Surat-surat pendek yang terdapat dalam Juz 30 atau Juz 'Amma memiliki keistimewaan tersendiri. Selain mudah dihafal karena jumlah ayatnya yang sedikit, surat-surat ini mengandung inti sari ajaran Islam yang sangat mendalam. Membaca, menghafal, dan memahami maknanya merupakan langkah awal yang sangat baik untuk mendekatkan diri kepada Al-Qur'an dan ajaran Allah SWT. Kumpulan surat pendek lengkap ini disusun untuk mempermudah umat Islam dalam mempelajari dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam ibadah shalat.
Surat Al-Fatihah (Pembukaan)
Surat ke-1, terdiri dari 7 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Disebut juga "Ummul Kitab" atau induk dari Al-Qur'an.
Surat Al-Fatihah adalah surat yang paling agung di dalam Al-Qur'an. Ia adalah rukun dalam shalat, yang berarti shalat tidak sah tanpa membacanya. Surat ini merangkum seluruh isi pokok Al-Qur'an. Dimulai dengan pujian tertinggi kepada Allah (Tahmid), pengakuan atas sifat-sifat-Nya yang penuh kasih sayang (Ar-Rahman, Ar-Rahim), dan kekuasaan-Nya yang mutlak di Hari Pembalasan (Maliki Yaumiddin).
Bagian tengahnya merupakan ikrar fundamental seorang hamba: "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan." Ini adalah inti dari tauhid, memurnikan ibadah hanya untuk Allah dan meyakini bahwa segala pertolongan hakikatnya datang dari-Nya. Bagian akhirnya adalah doa terpenting yang dipanjatkan manusia, yaitu permohonan untuk selalu berada di jalan yang lurus (Shiratal Mustaqim). Jalan ini didefinisikan sebagai jalan orang-orang yang telah diberi nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai (karena mengetahui kebenaran tapi menolaknya) dan bukan pula jalan mereka yang sesat (karena beribadah tanpa ilmu).
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
bismillāhir-raḥmānir-raḥīm
1. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
al-ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ
ar-raḥmānir-raḥīm
3. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ
māliki yaumid-dīn
4. Pemilik hari pembalasan.
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn
5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
ṣirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ-ḍāllīn
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Surat An-Nas (Manusia)
Surat ke-114, terdiri dari 6 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Salah satu dari surat Al-Mu'awwidzatain (dua surat pelindung).
Surat An-Nas adalah surat penutup dalam mushaf Al-Qur'an dan bersama Surat Al-Falaq, dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain, yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan. Surat ini secara khusus mengajarkan kita untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan yang bersifat internal dan tersembunyi, yaitu bisikan-bisikan jahat (waswas) yang menyusup ke dalam hati manusia.
Dalam surat ini, kita berlindung kepada Allah dengan menyebut tiga sifat-Nya yang agung: Rabb (Tuhan yang memelihara), Malik (Raja yang menguasai), dan Ilah (Sesembahan yang haq) bagi seluruh manusia. Penggunaan tiga sifat ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan mutlak untuk melindungi manusia dari musuh yang tidak terlihat, yaitu setan. Bisikan jahat ini bisa datang dari golongan jin maupun dari manusia itu sendiri yang mengajak kepada keburukan. Surat ini menjadi benteng spiritual yang sangat kuat bagi seorang mukmin untuk menjaga kesucian hati dan pikirannya dari pengaruh negatif yang dapat merusak iman dan amal.
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ
qul a'ụżu birabbin-nās
1. Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,
مَلِكِ النَّاسِۙ
malikin-nās
2. Raja manusia,
اِلٰهِ النَّاسِۙ
ilāhin-nās
3. sembahan manusia,
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ
min syarril-waswāsil-khannās
4. dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi,
الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ
allażī yuwaswisu fī ṣudụrin-nās
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
minal-jinnati wan-nās
6. dari (golongan) jin dan manusia."
Surat Al-Falaq (Waktu Subuh)
Surat ke-113, terdiri dari 5 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Surat kedua dari Al-Mu'awwidzatain.
Surat Al-Falaq adalah pasangan dari Surat An-Nas. Jika An-Nas fokus pada perlindungan dari kejahatan internal, Al-Falaq fokus pada permohonan perlindungan dari berbagai kejahatan eksternal yang dapat membahayakan manusia. Kita diperintahkan untuk berlindung kepada "Tuhan yang menguasai subuh" (Rabbul Falaq). Pemilihan kata "subuh" sangat indah, karena ia melambangkan harapan, terangnya setelah gelap, dan kekuasaan Allah untuk menyingkirkan segala kegelapan, baik kegelapan malam maupun kegelapan kiasan seperti kejahatan dan kebodohan.
Surat ini merinci empat jenis kejahatan utama yang harus kita waspadai. Pertama, kejahatan dari semua makhluk ciptaan-Nya secara umum. Kedua, kejahatan malam apabila telah gelap gulita, karena pada waktu itulah banyak keburukan dan bahaya muncul. Ketiga, kejahatan para penyihir yang meniupkan buhul-buhul, sebuah praktik sihir yang nyata dan berbahaya. Keempat, kejahatan orang yang dengki apabila ia mendengki, karena hasad adalah sumber dari banyak perbuatan jahat lainnya. Dengan membaca surat ini, seorang hamba menyerahkan perlindungan dirinya sepenuhnya kepada Allah dari segala marabahaya yang datang dari luar dirinya.
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ
qul a'ụżu birabbil-falaq
1. Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ
min syarri mā khalaq
2. dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ
wa min syarri gāsiqin iżā waqab
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ
wa min syarrin-naffāṡāti fil-'uqad
4. dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad
5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki."
Surat Al-Ikhlas (Keesaan Allah)
Surat ke-112, terdiri dari 4 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Kandungannya setara dengan sepertiga Al-Qur'an.
Surat Al-Ikhlas adalah deklarasi murni tentang keesaan Allah (Tauhid). Meskipun sangat pendek, nilainya disebut setara dengan sepertiga Al-Qur'an karena ia mengandung esensi paling dasar dari akidah Islam. Surat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang kafir Quraisy yang meminta Nabi Muhammad untuk menjelaskan sifat-sifat Tuhannya.
Ayat pertama, "Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa," menegaskan konsep Ahad, yaitu keesaan yang mutlak dan unik, tidak ada duanya. Ayat kedua, "Allah tempat meminta segala sesuatu," (Ash-Shamad) menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya tujuan, tempat bergantung bagi seluruh makhluk, sementara Dia sendiri tidak membutuhkan apa pun. Ayat ketiga, "Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan," secara tegas menolak segala bentuk keyakinan yang menyekutukan Allah dengan konsep anak atau keturunan, seperti keyakinan kaum Nasrani terhadap Isa atau keyakinan Arab jahiliyah terhadap dewi-dewi sebagai anak perempuan Tuhan. Ayat terakhir, "Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia," menyempurnakan konsep tauhid dengan menafikan adanya padanan, tandingan, atau kesetaraan bagi Allah dalam Dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Surat ini adalah fondasi keimanan yang paling kokoh.
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
qul huwallāhu aḥad
1. Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
allāhuṣ-ṣamad
2. Allah tempat meminta segala sesuatu.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
lam yalid wa lam yụlad
3. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
wa lam yakul lahụ kufuwan aḥad
4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
Surat Al-Masad (Gejolak Api)
Surat ke-111, terdiri dari 5 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Mengisahkan tentang nasib Abu Lahab dan istrinya.
Surat Al-Masad, atau juga dikenal sebagai Surat Al-Lahab, adalah surat yang secara spesifik menyebutkan nama musuh Islam, yaitu Abu Lahab, paman Nabi Muhammad SAW. Surat ini turun sebagai respons langsung terhadap penghinaan dan permusuhan terang-terangan yang dilakukan Abu Lahab ketika Nabi pertama kali berdakwah secara terbuka di bukit Shafa. Abu Lahab dengan angkuh berkata, "Celakalah engkau, Muhammad! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?"
Allah SWT membalas perkataan itu dengan firman-Nya, "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!" Ayat ini bukan sekadar kutukan, tetapi sebuah nubuat yang terbukti kebenarannya. Harta dan segala usaha yang ia banggakan tidak mampu menolongnya dari kebinasaan di dunia maupun azab di akhirat. Surat ini juga menyoroti peran istrinya, Ummu Jamil, yang sama jahatnya. Ia digambarkan sebagai "pembawa kayu bakar", sebuah kiasan yang bisa berarti penyebar fitnah atau secara harfiah akan membawa kayu bakar untuk menyiksa suaminya di neraka. Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal, sebuah gambaran kehinaan yang luar biasa. Surat ini menjadi pelajaran abadi bahwa permusuhan terhadap Allah dan Rasul-Nya akan berakhir dengan kehancuran dan kenistaan, tidak peduli seberapa tinggi status sosial atau kekerabatan seseorang.
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ
tabbat yadā abī lahabiw wa tabb
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ
mā agnā 'an-hu māluhụ wa mā kasab
2. Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.
سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ
sayaṣlā nāran żāta lahab
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ
wamra`atuh, ḥammālatal-ḥaṭab
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ
fī jīdihā ḥablum mim masad
5. Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.
Surat An-Nasr (Pertolongan)
Surat ke-110, terdiri dari 3 ayat, diturunkan di Madinah (Madaniyah). Surat terakhir yang turun secara lengkap.
Surat An-Nasr adalah surat yang membawa kabar gembira sekaligus isyarat akan dekatnya akhir tugas kerasulan Nabi Muhammad SAW. Surat ini turun setelah peristiwa Fathu Makkah (penaklukan kota Mekkah), yang merupakan puncak kemenangan dakwah Islam. Allah menjanjikan dua hal besar: pertolongan (An-Nasr) dan kemenangan (Al-Fath).
Dengan kemenangan ini, dampaknya sangat luar biasa: manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Ini adalah buah dari kesabaran, keteguhan, dan perjuangan selama lebih dari dua dekade. Setelah memberikan kabar gembira ini, Allah memerintahkan tiga hal sebagai wujud syukur: bertasbih (mensucikan Allah), memuji-Nya, dan memohon ampunan (istighfar). Perintah untuk beristighfar di puncak kemenangan mengajarkan kerendahan hati yang luar biasa. Ini seolah menjadi pengingat bahwa tugas besar telah selesai dan saatnya untuk kembali kepada-Nya. Para sahabat, seperti Ibnu Abbas, memahami surat ini sebagai isyarat bahwa ajal Rasulullah SAW sudah dekat. Surat ini mengajarkan kita bahwa setiap keberhasilan harus disambut dengan tasbih, tahmid, dan istighfar, bukan dengan kesombongan.
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ
iżā jā`a naṣrullāhi wal-fat-ḥ
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ
wa ra`aitan-nāsa yadkhulụna fī dīnillāhi afwājā
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا
fa sabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfir-h, innahụ kāna tawwābā
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Surat Al-Kafirun (Orang-Orang Kafir)
Surat ke-109, terdiri dari 6 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Surat penegas batas toleransi dalam akidah.
Surat Al-Kafirun adalah deklarasi pemisahan yang tegas dan jelas dalam hal akidah dan peribadatan. Surat ini turun ketika kaum kafir Quraisy, setelah gagal menghentikan dakwah Nabi dengan cara kekerasan, mencoba jalur diplomasi yang kompromistis. Mereka menawarkan: "Sembahlah tuhan kami selama setahun, dan kami akan menyembah Tuhanmu selama setahun." Mereka berpikir ini adalah solusi jalan tengah yang adil.
Allah SWT menurunkan surat ini sebagai jawaban yang tidak menyisakan ruang untuk kompromi dalam urusan penyembahan. Nabi diperintahkan untuk mengatakan dengan tegas, "Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah." Pengulangan kalimat ini dengan struktur yang sedikit berbeda berfungsi sebagai penekanan yang sangat kuat, menutup semua celah negosiasi. Puncaknya adalah ayat terakhir: "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku." Ini bukanlah ayat tentang kebebasan beragama dalam konteks modern, melainkan sebuah pernyataan 'lepas tangan' (bara'ah) dari segala bentuk peribadatan syirik. Islam mengajarkan toleransi dalam interaksi sosial (muamalah), tetapi dalam hal akidah dan ibadah (tauhid), batasnya sangat jelas dan tidak bisa dicampuradukkan.
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ
qul yā ayyuhal-kāfirụn
1. Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir!
لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ
lā a'budu mā ta'budụn
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُdۙ
wa lā antum 'ābidụna mā a'bud
3. dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,
وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ
wa lā ana 'ābidum mā 'abattum
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُdۗ
wa lā antum 'ābidụna mā a'bud
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
lakum dīnukum wa liya dīn
6. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Surat Al-Kautsar (Nikmat yang Banyak)
Surat ke-108, terdiri dari 3 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Merupakan surat terpendek dalam Al-Qur'an.
Surat Al-Kautsar adalah surat yang sangat singkat namun penuh dengan makna mendalam. Ia diturunkan sebagai penghibur bagi Nabi Muhammad SAW di saat beliau sedang bersedih. Kaum kafir Quraisy mengejek beliau dengan sebutan "abtar" (yang terputus keturunannya) karena putra-putra beliau meninggal dunia saat masih kecil. Ejekan ini sangat menyakitkan dalam budaya Arab yang sangat membanggakan garis keturunan laki-laki.
Allah SWT membalikkan ejekan itu dengan memberikan kabar gembira yang luar biasa. "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak (Al-Kautsar)." Al-Kautsar bisa diartikan sebagai telaga di surga, atau secara lebih luas, kebaikan yang melimpah ruah di dunia dan akhirat, termasuk keturunan yang banyak melalui putrinya, Fatimah, serta pengikut yang tak terhitung jumlahnya. Sebagai bentuk syukur atas nikmat agung ini, Allah memerintahkan dua ibadah utama: "Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah." Shalat adalah hubungan vertikal dengan Allah, dan kurban adalah wujud kepedulian sosial. Ayat terakhir menegaskan bahwa sesungguhnya orang-orang yang membenci Nabi-lah yang sebenarnya "abtar" (terputus) dari segala kebaikan dan rahmat Allah. Keturunan dan nama mereka lenyap ditelan sejarah, sementara nama Nabi Muhammad SAW terus diagungkan hingga akhir zaman.
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ
innā a'ṭainākal-kauṡar
1. Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
fa ṣalli lirabbika wan-ḥar
2. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
inna syāni`aka huwal-abtar
3. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
Surat Al-Ma'un (Barang-Barang Berguna)
Surat ke-107, terdiri dari 7 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Mengkritik keras orang yang shalat namun lalai dari hak sosial.
Surat Al-Ma'un memberikan sebuah tamparan keras dan kritik sosial yang sangat tajam. Surat ini mendefinisikan siapa sesungguhnya "pendusta agama". Seringkali orang berpikir pendusta agama adalah mereka yang tidak percaya Tuhan atau tidak shalat. Namun, surat ini justru memulai definisinya dari dimensi sosial. Pendusta agama adalah "orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin." Ini menunjukkan bahwa kualitas iman seseorang tidak hanya diukur dari ibadah ritualnya, tetapi juga dari kepekaan dan kepedulian sosialnya. Mengabaikan hak-hak kaum lemah adalah bentuk pendustaan terhadap esensi ajaran agama.
Kemudian, surat ini beralih kepada orang-orang yang melaksanakan shalat, namun celaka bagi mereka. Mengapa? Pertama, karena mereka "lalai dari shalatnya". Lalai di sini bisa berarti menunda-nunda waktu shalat, tidak khusyuk, atau tidak memahami makna dan tujuan shalat yang seharusnya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Kedua, karena mereka "berbuat riya", yaitu melakukan ibadah hanya untuk pamer dan mencari pujian manusia, bukan karena Allah. Ketiga, mereka "enggan (memberikan) bantuan dengan barang-barang yang berguna". Mereka bakhil bahkan untuk meminjamkan barang sepele sekalipun kepada tetangga yang membutuhkan. Surat ini mengajarkan bahwa ibadah ritual yang tidak diiringi dengan akhlak mulia dan kepedulian sosial adalah ibadah yang kosong dan bahkan bisa mendatangkan celaka.
اَرَاَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ
a ra`aitallażī yukażżibu bid-dīn
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ
fa żālikallażī yadu''ul-yatīm
2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ
wa lā yaḥuḍḍu 'alā ṭa'āmil-miskīn
3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ
fa wailul lil-muṣallīn
4. Maka celakalah orang yang salat,
الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ
allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn
5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya,
الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ
allażīna hum yurā`ụn
6. yang berbuat ria,
وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ
wa yamna'ụnal-mā'ụn
7. dan enggan (memberikan) bantuan dengan barang-barang yang berguna.
Surat Quraisy (Suku Quraisy)
Surat ke-106, terdiri dari 4 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Mengingatkan suku Quraisy akan nikmat Allah.
Surat Quraisy memiliki kaitan yang sangat erat dengan surat sebelumnya, Al-Fil. Jika Surat Al-Fil menceritakan bagaimana Allah menghancurkan pasukan gajah yang hendak menyerang Ka'bah, maka Surat Quraisy menjelaskan dampak dan nikmat besar yang diterima suku Quraisy sebagai penjaga Ka'bah setelah peristiwa tersebut. Allah telah memberikan "kebiasaan" (ilaf) kepada mereka, yaitu rasa aman dalam melakukan perjalanan dagang yang vital bagi perekonomian mereka.
Mereka memiliki dua perjalanan dagang utama: perjalanan di musim dingin ke Yaman dan perjalanan di musim panas ke Syam (Suriah). Perjalanan ini bisa mereka lakukan dengan aman karena status mereka sebagai penjaga Baitullah sangat dihormati oleh suku-suku lain di seluruh Jazirah Arab. Allah mengingatkan mereka akan dua nikmat fundamental yang sering dilupakan: Dia "yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan." Keamanan dan kecukupan pangan adalah dua pilar utama kehidupan yang sejahtera. Atas segala nikmat ini, Allah hanya meminta satu hal: "Hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka'bah)." Ini adalah ajakan logis, bahwa Dzat yang telah memberikan segala fasilitas dan keamanan inilah yang seharusnya disembah, bukan berhala-berhala bisu yang mereka letakkan di sekitar Ka'bah.
لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ
li`īlāfi quraīsy
1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
اٖلٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاۤءِ وَالصَّيْفِۚ
īlāfihim riḥlatasy-syitā`i waṣ-ṣaīf
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ
falya'budụ rabba hāżal-baīt
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka'bah),
الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ
allażī aṭ'amahum min jụ'iw wa āmanahum min khaụf
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.
Surat Al-Fil (Gajah)
Surat ke-105, terdiri dari 5 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Menceritakan kisah pasukan gajah yang dihancurkan Allah.
Surat Al-Fil mengisahkan sebuah peristiwa sejarah yang sangat monumental yang terjadi tidak lama sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu serangan pasukan gajah pimpinan Abrahah, gubernur Yaman di bawah kekuasaan Habasyah (Ethiopia). Abrahah membangun sebuah gereja megah di Sana'a yang disebut Al-Qullais, dengan tujuan untuk mengalihkan pusat ziarah keagamaan dari Ka'bah di Mekkah. Karena tujuannya tidak tercapai, ia menjadi murka dan memutuskan untuk menghancurkan Ka'bah dengan membawa pasukan besar yang diperkuat oleh gajah-gajah perang.
Surat ini bertanya secara retoris, "Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan gajah?" Ini adalah pengingat akan kekuasaan Allah yang mutlak. Allah tidak perlu menurunkan pasukan malaikat bersenjata lengkap. Dia menggagalkan "tipu daya mereka" yang jahat dengan cara yang luar biasa. Allah mengirimkan "burung yang berbondong-bondong" (thairan ababil). Burung-burung kecil ini melempari mereka dengan "batu dari tanah liat yang dibakar". Kekuatan batu-batu kecil ini, atas izin Allah, sangat dahsyat. Akibatnya, mereka menjadi "seperti daun-daun yang dimakan (ulat)". Pasukan yang perkasa itu hancur lebur. Peristiwa ini meninggikan status Ka'bah dan suku Quraisy di mata bangsa Arab, serta menjadi pertanda akan datangnya seorang nabi agung dari kota tersebut.
اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ
a lam tara kaifa fa'ala rabbuka bi`aṣ-ḥābil-fīl
1. Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ
a lam yaj'al kaidahum fī taḍlīl
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?
وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ
wa arsala 'alaihim ṭairan abābīl
3. dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ
tarmīhim biḥijāratim min sijjīl
4. yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar,
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ
fa ja'alahum ka'aṣfim ma`kụl
5. sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Surat Al-'Asr (Waktu)
Surat ke-103, terdiri dari 3 ayat, diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Menjelaskan kunci keselamatan dan kerugian manusia.
Surat Al-'Asr adalah salah satu surat terpendek namun memiliki kandungan makna yang sangat padat dan komprehensif, sampai-sampai Imam Syafi'i berkata, "Seandainya manusia merenungkan surat ini, cukuplah ia (menjadi petunjuk)." Surat ini dimulai dengan sumpah Allah demi "waktu" atau "masa" (Al-'Asr), menunjukkan betapa penting dan berharganya waktu dalam kehidupan manusia. Waktu adalah modal utama yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik, akan membawa kerugian.
Setelah bersumpah, Allah menyatakan sebuah kebenaran universal: "Sungguh, manusia berada dalam kerugian." Ini adalah kondisi asal manusia, selalu terancam oleh kerugian karena waktu terus berjalan dan ajal semakin dekat. Namun, ada pengecualian. Kerugian ini tidak berlaku bagi mereka yang memenuhi empat syarat. Pertama, "beriman," yaitu memiliki fondasi akidah yang benar. Kedua, "mengerjakan kebajikan," yaitu mengimplementasikan iman dalam bentuk amal shalih. Ketiga, "saling menasihati untuk kebenaran," yaitu aktif dalam berdakwah dan menyebarkan kebaikan. Keempat, "saling menasihati untuk kesabaran," yaitu tabah dan teguh dalam menjalankan kebenaran dan menghadapi ujian. Empat pilar ini—iman, amal shalih, dakwah, dan sabar—adalah formula lengkap untuk meraih keselamatan dan keberuntungan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
وَالْعَصْرِۙ
wal-'aṣr
1. Demi masa,
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ
innal-insāna lafī khusr
2. sungguh, manusia berada dalam kerugian,
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
illallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.