Memahami Kedalaman Tahiyat Akhir Hingga Salam
Sebuah Perjalanan Spiritual di Penghujung Shalat
Pengantar: Gerbang Puncak Komunikasi Hamba
Shalat adalah mi'raj seorang mukmin, sebuah perjalanan spiritual menghadap Sang Pencipta. Setiap gerakan dan ucapan di dalamnya bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan untaian makna yang mendalam. Di antara semua rukun shalat, duduk tasyahud akhir atau tahiyat akhir memegang posisi yang sangat istimewa. Ia adalah gerbang penutup, momen perenungan terakhir sebelum kita kembali ke hiruk pikuk duniawi. Di sinilah, seorang hamba merangkum seluruh penghormatan, kesaksian, sanjungan, dan doa, menyempurnakan dialog agungnya dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Tahiyat akhir bukan sekadar bacaan wajib yang harus dilafalkan. Ia adalah sebuah narasi agung. Di dalamnya terkandung kisah dialog samawi saat peristiwa Isra' Mi'raj, ikrar fundamental seorang Muslim, curahan cinta kepada Sang Nabi, dan permohonan perlindungan dari marabahaya terbesar yang akan dihadapi manusia. Memahaminya secara mendalam akan mengubah cara kita merasakan shalat, dari sekadar kewajiban menjadi sebuah kebutuhan ruhani yang menenangkan. Artikel ini akan mengupas tuntas bacaan tahiyat akhir yang lazim diamalkan di kalangan Nahdliyin (NU), mulai dari lafalnya hingga penyelaman makna di setiap katanya, agar shalat kita semakin khusyuk dan berkualitas.
Bacaan Lengkap Tahiyat Akhir Hingga Salam
Berikut adalah urutan bacaan tahiyat akhir secara lengkap, dimulai dari ucapan penghormatan hingga diakhiri dengan salam. Teks disajikan dalam format Arab, Latin untuk membantu pelafalan, serta terjemahan bahasa Indonesia untuk pemahaman.
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ
Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thoyyibaatu lillaah.
"Segala penghormatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah."
اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
"Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi."
اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin.
"Semoga keselamatan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh."
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah.
"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad."
وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad, kamaa shallaita 'alaa sayyidinaa Ibraahiim wa 'alaa aali sayyidinaa Ibraahiim, wa baarik 'alaa sayyidinaa Muhammad wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad, kamaa baarakta 'alaa sayyidinaa Ibraahiim wa 'alaa aali sayyidinaa Ibraahiim, fil 'aalamiina innaka hamiidum majiid.
"Dan (limpahkanlah rahmat) kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarganya. Di seluruh alam, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Setelah shalawat Ibrahimiyah di atas, disunnahkan untuk membaca doa memohon perlindungan dari empat perkara sebelum salam.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allahumma inni a'udzubika min 'adzabi jahannam, wa min 'adzabil qobri, wa min fitnatil mahya wal mamat, wa min syarri fitnatil masihid dajjal.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Shalat kemudian ditutup dengan mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaah.
"Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah atas kalian."
Menyelami Samudra Makna dalam Setiap Kalimat Tahiyat
Lafal yang kita ucapkan dalam tahiyat bukanlah rangkaian kata biasa. Setiap frasa memiliki latar belakang, kedalaman makna, dan hikmah yang luar biasa. Mari kita bedah satu per satu untuk meresapinya ke dalam jiwa.
Bagian 1: Dialog Agung Penghormatan (At-Tahiyyat)
Kalimat pembuka, "Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thoyyibaatu lillaah," adalah inti dari penghormatan seorang hamba. Kalimat ini diriwayatkan berasal dari dialog agung saat Nabi Muhammad SAW melakukan Mi'raj menghadap Allah SWT. Saat itu, Rasulullah mengucapkan, "Attahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu wath thoyyibaat" (Segala penghormatan, rahmat, dan kebaikan hanya milik Allah).
Mari kita urai kata-katanya:
- At-Tahiyyat: Berasal dari kata 'hayah' yang berarti kehidupan. 'Tahiyyah' adalah bentuk jamak yang mencakup segala macam ucapan penghormatan, pujian, dan sanjungan yang pantas. Ini adalah pengakuan bahwa segala bentuk kemuliaan, keagungan, dan kekuasaan mutlak hanyalah milik Allah. Kita menafikan semua bentuk penghormatan berlebihan kepada makhluk dan mengembalikannya kepada Sang Khaliq.
- Al-Mubarakatu: Artinya adalah segala keberkahan. Berkah adalah 'ziyadatul khair', bertambahnya kebaikan yang datang dari Allah. Dengan mengucapkan ini, kita mengakui bahwa sumber segala berkah, baik yang tampak maupun tersembunyi, yang kita rasakan dalam rezeki, kesehatan, dan waktu, semuanya berasal dari-Nya.
- As-Shalawat: Merujuk pada segala bentuk doa dan rahmat. Dalam konteks ini, ia bisa diartikan sebagai segala bentuk ibadah (shalat) atau doa-doa yang kita panjatkan. Kita menegaskan bahwa esensi dari doa dan ibadah kita adalah untuk Allah semata.
- At-Thayyibat: Bermakna segala sesuatu yang baik. Ini mencakup perkataan yang baik, perbuatan yang baik, dan sifat-sifat yang baik. Kita menyatakan bahwa semua kebaikan yang ada pada diri kita dan di alam semesta ini pada hakikatnya adalah milik Allah dan dipersembahkan untuk-Nya.
- Lillah: Sebuah penegasan pamungkas yang berarti "hanya untuk Allah" atau "milik Allah". Kata ini mengunci semua frasa sebelumnya, menyatukannya dalam satu ikrar tauhid yang kokoh. Semua penghormatan, keberkahan, doa, dan kebaikan itu kita persembahkan dan kita akui sebagai milik-Nya semata.
Merenungkan kalimat pembuka ini mengajarkan kita tentang kerendahan hati. Kita tidak memiliki apa-apa. Segala pujian yang mungkin kita terima, segala kebaikan yang bisa kita lakukan, pada akhirnya kembali kepada-Nya sebagai sumber utama.
Bagian 2: Salam untuk Sang Kekasih dan Seluruh Umat
Setelah menghaturkan pujian kepada Allah, fokus bacaan beralih kepada salam. Ini menunjukkan adab yang luhur. Dimulai dengan Allah, lalu kepada utusan-Nya, dan kemudian kepada seluruh hamba-Nya yang saleh.
"Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh." (Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi).
Perhatikan penggunaan kata ganti orang kedua, 'alaika' (kepadamu). Ini adalah momen yang sangat intim. Saat shalat, kita seolah-olah sedang berhadapan langsung dan menyapa Rasulullah SAW. Ini menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan ikatan batin yang kuat dengan beliau. Salam ini adalah jawaban Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam dialog Mi'raj. Allah membalas sapaan Nabi dengan salam, rahmat, dan berkah. Kita, sebagai umatnya, mengabadikan momen mulia itu dalam setiap shalat kita.
Selanjutnya, "Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin." (Semoga keselamatan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh).
Ini adalah puncak dari keindahan Islam sebagai agama yang komunal dan inklusif. Setelah menyapa Nabi, salam itu diperluas. Pertama, untuk diri kita sendiri ('alainaa'), memohon keselamatan bagi diri yang sedang shalat. Kedua, untuk 'ibaadillaahish shaalihiin', yaitu seluruh hamba Allah yang saleh. Siapakah mereka? Mereka adalah para nabi, para malaikat, para sahabat, para ulama, dan setiap orang beriman yang taat di mana pun mereka berada, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat. Dengan satu kalimat ini, kita telah mendoakan jutaan, bahkan miliaran, saudara seiman kita. Ini menumbuhkan rasa persaudaraan (ukhuwah islamiyah) yang melintasi batas ruang dan waktu.
Bagian 3: Fondasi Iman - Ikrar Syahadatain
"Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah." (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Setelah penghormatan dan salam, kita tiba pada inti dari keimanan, yaitu dua kalimat syahadat. Mengapa syahadat diulang kembali di dalam shalat padahal kita sudah menjadi Muslim? Ini adalah sebuah proses 'tajdidul iman' atau pembaruan iman. Shalat adalah pengingat konstan. Setiap hari, kita memperbarui dan meneguhkan kembali kesaksian kita.
- Asyhadu an laa ilaaha illallaah: Ini adalah pilar tauhid. "Asyhadu" berarti "aku bersaksi". Kesaksian ini bukan sekadar ucapan lisan, tetapi harus merupakan keyakinan hati yang didasari oleh ilmu dan pemahaman. Kalimat ini mengandung dua unsur: penafian (nafi) dan penetapan (itsbat). 'Laa ilaaha' (tiada tuhan) adalah penafian terhadap segala bentuk sesembahan, baik itu berhala, hawa nafsu, jabatan, harta, atau apa pun yang dipuja selain Allah. 'Illallaah' (kecuali Allah) adalah penetapan bahwa satu-satunya yang berhak disembah, ditaati secara mutlak, dan menjadi tujuan hidup hanyalah Allah.
- Wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah: Ini adalah pelengkap syahadat tauhid. Mengakui keesaan Allah tidaklah cukup tanpa mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kesaksian ini berarti kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah yang terakhir, yang membawa risalah-Nya yang sempurna. Konsekuensinya adalah kita wajib mencintainya, menaati ajarannya, mengikuti sunnahnya, dan menjauhi larangannya. Syahadat ini adalah jaminan bahwa cara kita beribadah kepada Allah sudah benar, karena mengikuti petunjuk yang dibawa oleh utusan-Nya.
Bagian 4: Shalawat Ibrahimiyah - Ungkapan Cinta dan Doa
Setelah mengikrarkan syahadat, adab selanjutnya adalah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ini adalah perintah langsung dari Allah dalam Al-Qur'an. Shalawat adalah bentuk doa, pujian, dan permohonan rahmat kepada Allah untuk dilimpahkan kepada Nabi.
"Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad." (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad).
Penggunaan kata "Sayyidina" (junjungan kami/pemimpin kami) adalah hal yang lazim dalam tradisi ahlussunnah wal jama'ah, khususnya di kalangan NU. Ini adalah bentuk adab (tata krama) dan penghormatan yang lebih tinggi kepada Rasulullah SAW. Meskipun dalam beberapa riwayat hadis lafal ini tidak disebutkan secara eksplisit, para ulama berpendapat bahwa menambahkan kata "Sayyidina" dalam shalawat di luar shalat adalah hal yang sangat dianjurkan, dan menggunakannya di dalam shalat pun tidak merusak shalat, bahkan dianggap sebagai bentuk pengagungan yang terpuji. Ini menunjukkan betapa dalamnya rasa cinta dan takzim kepada beliau.
Selanjutnya adalah bacaan shalawat yang lebih lengkap, dikenal sebagai Shalawat Ibrahimiyah. Mengapa Nabi Ibrahim AS disebut dalam shalawat untuk Nabi Muhammad SAW? Ada beberapa hikmah besar di baliknya:
- Meneladani Kemuliaan: Nabi Ibrahim AS adalah Abul Anbiya (Bapak para Nabi) dan memiliki kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah. Dengan memohon agar shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad SAW disamakan seperti yang diberikan kepada Nabi Ibrahim AS, kita sebenarnya sedang memohonkan kemuliaan yang tertinggi dan terbaik untuk Nabi kita.
- Ikatan Sejarah dan Risalah: Nabi Muhammad SAW adalah keturunan Nabi Ibrahim AS melalui jalur Nabi Ismail AS. Menyebut nama keduanya mempertautkan mata rantai kenabian dan risalah tauhid yang mereka bawa.
- Doa yang Telah Terkabul: Shalawat kepada keluarga Nabi Ibrahim telah terbukti memberikan keberkahan yang luar biasa, terbukti dengan lahirnya banyak nabi dari keturunan beliau. Kita berdoa agar keberkahan serupa juga dilimpahkan kepada keluarga Nabi Muhammad SAW.
Kalimat "fil 'aalamiina innaka hamiidum majiid" (Di seluruh alam, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia) menjadi penutup shalawat yang indah. Ia menegaskan bahwa pujian dan kemuliaan Allah meliputi seluruh alam semesta, dan hanya Dia-lah yang berhak atas segala pujian dan kemuliaan tersebut.
Bagian 5: Permohonan Perlindungan dari Empat Fitnah Terbesar
Sebelum mengakhiri shalat, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya sebuah doa yang sangat penting. Doa ini adalah permohonan perlindungan dari empat marabahaya terbesar yang dihadapi manusia di dunia, alam kubur, hingga akhirat. Ini menunjukkan betapa kasih sayangnya beliau kepada kita.
- Min 'adzabi jahannam (dari siksa neraka Jahannam): Ini adalah permohonan utama. Tujuan akhir dari setiap mukmin adalah selamat dari api neraka. Dengan memohon perlindungan ini di setiap akhir shalat, kita terus-menerus mengingatkan diri tentang dahsyatnya siksa akhirat dan memotivasi diri untuk senantiasa berada di jalan ketaatan.
- Wa min 'adzabil qobri (dan dari siksa kubur): Alam kubur (barzakh) adalah fase pertama setelah kematian. Ia bisa menjadi taman surga atau jurang neraka. Fitnah dan siksa kubur adalah hal yang nyata. Doa ini adalah benteng kita, memohon kepada Allah agar menjadikan kubur kita tempat peristirahatan yang damai sebelum hari kebangkitan.
- Wa min fitnatil mahya wal mamat (dan dari fitnah kehidupan dan kematian): "Fitnatul mahya" (fitnah kehidupan) mencakup segala ujian dan godaan yang dapat menyesatkan manusia selama hidup di dunia, seperti fitnah harta, tahta, wanita, syubhat (kerancuan pemikiran), dan syahwat. "Fitnatul mamat" (fitnah kematian) adalah ujian berat di saat sakaratul maut, di mana setan datang menggoda untuk merusak iman seseorang di detik-detik terakhir hidupnya. Doa ini adalah permohonan agar kita diberi kekuatan untuk menghadapi semua ujian itu dan wafat dalam keadaan husnul khatimah.
- Wa min syarri fitnatil masihid dajjal (dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal): Fitnah Dajjal disebut sebagai fitnah terbesar yang akan terjadi di muka bumi sejak diciptakannya Nabi Adam. Kemampuannya yang luar biasa dalam menipu manusia akan menggoyahkan iman banyak orang. Rasulullah sangat menekankan pentingnya berlindung dari fitnah ini. Membacanya di setiap shalat adalah senjata spiritual untuk membentengi diri dan keluarga kita dari fitnah akhir zaman yang paling dahsyat.
Bagian 6: Salam - Menebar Kedamaian sebagai Penutup
"Assalaamu'alaikum wa rahmatullaah." (Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah atas kalian).
Shalat, yang dibuka dengan takbir (mengagungkan Allah), ditutup dengan salam (menebar kedamaian). Ini adalah sebuah filosofi yang sangat indah. Seorang Muslim memulai interaksinya dengan Allah dalam keagungan, dan mengakhiri interaksinya dengan menyebarkan pesan damai kepada sekelilingnya.
Salam diucapkan dua kali, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Para ulama menjelaskan bahwa salam pertama (ke kanan) adalah rukun yang wajib, sementara salam kedua (ke kiri) adalah sunnah. Kepada siapa salam ini ditujukan?
- Kepada Malaikat Pencatat Amal: Raqib dan Atid, yang selalu menyertai kita di sisi kanan dan kiri. Kita memberikan penghormatan dan doa keselamatan kepada mereka.
- Kepada Sesama Muslim: Jika shalat berjamaah, salam ini ditujukan kepada jamaah lain di sisi kanan dan kiri kita, mempererat ikatan ukhuwah.
- Kepada Seluruh Makhluk: Secara lebih luas, salam ini adalah deklarasi damai seorang Muslim kepada lingkungannya. Setelah selesai "berdialog" dengan Tuhannya, ia kembali ke dunia nyata dengan membawa misi kedamaian, keselamatan, dan rahmat, bukan permusuhan atau kerusakan.
Gerakan menoleh ke kanan dan ke kiri juga sarat makna. Ia seolah menjadi simbol bahwa setelah shalat, kita harus peduli dengan keadaan di sekitar kita, baik di sisi kanan maupun kiri. Spiritualitas shalat tidak boleh berhenti di atas sajadah, tetapi harus termanifestasi dalam kepedulian sosial dan perilaku yang menebarkan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan: Tahiyat Akhir sebagai Puncak Perenungan
Tasyahud akhir bukanlah sekadar hafalan yang diulang-ulang. Ia adalah sebuah perjalanan spiritual yang padat makna. Dimulai dengan pengakuan mutlak atas keagungan Allah, dilanjutkan dengan sapaan mesra kepada Rasulullah, disusul dengan doa universal untuk seluruh hamba yang saleh, ditegaskan kembali dengan pilar keimanan melalui syahadat, dihiasi dengan ungkapan cinta melalui shalawat, dibentengi dengan doa perlindungan yang komprehensif, dan ditutup dengan tebaran damai ke seluruh alam.
Dengan memahami dan merenungkan setiap kalimat dalam tahiyat akhir, shalat kita akan terasa lebih hidup. Duduk di penghujung shalat akan menjadi momen yang dinanti-nanti, sebuah kesempatan emas untuk berkontemplasi, menguatkan iman, dan memohon segala kebaikan. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk dapat melaksanakan shalat dengan khusyuk dan merasakan manisnya berdialog dengan-Nya, dari takbiratul ihram hingga salam penutup.