Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah sebuah momentum agung yang dipenuhi dengan ungkapan cinta dan kerinduan umat kepada junjungannya. Di berbagai belahan dunia, perayaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, namun satu elemen yang hampir selalu ada dan menjadi intinya adalah pembacaan kitab-kitab maulid. Kitab-kitab ini bukanlah sekadar biografi biasa, melainkan untaian sastra indah yang merangkai kisah hidup, kemuliaan akhlak, dan keagungan risalah Sang Nabi Pilihan.
Membaca maulid bukan hanya aktivitas seremonial. Ia adalah sebuah perjalanan spiritual untuk kembali menelusuri jejak-jejak Rasulullah, dari detik-detik kelahirannya yang penuh berkah hingga perjuangannya menyebarkan cahaya Islam. Melalui bait-bait puitis dan narasi prosa yang menyentuh, kita diajak untuk menyelami samudra cinta kepada sosok yang paling mulia. Artikel ini akan mengupas secara mendalam beberapa bacaan maulid yang paling populer di kalangan umat Islam, beserta makna dan keutamaannya.
Sebelum mendalami teks-teks maulid, penting untuk memahami esensi dari pembacaan itu sendiri. Tujuan utama dari majelis maulid adalah untuk:
Menumbuhkan Mahabbah (Cinta): Dengan mendengar dan melantunkan kisah keagungan Nabi, hati akan dipenuhi dengan rasa cinta yang mendalam. Cinta inilah yang menjadi fondasi keimanan seorang Muslim.
Mengenal Sirah (Perjalanan Hidup): Kitab maulid adalah ringkasan sirah nabawiyah yang disajikan dalam bentuk yang mudah diresapi. Ini adalah cara efektif untuk mengajarkan sejarah Nabi kepada semua lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa.
Meneladani Akhlak (Uswatun Hasanah): Setiap bait maulid menyoroti kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Dengan membacanya, kita diingatkan untuk meneladani sifat-sifat beliau seperti kejujuran, kesabaran, kedermawanan, dan kasih sayang.
Memperbanyak Shalawat: Majelis maulid adalah lautan shalawat. Setiap penyebutan nama Nabi diiringi dengan ucapan shalawat, yang merupakan perintah langsung dari Allah SWT dan memiliki fadhilah yang luar biasa.
Mengharap Syafa'at: Dengan mengungkapkan cinta dan memperbanyak shalawat, umat berharap kelak akan mendapatkan syafa'at (pertolongan) dari Rasulullah SAW di hari kiamat.
Pembacaan maulid adalah madrasah ruhani. Ia melembutkan hati yang keras, menyirami jiwa yang kering, dan memperbarui ikatan spiritual antara umat dengan Nabinya. Ini adalah momen refleksi untuk mengukur sejauh mana kita telah mengikuti sunnah dan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu kitab maulid yang sangat masyhur di Indonesia dan berbagai negara lainnya adalah Maulid Ad-Diba'i. Kitab ini disusun oleh seorang ulama besar ahli hadits, Imam Wajihuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar ad-Diba'i asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi'i.
Maulid Diba'i terkenal dengan gaya bahasanya yang sangat puitis dan indah. Setiap kalimatnya dirangkai dengan saksama, menciptakan ritme yang merdu saat dilantunkan. Isinya tidak hanya menceritakan kronologi kelahiran Nabi, tetapi juga diselingi dengan pujian-pujian agung dan shalawat yang menggugah jiwa. Struktur kitab ini terdiri dari beberapa bagian (rawi) yang masing-masing memiliki tema khusus.
Berikut adalah salah satu bagian yang sangat dikenal, yaitu pada saat mengawali pujian kepada Nabi Muhammad SAW:
Petikan di atas adalah doa pembuka yang sarat makna. Ia tidak hanya memohonkan shalawat untuk Nabi, tetapi juga mendoakan para sahabat, keluarga, guru-guru, dan orang tua. Ini mengajarkan adab yang luhur, bahwa cinta kepada Nabi harus diiringi dengan penghormatan kepada orang-orang yang berjasa di sekelilingnya.
Maulid Al-Barzanji adalah nama yang sangat tidak asing. Kitab ini merupakan karya monumental dari Sayyid Ja'far bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji. Karya ini memiliki dua bentuk: Natsar (prosa) dan Nazham (puisi). Keduanya sama-sama populer dan sering dibaca secara bergantian dalam satu majelis.
Keistimewaan Maulid Al-Barzanji terletak pada narasinya yang runut dan komprehensif. Ia memulai kisah dari silsilah Nabi Muhammad SAW, menyebutkan nenek moyangnya yang mulia, lalu masuk ke peristiwa-peristiwa menakjubkan menjelang kelahiran, saat kelahiran, masa kecil, hingga diutusnya beliau menjadi Rasul. Bahasanya yang fasih dan agung membuat para pendengar seolah-olah hadir dalam setiap peristiwa yang diceritakan.
Bagian awal dari Maulid Al-Barzanji Natsar menggambarkan permulaan penciptaan cahaya Nabi Muhammad SAW:
Penggunaan metafora seperti "menunggangi kendaraan syukur" menunjukkan tingkat sastra yang tinggi. Ini bukan sekadar laporan sejarah, melainkan sebuah karya seni yang lahir dari penghormatan dan kecintaan yang mendalam.
Maulid Simtud Duror, yang berarti "Untaian Mutiara", adalah karya agung dari Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi. Kitab ini relatif lebih modern dibandingkan Diba' dan Barzanji, namun popularitasnya melesat dengan cepat dan kini dibaca di seluruh penjuru dunia. Nama "Untaian Mutiara" sangat tepat menggambarkan isinya, yang setiap babnya laksana butiran mutiara yang dirangkai menjadi sebuah kalung yang indah.
Gaya bahasa Simtud Duror sangat menyentuh hati. Al-Habib Ali Al-Habsyi berhasil meramu kisah sirah dengan ungkapan-ungkapan cinta dan kerinduan yang mendalam, membuat pembaca dan pendengarnya larut dalam emosi spiritual. Kitab ini menekankan pada aspek "Nur Muhammad" atau cahaya kenabian yang telah ada sebelum penciptaan alam semesta.
Salah satu bagian yang paling emosional adalah saat menceritakan detik-detik kelahiran Sang Nabi, yang diiringi dengan keajaiban alam semesta:
Narasi ini tidak hanya menceritakan fakta sejarah (wafatnya Abdullah), tetapi juga menyisipkan dimensi spiritual yang agung (kedatangan Asiyah dan Maryam), yang memperkuat keyakinan akan kemuliaan sosok yang akan dilahirkan.
Meskipun secara teknis bukan kitab maulid yang menceritakan sirah secara kronologis, Qasidah Burdah karya Imam Al-Busiri hampir tidak pernah absen dari perayaan maulid. Burdah adalah sebuah mahakarya puisi yang seluruhnya berisi pujian, shalawat, dan tawasul kepada Nabi Muhammad SAW. Terdiri dari 160 bait, setiap baitnya adalah permata sastra yang tak ternilai.
Kisah di balik penulisan Burdah sangat masyhur. Imam Al-Busiri menderita penyakit lumpuh separuh badan yang tak kunjung sembuh. Dalam keputusasaannya, beliau menyusun syair-syair pujian ini sebagai wujud cinta dan harapannya kepada Rasulullah. Suatu malam, beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW, yang kemudian menyelimutinya dengan jubah (burdah) beliau. Seketika, Imam Al-Busiri terbangun dalam keadaan sembuh total.
Karena kisah inilah, Qasidah Burdah diyakini memiliki banyak keberkahan dan fadhilah. Pembacaannya tidak hanya menjadi ekspresi cinta, tetapi juga sebagai wasilah untuk memohon kesembuhan dan terkabulnya hajat.
Bait-bait awal Burdah mengungkapkan gejolak rindu seorang pecinta:
Bait yang sangat terkenal dan sering diulang-ulang adalah pujian tentang kesempurnaan Rasulullah:
Dalam setiap pembacaan kitab maulid, baik Diba', Barzanji, maupun Simtud Duror, terdapat satu momen puncak yang disebut Mahalul Qiyam, yang artinya "saatnya berdiri". Pada bagian ini, para hadirin akan berdiri sebagai isyarat penghormatan dan penyambutan atas "kehadiran" ruhaniah Nabi Muhammad SAW.
Mahalul Qiyam biasanya diisi dengan lantunan shalawat yang sangat merdu dan penuh semangat, seperti "Yaa Nabi Salam 'Alaika". Momen ini sangat emosional. Kegembiraan atas kelahiran sang pembawa rahmat berpadu dengan rasa hormat yang mendalam. Aroma wewangian seringkali disebarkan ke seluruh ruangan, menambah kekhusyukan dan suasana surgawi dalam majelis.
Berdiri saat Mahalul Qiyam bukanlah sebuah kewajiban syar'i, melainkan bentuk adab (tata krama) dan ekspresi cinta (mahabbah). Para ulama salafus shalih telah mempraktikkan hal ini sebagai wujud kegembiraan dan penghormatan mereka kepada Rasulullah SAW. Ini adalah momen di mana hati benar-benar terhubung, merasakan getaran cinta yang sama yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Bacaan-bacaan maulid, dengan segala keindahan sastra dan kedalaman maknanya, adalah warisan berharga dari para ulama yang dipenuhi cinta kepada Rasulullah SAW. Mereka bukan sekadar rangkaian teks, melainkan jembatan spiritual yang menghubungkan hati umat di masa kini dengan sosok agung Sang Nabi. Melalui lantunan Diba', narasi Barzanji, untaian mutiara Simtud Duror, dan syair kerinduan Burdah, kita diajak untuk terus-menerus memperbarui dan menyuburkan pohon cinta di dalam dada.
Membaca dan menghayati maulid adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa kisah, akhlak, dan perjuangan Nabi Muhammad SAW tidak akan pernah lekang oleh waktu. Ia adalah nutrisi bagi ruh, pengingat bagi yang lalai, dan sumber inspirasi abadi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, meneladani sang suri teladan terbaik bagi seluruh alam.