-Waqiah bukan sekadar ritual, melainkan sebuah kontrak spiritual abadi dengan Sang Pencipta, yang menjanjikan ketenangan rezeki duniawi dan kemuliaan di akhirat.