Panduan Lengkap Doa Sujud Sahwi dan Pelaksanaannya
Manusia adalah makhluk yang tidak luput dari sifat lupa dan salah. Sifat ini merupakan fitrah yang Allah tanamkan dalam diri setiap insan. Dalam menjalankan ibadah shalat, yang merupakan tiang agama dan koneksi utama seorang hamba dengan Tuhannya, terkadang kita mengalami kelupaan atau keraguan. Islam sebagai agama yang sempurna dan penuh rahmat memberikan solusi untuk mengatasi kekurangan ini tanpa harus mengulang shalat dari awal. Solusi tersebut adalah Sujud Sahwi, atau sujud karena lupa.
Sujud Sahwi adalah wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Ia menjadi penambal (jabr) atas kekurangan yang terjadi dalam shalat fardhu maupun sunnah, sehingga shalat kita tetap sah dan sempurna di sisi-Nya. Memahami doa, tata cara, dan sebab-sebab dilakukannya sujud sahwi adalah sebuah ilmu penting bagi setiap Muslim agar dapat menjaga kualitas ibadahnya dengan baik.
Memahami Makna dan Pentingnya Sujud Sahwi
Secara etimologi, "sahwi" (السهو) dalam bahasa Arab berarti lupa atau lalai. Jadi, sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena adanya kelupaan dalam shalat. Ini bukan sujud biasa, melainkan dua sujud yang dilakukan di akhir shalat dengan tata cara tertentu untuk menutupi kesalahan yang terjadi, baik karena menambah, mengurangi, ataupun ragu-ragu terhadap gerakan atau bacaan shalat.
Dasar hukum pelaksanaan sujud sahwi sangat kuat, bersumber dari hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri, di mana Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan itu dan ambillah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata shalatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan." (HR. Muslim)
Hadis ini tidak hanya melegitimasi sujud sahwi tetapi juga menjelaskan hikmah di baliknya. Ia adalah cara untuk membangun keyakinan, menyempurnakan ibadah, dan yang terpenting, sebagai bentuk perlawanan terhadap bisikan setan yang senantiasa berusaha merusak konsentrasi dan kekhusyuan seorang hamba dalam shalatnya.
Bacaan Doa Sujud Sahwi
Saat melakukan dua sujud sahwi, dianjurkan untuk membaca doa khusus. Bacaan yang paling masyhur dan sering diajarkan oleh para ulama adalah sebagai berikut. Membaca doa ini menunjukkan kesadaran kita atas kelemahan diri dan pengakuan atas kesempurnaan Allah SWT.
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو
Subhana man laa yanaamu wa laa yashuu.
Artinya: "Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa."
Tadabbur (Perenungan) Makna Doa Sujud Sahwi
Doa ini sangat singkat namun memiliki makna yang luar biasa dalam. Mari kita renungkan setiap frasa di dalamnya:
- Subhana (سُبْحَانَ): Kata ini berarti "Maha Suci". Ini adalah bentuk tasbih, sebuah pengakuan mutlak bahwa Allah SWT terbebas dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, dan sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Ketika kita lupa dalam shalat, kita sedang menunjukkan sifat kekurangan kita sebagai manusia. Dengan mengucapkan "Subhana", kita mengembalikan segala kesempurnaan hanya kepada Allah.
- Man laa yanaamu (مَنْ لَا يَنَامُ): Frasa ini berarti "Dzat yang tidak pernah tidur". Tidur adalah sebuah kebutuhan bagi makhluk untuk mengistirahatkan fisik dan pikiran. Tidur juga merupakan bentuk kelemahan dan ketidaksadaran sementara. Allah, Sang Pencipta, tidak membutuhkan istirahat dan tidak pernah tertimpa kantuk sedikit pun, sebagaimana ditegaskan dalam Ayat Kursi (QS. Al-Baqarah: 255). Pengakuan ini mengagungkan kekuasaan dan keabadian Allah yang senantiasa mengawasi dan mengatur seluruh alam semesta tanpa henti.
- Wa laa yashuu (وَلَا يَسْهُو): Dan frasa penutup ini berarti "dan tidak pernah lupa". Inilah inti dari doa sujud sahwi. Kita sebagai manusia melakukan sujud ini karena kita lupa, lalai, atau ragu. Maka, dalam sujud itu kita menegaskan bahwa sifat lupa adalah milik kita, para makhluk, sementara Allah sama sekali tidak pernah lupa. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang telah lalu, yang sedang terjadi, dan yang akan datang, tanpa ada satu detail pun yang terlewatkan.
Dengan merenungkan doa ini, sujud sahwi bukan lagi sekadar gerakan mekanis untuk memperbaiki kesalahan, melainkan menjadi momen introspeksi dan pengagungan yang mendalam terhadap kebesaran Allah SWT. Ini adalah pengakuan tulus dari seorang hamba yang lemah di hadapan Tuhannya yang Maha Sempurna.
Sebab-Sebab Dilakukannya Sujud Sahwi
Para ulama fiqih telah merangkum sebab-sebab yang mengharuskan atau menganjurkan seseorang melakukan sujud sahwi ke dalam tiga kategori utama: Azz-Ziyadah (menambah), An-Naqsh (mengurangi), dan Asy-Syakk (ragu-ragu).
1. Az-Ziyadah (Menambah Sesuatu dalam Shalat)
Menambah sesuatu dalam shalat secara tidak sengaja dapat berupa penambahan gerakan (seperti ruku', sujud, atau berdiri) atau rakaat. Jika penambahan ini dilakukan dengan sengaja, maka shalatnya batal. Namun, jika terjadi karena lupa, maka shalatnya tetap sah dan ditutup dengan sujud sahwi.
Contoh Kasus Penambahan:
- Menambah Rakaat: Seseorang shalat Dzuhur, karena lupa ia bangkit untuk rakaat kelima. Jika ia ingat saat sedang berdiri di rakaat kelima (sebelum ruku'), ia harus segera duduk tasyahud akhir dan kemudian melakukan sujud sahwi sebelum atau sesudah salam. Jika ia baru ingat setelah menyelesaikan rakaat kelima, maka shalatnya tetap sah, dan ia hanya perlu melakukan sujud sahwi setelah salam.
- Menambah Gerakan: Seseorang melakukan ruku' dua kali dalam satu rakaat karena lupa. Ia menyadarinya setelah kejadian. Maka ia melanjutkan shalatnya sampai selesai dan diakhiri dengan sujud sahwi. Hal yang sama berlaku jika ia sujud tiga kali dalam satu rakaat.
- Salam Sebelum Waktunya: Seseorang yang shalat Isya, karena lupa, ia mengucapkan salam pada rakaat kedua. Jika ia segera teringat (dalam waktu singkat dan belum melakukan banyak gerakan atau pembicaraan yang membatalkan shalat), ia harus segera berdiri untuk menyempurnakan sisa dua rakaatnya, lalu tasyahud akhir, dan melakukan sujud sahwi setelah salam.
2. An-Naqsh (Mengurangi Sesuatu dalam Shalat)
Mengurangi sesuatu dalam shalat terbagi menjadi dua jenis: meninggalkan rukun shalat dan meninggalkan wajib shalat. Konsekuensinya berbeda.
a. Meninggalkan Rukun Shalat
Rukun adalah bagian inti dari shalat yang jika ditinggalkan, sengaja maupun tidak, maka shalatnya tidak sah, dan rakaat tempat rukun itu ditinggalkan dianggap tidak terhitung. Contoh rukun adalah takbiratul ihram, berdiri bagi yang mampu, membaca Al-Fatihah, ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tasyahud akhir.
Bagaimana solusinya?
- Jika seseorang teringat telah meninggalkan rukun (misalnya ruku') sebelum ia sampai pada posisi rukun yang sama di rakaat berikutnya, maka ia harus segera kembali ke posisi rukun yang tertinggal itu dan melanjutkan shalatnya dari sana.
- Jika ia baru teringat telah meninggalkan rukun setelah ia sampai pada posisi rukun yang sama di rakaat berikutnya, maka rakaat yang kurang tersebut dianggap batal (tidak dihitung), dan rakaat yang sedang ia kerjakan saat ini menjadi penggantinya.
Dalam kedua kondisi tersebut, setelah menyempurnakan kekurangan rakaat, ia wajib melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Contoh: Seseorang sedang shalat Ashar. Pada rakaat kedua, ia lupa tidak melakukan ruku', langsung sujud. Ketika ia sedang sujud, ia teringat belum ruku'. Maka ia harus segera bangkit untuk berdiri, lalu ruku', i'tidal, dan mengulang sujudnya. Kemudian ia melanjutkan shalat seperti biasa dan melakukan sujud sahwi sebelum salam.
b. Meninggalkan Wajib Shalat
Wajib shalat adalah bagian penting shalat yang jika ditinggalkan dengan sengaja membatalkan shalat, tetapi jika ditinggalkan karena lupa, tidak membatalkan shalat dan dapat ditambal dengan sujud sahwi. Contoh wajib shalat adalah tasyahud awal dan duduk untuk tasyahud awal, serta takbir intiqal (takbir perpindahan gerakan).
Bagaimana solusinya?
- Jika seseorang lupa melakukan tasyahud awal dan sudah terlanjur berdiri tegak untuk rakaat ketiga, maka ia tidak boleh kembali duduk. Ia harus melanjutkan shalatnya sampai selesai dan melakukan sujud sahwi sebelum salam.
- Namun, jika ia teringat sebelum berdiri sempurna (masih dalam posisi transisi dari duduk ke berdiri), maka ia dianjurkan untuk kembali duduk dan melakukan tasyahud awal, kemudian melanjutkan shalat dan tidak perlu sujud sahwi dalam kasus ini menurut sebagian ulama, meskipun sebagian lain tetap menganjurkannya untuk kehati-hatian.
Sujud sahwi dalam kasus meninggalkan wajib shalat berfungsi sebagai pengganti (jabr) dari kewajiban yang terlewatkan itu.
3. Asy-Syakk (Ragu-ragu dalam Shalat)
Keraguan dalam shalat adalah kondisi di mana seseorang tidak yakin mengenai jumlah rakaat yang telah ia kerjakan atau gerakan yang telah ia lakukan. Prinsip utama dalam mengatasi keraguan adalah "membangun di atas keyakinan" (al-bana' 'ala al-yaqin).
Artinya, ambillah jumlah yang paling sedikit (yang paling diyakini) dan sempurnakan kekurangannya. Kemudian, lakukan sujud sahwi.
Contoh Kasus Keraguan:
- Ragu Jumlah Rakaat: Seseorang sedang shalat Maghrib dan ragu apakah ia sudah berada di rakaat kedua atau ketiga. Yang ia yakini adalah ia sudah menyelesaikan dua rakaat. Maka, ia harus menganggapnya sebagai rakaat kedua, lalu ia mengerjakan satu rakaat lagi untuk menggenapinya menjadi tiga. Setelah tasyahud akhir, ia melakukan sujud sahwi sebelum salam.
- Ragu Setelah Selesai Shalat: Jika keraguan muncul setelah selesai mengucapkan salam, maka keraguan tersebut tidak perlu dianggap, dan shalatnya dianggap sah. Kecuali jika ia memiliki keyakinan kuat bahwa shalatnya memang kurang (misalnya ada saksi yang mengingatkan), barulah ia harus menyempurnakan kekurangannya dan melakukan sujud sahwi. Ini untuk mencegah pintu was-was yang berlebihan.
Penting untuk membedakan antara keraguan (syakk) dengan was-was. Was-was adalah bisikan atau keraguan yang muncul terus-menerus tanpa dasar yang kuat dan seringkali berlebihan. Was-was tidak perlu dihiraukan, karena itu berasal dari setan yang ingin merusak ibadah.
Tata Cara Pelaksanaan Sujud Sahwi
Terdapat dua pendapat utama di kalangan ulama mengenai waktu pelaksanaan sujud sahwi: sebelum salam atau sesudah salam. Keduanya didasarkan pada hadis-hadis yang shahih dari Rasulullah SAW, sehingga keduanya boleh diamalkan. Namun, para ulama memberikan rincian kapan sebaiknya dilakukan sebelum salam dan kapan sesudah salam untuk menggabungkan semua dalil yang ada.
1. Tata Cara Sujud Sahwi Sebelum Salam (Qabla as-Salam)
Sujud sahwi sebelum salam umumnya dilakukan untuk kasus kekurangan (An-Naqsh) atau keraguan (Asy-Syakk) di mana seseorang membangun di atas keyakinan (jumlah rakaat yang lebih sedikit).
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Setelah selesai membaca tasyahud akhir (sampai bacaan "innaka hamiidum majiid") dan sebelum mengucapkan salam, langsung bertakbir ("Allahu Akbar") kemudian sujud.
- Dalam sujud tersebut, bacalah doa sujud sahwi: "Subhana man laa yanaamu wa laa yashuu" (atau bacaan tasbih sujud biasa: "Subhaana robbiyal a'laa").
- Bangkit dari sujud pertama sambil bertakbir ("Allahu Akbar") lalu duduk iftirasy (duduk di antara dua sujud). Dianjurkan membaca doa "Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu'annii".
- Bertakbir lagi ("Allahu Akbar") lalu melakukan sujud yang kedua, dan membaca doa yang sama seperti pada sujud pertama.
- Bangkit dari sujud kedua sambil bertakbir ("Allahu Akbar") dan langsung duduk dalam posisi tasyahud akhir.
- Tanpa mengulang tasyahud, langsung mengucapkan salam ke kanan ("Assalaamu'alaikum wa rahmatullah") dan ke kiri. Shalat pun selesai.
2. Tata Cara Sujud Sahwi Sesudah Salam (Ba'da as-Salam)
Sujud sahwi sesudah salam umumnya dilakukan untuk kasus penambahan (Az-Ziyadah) dalam shalat atau keraguan di mana seseorang berusaha mengingat dan menemukan mana yang lebih kuat dugaannya (taharry).
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Selesaikan shalat secara normal, yaitu setelah tasyahud akhir, ucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
- Setelah salam, bertakbir ("Allahu Akbar") lalu langsung bersujud.
- Dalam sujud, bacalah doa sujud sahwi atau tasbih sujud biasa.
- Bangkit dari sujud pertama sambil bertakbir ("Allahu Akbar") dan duduk iftirasy.
- Bertakbir lagi ("Allahu Akbar") lalu melakukan sujud yang kedua, dan membaca doa yang sama.
- Bangkit dari sujud kedua sambil bertakbir ("Allahu Akbar") dan duduk dalam posisi tasyahud akhir.
- Setelah itu, ucapkan salam lagi ke kanan dan ke kiri untuk mengakhiri rangkaian ibadah.
Fleksibilitas dalam memilih antara sebelum atau sesudah salam ini menunjukkan kemudahan dalam syariat Islam. Mana pun yang dipilih, selama didasari oleh dalil yang benar, maka Insya Allah sah. Mengikuti panduan rinci dari para ulama membantu kita untuk lebih presisi dalam mengamalkan sunnah.
Beberapa Pertanyaan Penting Seputar Sujud Sahwi
Bagaimana jika makmum lupa dalam shalat berjamaah?
Dalam shalat berjamaah, makmum terikat dengan imamnya. Jika seorang makmum melakukan kesalahan atau lupa (misalnya lupa membaca doa iftitah atau membaca surat pendek), ia tidak perlu melakukan sujud sahwi sendiri. Imam menanggung kesalahan makmum tersebut. Makmum hanya wajib mengikuti sujud sahwi yang dilakukan oleh imam.
Bagaimana jika imam yang lupa?
Jika imam lupa, maka ia akan melakukan sujud sahwi, dan seluruh makmum wajib mengikutinya, meskipun makmum tersebut tidak merasa ada kesalahan dalam shalatnya. Jika imam lupa dan tidak melakukan sujud sahwi, makmum dianjurkan untuk mengingatkannya dengan ucapan "Subhanallah" bagi laki-laki atau dengan menepuk punggung telapak tangan bagi perempuan. Jika imam tetap tidak melakukan sujud sahwi, maka setelah imam salam, makmum disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi sendiri sebelum ia salam.
Apa yang harus dilakukan jika lupa melakukan sujud sahwi dan baru teringat setelah shalat selesai?
Jika seseorang lupa melakukan sujud sahwi dan baru teringat setelah salam, para ulama memberikan rincian:
- Jika rentang waktunya masih singkat, ia belum beranjak jauh dari tempat shalatnya, dan belum berbicara banyak atau melakukan hal yang membatalkan shalat, maka ia bisa langsung melakukan sujud sahwi (dua kali sujud) kemudian salam lagi.
- Namun, jika sudah berlalu waktu yang lama, sudah berpindah tempat, atau sudah banyak berbicara, maka ia tidak perlu lagi melakukan sujud sahwi, dan shalatnya Insya Allah tetap sah.
Apakah sujud sahwi berlaku untuk shalat sunnah?
Ya, hukum sujud sahwi berlaku untuk shalat fardhu maupun shalat sunnah (seperti shalat Dhuha, Tahajud, Rawatib, dan lainnya). Jika terjadi sebab-sebab yang mengharuskan sujud sahwi dalam shalat sunnah, maka dianjurkan untuk melakukannya sebagaimana dalam shalat fardhu.
Bagaimana jika dalam satu shalat terjadi beberapa kali lupa?
Jika dalam satu shalat terjadi beberapa kali lupa (misalnya lupa tasyahud awal dan ragu jumlah rakaat), maka semuanya cukup diganti dengan satu kali pelaksanaan sujud sahwi (dua kali sujud) di akhir shalat. Tidak perlu melakukan sujud sahwi berulang kali untuk setiap kesalahan.
Hikmah di Balik Syariat Sujud Sahwi
Sujud sahwi bukan sekadar prosedur teknis, melainkan mengandung hikmah yang mendalam bagi seorang Muslim:
- Mengakui Sifat Kemanusiaan: Sujud sahwi adalah pengakuan jujur bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan pelupa. Ini menumbuhkan sifat rendah hati (tawadhu') di hadapan Allah Yang Maha Sempurna.
- Menunjukkan Kesempurnaan Islam: Adanya syariat ini menunjukkan betapa detail dan sempurnanya ajaran Islam, yang memberikan solusi untuk setiap problematika ibadah yang dihadapi umatnya.
- Menyempurnakan Ibadah: Ia berfungsi sebagai penambal atau penyempurna shalat yang memiliki kekurangan, sehingga nilai ibadah kita tetap terjaga.
- Menghinakan Setan: Sebagaimana disebutkan dalam hadis, sujud sahwi adalah cara untuk melawan dan menghinakan setan yang telah berusaha mengganggu kekhusyuan kita dalam shalat.
- Meningkatkan Fokus: Mengetahui adanya solusi ini membuat kita lebih tenang saat mengalami kelupaan, namun di sisi lain juga mendorong kita untuk senantiasa berusaha lebih khusyu' dan fokus agar tidak perlu melakukannya.
Pada akhirnya, sujud sahwi adalah manifestasi dari rahmat Allah yang luas. Ia mengajarkan kita bahwa pintu ampunan dan perbaikan selalu terbuka. Kesalahan dalam ibadah bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah kesempatan untuk kembali bersujud, mengakui kelemahan diri, dan mengagungkan kesempurnaan Sang Ilahi Rabbi. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menjaga kualitas shalat kita.