Pertanyaan mendasar yang sering muncul, terutama bagi mereka yang baru mengenal kuliner khas Indonesia, adalah: babat itu apanya sapi? Jawabannya sangat spesifik dan berkaitan langsung dengan sistem pencernaan unik hewan ternak ruminansia ini. Babat adalah nama umum yang diberikan untuk lambung sapi, atau lebih tepatnya, lapisan otot dari empat bagian utama lambung sapi. Bagian ini merupakan salah satu jauran atau organ dalam yang paling populer dan dicari dalam dunia masak-memasak, memiliki tekstur kenyal yang khas dan kemampuan luar biasa untuk menyerap bumbu.
Sapi adalah hewan ruminansia, yang berarti mereka memiliki sistem pencernaan yang sangat kompleks, terdiri dari empat kompartemen lambung yang berbeda. Keempat kompartemen inilah yang secara kolektif dikenal sebagai "babat" di pasar dan dapur. Memahami fungsi masing-masing kompartemen adalah kunci untuk membedakan jenis babat yang akan Anda temukan di piring Anda.
Sistem lambung empat ruang sapi dirancang untuk memecah selulosa dan serat keras yang ditemukan dalam rumput dan pakan. Proses ini melibatkan pencernaan mikroba yang ekstensif, di mana makanan dimuntahkan kembali dan dikunyah lagi (memamah biak). Keempat ruang tersebut adalah Rumen, Retikulum, Omasum, dan Abomasum. Masing-masing ruang ini memiliki struktur internal yang berbeda, dan perbedaan struktur inilah yang menghasilkan variasi tekstur babat yang dijual di pasaran.
Diagram skematis menunjukkan tiga jenis babat utama berdasarkan lokasi anatomisnya.
Ketika kita membahas "babat" di pasar tradisional atau restoran, kita hampir selalu merujuk pada tiga kompartemen pertama. Masing-masing memiliki ciri fisik yang khas dan memerlukan teknik pembersihan dan pengolahan yang sedikit berbeda untuk memaksimalkan kelezatannya.
Rumen adalah kompartemen lambung terbesar, sering kali menampung hingga 80% dari total isi lambung. Dinding bagian dalam rumen ditutupi oleh lapisan papila kecil yang menyerupai lipatan-lipatan kasar, mirip permukaan handuk mandi. Inilah asal mula nama populernya: Babat Handuk. Teksturnya sangat tebal, kenyal, dan kokoh. Karena fungsinya sebagai tempat fermentasi utama, Babat Handuk cenderung membutuhkan waktu perebusan yang paling lama agar menjadi empuk dan menghilangkan aroma khasnya yang kuat. Babat jenis ini sangat ideal untuk hidangan yang membutuhkan potongan besar yang tidak mudah hancur, seperti soto babat atau babat goreng bumbu bacem.
Penggunaan babat handuk dalam masakan memerlukan kesabaran tinggi dalam proses marinasi dan perebusan. Ketebalan dinding rumen menjadikannya penyerap bumbu yang hebat setelah dilembutkan, tetapi jika proses perebusan awal tidak sempurna, hasilnya bisa menjadi alot seperti karet dan sulit dikunyah. Maka, memastikan babat handuk direbus dengan rempah aromatik seperti daun salam, serai, dan jahe adalah langkah krusial yang tidak boleh diabaikan, bahkan sebelum masuk ke bumbu masakan utama.
Retikulum adalah kompartemen kedua, yang terletak dekat dengan diafragma. Ciri khas Retikulum adalah permukaannya yang unik, tersusun dari lipatan-lipatan berbentuk heksagonal yang sangat rapi, persis seperti sarang lebah atau jaring. Inilah yang membuatnya dikenal sebagai Babat Sarang Lebah (Honeycomb Tripe). Secara fungsional, retikulum bertugas menyaring partikel pakan yang besar agar dikembalikan ke mulut untuk dikunyah ulang.
Dalam dunia kuliner, Babat Sarang Lebah dianggap sebagai jenis babat yang paling premium dan paling disukai. Teksturnya lebih lembut dibandingkan Babat Handuk, dan bentuknya yang berongga memungkinkan bumbu kuah meresap hingga ke dalam celah-celah kecil, memberikan ledakan rasa di setiap gigitan. Proses pembersihannya relatif lebih mudah karena bentuknya yang teratur, namun perlu dipastikan tidak ada sisa kotoran yang terperangkap di dalam kantong heksagonal tersebut. Babat Sarang Lebah cocok untuk masakan berkuah kental seperti gulai atau kari babat.
Omasum adalah kompartemen ketiga, yang berfungsi menyerap air dan mineral dari pakan yang sudah dicerna sebagian. Struktur internalnya sangat khas, terdiri dari banyak lapisan lipatan tipis yang berjejer rapat, menyerupai lembaran-lembaran buku yang ditumpuk. Karena bentuknya ini, ia populer disebut Babat Buku atau Babat Lipat (Leaf Tripe).
Omasum memiliki tekstur yang jauh lebih lembut dan tidak sekenyal dua jenis babat sebelumnya. Meskipun demikian, membersihkan Babat Buku memerlukan perhatian ekstra karena kotoran dan residu pakan sering terperangkap di antara setiap lembar lipatan. Dalam masakan, Babat Buku sering digunakan dalam hidangan tumisan cepat atau ditambahkan ke sup di akhir proses memasak karena tidak membutuhkan waktu lama untuk menjadi empuk. Teksturnya yang berlapis memberikan sensasi yang berbeda di mulut, lebih ringan dan kurang padat dibanding Babat Handuk.
Abomasum adalah kompartemen keempat, dan sering disebut sebagai "lambung sejati" karena fungsinya mirip dengan lambung hewan non-ruminansia (monogastrik), yaitu tempat sekresi asam lambung dan enzim pencernaan. Bagian ini jarang dijual atau dikonsumsi sebagai babat karena lapisan dindingnya lebih tipis dan halus (glandular). Jika pun digunakan, ia biasanya dicampur dengan jeroan lain. Karena sifatnya yang lebih tipis dan kurang bertekstur, Abomasum tidak memiliki daya tarik kuliner yang sama dengan ketiga jenis babat di atas, yang dikenal karena kekenyalan dan ketebalan lapisan ototnya.
Kelezatan babat sangat bergantung pada tahap persiapan, terutama pembersihannya. Karena babat adalah organ pencernaan, ia secara alami membawa residu pakan dan aroma yang kuat. Proses pembersihan yang tidak memadai dapat menghasilkan babat yang masih berbau, berlendir, dan mengurangi kenikmatan saat dikonsumsi. Inilah rahasia para juru masak profesional dalam mengolah babat dari mentah hingga siap bumbu.
Proses pencucian awal ini adalah fondasi. Tanpa pencucian yang sempurna, bau amis atau bau lambung akan tetap melekat, yang bahkan tidak dapat ditutupi oleh bumbu paling kuat sekalipun. Kunci keberhasilannya adalah kesabaran dan kejelian untuk memastikan setiap sudut lipatan telah terbebas dari residu.
Setelah babat bersih secara fisik, langkah selanjutnya adalah menghilangkan bau khas yang melekat. Ini dilakukan melalui dua tahap perebusan:
Keberhasilan dalam membuat babat yang lezat terletak pada keseimbangan antara keempukan dan kekenyalan. Babat yang terlalu lama direbus akan kehilangan tekstur khasnya dan menjadi lembek, sedangkan yang kurang matang akan tetap alot dan sulit dikunyah, merusak pengalaman bersantap.
Meskipun sering dianggap sebagai makanan 'murahan' atau hanya jeroan, babat sapi ternyata menawarkan profil nutrisi yang menarik, terutama bagi mereka yang mencari sumber protein padat. Tentu saja, seperti jeroan lainnya, konsumsi harus dalam batas wajar, mengingat beberapa potensi kandungan kolesterolnya.
Secara umum, babat sapi merupakan sumber protein hewani yang sangat baik. Dalam 100 gram babat yang sudah dimasak (tanpa tambahan lemak berlebihan), terkandung:
Isu utama yang sering dikaitkan dengan konsumsi babat adalah kolesterol. Meskipun babat mengandung kolesterol, jumlahnya tidak setinggi jeroan glandular (seperti hati). Tantangan kesehatan utama dari hidangan babat Indonesia justru seringkali datang dari cara pengolahannya—yaitu penggunaan santan kental, minyak berlebihan untuk menggoreng, atau porsi gula yang tinggi (seperti pada Babat Gongso). Untuk menjaga manfaat nutrisinya, disarankan mengolah babat dengan cara direbus atau ditumis dengan sedikit minyak, menghindari santan yang terlalu pekat.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa babat yang dikonsumsi berasal dari sapi yang sehat dan proses pembersihannya dilakukan secara higienis, mengingat ia adalah organ yang membawa sisa-sisa pakan.
Di Indonesia, babat diolah menjadi berbagai hidangan khas daerah, masing-masing dengan karakter bumbu yang unik. Teksturnya yang kenyal menjadikannya alternatif yang menyenangkan dari daging sapi biasa.
Soto babat adalah salah satu sajian paling ikonik yang menggunakan babat sebagai bintang utama. Kuahnya yang kaya rempah dan berwarna kuning cerah, ditambah dengan tekstur kenyal babat, menjadikannya hidangan yang sangat memuaskan, sering kali disajikan bersama nasi hangat, sambal, dan perasan jeruk nipis.
Detail pada proses pemasakan soto babat, mulai dari pemilihan babat sarang lebah yang menyerap kuah hingga durasi simmering yang lama, menentukan apakah soto tersebut hanya sup biasa atau sebuah karya kuliner yang kaya raya. Rasa jahe dan kunyit harus terasa menonjol, memberikan efek menghangatkan yang sempurna.
Babat Gongso adalah hidangan tumisan kering yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Kata "Gongso" berarti tumis, dan hidangan ini dikenal karena bumbu kentalnya yang didominasi oleh kecap manis, bawang, dan cabai, menghasilkan perpaduan rasa manis, gurih, dan pedas yang sangat intensif.
Keunikan Babat Gongso terletak pada kontras teksturnya; babat yang kenyal namun empuk diselimuti bumbu yang pekat dan lengket hasil karamelisasi gula dan kecap manis. Hidangan ini menuntut penggunaan cabai rawit dalam jumlah yang tidak sedikit, menjadikannya favorit bagi penggemar makanan pedas yang serius. Proses gongso juga harus dilakukan dengan cepat dan api besar untuk mempertahankan tekstur babat agar tidak menjadi terlalu keras setelah terkena panas berulang.
Nasi Goreng Babat adalah varian nasi goreng yang menggunakan babat sebagai sumber protein utamanya, sering disajikan dengan tingkat kepedasan yang tinggi dan aroma yang smoky (hangus wajan) yang khas.
Penggunaan babat dalam nasi goreng memberikan tekstur yang jauh lebih menarik daripada hanya menggunakan daging ayam atau sosis. Kekenyalan babat yang sudah empuk kontras dengan butiran nasi yang terpisah. Rahasia kelezatan nasi goreng babat terletak pada penggunaan nasi yang dingin (agar tidak lembek) dan panas wajan yang maksimal, serta keberanian menggunakan terasi untuk mengangkat rasa umami babat.
Membeli babat segar memerlukan sedikit pengetahuan agar mendapatkan kualitas terbaik yang mudah diolah dan aman dikonsumsi. Karena ini adalah jeroan, risiko kerusakan atau kontaminasi lebih tinggi dibandingkan daging otot biasa.
Babat mentah sebaiknya segera diolah atau dibekukan. Jika Anda membeli babat hitam yang belum dicuci, segera bersihkan secara menyeluruh sesuai prosedur di atas.
Babat yang telah dibekukan dan kemudian dicairkan hanya boleh dicairkan di kulkas atau di bawah air mengalir dingin, tidak boleh di suhu ruangan, untuk meminimalkan risiko pertumbuhan bakteri.
Meskipun babat sangat populer di Indonesia (terutama Jawa, Sumatera, dan Sulawesi), ia juga memiliki sejarah panjang dan tempat terhormat dalam berbagai tradisi kuliner di seluruh dunia, membuktikan bahwa jeroan ini dihargai secara universal karena teksturnya yang unik dan kemampuannya menyerap rasa.
Di Italia, babat dikenal sebagai trippa. Hidangan ini adalah makanan klasik, terutama di wilayah Roma dan Florence. Trippa alla Romana adalah hidangan babat yang dimasak perlahan dalam saus tomat yang kaya, diberi bumbu cengkeh, dan ditaburi keju Pecorino Romano yang tajam. Mereka menggunakan berbagai jenis babat, termasuk cuffia (Retikulum) dan centopelli (Omasum). Kelezatan Trippa Italia terletak pada keasaman saus tomat yang menyeimbangkan rasa kaya dari jeroan, dan proses masak yang sangat lama untuk mencapai keempukan sempurna.
Di Spanyol, terutama di Madrid, hidangan yang serupa disebut Callos a la Madrileña. Ini adalah rebusan babat (biasanya jenis Handuk dan Sarang Lebah) yang dimasak dengan sosis chorizo yang pedas, ham, dan paprika. Hidangan ini disajikan panas sebagai makanan musim dingin yang menghangatkan, dengan aroma paprika asap dan rempah-rempah yang kuat. Kontras antara tekstur babat yang lembut dan potongan sosis yang padat menjadi ciri khasnya.
Di Cina, khususnya dalam tradisi Dim Sum Kanton, babat (atau ngau pak yip) sering dikukus atau direbus dalam saus lada hitam yang gurih atau saus jahe dan bawang putih. Sementara di Vietnam dan Thailand, babat sering ditambahkan ke dalam sup mie atau Pho, memberikan kompleksitas tekstur pada kuah kaldu yang bening. Di Korea, babat juga sering dipanggang (gopchang) sebagai hidangan barbekyu yang populer.
Penggunaan babat secara global menunjukkan bahwa terlepas dari perbedaan bumbu dan teknik, jeroan ini dihargai karena sifatnya yang chewy dan kemampuannya menjadi kanvas untuk berbagai rasa, mulai dari asam-manis Italia hingga pedas-berani Indonesia. Kehadiran babat dalam tradisi kuliner yang beragam ini memperkuat posisinya sebagai komponen makanan yang berharga, bukan sekadar sisa-sisa pemotongan.
Sebagai penutup, kita kembali pada pertanyaan inti: babat itu apanya sapi? Babat adalah organ lambung sapi yang unik, terdiri dari Rumen, Retikulum, Omasum, dan Abomasum. Organ ini telah berevolusi menjadi salah satu jeroan yang paling penting dan paling serbaguna dalam kancah kuliner, khususnya di Asia Tenggara. Kekhasannya tidak hanya terletak pada tekstur kenyalnya yang khas, tetapi juga pada kapasitasnya untuk menyerap bumbu dengan intensitas yang tinggi, menjadikannya bahan utama dalam soto, gulai, dan hidangan gongso yang terkenal.
Menguasai seni mengolah babat membutuhkan penghormatan terhadap proses, mulai dari pembersihan yang cermat untuk menghilangkan bau tak sedap, hingga perebusan yang sabar untuk mencapai keempukan yang ideal. Baik itu Babat Sarang Lebah yang mewah karena rongga penyerap bumbunya, maupun Babat Handuk yang tebal dan memuaskan, babat sapi terus menjadi bukti kekayaan kuliner Indonesia yang mampu mengubah bagian ternak yang paling sederhana menjadi hidangan yang luar biasa rumit dan lezat. Babat bukan sekadar lauk; ia adalah narasi tentang sejarah kuliner, teknik memasak, dan kekayaan anatomi sapi ruminansia.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang jenis, cara pengolahan, dan nilai gizinya, kita dapat semakin menghargai betapa istimewanya babat sapi sebagai warisan kuliner yang patut dilestarikan dan dinikmati, memberikan pengalaman bersantap yang kaya akan tekstur, aroma, dan rasa yang sulit ditandingi oleh jenis daging lainnya.
Penting untuk memahami bahwa tekstur yang berbeda pada setiap jenis babat menuntut penyesuaian resep. Babat Handuk (Rumen), dengan lipatan kasar dan ketebalannya, adalah yang paling menantang. Kekuatan strukturalnya membuatnya ideal untuk penggorengan atau pembaceman karena ia akan mempertahankan bentuk dan kekenyalannya bahkan setelah digoreng kering. Sebaliknya, jika Babat Buku (Omasum) digunakan dalam hidangan yang membutuhkan perebusan sangat lama, ia akan cenderung bubar atau menjadi terlalu rapuh karena sifatnya yang berlapis tipis. Oleh karena itu, Babat Buku lebih cocok untuk tumisan cepat. Penguasaan pemilihan jenis babat berdasarkan tujuan masakan adalah tanda dari juru masak yang berpengalaman. Sebagai contoh, dalam membuat soto babat, campuran Babat Handuk dan Sarang Lebah memberikan kontras tekstur yang paling disukai—kekenyalan padat dari Handuk dan kelembutan penyerap kuah dari Sarang Lebah. Keputusan ini, yang tampaknya sederhana, secara dramatis memengaruhi hasil akhir hidangan. Perhatian terhadap detail anatomis ini merupakan kunci untuk menghasilkan sajian babat yang sempurna dan bertekstur.
Masalah paling umum dalam mengolah babat adalah kegagalan mencapai keempukan yang diinginkan. Banyak yang mencoba mempercepat proses perebusan dengan panci presto, namun terkadang, tekanan tinggi justru membuat babat menjadi rapuh tetapi tetap terasa alot di tengahnya jika tidak diproses dengan benar sejak awal. Perebusan yang ideal harus dilakukan dengan api kecil (simmering) setelah air mendidih. Ketika babat direbus dengan api besar, serat-seratnya akan berkontraksi terlalu cepat, menghasilkan tekstur yang keras. Dengan api kecil, jaringan kolagen memiliki waktu untuk terurai menjadi gelatin secara perlahan, yang menghasilkan babat yang empuk namun tetap menjaga kekenyalan ototnya. Penambahan rempah aromatik seperti nanas muda atau sedikit soda kue selama perebusan kedua juga dipercaya oleh beberapa koki dapat membantu mempercepat pemecahan serat tanpa merusak rasa, meskipun penggunaan rempah alami seperti jahe dan daun salam tetap menjadi metode yang paling aman dan tradisional untuk menjamin kualitas rasa dan aroma.
Selain ketiga jenis babat utama, ada pula penggunaan babat dalam bentuk lain. Misalnya, bagian-bagian dari jaringan ikat yang menempel pada babat sering diolah menjadi kaldu yang sangat kaya kolagen. Kaldu babat ini, meski jarang dibuat murni, sering menjadi basis kuah yang digunakan dalam hidangan soto atau sup tradisional, memberikan kedalaman rasa umami yang sulit ditiru oleh kaldu daging biasa. Di beberapa daerah, terutama di kuliner Sunda, babat juga diolah menjadi lauk pelengkap seperti bumbu ungkep, di mana babat direbus dalam bumbu kuning kental (kunyit, bawang, ketumbar) sebelum digoreng sebentar, menciptakan lapisan luar yang renyah namun bagian dalamnya tetap lembut. Varian ini menunjukkan fleksibilitas babat sebagai bahan pangan yang dapat beradaptasi dari hidangan berkuah pekat hingga lauk goreng kering.
Pengalaman menyantap babat, dari rasa manis pedas Babat Gongso hingga kehangatan Soto Babat, adalah sebuah perjalanan tekstural dan aromatik. Ini menegaskan bahwa babat sapi, sebagai organ pencernaan ruminansia, bukan sekadar komponen sampingan, melainkan sebuah komoditas kuliner yang kompleks yang menuntut keahlian dan pengetahuan dalam setiap langkah persiapannya, mulai dari pasar hingga penyajian di meja makan. Keberadaannya dalam kuliner global dan Nusantara menjadi pengingat akan pentingnya memanfaatkan setiap bagian dari hewan ternak, menghargai nilai gizi dan potensi rasa yang tersembunyi di balik jeroan yang mungkin terlihat sederhana.