Memaknai Doa Sujud: Tuntunan Berdasarkan Tarjih Muhammadiyah
Pendahuluan: Hakikat dan Kedudukan Sujud dalam Ibadah
Sujud adalah momen paling intim antara seorang hamba dengan Tuhannya. Ia merupakan puncak dari kerendahan diri, sebuah pengakuan mutlak akan keagungan Allah SWT, dan penyerahan total segala urusan kepada Sang Pencipta. Dalam gerakan shalat, sujud menempati posisi yang sangat istimewa. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa." Hadis ini mengisyaratkan bahwa sujud bukan sekadar gerakan fisik menempelkan dahi ke bumi, melainkan sebuah gerbang spiritual untuk berkomunikasi secara langsung dengan Allah.
Secara fisik, sujud melibatkan tujuh anggota badan yang menyentuh tempat shalat: dahi (beserta hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki. Posisi ini, di mana bagian tubuh yang paling mulia (kepala) diletakkan di tempat yang paling rendah (lantai), adalah simbolisme sempurna dari penghambaan. Ia meruntuhkan segala bentuk kesombongan, keangkuhan, dan rasa bangga yang mungkin ada dalam diri manusia. Dalam sujud, seorang Muslim seolah-olah mengatakan, "Ya Allah, inilah aku, hamba-Mu yang lemah, meletakkan kemuliaanku di hadapan Keagungan-Mu yang tak terbatas."
Dalam perspektif Muhammadiyah, setiap amalan ibadah, termasuk bacaan di dalamnya, haruslah didasarkan pada dalil yang kuat dan otentik dari Al-Qur'an dan As-Sunnah al-Maqbulah (hadis-hadis yang diterima). Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam mengkaji dan menetapkan tuntunan ibadah, telah merumuskan bacaan-bacaan shalat, termasuk doa sujud, berdasarkan hadis-hadis yang dinilai shahih atau hasan. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa ibadah yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sehingga kemurnian ajaran Islam senantiasa terjaga. Artikel ini akan mengupas secara mendalam bacaan-bacaan doa sujud yang menjadi pegangan warga Muhammadiyah, lengkap dengan dalil, transliterasi, terjemahan, serta penjelasan maknanya.
Doa Sujud Pokok dan Paling Umum
Di antara beberapa variasi doa sujud yang diriwayatkan dalam hadis, terdapat satu bacaan yang paling populer dan umum diamalkan. Bacaan ini menjadi dasar dan seringkali diajarkan pertama kali kepada anak-anak karena singkat, mudah dihafal, namun memiliki makna yang sangat mendalam. Bacaan ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Hudzaifah radhiyallahu 'anhu.
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى
Subhaana robbiyal a'laa.
Artinya: "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi."
Doa ini biasanya dibaca sebanyak tiga kali, meskipun membacanya sekali sudah dianggap sah. Anjuran membaca tiga kali didasarkan pada keumuman anjuran untuk melakukan tasbih dalam ruku dan sujud sebanyak tiga kali, yang memberikan ketenangan (thuma'ninah) yang lebih sempurna.
Tadabbur Makna "Subhaana Robbiyal A'laa"
Untuk dapat merasakan kekhusyukan dalam sujud, memahami makna dari setiap kata yang kita ucapkan adalah kunci. Mari kita bedah makna yang terkandung dalam doa agung ini:
1. Makna "Subhaana" (سُبْحَانَ)
Kata "Subhaana" berasal dari akar kata "sabaha" (سَبَحَ) yang secara harfiah berarti menjauh. Dalam konteks teologis, "tasbih" (menyucikan) berarti menjauhkan atau membersihkan Allah dari segala sifat kekurangan, kelemahan, cacat, dan segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ketika kita mengucapkan "Subhaanallah" atau "Subhaana Robbiy," kita sedang membuat sebuah deklarasi iman yang fundamental:
- Penyucian dari Sifat Negatif: Kita menyatakan bahwa Allah Maha Suci dari sifat-sifat seperti lelah, tidur, lupa, memiliki anak, memiliki sekutu, atau membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Ini adalah penegasan konsep Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ikhlas, "Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."
- Pengakuan Kesempurnaan Absolut: Dengan menyucikan Allah dari segala kekurangan, secara implisit kita juga menetapkan bahwa hanya Dia-lah yang memiliki segala sifat kesempurnaan. Dia Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan Maha Bijaksana tanpa ada batas dan celah sedikit pun. Sifat-sifat-Nya tidak sama dengan sifat makhluk.
Mengucapkan "Subhaana" dalam sujud adalah bentuk pengakuan bahwa di saat kita berada pada titik terendah secara fisik, kita sedang memuji Dzat yang berada pada puncak ketinggian dan kesempurnaan yang absolut.
2. Makna "Robbiya" (رَبِّيَ)
Kata "Robbiya" berarti "Tuhanku". Ini adalah gabungan dari kata "Rabb" (Tuhan) dan "ya" (kata ganti kepemilikan untuk "aku"). Kata "Rabb" dalam Al-Qur'an memiliki makna yang jauh lebih kaya daripada sekadar "Tuhan". Ia mencakup beberapa aspek penting:
- Al-Khaliq (Sang Pencipta): Dialah yang menciptakan kita dari ketiadaan dan membentuk kita dengan sebaik-baik rupa.
- Al-Malik (Sang Pemilik): Dialah pemilik mutlak atas diri kita, harta kita, dan seluruh alam semesta. Kita hanyalah titipan.
- Al-Mudabbir (Sang Pengatur): Dialah yang mengatur segala urusan di alam raya, mulai dari peredaran planet hingga detak jantung kita. Tidak ada satu daun pun yang jatuh tanpa sepengetahuan-Nya.
- Al-Murabbi (Sang Pendidik dan Pemelihara): Dialah yang memelihara, memberikan rezeki, membimbing, dan mendidik hamba-hamba-Nya melalui nikmat dan ujian.
Dengan menyebut "Robbiya" (Tuhanku), kita membangun hubungan personal yang sangat dekat. Ini bukan sekadar Tuhan alam semesta secara umum, tetapi "Tuhanku" yang secara pribadi menciptakan, memiliki, mengatur, dan memeliharaku. Ini adalah pengakuan akan ketergantungan total kita kepada-Nya.
3. Makna "Al-A'laa" (الْأَعْلَى)
"Al-A'laa" berarti "Yang Maha Tinggi". Ketinggian Allah (Al-'Uluw) bukanlah ketinggian fisik atau tempat, melainkan ketinggian dalam segala aspek:
- 'Uluw Adz-Dzat (Ketinggian Dzat): Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa Dzat Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya, bersemayam di atas 'Arsy sesuai dengan keagungan-Nya, terpisah dari makhluk-Nya. Ini menunjukkan betapa hinanya kita sebagai makhluk yang berasal dari tanah di hadapan-Nya.
- 'Uluw Al-Qadr (Ketinggian Sifat dan Kedudukan): Sifat-sifat Allah adalah sifat yang paling tinggi dan mulia. Tidak ada satu pun sifat makhluk yang dapat menandingi atau bahkan menyerupai sifat-Nya. Asmaul Husna (nama-nama-Nya yang terindah) adalah bukti ketinggian sifat-Nya.
- 'Uluw Al-Qahr (Ketinggian Kekuasaan): Allah Maha Tinggi dalam kekuasaan-Nya. Dia Maha Perkasa dan menaklukkan segala sesuatu. Tidak ada kekuatan apa pun di alam semesta yang dapat melawan kehendak-Nya.
Ketika seorang hamba yang sedang bersujud di tempat terendah mengucapkan "Subhaana Robbiyal A'laa," ia sedang melakukan sinkronisasi sempurna antara gerakan fisik dan pernyataan lisan. Fisiknya merendah serendah-rendahnya, sementara lisannya memuji Tuhannya Yang Maha Tinggi setinggi-tingginya. Inilah esensi dari penghambaan yang tulus.
Dalil Hadis Terkait Bacaan Ini
Landasan utama penggunaan doa ini dalam shalat adalah hadis yang diriwayatkan oleh para imam hadis terkemuka, yang menggambarkan praktik shalat Rasulullah SAW. Salah satu riwayat yang paling jelas adalah dari sahabat Hudzaifah bin al-Yaman.
Dari Hudzaifah, ia berkata, "Aku pernah shalat bersama Nabi SAW. pada suatu malam... kemudian beliau ruku'... kemudian beliau sujud, dan dalam sujudnya beliau membaca: 'Subhaana Robbiyal A'laa' (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi)..."
(HR. Muslim no. 772, Abu Daud no. 871, An-Nasa'i no. 1007, dan lainnya)
Hadis ini secara eksplisit menyebutkan bacaan yang diucapkan oleh Nabi SAW saat sujud, menjadikannya dalil yang sangat kuat (hujjah qath'iyyah) untuk diamalkan. Majelis Tarjih Muhammadiyah menjadikan hadis ini sebagai salah satu rujukan utama dalam menentukan bacaan sujud.
Variasi Doa Sujud Lain yang Sesuai Tuntunan
Selain bacaan "Subhaana Robbiyal A'laa", terdapat variasi doa lain yang juga diajarkan oleh Rasulullah SAW dan memiliki dasar hadis yang shahih. Mengamalkan doa-doa ini secara bergantian dapat membantu meningkatkan kekhusyukan, menghindari kebosanan rutinitas, dan menghadirkan makna baru dalam setiap sujud. Salah satu variasi yang juga termaktub dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Subhaanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir lii.
Artinya: "Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku."
Doa ini memiliki keistimewaan karena menggabungkan tiga pilar utama dalam doa: tasbih (menyucikan Allah), tahmid (memuji Allah), dan istighfar (memohon ampunan). Doa ini sering dibaca oleh Nabi SAW, terutama setelah turunnya Surah An-Nashr, sebagai implementasi dari perintah Allah di dalamnya.
Tadabbur Makna Doa Variasi
Mari kita dalami makna setiap bagian dari doa yang indah ini:
1. "Subhaanakallahumma Robbanaa" (سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا)
Bagian ini adalah penggabungan antara penyucian ("Subhaanaka"), panggilan mulia kepada Allah ("Allahumma"), dan pengakuan ketuhanan ("Robbanaa").
- "Subhaanaka": Sama seperti penjelasan sebelumnya, ini adalah ungkapan penyucian Allah dari segala kekurangan. Penggunaan "ka" (Engkau) menjadikannya seruan yang lebih langsung dan personal.
- "Allahumma": Ini adalah bentuk panggilan khusus kepada Allah yang setara dengan "Ya Allah". Para ulama bahasa Arab menjelaskan bahwa penambahan "mim" di akhir kata "Allah" memberikan penekanan dan kekhususan dalam permohonan.
- "Robbanaa": Berbeda dengan "Robbiya" (Tuhanku), "Robbanaa" berarti "Tuhan kami". Ini mengandung dimensi sosial dan kebersamaan. Saat kita shalat sendiri pun, kita berdoa dengan menyebut "kami", seolah-olah mewakili seluruh umat Islam. Ini mengajarkan kita untuk tidak egois dalam berdoa dan selalu merasa terhubung dengan saudara seiman lainnya.
2. "Wa Bihamdika" (وَبِحَمْدِكَ)
Frasa ini berarti "dan dengan memuji-Mu". Ia terdiri dari "wa" (dan), "bi" (dengan), dan "hamdika" (pujian-Mu). "Al-Hamd" berbeda dengan "Asy-Syukr" (syukur). "Al-Hamd" adalah pujian yang didasarkan pada kesempurnaan sifat-sifat Allah itu sendiri, baik kita menerima nikmat dari-Nya ataupun tidak. Kita memuji Allah karena Dia memang layak dipuji, karena Dia Maha Indah, Maha Sempurna, dan Maha Mulia. Sementara syukur biasanya terkait dengan nikmat yang kita terima.
Dengan menggabungkan tasbih ("Subhaanaka") dan tahmid ("wa bihamdika"), kita telah menyempurnakan bentuk pujian kepada Allah. Kita menyucikan-Nya dari segala yang tidak layak, dan pada saat yang sama, kita menetapkan bagi-Nya segala pujian yang sempurna. Inilah adab tertinggi dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta.
3. "Allahummaghfir Lii" (اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي)
Ini adalah inti permohonan dalam doa ini: "Ya Allah, ampunilah aku." Setelah memuji dan mengagungkan Allah dengan setinggi-tingginya, kita kemudian merendahkan diri serendah-rendahnya dengan mengakui dosa dan kesalahan kita, lalu memohon ampunan.
- Pengakuan Kelemahan: Permohonan ampun adalah pengakuan jujur bahwa kita sebagai manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Tidak ada manusia yang luput dari dosa, sekecil apa pun itu.
- Puncak Kebutuhan Hamba: Ampunan (maghfirah) adalah kebutuhan terbesar seorang hamba. Dosa adalah penghalang utama antara kita dengan rahmat Allah. Dengan diampuninya dosa, terbukalah pintu rahmat, keberkahan, dan pertolongan dari Allah.
- Momen yang Tepat: Memohon ampun di saat sujud adalah sangat strategis. Kita berada dalam posisi terdekat dengan Allah, dalam kondisi paling rendah hati. Ini adalah momen di mana doa, terutama permohonan ampun, sangat mustajab.
Struktur doa ini mengajarkan kita sebuah adab yang luar biasa: mulailah permohonanmu dengan memuji dan mengagungkan Allah terlebih dahulu. Ibarat seorang yang ingin meminta sesuatu kepada raja yang agung, ia tidak langsung datang dan meminta, tetapi ia akan memuji keagungan, kedermawanan, dan kebijaksanaan sang raja terlebih dahulu. Barulah setelah itu ia menyampaikan hajatnya.
Dalil Hadis Terkait Bacaan Ini
Doa ini didasarkan pada hadis yang sangat kuat dari Ummul Mukminin, 'Aisyah radhiyallahu 'anha.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam ruku’ dan sujudnya: ‘Subhaanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir lii’ (Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku).” Beliau melakukan hal itu sebagai tafsir (pengamalan) dari Al-Qur'an (Surah An-Nashr).
(HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)
Keterangan 'Aisyah bahwa Nabi SAW melakukannya sebagai "tafsir Al-Qur'an" merujuk pada ayat terakhir Surah An-Nashr: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat." Ayat ini memerintahkan tiga hal: bertasbih (Subhaanaka), memuji (bihamdika), dan memohon ampun (ghfir lii). Doa dalam sujud ini adalah implementasi sempurna dari perintah tersebut.
Sujud Sebagai Waktu Mustajab untuk Berdoa
Selain membaca doa-doa ma'tsur (yang bersumber dari Nabi SAW) di atas, sujud juga merupakan waktu emas untuk memanjatkan doa-doa pribadi dengan bahasa apa pun yang kita kuasai. Setelah kita menyelesaikan bacaan sujud yang pokok (seperti "Subhaana Robbiyal A'laa" tiga kali), kita dianjurkan untuk memperbanyak doa sesuai dengan hajat dan kebutuhan kita.
Dasarnya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa (di dalamnya)."
(HR. Muslim no. 482)
Hadis ini membuka peluang seluas-luasnya bagi kita untuk mencurahkan isi hati kepada Allah SWT. Di saat kita merasa tak berdaya, terhimpit masalah, atau memiliki keinginan yang besar, sujud adalah tempat terbaik untuk mengadu. Kita bisa meminta apa saja, selama itu adalah kebaikan.
Adab dan Contoh Doa Pribadi dalam Sujud
Ketika hendak menambahkan doa pribadi dalam sujud, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Setelah Bacaan Wajib: Ucapkan doa pribadi setelah selesai membaca doa sujud yang telah dituntunkan.
- Dengan Penuh Keyakinan: Berdoalah dengan hati yang yakin bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.
- Meminta Kebaikan Dunia dan Akhirat: Jangan ragu untuk meminta kebaikan duniawi (rezeki yang halal, kesehatan, keluarga yang sakinah, pekerjaan yang berkah) dan kebaikan akhirat (ampunan dosa, terhindar dari siksa kubur dan neraka, dimasukkan ke dalam surga).
- Dahi dan Hidung: Keduanya dianggap sebagai satu kesatuan. Dahi harus benar-benar menempel, bukan hanya sebagian atau terhalang oleh peci yang terlalu turun.
- Kedua Telapak Tangan: Telapak tangan diletakkan sejajar dengan bahu atau telinga, dengan jari-jari dirapatkan dan menghadap kiblat.
- Kedua Lutut: Menjadi tumpuan utama bersama dengan kaki dan tangan.
- Kedua Ujung Kaki: Ujung-ujung jari kaki ditekuk sehingga menghadap ke arah kiblat, dan tumit dirapatkan.
- Tidak Meletakkan Lengan Bawah di Lantai: Rasulullah SAW melarang sujud dengan posisi seperti anjing yang membentangkan lengannya, yaitu menempelkan lengan bawah (dari siku hingga pergelangan tangan) ke lantai. Beliau bersabda, "Luruskanlah (punggung) kalian dalam sujud dan janganlah salah seorang di antara kalian membentangkan kedua lengannya seperti anjing." (HR. Bukhari dan Muslim). Lengan bawah harus diangkat dari lantai.
- Membuka Ketiak: Bagi laki-laki, disunnahkan untuk merenggangkan lengan dari lambung (sisi tubuh) sehingga ketiak terbuka. Hal ini menunjukkan kesungguhan dan semangat dalam sujud. Bagi perempuan, dianjurkan untuk lebih merapatkan anggota tubuhnya demi menjaga aurat.
- Thuma'ninah (Tenang): Sujud harus dilakukan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Berdiam sejenak setelah semua anggota sujud menempel sempurna, minimal cukup untuk membaca satu kali tasbih dengan sempurna. Thuma'ninah adalah rukun shalat yang jika ditinggalkan dapat membatalkan shalat.
Contoh doa dari Al-Qur'an yang sangat baik dibaca saat sujud adalah doa sapu jagat:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-aakhiroti hasanah, wa qinaa 'adzaaban-naar.
Artinya: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka."
Atau doa memohon keteguhan iman:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'alaa diinik.
Artinya: "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."
Fiqih Sujud: Kesempurnaan Gerakan dan Posisi
Kekhusyukan dalam doa sujud akan lebih sempurna jika diiringi dengan kesempurnaan gerakan fisiknya. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan yang sangat jelas mengenai tata cara sujud yang benar. Beliau bersabda:
"Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan: di atas dahi—dan beliau menunjuk dengan tangannya ke hidungnya—, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung kedua kaki."
(HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no. 490)
Berdasarkan hadis ini, tujuh anggota badan yang wajib menempel pada tempat sujud adalah:
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Gerakan Sujud
Kesimpulan: Sujud Sebagai Puncak Penghambaan
Sujud adalah ruh dari shalat. Ia adalah momen di mana seorang hamba menanggalkan segala atribut duniawi dan meletakkan dirinya pada posisi terendah di hadapan Dzat Yang Maha Tinggi. Doa-doa sujud yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana dirumuskan dalam tuntunan Tarjih Muhammadiyah, bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Setiap frasa, mulai dari "Subhaana Robbiyal A'laa" hingga "Subhaanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir lii," adalah sebuah deklarasi tauhid, pengagungan, pujian, sekaligus pengakuan atas kelemahan diri dan permohonan ampunan.
Memahami makna yang terkandung di dalamnya, mengamalkan variasi doa yang ada, menyempurnakan gerakan fisiknya, serta memanfaatkan momen tersebut untuk memanjatkan doa-doa pribadi adalah kunci untuk meraih shalat yang khusyuk. Semoga setiap sujud yang kita lakukan tidak hanya menjadi rutinitas ibadah, tetapi benar-benar menjadi mi'raj (kenaikan spiritual) yang mendekatkan kita kepada Allah SWT, membersihkan jiwa kita dari dosa, dan menjadi sumber kekuatan dalam menjalani kehidupan.