Surat-surat pendek dalam Al-Qur'an, khususnya yang terdapat pada Juz 'Amma (Juz 30), memegang peranan penting dalam kehidupan seorang Muslim. Surat-surat ini sering dibaca dalam sholat fardhu maupun sunnah, serta menjadi langkah awal bagi siapa saja yang ingin memulai hafalan Al-Qur'an. Kemudahan dalam menghafalnya menjadikannya bacaan yang akrab di telinga dan lisan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Bagi sebagian orang yang belum lancar membaca tulisan Arab, adanya transliterasi Latin menjadi sebuah jembatan yang sangat membantu. Teks Latin memungkinkan mereka untuk melafalkan ayat-ayat suci dengan lebih mudah sambil terus belajar memperbaiki bacaan sesuai kaidah tajwid. Artikel ini menyajikan kumpulan bacaan surat pendek dalam format tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan bahasa Indonesia untuk mempermudah proses belajar, membaca, dan menghafal.
1. Surat Al-Fatihah (Pembukaan)
Surat Al-Fatihah adalah surat pertama dalam Al-Qur'an, terdiri dari 7 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini disebut juga "Ummul Qur'an" atau induknya Al-Qur'an karena mencakup seluruh isi pokok ajaran Al-Qur'an. Membaca Al-Fatihah adalah rukun dalam setiap rakaat sholat.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ. الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ. مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Al-ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn. Ar-raḥmānir-raḥīm. Māliki yaumid-dīn. Iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn. Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm. Ṣirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ-ḍāllīn. "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Pemilik hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."
Penjelasan dan Kandungan
Surat Al-Fatihah merupakan dialog langsung antara hamba dengan Tuhannya. Ayat pertama menegaskan bahwa segala aktivitas harus dimulai dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ayat kedua adalah pengakuan mutlak bahwa segala bentuk pujian dan sanjungan hanya milik Allah, Sang Pencipta dan Pemelihara seluruh alam semesta. Ini mengajarkan kerendahan hati dan kesadaran bahwa semua yang ada berasal dari-Nya. Ayat ketiga dan keempat mengulang sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim, serta menegaskan kekuasaan absolut Allah pada Hari Kiamat, yang mendorong manusia untuk selalu berbuat baik dan takut akan hari perhitungan.
Puncak dari surat ini adalah ayat kelima, sebuah ikrar tauhid yang murni: "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." Ini adalah esensi dari Islam, yaitu penyerahan diri total dan permohonan bantuan hanya kepada Allah. Ayat keenam adalah doa terpenting yang dipanjatkan seorang hamba, yaitu permohonan untuk ditunjukkan jalan yang lurus (Ash-Shiratal Mustaqim). Jalan ini dijelaskan lebih lanjut di ayat ketujuh sebagai jalan para nabi, orang-orang saleh, dan mereka yang diberi nikmat, bukan jalan orang-orang yang dimurkai (seperti kaum Yahudi yang tahu kebenaran tapi menolaknya) atau yang sesat (seperti kaum Nasrani yang beribadah tanpa ilmu).
2. Surat An-Nas (Manusia)
Surat An-Nas adalah surat ke-114 atau surat terakhir dalam Al-Qur'an. Terdiri dari 6 ayat dan tergolong surat Makkiyah. Bersama Surat Al-Falaq, surat ini disebut Al-Mu'awwidzatain, yaitu dua surat permohonan perlindungan.
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ. مَلِكِ النَّاسِۙ. اِلٰهِ النَّاسِۙ. مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ. الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ. مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Qul a'ụżu birabbin-nās. Malikin-nās. Ilāhin-nās. Min syarril-waswāsil-khannās. Allażī yuwaswisu fī ṣudụrin-nās. Minal-jinnati wan-nās. "Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia'."
Penjelasan dan Kandungan
Surat An-Nas secara spesifik mengajarkan kita untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan yang bersifat internal, yaitu bisikan jahat yang datang dari dalam diri. Allah SWT memperkenalkan Diri-Nya dengan tiga sifat: Rabb (Tuhan yang memelihara), Malik (Raja yang berkuasa), dan Ilah (Sembahan yang haq). Ketiga sifat ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan mutlak untuk melindungi manusia dari segala marabahaya.
Musuh yang disebutkan adalah "Al-Waswasil Khannas," yaitu setan yang membisikkan keraguan, was-was, dan niat buruk ke dalam hati manusia. Kata "khannas" berarti yang bersembunyi atau mundur. Setan akan terus membisik ketika manusia lalai, namun akan lari dan bersembunyi ketika manusia mengingat Allah (berdzikir). Bisikan ini bisa datang dari golongan jin (setan yang tidak terlihat) maupun dari manusia yang memiliki sifat seperti setan, yang selalu mengajak kepada keburukan. Surat ini menjadi benteng spiritual yang kuat untuk menjaga hati dan pikiran dari pengaruh negatif.
3. Surat Al-Falaq (Waktu Subuh)
Surat Al-Falaq adalah surat ke-113 dalam Al-Qur'an. Terdiri dari 5 ayat dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini berisi permohonan perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan makhluk-Nya yang bersifat eksternal.
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ. وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ. وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ. وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
Qul a'ụżu birabbil-falaq. Min syarri mā khalaq. Wa min syarri gāsiqin iżā waqab. Wa min syarrin-naffāṡāti fil-'uqad. Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad. "Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki'."
Penjelasan dan Kandungan
Berbeda dengan Surat An-Nas yang fokus pada kejahatan internal, Surat Al-Falaq mengajarkan kita untuk memohon perlindungan dari kejahatan-kejahatan eksternal atau yang datang dari luar. Kita berlindung kepada "Rabbul Falaq" (Tuhan yang menguasai waktu subuh), sebuah simbol harapan dan kekuatan Allah untuk menyingkirkan kegelapan dan mendatangkan cahaya.
Perlindungan yang diminta bersifat umum dan spesifik. Pertama, perlindungan "dari kejahatan segala sesuatu yang Dia ciptakan," mencakup semua potensi bahaya dari makhluk-makhluk-Nya. Kedua, perlindungan "dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita," karena malam seringkali menjadi waktu di mana kejahatan fisik maupun gaib lebih mudah terjadi. Ketiga, perlindungan "dari kejahatan para penyihir," merujuk pada praktik sihir dan ilmu hitam yang bertujuan mencelakai orang lain. Keempat, perlindungan "dari kejahatan orang yang dengki," karena kedengkian adalah penyakit hati yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan jahat terhadap orang yang didengkinya. Surat ini adalah doa ampuh untuk membentengi diri dari berbagai ancaman lahir dan batin.
4. Surat Al-Ikhlas (Memurnikan Keesaan Allah)
Surat Al-Ikhlas adalah surat ke-112, terdiri dari 4 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini merupakan intisari dari ajaran tauhid, yaitu keyakinan pada keesaan Allah. Nilainya disebut setara dengan sepertiga Al-Qur'an.
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ. اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ. وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
Qul huwallāhu aḥad. Allāhuṣ-ṣamad. Lam yalid wa lam yụlad. Wa lam yakul lahụ kufuwan aḥad. "Katakanlah (Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia'."
Penjelasan dan Kandungan
Surat Al-Ikhlas adalah penegasan paling murni dan ringkas tentang konsep ketuhanan dalam Islam. Surat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin Mekah yang meminta Nabi Muhammad untuk menjelaskan sifat Tuhannya. Ayat pertama, "Qul huwallahu ahad," menyatakan bahwa Allah itu Esa, tunggal, tidak ada duanya. Ini adalah fondasi utama akidah Islam yang menolak segala bentuk kemusyrikan.
Ayat kedua, "Allahus-shamad," menjelaskan bahwa Allah adalah Ash-Shamad, yaitu Dzat yang menjadi tumpuan segala harapan dan permintaan seluruh makhluk, sementara Dia sendiri tidak membutuhkan apapun. Semua makhluk bergantung kepada-Nya. Ayat ketiga, "Lam yalid wa lam yulad," menolak secara tegas konsep bahwa Tuhan memiliki anak atau dilahirkan. Ini membantah keyakinan kaum Nasrani yang menganggap Isa sebagai anak Tuhan dan keyakinan kaum Yahudi yang menganggap Uzair sebagai anak Tuhan, serta keyakinan kaum musyrikin Arab yang menganggap malaikat sebagai anak perempuan Tuhan. Ayat keempat, "Wa lam yakun lahu kufuwan ahad," menyempurnakan konsep keesaan-Nya dengan menyatakan bahwa tidak ada satupun yang setara, sebanding, atau menyerupai Allah dalam Dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Surat ini adalah deklarasi kemerdekaan dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah.
5. Surat Al-Masad (Gejolak Api)
Surat Al-Masad atau Al-Lahab adalah surat ke-111, terdiri dari 5 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini secara spesifik mengisahkan tentang nasib Abu Lahab, paman Nabi Muhammad SAW, dan istrinya yang sangat memusuhi dakwah Islam.
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ. مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ. سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ. وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ. فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ
Tabbat yadā abī lahabiw wa tabb. Mā agnā 'an-hu māluhụ wa mā kasab. Sayaṣlā nāran żāta lahab. Wamra`atuh, ḥammālatal-ḥaṭab. Fī jīdihā ḥablum mim masad. "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal."
Penjelasan dan Kandungan
Surat ini merupakan satu-satunya surat dalam Al-Qur'an yang menyebut nama musuh Islam secara eksplisit. Abu Lahab adalah paman Nabi yang seharusnya melindunginya, namun justru menjadi penentang paling keras. Ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali berdakwah secara terang-terangan di bukit Shafa, Abu Lahab mencelanya dengan kasar. Maka, turunlah surat ini sebagai balasan langsung dari Allah.
Ayat pertama dan kedua menegaskan bahwa segala usaha, kekuasaan, dan harta benda Abu Lahab tidak akan bisa menyelamatkannya dari kebinasaan di dunia dan azab di akhirat. Ini menjadi pelajaran bahwa kekerabatan, status sosial, dan kekayaan tidak memiliki nilai di hadapan Allah jika diiringi dengan kekufuran dan permusuhan terhadap kebenaran. Ayat ketiga menggambarkan azabnya di neraka yang apinya bergejolak, sesuai dengan julukannya "Abu Lahab" (Bapak Gejolak Api). Ayat keempat dan kelima menjelaskan nasib istrinya, Ummu Jamil, yang juga sangat aktif menyakiti Nabi. Ia digambarkan sebagai "pembawa kayu bakar," sebuah metafora untuk perannya sebagai penyebar fitnah yang membakar permusuhan. Di akhirat, ia akan disiksa dengan tali dari sabut kasar di lehernya, sebuah balasan yang setimpal atas perbuatannya. Surat ini menunjukkan bahwa Allah akan membela Rasul-Nya dan kebenaran akan selalu menang atas kebatilan.
6. Surat An-Nasr (Pertolongan)
Surat An-Nasr adalah surat ke-110, terdiri dari 3 ayat, dan tergolong surat Madaniyah. Surat ini merupakan salah satu surat terakhir yang turun dan berisi kabar gembira tentang kemenangan Islam serta isyarat dekatnya wafat Nabi Muhammad SAW.
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ. وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا
Iżā jā`a naṣrullāhi wal-fat-ḥ. Wa ra`aitan-nāsa yadkhulụna fī dīnillāhi afwājā. Fa sabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfir-h, innahụ kāna tawwābā. "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."
Penjelasan dan Kandungan
Surat An-Nasr turun setelah peristiwa Fathu Makkah (penaklukan kota Mekah), yang menjadi puncak kemenangan dakwah Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama mengumumkan datangnya pertolongan Allah (nashrullah) dan kemenangan yang nyata (al-fath). Kemenangan ini bukan semata hasil usaha manusia, melainkan anugerah langsung dari Allah.
Ayat kedua menggambarkan dampak dari kemenangan tersebut, yaitu manusia dari berbagai suku dan kabilah di Jazirah Arab berbondong-bondong memeluk Islam. Ini adalah buah dari kesabaran dan perjuangan selama puluhan tahun. Di saat puncak kejayaan inilah, Allah memerintahkan respons yang luar biasa. Bukan dengan pesta pora atau kesombongan, melainkan dengan "bertasbih memuji Tuhanmu dan memohon ampunan-Nya." Ini mengajarkan sikap yang seharusnya dimiliki seorang mukmin saat meraih sukses: kembali memuji Allah (tasbih dan tahmid) sebagai sumber segala nikmat, dan beristighfar, memohon ampun atas segala kekurangan dalam menjalankan tugas. Perintah untuk beristighfar ini juga dipahami oleh para sahabat sebagai isyarat bahwa tugas kerasulan Nabi Muhammad SAW telah selesai dan ajalnya sudah dekat. Surat ini adalah pelajaran tentang kerendahan hati dalam kemenangan dan pentingnya istighfar di setiap keadaan.
7. Surat Al-Kafirun (Orang-Orang Kafir)
Surat Al-Kafirun adalah surat ke-109, terdiri dari 6 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini berisi penegasan tentang batas toleransi dalam beragama, yaitu tidak mencampuradukkan akidah dan ibadah.
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ. لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ. وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ. وَلَآ اَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ. وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ. لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Qul yā ayyuhal-kāfirụn. Lā a'budu mā ta'budụn. Wa lā antum 'ābidụna mā a'bud. Wa lā ana 'ābidum mā 'abattum. Wa lā antum 'ābidụna mā a'bud. Lakum dīnukum wa liya dīn. "Katakanlah (Muhammad), 'Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku'."
Penjelasan dan Kandungan
Surat ini turun sebagai jawaban atas tawaran kompromi dari kaum kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka mengusulkan agar Nabi menyembah tuhan mereka selama setahun, dan mereka akan menyembah Allah selama setahun berikutnya. Mereka berharap bisa menemukan titik tengah. Namun, dalam urusan akidah dan tauhid, tidak ada kompromi. Surat Al-Kafirun datang dengan penegasan yang sangat jelas dan tegas.
Struktur surat ini menggunakan pengulangan untuk memberikan penekanan yang kuat. Ayat "Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah" dan "kamu bukan penyembah apa yang aku sembah" diulang dalam bentuk waktu sekarang dan masa depan, menunjukkan bahwa pemisahan ini berlaku selamanya. Ini bukan penolakan terhadap interaksi sosial (muamalah), melainkan pemisahan yang tegas dalam hal peribadatan (ibadah) dan keyakinan (akidah). Ayat terakhir, "Lakum diinukum wa liya diin" (Untukmu agamamu, dan untukku agamaku), menjadi kaidah emas dalam toleransi beragama menurut Islam. Toleransi berarti menghormati keyakinan orang lain tanpa harus mencampuradukkan atau mengakui kebenaran keyakinan tersebut. Ini adalah deklarasi kebebasan berakidah dan penolakan tegas terhadap sinkretisme agama.
8. Surat Al-Kautsar (Nikmat yang Banyak)
Surat Al-Kautsar adalah surat ke-108, terdiri dari 3 ayat, dan merupakan surat terpendek dalam Al-Qur'an. Tergolong surat Makkiyah, surat ini diturunkan untuk menghibur Nabi Muhammad SAW dari kesedihan.
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ. اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
Innā a'ṭainākal-kauṡar. Fa ṣalli lirabbika wan-ḥar. Inna syāni`aka huwal-abtar. "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
Penjelasan dan Kandungan
Surat ini turun ketika Nabi Muhammad SAW sedang berduka atas wafatnya putra beliau, Al-Qasim. Kaum kafir Quraisy mengejek beliau dengan sebutan "abtar," yang berarti terputus keturunannya, karena pada masa itu anak laki-laki dianggap sebagai penerus nama keluarga. Allah SWT kemudian menurunkan surat ini sebagai penghiburan dan bantahan.
Ayat pertama menegaskan bahwa Allah telah memberikan "Al-Kautsar," yang ditafsirkan sebagai nikmat yang sangat banyak, baik di dunia (kenabian, Al-Qur'an, akhlak mulia) maupun di akhirat (sebuah telaga di surga yang sangat indah). Pemberian agung ini jauh lebih mulia daripada sekadar keturunan biologis. Sebagai bentuk syukur atas nikmat tersebut, ayat kedua memerintahkan dua ibadah utama: sholat dan berkurban. Sholat adalah bentuk hubungan vertikal dengan Allah, sementara kurban adalah bentuk hubungan horizontal (berbagi dengan sesama) yang keduanya harus dilakukan ikhlas hanya karena Allah.
Ayat ketiga adalah bantahan telak terhadap para pencela. Allah menyatakan bahwa sesungguhnya merekalah yang "abtar," yaitu terputus dari segala kebaikan, rahmat Allah, dan sebutan baik dalam sejarah. Sebaliknya, nama Nabi Muhammad SAW terus disebut dan dimuliakan oleh miliaran manusia hingga akhir zaman. Surat ini mengajarkan optimisme, pentingnya bersyukur, dan keyakinan bahwa kebaikan akan abadi sementara kejahatan akan terputus.
9. Surat Al-Ma'un (Barang-barang Berguna)
Surat Al-Ma'un adalah surat ke-107, terdiri dari 7 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini memberikan kritik tajam terhadap orang-orang yang sholatnya hanya formalitas tanpa diiringi kepedulian sosial.
اَرَاَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ. فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ. وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ. فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ. الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ. الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ. وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ
A ra`aitallażī yukażżibu bid-dīn. Fa żālikallażī yadu''ul-yatīm. Wa lā yaḥuḍḍu 'alā ṭa'āmil-miskīn. Fa wailul lil-muṣallīn. Allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn. Allażīna hum yurā`ụn. Wa yamna'ụnal-mā'ụn. "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya, yang berbuat riya, dan enggan (memberikan) bantuan dengan barang-barang yang berguna."
Penjelasan dan Kandungan
Surat Al-Ma'un menyajikan definisi yang mengejutkan tentang "pendusta agama". Menurut surat ini, pendusta agama bukanlah sekadar orang yang tidak percaya Tuhan, melainkan mereka yang imannya tidak tercermin dalam perilaku sosial. Ciri pertama adalah menghardik anak yatim, yaitu bersikap kasar dan tidak peduli pada mereka yang lemah dan membutuhkan perlindungan. Ciri kedua adalah tidak mendorong (bahkan untuk dirinya sendiri maupun orang lain) untuk memberi makan orang miskin. Ini menunjukkan matinya empati dan kepedulian sosial.
Selanjutnya, surat ini mengancam dengan kata "wail" (celaka) bagi orang-orang yang sholat, namun memiliki tiga sifat buruk. Pertama, "lalai dari sholatnya," yang bisa berarti menunda-nunda waktu sholat, tidak khusyuk, atau tidak memahami makna sholatnya. Sholatnya hanya menjadi ritual kosong. Kedua, "berbuat riya," yaitu melakukan ibadah bukan karena Allah, melainkan untuk pamer dan mencari pujian manusia. Ketiga, "enggan memberikan al-ma'un," yaitu enggan memberikan bantuan kecil dan barang sepele yang berguna bagi orang lain, seperti meminjamkan alat atau memberikan pertolongan ringan. Surat ini mengajarkan bahwa kualitas iman dan ibadah seseorang diukur dari dampak positifnya terhadap sesama. Ibadah ritual dan kesalehan sosial adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dalam Islam.
10. Surat Quraisy (Suku Quraisy)
Surat Quraisy adalah surat ke-106, terdiri dari 4 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini mengingatkan suku Quraisy tentang nikmat besar yang telah Allah berikan kepada mereka dan mengajak mereka untuk bersyukur.
لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ. اٖلٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاۤءِ وَالصَّيْفِۚ. فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ. الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ
Li`īlāfi quraisy. Īlāfihim riḥlatasy-syitā`i waṣ-ṣaīf. Falya'budụ rabba hāżal-baīt. Allażī aṭ'amahum min jụ'iw wa āmanahum min khaụf. "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) Rumah ini (Ka'bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan."
Penjelasan dan Kandungan
Surat ini memiliki kaitan erat dengan surat sebelumnya, Al-Fil. Peristiwa hancurnya pasukan gajah membuat Ka'bah dan suku Quraisy sebagai penjaganya menjadi sangat dihormati di seluruh Jazirah Arab. Kehormatan inilah yang menjadi "ilaf" atau jaminan keamanan bagi mereka. Kata "ilaf" merujuk pada perjanjian atau kebiasaan yang memberikan rasa aman.
Karena keamanan tersebut, suku Quraisy dapat dengan leluasa melakukan perjalanan dagang mereka yang vital: ke Yaman di musim dingin dan ke Syam (Suriah) di musim panas. Perjalanan ini adalah tulang punggung ekonomi mereka. Allah mengingatkan bahwa dua nikmat terbesar yang mereka rasakan, yaitu keamanan (bebas dari rasa takut akan perampokan di jalan) dan kemakmuran (tercukupi dari kelaparan), adalah anugerah dari-Nya, Sang Pemilik Ka'bah. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logis dari nikmat tersebut, mereka diperintahkan untuk menyembah hanya kepada-Nya, bukan kepada berhala-berhala yang tidak bisa memberi makan ataupun melindungi. Surat ini mengajarkan pentingnya mensyukuri nikmat keamanan dan kemakmuran dengan cara mengabdikan diri kepada Sang Pemberi Nikmat.
11. Surat Al-Fil (Gajah)
Surat Al-Fil adalah surat ke-105, terdiri dari 5 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Surat ini mengisahkan peristiwa bersejarah tentang gagalnya upaya pasukan gajah pimpinan Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah.
اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ. اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ. وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ. تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ. فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ
Alam tara kaifa fa'ala rabbuka bi`aṣ-ḥābil-fīl. Alam yaj'al kaidahum fī taḍlīl. Wa arsala 'alaihim ṭairan abābīl. Tarmīhim biḥijāratim min sijjīl. Fa ja'alahum ka'aṣfim ma`kụl. "Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat)."
Penjelasan dan Kandungan
Surat ini merujuk pada peristiwa yang terjadi pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang kemudian dikenal sebagai Tahun Gajah. Abrahah, gubernur Yaman, membangun gereja megah di Sana'a dan ingin mengalihkan pusat ziarah bangsa Arab dari Ka'bah ke gerejanya. Untuk itu, ia memimpin pasukan besar yang dilengkapi gajah untuk menghancurkan Ka'bah. Manusia saat itu, termasuk suku Quraisy, tidak memiliki kekuatan untuk melawannya.
Namun, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya yang mutlak. Surat ini bertanya secara retoris, "Tidakkah engkau perhatikan?", mengajak pendengar untuk merenungkan kebesaran Allah. Tipu daya Abrahah yang begitu hebat dibuat menjadi sia-sia. Allah tidak mengirimkan tentara manusia, melainkan "burung yang berbondong-bondong" (thairan ababil). Burung-burung ini membawa batu-batu kecil dari "sijjil" (tanah liat yang dibakar) dan menjatuhkannya ke atas pasukan Abrahah. Akibatnya, mereka hancur lebur, digambarkan "seperti daun-daun yang dimakan ulat." Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa Allah adalah Pelindung sejati Rumah-Nya (Ka'bah) dan menunjukkan bahwa kekuatan sebesar apapun akan hancur jika melawan kehendak Allah. Kisah ini menguatkan hati Nabi dan kaum muslimin di awal dakwah bahwa Allah akan selalu melindungi mereka.
12. Surat Al-'Asr (Masa)
Surat Al-'Asr adalah surat ke-103, terdiri dari 3 ayat, dan tergolong surat Makkiyah. Meskipun sangat singkat, surat ini mengandung ringkasan seluruh konsep keberuntungan dan kerugian manusia dalam hidup.
وَالْعَصْرِۙ. اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ. اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Wal-'aṣr. Innal-insāna lafī khusr. Illallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr. "Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."
Penjelasan dan Kandungan
Surat ini dimulai dengan sumpah Allah, "Wal-'asr" (Demi masa/waktu). Sumpah ini menunjukkan betapa penting dan berharganya waktu dalam kehidupan manusia. Waktu adalah modal utama yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik, akan membawa kerugian.
Ayat kedua menyatakan sebuah kebenaran universal: "Sungguh, manusia berada dalam kerugian." Secara default, seiring berjalannya waktu, manusia kehilangan umurnya, dan jika tidak diisi dengan kebaikan, ia akan merugi di akhirat. Namun, ayat ketiga memberikan pengecualian. Ada empat syarat atau pilar untuk keluar dari kerugian tersebut. Pertama, beriman (memiliki akidah yang benar kepada Allah). Kedua, beramal saleh (mewujudkan iman dalam bentuk perbuatan baik). Dua pilar ini bersifat individual. Namun, itu tidak cukup. Pilar ketiga adalah saling menasihati dalam kebenaran (aktif dalam dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar). Pilar keempat adalah saling menasihati dalam kesabaran (sabar dalam menjalankan ketaatan, menjauhi maksiat, dan menghadapi musibah, serta saling menguatkan dalam kesabaran). Dua pilar terakhir ini bersifat sosial. Imam Syafi'i bahkan berkata, "Seandainya Allah hanya menurunkan surat ini, niscaya cukuplah ia sebagai petunjuk bagi manusia."
Panduan Praktis dalam Membaca dan Menghafal
Menghafal surat-surat pendek merupakan langkah awal yang sangat dianjurkan. Selain untuk memperkaya bacaan dalam sholat, hafalan ini juga menjadi fondasi untuk melangkah ke surat-surat yang lebih panjang. Berikut adalah beberapa tips yang bisa membantu:
1. Niat yang Ikhlas
Mulailah segala sesuatu dengan niat yang lurus, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepada-Nya, dan memahami firman-Nya. Niat yang ikhlas akan mendatangkan pertolongan dan kemudahan dari Allah.
2. Pilih Waktu yang Tepat
Pilihlah waktu-waktu di mana pikiran sedang jernih dan suasana tenang, seperti setelah sholat Subuh atau sebelum tidur. Konsistensi waktu sangat membantu otak untuk membentuk kebiasaan dan memperkuat daya ingat.
3. Mulai dari yang Paling Mudah
Mulailah dari surat-surat yang paling pendek dan sering didengar seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Keberhasilan menghafal surat-surat ini akan memberikan motivasi untuk melanjutkan ke surat berikutnya.
4. Metode TIKRAR (Pengulangan)
Pengulangan adalah kunci utama dalam menghafal. Bacalah satu ayat berulang kali (misalnya 10-20 kali) sambil melihat teksnya. Setelah itu, coba ucapkan tanpa melihat. Lakukan hal yang sama untuk ayat berikutnya, lalu gabungkan dengan ayat sebelumnya. Ulangi terus proses ini hingga seluruh surat hafal dengan lancar.
5. Mendengarkan Bacaan dari Qari'
Dengarkan bacaan surat yang ingin dihafal dari seorang qari' (pembaca Al-Qur'an) yang bacaannya fasih dan merdu. Ini tidak hanya membantu menghafal, tetapi juga memperbaiki makhraj (tempat keluarnya huruf) dan tajwid. Putar bacaan tersebut berulang-ulang di mobil, saat bekerja, atau saat bersantai.
6. Memahami Makna dan Kandungan
Membaca terjemahan dan penjelasan singkat dari surat yang dihafal akan membuat prosesnya lebih bermakna. Ketika kita paham apa yang kita baca, hafalan akan lebih melekat dan lebih mudah diingat. Koneksi emosional dan intelektual dengan ayat akan terbentuk.
7. Gunakan dalam Sholat
Cara terbaik untuk menjaga hafalan (muraja'ah) adalah dengan membacanya dalam sholat, baik sholat fardhu maupun sunnah. Ini adalah praktik langsung yang akan membuat hafalan menjadi bagian tak terpisahkan dari ibadah harian.
8. Ajarkan kepada Orang Lain
Salah satu cara paling efektif untuk mengikat ilmu atau hafalan adalah dengan mengajarkannya kepada orang lain. Mengajarkan kepada anak, adik, atau teman akan memaksa kita untuk mengulang dan memastikan hafalan kita benar-benar kuat.
Semoga kumpulan surat pendek latin ini beserta penjelasannya dapat memberikan manfaat, memudahkan kita dalam beribadah, dan menambah kecintaan kita kepada Al-Qur'an. Proses belajar dan menghafal adalah sebuah perjalanan spiritual yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Teruslah berusaha, karena setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an mengandung pahala dan kebaikan yang berlimpah dari Allah SWT.