Memahami Shalat Sunnah Rawatib: Pengertian, Kedudukan, dan Keutamaannya

Ilustrasi shalat sunnah

Ilustrasi sebuah masjid sebagai simbol tempat dilaksanakannya shalat.

Dalam khazanah ibadah umat Islam, shalat menempati posisi sentral yang tak tergantikan. Ia adalah tiang agama dan amalan pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Selain shalat fardhu lima waktu yang menjadi kewajiban utama, Islam juga menganjurkan berbagai shalat sunnah sebagai penyempurna dan penambah pundi-pundi pahala. Di antara sekian banyak shalat sunnah, ada satu jenis yang memiliki kedudukan istimewa karena keterkaitannya yang erat dengan shalat fardhu, yaitu Shalat Sunnah Rawatib.

Lantas, shalat sunnah rawatib adalah ibadah yang seperti apa? Mengapa ia begitu dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ? Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan shalat sunnah rawatib, mulai dari pengertian dasarnya, pembagiannya, tata cara pelaksanaannya, hingga keutamaan-keutamaan agung yang dijanjikan bagi mereka yang tekun menjalankannya. Memahaminya secara mendalam bukan hanya akan menambah wawasan keislaman, tetapi juga diharapkan dapat memotivasi kita untuk menjadikannya sebagai amalan harian yang tak terpisahkan.

Definisi dan Kedudukan Shalat Sunnah Rawatib

Untuk memahami esensi dari sebuah amalan, kita perlu memulai dari definisinya. Dengan memahami makna dan kedudukannya dalam syariat, kita akan lebih termotivasi untuk mengamalkannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

Pengertian Secara Bahasa dan Istilah

Istilah "Shalat Sunnah Rawatib" terdiri dari tiga kata: Shalat, Sunnah, dan Rawatib.

Dengan demikian, jika digabungkan, shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan secara teratur dan berkesinambungan mengiringi shalat fardhu lima waktu, baik yang dikerjakan sebelum (qabliyah) maupun sesudah (ba'diyah) shalat fardhu tersebut.

Kedudukan dalam Syariat Islam

Kedudukan shalat sunnah rawatib sangatlah tinggi di dalam Islam. Ia ibarat pagar yang melindungi rumah, atau perhiasan yang melengkapi keindahan sebuah pakaian. Shalat fardhu adalah pokoknya, fondasinya. Sementara shalat sunnah rawatib adalah pelengkap, penyempurna, dan penjaganya. Rasulullah ﷺ sangat menjaga pelaksanaan shalat-shalat ini dan jarang sekali meninggalkannya, terutama yang tergolong mu'akkad (sangat dianjurkan).

Fungsi utamanya adalah untuk menambal kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi saat kita melaksanakan shalat fardhu. Terkadang, kita shalat dalam keadaan kurang khusyuk, pikiran melayang, atau bacaan yang kurang sempurna. Di sinilah peran penting shalat rawatib. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

"Sesungguhnya amalan seorang hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia telah beruntung dan selamat. Namun jika shalatnya rusak, maka ia telah merugi. Jika ada kekurangan pada shalat fardhunya, Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah?’ Maka disempurnakanlah kekurangan pada shalat fardhunya itu dengan amalan sunnahnya. Kemudian, amalan-amalan lainnya pun dihisab seperti itu." (HR. Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)

Hadis ini secara gamblang menunjukkan betapa vitalnya peran shalat sunnah, khususnya rawatib, sebagai "dana talangan" untuk menyempurnakan ibadah wajib kita di hadapan Allah kelak.

Klasifikasi Shalat Sunnah Rawatib

Para ulama membagi shalat sunnah rawatib menjadi dua kategori utama berdasarkan tingkat anjurannya dan konsistensi Rasulullah ﷺ dalam melaksanakannya. Pembagian ini penting untuk diketahui agar kita dapat memprioritaskan amalan mana yang sebaiknya tidak pernah ditinggalkan.

1. Shalat Rawatib Mu'akkad (Sangat Dianjurkan)

Rawatib Mu'akkad adalah shalat sunnah rawatib yang sangat ditekankan anjurannya dan hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ, baik saat beliau sedang di rumah (mukim) maupun dalam beberapa keadaan saat bepergian (safar). Jumlahnya ada 10 atau 12 rakaat dalam sehari semalam. Perbedaan jumlah ini muncul dari riwayat hadis yang berbeda, namun keduanya sama-sama sahih.

Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

"Aku hafal dari Nabi ﷺ sepuluh rakaat (sunnah rawatib): dua rakaat sebelum Dzuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sementara itu, hadis dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha menyebutkan 12 rakaat dengan keutamaan yang luar biasa:

"Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari semalam sebanyak dua belas rakaat, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga." (HR. Muslim)

Rincian dari 12 rakaat tersebut adalah:

2. Shalat Rawatib Ghairu Mu'akkad (Dianjurkan)

Rawatib Ghairu Mu'akkad adalah shalat sunnah rawatib yang juga dianjurkan, namun tingkat penekanannya di bawah rawatib mu'akkad. Artinya, Rasulullah ﷺ terkadang mengerjakannya dan terkadang meninggalkannya. Mengerjakannya mendatangkan pahala besar, namun tidak sekuat anjuran pada kategori mu'akkad. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:

Panduan Lengkap Tata Cara Pelaksanaan

Mengerjakan shalat sunnah rawatib pada dasarnya sama seperti mengerjakan shalat sunnah lainnya, yaitu dikerjakan dua rakaat salam, dua rakaat salam. Namun, ada beberapa detail penting terkait waktu, niat, dan bacaan yang perlu diperhatikan agar ibadah kita lebih sempurna.

Waktu Pelaksanaan Setiap Shalat Rawatib

Ketepatan waktu adalah kunci dalam pelaksanaan shalat rawatib. Berikut adalah rincian waktunya:

Niat Shalat Sunnah Rawatib

Niat adalah rukun hati yang membedakan satu ibadah dengan ibadah lainnya. Niat shalat rawatib cukup dihadirkan di dalam hati saat takbiratul ihram. Tidak ada lafaz niat khusus yang wajib diucapkan, namun melafalkannya untuk membantu konsentrasi hati diperbolehkan oleh sebagian ulama.

Contoh niat di dalam hati:

Yang terpenting adalah kesadaran hati bahwa kita sedang melaksanakan shalat sunnah tertentu yang mengiringi shalat fardhu.

Rukun dan Gerakan Shalat

Gerakan dan rukun shalat sunnah rawatib sama persis dengan shalat pada umumnya. Ia terdiri dari rukun-rukun berikut:

  1. Niat di dalam hati.
  2. Takbiratul Ihram (mengucapkan "Allahu Akbar").
  3. Berdiri bagi yang mampu.
  4. Membaca Surat Al-Fatihah pada setiap rakaat.
  5. Ruku' dengan tuma'ninah (tenang sejenak).
  6. I'tidal (bangkit dari ruku') dengan tuma'ninah.
  7. Sujud dua kali dengan tuma'ninah.
  8. Duduk di antara dua sujud dengan tuma'ninah.
  9. Duduk tasyahud akhir.
  10. Membaca bacaan tasyahud akhir.
  11. Membaca shalawat kepada Nabi ﷺ pada tasyahud akhir.
  12. Salam pertama ke kanan.
  13. Tertib (melakukan rukun secara berurutan).

Untuk shalat yang empat rakaat seperti qabliyah Dzuhur, cara yang paling utama adalah mengerjakannya dengan dua kali salam, yaitu dua rakaat lalu salam, kemudian berdiri lagi untuk mengerjakan dua rakaat berikutnya lalu salam.

Bacaan yang Dianjurkan

Setelah membaca Al-Fatihah, disunnahkan untuk membaca surat atau beberapa ayat dari Al-Qur'an. Tidak ada ketentuan surat khusus yang wajib dibaca, kecuali pada shalat sunnah rawatib qabliyah Shubuh. Pada shalat ini, Rasulullah ﷺ biasa membaca:

Ini adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk diikuti. Untuk shalat rawatib lainnya, seseorang bebas membaca surat pendek apa pun yang ia hafal, seperti Surat An-Nas, Al-Falaq, Al-Lahab, dan lain-lain. Dianjurkan juga untuk tidak membaca surat yang terlalu panjang agar tidak tergesa-gesa, terutama jika waktu iqamah sudah dekat.

Keutamaan dan Manfaat Luar Biasa

Mengamalkan shalat sunnah rawatib secara rutin akan mendatangkan berbagai keutamaan dan manfaat yang luar biasa, baik di dunia maupun di akhirat. Janji-janji dari Allah dan Rasul-Nya ini seharusnya menjadi penyemangat terbesar bagi kita.

1. Dibangunkan Rumah di Surga

Ini adalah keutamaan yang paling populer dan paling memotivasi. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Ummu Habibah yang telah dikutip sebelumnya, menjaga 12 rakaat shalat sunnah rawatib dalam sehari semalam akan diganjar dengan sebuah rumah di surga. Bayangkan, dengan amalan yang relatif ringan dan singkat, kita bisa berinvestasi untuk hunian abadi di tempat terbaik. Ini adalah penawaran dari Allah yang sangat merugi jika kita sia-siakan.

2. Penyempurna Shalat Fardhu

Seperti yang telah dijelaskan, fungsi utama rawatib adalah menambal dan menyempurnakan segala kekurangan dalam shalat fardhu kita. Tidak ada seorang pun yang bisa menjamin shalat fardhunya 100% sempurna dan khusyuk. Dengan adanya rawatib, kita memiliki harapan besar bahwa kekurangan tersebut akan ditutupi oleh Allah SWT pada hari perhitungan kelak.

3. Mengikuti Jejak Rasulullah ﷺ

Menjalankan shalat sunnah rawatib adalah bentuk cinta dan ittiba' (mengikuti) kepada Nabi Muhammad ﷺ. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu'." (QS. Ali 'Imran: 31). Dengan meneladani kebiasaan beliau dalam beribadah, kita menunjukkan cinta kita dan berharap mendapatkan cinta dari Allah SWT.

4. Mendatangkan Keberkahan dan Ketenangan

Memulai dan mengakhiri ibadah fardhu dengan shalat sunnah akan memberikan ketenangan jiwa. Qabliyah berfungsi sebagai "pemanasan" spiritual, mempersiapkan hati dan pikiran untuk fokus pada shalat fardhu. Sementara ba'diyah berfungsi sebagai "pendinginan", memperpanjang momen spiritual kita bersama Allah setelah ibadah wajib. Rutinitas ini akan membawa keberkahan dalam waktu dan ketenangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

5. Menghapus Dosa dan Mengangkat Derajat

Setiap sujud yang kita lakukan dalam shalat adalah momen penghapusan dosa dan pengangkatan derajat di sisi Allah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah. Karena tidaklah engkau bersujud kepada Allah satu kali, melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan satu kesalahanmu." (HR. Muslim). Shalat sunnah rawatib memberikan kita banyak kesempatan tambahan untuk bersujud, yang berarti lebih banyak dosa yang diampuni dan lebih tinggi derajat yang akan kita capai.

Pertanyaan Umum dan Pembahasan Fiqih

Terdapat beberapa pertanyaan praktis yang sering muncul terkait pelaksanaan shalat sunnah rawatib. Berikut adalah beberapa di antaranya beserta penjelasannya.

Bolehkah Mengqadha Shalat Rawatib yang Terlewat?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah boleh, bahkan dianjurkan, untuk mengqadha shalat sunnah rawatib yang terlewat, terutama untuk rawatib mu'akkad seperti qabliyah Shubuh dan rawatib Dzuhur. Dasarnya adalah perbuatan Nabi ﷺ sendiri. Beliau pernah mengqadha shalat ba'diyah Dzuhur setelah shalat Ashar karena sibuk menerima tamu. Beliau juga pernah mengqadha qabliyah Shubuh setelah shalat Shubuh karena tertidur.

Waktu mengqadha qabliyah Shubuh adalah langsung setelah shalat Shubuh atau setelah matahari terbit. Sedangkan untuk rawatib lainnya, bisa diqadha kapan pun ada kesempatan.

Bagaimana Jika Masuk Masjid dan Iqamah Sudah Dekat?

Prioritas utama adalah shalat fardhu berjamaah. Jika Anda masuk masjid dan iqamah akan segera dikumandangkan atau sudah dikumandangkan, maka janganlah memulai shalat sunnah qabliyah. Langsunglah bergabung dengan shaf untuk shalat fardhu. Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila iqamah shalat telah dikumandangkan, maka tidak ada shalat (sunnah) selain shalat wajib." (HR. Muslim).

Menggabungkan Niat Shalat Rawatib dengan Shalat Lain

Hal ini diperbolehkan dalam beberapa kasus. Contoh yang paling umum adalah menggabungkan niat shalat sunnah qabliyah dengan shalat Tahiyatul Masjid. Ketika seseorang masuk masjid sebelum shalat Dzuhur, misalnya, ia bisa berniat shalat dua rakaat dengan niat ganda: sebagai Tahiyatul Masjid dan sekaligus sebagai qabliyah Dzuhur. Dengan satu amalan, ia bisa mendapatkan dua pahala.

Shalat Rawatib Saat Bepergian (Safar)

Sunnah bagi seorang musafir (orang yang bepergian) adalah meninggalkan shalat sunnah rawatib, kecuali dua. Ini adalah bentuk keringanan (rukhsah) dari Allah. Nabi ﷺ ketika safar, beliau tidak mengerjakan rawatib Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Namun, ada dua shalat sunnah yang tetap beliau jaga dengan konsisten, yaitu:

Hal ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan kedua shalat sunnah ini, sehingga tetap dianjurkan meskipun dalam kondisi safar yang penuh kesulitan.

Kesimpulan: Jadikan Rawatib Bagian Tak Terpisahkan dari Ibadah Harian

Dari pemaparan yang panjang ini, kita dapat menyimpulkan bahwa shalat sunnah rawatib adalah amalan yang sangat berharga. Ia bukan sekadar shalat tambahan, melainkan sebuah investasi akhirat, pelindung ibadah wajib, dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia adalah cerminan cinta kita kepada sunnah Rasulullah ﷺ dan bukti keseriusan kita dalam menyempurnakan ibadah.

Mungkin pada awalnya terasa berat untuk menjaga 12 rakaat setiap hari. Namun, mulailah secara bertahap. Prioritaskan yang mu'akkad, terutama dua rakaat sebelum Shubuh yang keutamaannya melebihi dunia dan seisinya. Setelah itu, tambahkan yang lain satu per satu hingga menjadi kebiasaan yang ringan dan tak terpisahkan dari rutinitas shalat fardhu kita.

Dengan memahami hakikat, tata cara, dan keutamaannya, semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah untuk bisa istiqamah dalam mengamalkan shalat sunnah rawatib, sehingga kita dapat meraih janji-Nya berupa rumah di surga, kesempurnaan ibadah, dan cinta dari-Nya. Amin.

🏠 Kembali ke Homepage