Di antara hamparan hari dalam sepekan, hari Jumat berdiri sebagai penghulu, hari yang dimuliakan dengan berbagai keistimewaan. Bagi umat Islam, Jumat bukan sekadar penanda akhir pekan kerja, melainkan sebuah oase spiritual yang menawarkan ketenangan, pengampunan, dan keberkahan. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk menghidupkan hari mulia ini adalah membaca Surat Al-Kahfi. Bagi banyak orang yang belum lancar membaca aksara Arab, kehadiran surat al kahfi latin di hari jumat menjadi jembatan yang tak ternilai untuk turut serta meraih keutamaannya.
Artikel ini akan membawa kita menyelami lebih dalam tentang signifikansi amalan ini. Kita akan mengupas tuntas mengapa Surat Al-Kahfi begitu istimewa, apa saja janji-janji kebaikan yang terkandung di dalamnya, dan bagaimana kita bisa menjadikannya sebagai rutinitas yang mencerahkan jiwa setiap pekannya, bahkan hanya dengan berbekal teks latinnya.
Kemuliaan Hari Jumat: Panggung Istimewa untuk Al-Kahfi
Sebelum kita menyelami isi Surat Al-Kahfi, penting untuk memahami panggung di mana amalan ini paling dianjurkan: hari Jumat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa hari terbaik di mana matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari inilah Nabi Adam diciptakan, dimasukkan ke dalam surga, dan dikeluarkan darinya. Dan tidak akan terjadi hari kiamat selain pada hari Jumat.
Keistimewaan ini menjadikan setiap ibadah yang dilakukan pada hari Jumat memiliki bobot yang berbeda. Ada satu waktu mustajab di dalamnya, di mana doa seorang hamba yang memohon kebaikan pasti akan dikabulkan. Jumat adalah hari raya pekanan, hari di mana umat Islam berkumpul untuk salat berjamaah, mendengarkan khutbah, dan saling menguatkan tali persaudaraan. Dalam suasana yang penuh berkah inilah, amalan membaca Surat Al-Kahfi menemukan momentum terbaiknya.
"Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at." (HR. An Nasa’i dan Baihaqi)
Hadis ini adalah salah satu fondasi utama yang mendorong jutaan Muslim di seluruh dunia untuk rutin membaca Surat Al-Kahfi. "Cahaya" yang disebutkan di sini bukanlah sekadar cahaya fisik. Para ulama menafsirkannya sebagai cahaya petunjuk, cahaya keimanan yang menerangi hati dari kegelapan keraguan, kebodohan, dan maksiat. Ia adalah cahaya yang membimbing langkah kita selama sepekan ke depan, membantu kita membedakan yang hak dan yang batil, serta memberikan ketenangan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
Keutamaan Membaca Surat Al Kahfi Latin di Hari Jumat
Membaca Al-Quran dalam bahasa aslinya tentu memiliki keutamaan tertinggi. Namun, Islam adalah agama yang memudahkan. Bagi mereka yang masih dalam tahap belajar atau memiliki keterbatasan, membaca transliterasi latin adalah sebuah usaha yang patut dihargai dan tetap mendatangkan pahala. Niat yang tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah kuncinya. Keutamaan-keutamaan yang dijanjikan tetap terbuka bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh, termasuk melalui bacaan surat al kahfi latin di hari jumat.
1. Disinari Cahaya Petunjuk di Antara Dua Jumat
Seperti yang telah disebutkan, ini adalah keutamaan yang paling sering dikutip. Cahaya ini bersifat maknawi, yaitu petunjuk dari Allah yang menjaga seseorang dari kesesatan. Dalam sepekan, kita dihadapkan pada berbagai pilihan, godaan, dan tantangan. Cahaya dari Al-Kahfi ini berfungsi sebagai kompas spiritual yang menjaga kita tetap berada di jalan yang lurus. Ia memberikan kejernihan berpikir, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, dan kekuatan untuk menolak bisikan-bisikan negatif.
2. Perlindungan dari Fitnah Terbesar: Dajjal
Keutamaan ini mungkin yang paling menakjubkan dan relevan dengan zaman akhir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan bahwa tidak ada fitnah (ujian) yang lebih besar sejak penciptaan Adam hingga hari kiamat selain fitnah Dajjal. Dajjal akan datang dengan membawa tipu daya yang luar biasa, mampu menunjukkan hal-hal yang tampak seperti keajaiban untuk menyesatkan manusia dari keimanan.
"Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al Kahfi, maka ia akan terlindungi dari Dajjal." (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan sepuluh ayat terakhir. Para ulama menyarankan untuk menghafal keduanya jika mampu, atau salah satunya. Mengapa Surat Al-Kahfi? Karena di dalamnya terkandung empat kisah besar yang menjadi "vaksin" ideologis terhadap tipu daya Dajjal. Dengan merenungi kisah-kisah ini, kita belajar tentang hakikat iman, harta, ilmu, dan kekuasaan, yang merupakan empat pintu utama yang akan digunakan Dajjal untuk menjerumuskan manusia.
3. Diampuni Dosa-dosanya
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa siapa yang membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, akan diampuni dosanya antara Jumat tersebut dan Jumat berikutnya. Tentu saja, pengampunan ini berlaku untuk dosa-dosa kecil, sementara dosa-dosa besar memerlukan taubat nasuha yang tulus. Namun, janji ini merupakan motivasi yang luar biasa. Ia memberikan kita kesempatan untuk "reset" atau memulai kembali setiap pekannya dengan lembaran yang lebih bersih, meringankan beban dosa yang mungkin tidak kita sadari.
4. Mendapatkan Ketenangan Jiwa (Sakinah)
Al-Quran adalah penyembuh dan penenang bagi hati. Surat Al-Kahfi, dengan alur ceritanya yang memukau dan penuh hikmah, mampu membawa pembacanya ke dalam suasana perenungan yang mendalam. Ada sebuah kisah tentang sahabat Nabi yang membaca Surat Al-Kahfi, lalu ia melihat semacam awan atau kabut yang menaunginya. Ketika hal itu diceritakan kepada Rasulullah, beliau bersabda, "Itulah sakinah (ketenangan) yang turun karena bacaan Al-Qur'an."
Menyelami Samudra Hikmah: Empat Kisah Agung dalam Surat Al-Kahfi
Surat Al-Kahfi bukan sekadar bacaan ritual. Ia adalah sebuah surat yang kaya akan narasi dan pelajaran. Di dalamnya terdapat empat kisah utama yang masing-masing merepresentasikan sebuah ujian besar dalam kehidupan manusia. Memahaminya akan membuat aktivitas membaca surat al kahfi latin di hari jumat menjadi lebih bermakna.
Kisah Pertama: Ashabul Kahfi (Para Pemuda Gua) - Ujian Keimanan
Kisah ini menceritakan sekelompok pemuda yang hidup di bawah pemerintahan seorang raja yang zalim dan memaksa rakyatnya untuk menyekutukan Allah. Demi mempertahankan akidah tauhid mereka, para pemuda ini melarikan diri dari kemewahan kota dan berlindung di sebuah gua terpencil. Mereka berdoa kepada Allah memohon rahmat dan petunjuk. Allah pun menjawab doa mereka dengan cara yang luar biasa: menidurkan mereka selama 309 tahun.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Keteguhan Iman: Para pemuda ini rela meninggalkan segalanya—keluarga, harta, dan status sosial—demi mempertahankan iman mereka. Ini mengajarkan kita tentang prioritas utama dalam hidup, yaitu menjaga hubungan kita dengan Allah di atas segalanya.
- Hijrah dari Lingkungan Buruk: Ketika lingkungan sekitar sudah tidak kondusif untuk menjaga keimanan dan kebaikan, menjauh atau "hijrah" adalah sebuah pilihan yang dibenarkan dan bahkan dianjurkan.
- Kekuatan Doa dan Tawakal: Mereka tidak hanya lari, tetapi mereka berdoa dengan penuh kerendahan hati. Mereka menyerahkan urusan mereka sepenuhnya kepada Allah, dan Allah memberikan pertolongan dari arah yang tidak terduga.
- Tanda Kebesaran Allah: Kisah ini menjadi bukti nyata kekuasaan Allah dalam mematikan, menghidupkan, dan menjaga hamba-Nya. Ini adalah antitesis dari fitnah Dajjal yang juga akan mengaku bisa menghidupkan dan mematikan.
Kisah Kedua: Pemilik Dua Kebun - Ujian Harta
Kisah ini berbicara tentang dua orang sahabat. Yang satu diberi karunia oleh Allah berupa dua kebun yang sangat subur dan produktif, lengkap dengan sumber air yang melimpah. Namun, kekayaan ini membuatnya sombong. Ia merasa semua itu adalah hasil jerih payahnya sendiri dan bahkan mulai meragukan adanya hari kebangkitan. Sahabatnya yang miskin namun beriman mencoba menasihatinya untuk bersyukur dan tidak kufur nikmat.
Namun, ia menolak nasihat itu dengan angkuh. Akhirnya, Allah mengirimkan bencana yang menghancurkan kedua kebunnya hingga luluh lantak. Barulah saat itu ia menyesal, namun penyesalan sudah terlambat.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Bahaya Kesombongan dan Materialisme: Harta adalah ujian. Ia bisa mendekatkan seseorang kepada Allah jika digunakan untuk kebaikan, atau bisa menjauhkannya jika menimbulkan kesombongan dan kelalaian. Kisah ini adalah pengingat keras bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan.
- Pentingnya Bersyukur: Kunci untuk menjaga nikmat adalah dengan mengikatnya melalui rasa syukur. Mengucapkan "Masya Allah, Laa Quwwata Illa Billah" (Semua ini atas kehendak Allah, tiada kekuatan selain dengan pertolongan Allah) adalah salah satu bentuk pengakuan bahwa semua berasal dari-Nya.
- Hakikat Dunia yang Fana: Kebun yang indah dan subur bisa hancur dalam sekejap. Ini adalah perumpamaan bagi dunia itu sendiri. Mengejar dunia secara berlebihan sambil melupakan akhirat adalah sebuah kerugian yang nyata. Ini adalah "vaksin" untuk fitnah Dajjal yang akan menawarkan kemewahan duniawi sebagai imbalan atas keimanan.
Kisah Ketiga: Nabi Musa dan Khidir - Ujian Ilmu
Suatu ketika, Nabi Musa 'alaihis salam merasa bahwa dirinyalah orang yang paling berilmu di muka bumi. Allah kemudian menegurnya dan memberitahukan bahwa ada seorang hamba-Nya (yang diyakini sebagai Khidir) yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Musa. Dengan penuh semangat dan kerendahan hati, Nabi Musa melakukan perjalanan jauh untuk belajar darinya.
Syaratnya satu: Musa tidak boleh bertanya tentang apa pun yang dilakukan Khidir sampai Khidir sendiri yang menjelaskannya. Namun, Musa gagal memenuhi syarat ini sebanyak tiga kali. Khidir melakukan tiga tindakan yang secara lahiriah tampak aneh dan salah: melubangi perahu milik orang miskin, membunuh seorang anak kecil, dan menegakkan kembali dinding rumah yang hampir roboh di sebuah negeri yang penduduknya pelit.
Di akhir perjalanan, Khidir menjelaskan hikmah di balik setiap tindakannya, yang ternyata semuanya adalah untuk kebaikan yang lebih besar berdasarkan wahyu dari Allah. Musa pun menyadari betapa terbatasnya ilmu manusia dibandingkan ilmu Allah.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Kerendahan Hati dalam Mencari Ilmu: Bahkan seorang nabi sekaliber Musa pun diperintahkan untuk terus belajar. Ini mengajarkan kita untuk tidak pernah merasa cukup dan sombong dengan ilmu yang kita miliki.
- Kesabaran Adalah Kunci Ilmu: Tanpa kesabaran, kita tidak akan mampu memahami hikmah di balik sebuah peristiwa. Banyak hal dalam hidup yang tidak langsung kita pahami tujuannya.
- Adanya Hikmah di Balik Musibah: Perahu yang dilubangi menyelamatkannya dari perampasan. Anak yang dibunuh dijaga kesalehan orang tuanya. Dinding yang diperbaiki menyimpan harta anak yatim. Ini adalah pelajaran fundamental untuk berbaik sangka kepada takdir Allah. Sesuatu yang kita anggap buruk bisa jadi menyimpan kebaikan yang luar biasa. Ini adalah penawar bagi fitnah Dajjal yang akan membolak-balikkan persepsi, di mana surganya adalah neraka dan nerakanya adalah surga.
Kisah Keempat: Dzulqarnain - Ujian Kekuasaan
Dzulqarnain adalah seorang raja yang saleh, adil, dan diberi kekuasaan yang sangat besar oleh Allah. Ia melakukan perjalanan ke ujung barat dan ujung timur bumi. Di setiap tempat yang ia kunjungi, ia menegakkan keadilan. Ia menghukum orang-orang yang zalim dan memberi penghargaan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat baik.
Puncak kisahnya adalah ketika ia tiba di sebuah tempat di antara dua gunung, di mana ia bertemu dengan kaum yang hampir tidak mengerti bahasanya. Mereka mengeluhkan tentang kerusakan yang ditimbulkan oleh bangsa Ya'juj dan Ma'juj. Mereka menawarkan upah kepada Dzulqarnain agar ia mau membuatkan dinding penghalang.
Dzulqarnain menolak upah tersebut dan berkata bahwa karunia dari Tuhannya lebih baik. Ia hanya meminta bantuan tenaga dari kaum tersebut. Dengan kecerdasan dan kekuatan yang diberikan Allah, ia membangun sebuah dinding penghalang yang sangat kokoh dari besi dan tembaga, yang tidak bisa didaki maupun dilubangi oleh Ya'juj dan Ma'juj.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Kekuasaan Adalah Amanah: Dzulqarnain menggunakan kekuasaannya untuk menyebarkan kebaikan, membantu yang lemah, dan menegakkan keadilan, bukan untuk menindas atau memperkaya diri.
- Tidak Menyandarkan Diri pada Materi: Ia menolak upah dan menyandarkan keberhasilannya pada karunia Allah. Ini adalah contoh pemimpin yang tidak korup dan memiliki integritas tinggi.
- Pentingnya Kerjasama dan Pemberdayaan: Ia tidak bekerja sendiri. Ia meminta bantuan rakyat setempat, memberdayakan mereka untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah mereka sendiri.
- Pengingat tentang Akhir Zaman: Meskipun dinding itu sangat kokoh, Dzulqarnain tetap mengingatkan bahwa jika janji Allah (hari kiamat) telah tiba, dinding itu akan hancur lebur. Ini adalah "vaksin" terhadap fitnah Dajjal yang akan mengklaim memiliki kekuasaan abadi.
Bacaan Lengkap Surat Al Kahfi Latin (Ayat 1-110)
Berikut ini adalah bacaan lengkap surat al kahfi latin di hari jumat untuk memudahkan Anda dalam mengamalkannya. Bacalah dengan perlahan dan khusyuk, seraya mencoba meresapi maknanya.
1. al-ḥamdu lillāhillażī anzala 'alā 'abdihil-kitāba wa lam yaj'al lahụ 'iwajā
2. qayyimal liyunżira ba`san syadīdam mil ladun-hu wa yubasysyiral-mu`minīnallażīna ya'malụnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā
3. mākiṡīna fīhi abadā
4. wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā
5. mā lahum bihī min 'ilmiw wa lā li`ābā`ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, iy yaqụlụna illā każibā
6. fa la'allaka bākhi'un nafsaka 'alā āṡārihim il lam yu`minụ bihāżal-ḥadīṡi asafā
7. innā ja'alnā mā 'alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalā
8. wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzā
9. am ḥasibta anna aṣ-ḥābal-kahfi war-raqīmi kānụ min āyātinā 'ajabā
10. iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qālụ rabbanā ātinā mil ladunka raḥmataw wa hayyi` lanā min amrinā rasyadā
11. fa ḍarabnā 'alā āżānihim fil-kahfi sinīna 'adadā
12. ṡumma ba'aṡnāhum lina'lama ayyul-ḥizbaini aḥṣā limā labiṡū amadā
13. naḥnu naquṣṣu 'alaika naba`ahum bil-ḥaqq, innahum fityatun āmanụ birabbihim wa zidnāhum hudā
14. wa rabaṭnā 'alā qulụbihim iż qāmụ fa qālụ rabbunā rabbus-samāwāti wal-arḍi lan nad'uwa min dụnihī ilāhal laqad qulnā iżan syaṭaṭā
15. hā`ulā`i qaumunattakhażụ min dụnihī ālihah, lau lā ya`tụna 'alaihim bisulṭānim bayyin, fa man aẓlamu mim maniftarā 'alallāhi każibā
16. wa iżi'tazaltumụhum wa mā ya'budụna illallāha fa`wū ilal-kahfi yansyur lakum rabbukum mir raḥmatihī wa yuhayyi` lakum min amrikum mirfaqā
17. wa tarasy-syamsa iżā ṭala'at tazāwaru 'an kahfihim żātal-yamīni wa iżā garabat taqriḍuhum żātasy-syimāli wa hum fī fajwatim min-h, żālika min āyātillāh, may yahdillāhu fa huwal-muhtadi wa may yuḍlil fa lan tajida lahụ waliyyam mursyidā
18. wa taḥsabuhum aiqāẓaw wa hum ruqụd, wa nuqallibuhum żātal-yamīni wa żātasy-syimāl, wa kalbuhum bāsiṭun żirā'aihi bil-waṣīd, lawiṭṭala'ta 'alaihim lawallaita min-hum firāraw wa lamuli`ta min-hum ru'bā
19. wa każālika ba'aṡnāhum liyatasā`alụ bainahum, qāla qā`ilum min-hum kam labiṡtum, qālụ labiṡnā yauman au ba'ḍa yaụm, qālụ rabbukum a'lamu bimā labiṡtum, fab'aṡū aḥadakum biwariqikum hāżihī ilal-madīnati falyanẓur ayyuhā azkā ṭa'āman falya`tikum birizqim min-hu walyatalaṭṭaf wa lā yusy'iranna bikum aḥadā
20. innahum iy yaẓ-harụ 'alaikum yarjumụkum au yu'īdụkum fī millatihim wa lan tufliḥū iżan abadā
21. wa każālika a'ṡarnā 'alaihim liya'lamū anna wa'dallāhi ḥaqquw wa annas-sā'ata lā raiba fīhā, iż yatanāza'ụna bainahum amrahum fa qālubnụ 'alaihim bun-yānā, rabbuhum a'lamu bihim, qālallażīna galabụ 'alā amrihim lanattakhiżanna 'alaihim masjidā
22. sayaqụlụna ṡalāṡatur rābi'uhum kalbuhum, wa yaqụlụna khamsatun sādisuhum kalbuhum rajmam bil-gaīb, wa yaqụlụna sab'atuw wa ṡāminuhum kalbuhum, qur rabbī a'lamu bi'iddatihim mā ya'lamuhum illā qalīl, fa lā tumāri fīhim illā mirā`an ẓāhiraw wa lā tastafti fīhim min-hum aḥadā
23. wa lā taqụlanna lisyai`in innī fā'ilun żālika gadā
24. illā ay yasyā`allāh, ważkur rabbaka iżā nasīta wa qul 'asā ay yahdiyani rabbī li`aqraba min hāżā rasyadā
25. wa labiṡụ fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādụ tis'ā
26. qulillāhu a'lamu bimā labiṡụ, lahụ gaibus-samāwāti wal-arḍ, abṣir bihī wa asmi', mā lahum min dụnihī miw waliyy, wa lā yusyriku fī ḥukmihī aḥadā
27. watlu mā ụḥiya ilaika min kitābi rabbik, lā mubaddila likalimātih, wa lan tajida min dụnihī multaḥadā
28. waṣbir nafsaka ma'allażīna yad'ụna rabbahum bil-gadāti wal-'asyiyyi yurīdụna waj-hahụ wa lā ta'du 'aināka 'an-hum, turīdu zīnatal-ḥayātid-dun-yā, wa lā tuṭi' man agfalnā qalbahụ 'an żikrinā wattaba'a hawāhu wa kāna amruhụ furuṭā
29. wa qulil-ḥaqqu mir rabbikum, fa man syā`a falyu`miw wa man syā`a falyakfur, innā a'tadnā liẓ-ẓālimīna nāran aḥāṭa bihim surādiquhā, wa iy yastagīṡụ yugāṡụ bimā`in kal-muhli yasywil-wujụh, bi`sasy-syarāb, wa sā`at murtafaqā
30. innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti innā lā nuḍī'u ajra man aḥsana 'amalā
31. ulā`ika lahum jannātu 'adnin tajrī min taḥtihimul-an-hār, yuḥallauna fīhā min asāwira min żahabiw wa yalbasụna ṡiyāban khuḍram min sundusiw wa istabraqim muttaki`īna fīhā 'alal-arā`ik, ni'maṡ-ṡawāb, wa ḥasunat murtafaqā
32. waḍrib lahum maṡalar rajulaini ja'alnā li`aḥadihimā jannataini min a'nābiw wa ḥafafnāhumā binakhliw wa ja'alnā bainahumā zar'ā
33. kiltal-jannataini ātat ukulahā wa lam taẓlim min-hu syai`aw wa fajjarnā khilālahumā naharā
34. wa kāna lahụ ṡamar, fa qāla liṣāḥibihī wa huwa yuḥāwiruhū ana akṡaru mingka mālaw wa a'azzu nafarā
35. wa dakhala jannatahụ wa huwa ẓālimul linafsih, qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā
36. wa mā aẓunnus-sā'ata qā`imataw wa la`ir rudittu ilā rabbī la`ajidanna khairam min-hā munqalabā
37. qāla lahụ ṣāḥibuhụ wa huwa yuḥāwiruhū a kafarta billażī khalaqaka min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma sawwāka rajulā
38. lākinna huwallāhu rabbī wa lā usyriku birabbī aḥadā
39. walau lā iż dakhalta jannataka qulta mā syā`allāhu lā quwwata illā billāh, in tarani ana aqalla mingka mālaw wa waladā
40. fa 'asā rabbī ay yu`tiyani khairam min jannatika wa yursila 'alaihā ḥusbānam minas-samā`i fa tuṣbiḥa ṣa'īdan zalaqā
41. au yuṣbiḥa mā`uhā gauran fa lan tastaṭī'a lahụ ṭalabā
42. wa uḥīṭa biṡamarihī fa aṣbaḥa yuqallibu kaffaihi 'alā mā anfaqa fīhā wa hiya khāwiyatun 'alā 'urụsyihā wa yaqụlu yā laitanī lam usyrik birabbī aḥadā
43. wa lam takul lahụ fi`atuy yanṣurụnahụ min dụnillāhi wa mā kāna muntaṣirā
44. hunālikal-walāyatu lillāhil-ḥaqq, huwa khairun ṡawābaw wa khairun 'uqbā
45. waḍrib lahum maṡalal-ḥayātid-dun-yā kamā`in anzalnāhu minas-samā`i fakhtalaṭa bihī nabātul-arḍi fa aṣbaḥa hasyīman tażrụhur-riyāḥ, wa kānallāhu 'alā kulli syai`im muqtadirā
46. al-mālu wal-banụna zīnatul-ḥayātid-dun-yā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun 'inda rabbika ṡawābaw wa khairun amalā
47. wa yauma nusayyirul-jibāla wa taral-arḍa bārizataw wa ḥasyarnāhum fa lam nugādir min-hum aḥadā
48. wa 'uriḍụ 'alā rabbika ṣaffā, laqad ji`tumụnā kamā khalaqnākum awwala marratim bal za'amtum allan naj'ala lakum mau'idā
49. wa wuḍi'al-kitābu fa taral-mujrimīna musyfiqīna mimmā fīhi wa yaqụlụna yā wailatanā māli hāżal-kitābi lā yugādiru ṣagīrataw wa lā kabīratan illā aḥṣāhā, wa wajadụ mā 'amilụ ḥāḍirā, wa lā yaẓlimu rabbuka aḥadā
50. wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, kāna minal-jinni fa fasaqa 'an amri rabbih, a fa tattakhiżụnahụ wa żurriyyatahū auliyā`a min dụnī wa hum lakum 'aduww, bi`sa liẓ-ẓālimīna badalā
51. mā asy-hattuhum khalqas-samāwāti wal-arḍi wa lā khalqa anfusihim wa mā kuntu muttakhiżal-muḍillīna 'aḍudā
52. wa yauma yaqụlu nādụ syurakā`iyallażīna za'amtum fa da'auhum fa lam yastajībụ lahum wa ja'alnā bainahum maubiqā
53. wa ra`al-mujrimụnan-nāra fa ẓannū annahum muwāqi'ụhā wa lam yajidụ 'an-hā maṣrifā
54. wa laqad ṣarrafnā fī hāżal-qur`āni lin-nāsi min kulli maṡal, wa kānal-insānu akṡara syai`in jadalā
55. wa mā mana'an-nāsa ay yu`minū iż jā`ahumul-hudā wa yastagfirụ rabbahum illā an ta`tiyahum sunnatul-awwalīna au ya`tiyahumul-'ażābu qubulā
56. wa mā nursilul-mursalīna illā mubasysyirīna wa munżirīn, wa yujādilullażīna kafarụ bil-bāṭili liyud-ḥiḍụ bihil-ḥaqqa wattakhażū āyātī wa mā unżirụ huzuwā
57. wa man aẓlamu mim man żukkira bi`āyāti rabbihī fa a'raḍa 'an-hā wa nasiya mā qaddamat yadāh, innā ja'alnā 'alā qulụbihim akinnatan ay yafqahụhu wa fī āżānihim waqrā, wa in tad'uhum ilal-hudā fa lay yahtadū iżan abadā
58. wa rabbukal-gafụru żur-raḥmah, lau yu`ākhiżuhum bimā kasabụ la'ajjala lahumul-'ażāb, bal lahum mau'idul lay yajidụ min dụnihī mau`ilā
59. wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamụ wa ja'alnā limahlikihim mau'idā
60. wa iż qāla mụsā lifatāhu lā abraḥu ḥattā abluga majma'al-baḥraini au amḍiya ḥuqubā
61. fa lammā balagā majma'a bainihimā nasiyā ḥụtahumā fattakhaża sabīlahụ fil-baḥri sarabā
62. fa lammā jāwazā qāla lifatāhu ātinā gadā`anā laqad laqīnā min safarinā hāżā naṣabā
63. qāla a ra`aita iż awainā ilaṣ-ṣakhrati fa innī nasītul-ḥụt, wa mā ansānīhu illasy-syaiṭānu an ażkurah, wattakhaża sabīlahụ fil-baḥri 'ajabā
64. qāla żālika mā kunnā nabgi fartaddā 'alā āṡārihimā qaṣaṣā
65. fa wajadā 'abdam min 'ibādinā ātaināhu raḥmatam min 'indinā wa 'allamnāhu mil ladunnā 'ilmā
66. qāla lahụ mụsā hal attabi'uka 'alā an tu'allimani mimmā 'ullimta rusydā
67. qāla innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
68. wa kaifa taṣbiru 'alā mā lam tuḥiṭ bihī khubrā
69. qāla satajidunī in syā`allāhu ṣābiraw wa lā a'ṣī laka amrā
70. qāla fa inittaba'tanī fa lā tas`alnī 'an syai`in ḥattā uḥdiṡa laka min-hu żikrā
71. fanṭalaqā, ḥattā iżā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla a kharaqtahā litugriqa ahlahā, laqad ji`ta syai`an imrā
72. qāla a lam aqul innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
73. qāla lā tu`ākhiżnī bimā nasītu wa lā tur-hiqnī min amrī 'usrā
74. fanṭalaqā, ḥattā iżā laqiyā gulāman fa qatalah, qāla a qatalta nafsan zakiyyatam bigairi nafs, laqad ji`ta syai`an nukrā
75. qāla a lam aqul laka innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
76. qāla in sa`altuka 'an syai`im ba'dahā fa lā tuṣāḥibnī, qad balagta mil ladunnī 'użrā
77. fanṭalaqā, ḥattā iżā atayā ahla qaryatinistaṭ'amā ahlahā fa abau ay yuḍayyifụhumā fa wajadā fīhā jidāray yurīdu ay yanqaḍḍa fa aqāmah, qāla lau syi`ta lattakhażta 'alaihi ajrā
78. qāla hāżā firāqu bainī wa bainik, sa`unabbi`uka bita`wīli mā lam tastaṭi' 'alaihi ṣabrā
79. ammas-safīnatu fa kānat limasākīna ya'malụna fil-baḥri fa arattu an a'ībahā wa kāna warā`ahum malikuy ya`khużu kulla safīnatin gaṣbā
80. wa ammal-gulāmu fa kāna abawāhu mu`minaini fa khasyīnā ay yur-hiqahumā ṭugyānaw wa kufrā
81. fa aradnā ay yubdilahumā rabbuhumā khairam min-hu zakātaw wa aqraba ruḥmā
82. wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahụ kanzul lahumā wa kāna abụhumā ṣāliḥā, fa arāda rabbuka ay yablugā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa'altuhụ 'an amrī, żālika ta`wīlu mā lam tasṭi' 'alaihi ṣabrā
83. wa yas`alụnaka 'an żil-qarnaīn, qul sa`atlụ 'alaikum min-hu żikrā
84. innā makkannā lahụ fil-arḍi wa ātaināhu min kulli syai`in sababā
85. fa atba'a sababā
86. ḥattā iżā balaga magribasy-syamsi wajadahā tagrubu fī 'ainin ḥami`atiw wa wajada 'indahā qaumā, qulnā yā żal-qarnaini immā an tu'ażżiba wa immā an tattakhiża fīhim ḥusnā
87. qāla ammā man ẓalama fa saufa nu'ażżibuhụ ṡumma yuraddu ilā rabbihī fa yu'ażżibuhụ 'ażāban nukrā
88. wa ammā man āmana wa 'amila ṣāliḥan fa lahụ jazā`anil-ḥusnā, wa sanaqụlu lahụ min amrinā yusrā
89. ṡumma atba'a sababā
90. ḥattā iżā balaga maṭli'asy-syamsi wajadahā taṭlu'u 'alā qaumil lam naj'al lahum min dụnihā sitrā
91. każālik, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā
92. ṡumma atba'a sababā
93. ḥattā iżā balaga bainas-saddaini wajada min dụnihimā qaumal lā yakādụna yafqahụna qaulā
94. qālụ yā żal-qarnaini inna ya`jụja wa ma`jụja mufsidụna fil-arḍi fa hal naj'alu laka kharjan 'alā an taj'ala bainanā wa bainahum saddā
95. qāla mā makkannī fīhi rabbī khairun fa a'īnụnī biquwwatin aj'al bainakum wa bainahum radmā
96. ātụnī zubaral-ḥadīd, ḥattā iżā sāwā bainaṣ-ṣadafaini qālanfukhụ, ḥattā iżā ja'alahụ nāran qāla ātụnī ufrig 'alaihi qiṭrā
97. famasṭā'ū ay yaẓ-harụhu wa mastaṭā'ụ lahụ naqbā
98. qāla hāżā raḥmatum mir rabbī, fa iżā jā`a wa'du rabbī ja'alahụ dakkā`, wa kāna wa'du rabbī ḥaqqā
99. wa taraknā ba'ḍahum yauma`iżiy yamụju fī ba'ḍiw wa nufikha fiṣ-ṣụri fa jama'nāhum jam'ā
100. wa 'araḍnā jahannama yauma`iżil lil-kāfirīna 'arḍā
101. allażīna kānat a'yunuhum fī giṭā`in 'an żikrī wa kānụ lā yastaṭī'ụna sam'ā
102. a fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżụ 'ibādī min dụnī auliyā`, innā a'tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā
103. qul hal nunabbi`ukum bil-akhsarīna a'mālā
104. allażīna ḍalla sa'yuhum fil-ḥayātid-dun-yā wa hum yaḥsabụna annahum yuḥsinụna ṣun'ā
105. ulā`ikallażīna kafarụ bi`āyāti rabbihim wa liqā`ihī fa ḥabiṭat a'māluhum fa lā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā
106. żālika jazā`uhum jahannamu bimā kafarụ wattakhażū āyātī wa rusulī huzuwā
107. innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti kānat lahum jannātul-firdausi nuzulā
108. khālidīna fīhā lā yabgụna 'an-hā ḥiwalā
109. qul lau kānal-baḥru midādal likalimāti rabbī lanafidal-baḥru qabla an tanfada kalimātu rabbī walau ji`nā bimiṡlihī madadā
110. qul innamā ana basyarum miṡlukum yụḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa man kāna yarjụ liqā`a rabbihī falya'mal 'amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi'ibādati rabbihī aḥadā
Menjadikan Al-Kahfi Sebagai Kebiasaan
Membaca surat yang cukup panjang ini mungkin terasa berat pada awalnya. Namun, dengan niat yang kuat dan strategi yang tepat, ia bisa menjadi sebuah kebiasaan yang ringan dan dinantikan.
- Tentukan Waktu Spesifik: Alokasikan waktu khusus untuk membacanya. Waktu terbaik adalah pada malam Jumat (setelah Maghrib hari Kamis) hingga sebelum Maghrib hari Jumat. Anda bisa membacanya setelah salat Subuh, sebelum salat Jumat, atau di waktu luang lainnya.
- Bagi Menjadi Beberapa Bagian: Anda tidak harus membacanya sekali duduk. Bagilah surat ini menjadi beberapa bagian. Misalnya, baca 2-3 halaman setelah setiap salat fardu pada hari Jumat.
- Gunakan Bantuan Audio: Dengarkan lantunan qari favorit Anda sambil mengikuti teks latinnya. Ini tidak hanya membantu kelancaran membaca, tetapi juga membantu memperbaiki pelafalan dan menambah kekhusyukan.
- Ajak Keluarga atau Teman: Menjadikannya kegiatan bersama bisa meningkatkan motivasi. Anda bisa membaca bergantian dengan pasangan atau anak-anak.
- Pahami Artinya: Luangkan waktu sejenak setiap pekan untuk membaca terjemahan atau tafsir dari beberapa ayat yang Anda baca. Semakin Anda memahami pesannya, semakin besar pula cinta Anda terhadap surat ini.
Membiasakan diri membaca surat al kahfi latin di hari jumat adalah sebuah investasi spiritual yang tak ternilai. Ia bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah dialog mingguan dengan petunjuk ilahi, sebuah cara untuk mengisi ulang baterai keimanan, dan sebuah perisai untuk menghadapi tantangan hidup dan fitnah akhir zaman. Semoga Allah Ta'ala senantiasa memberikan kita taufik dan kemudahan untuk mengamalkannya, serta menganugerahkan kita cahaya petunjuk-Nya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.