Surat Al-Kahfi: Cahaya di Antara Dua Jumat
Surat Al-Kahfi (الكهف), yang berarti "Gua", adalah surat ke-18 dalam Al-Qur'an dan terdiri dari 110 ayat. Surat ini tergolong Makkiyah, diturunkan di Mekkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW. Keistimewaan surat ini begitu besar, terutama anjuran untuk membacanya pada hari Jumat. Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa saja yang membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.
Surat ini bukan sekadar rangkaian ayat, melainkan lautan hikmah yang mengandung empat kisah besar yang sarat akan pelajaran. Setiap kisah menyoroti fitnah (ujian) besar yang dihadapi manusia: ujian keimanan, ujian harta, ujian ilmu, dan ujian kekuasaan. Melalui pemahaman mendalam terhadap kisah-kisah ini, kita dibekali cara untuk menavigasi ujian-ujian kehidupan dengan berpegang teguh pada tali Allah SWT.
Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi
Sebelum menyelami ayat-ayatnya, penting untuk memahami mengapa surat ini begitu diistimewakan dalam Islam. Beberapa keutamaan utamanya adalah:
- Cahaya Penerang: Seperti yang telah disebutkan, membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat akan memberikan cahaya (nur) yang menerangi seorang hamba dari Jumat tersebut hingga Jumat berikutnya. Cahaya ini bisa diartikan sebagai petunjuk, ketenangan batin, dan penjagaan dari kegelapan maksiat.
- Perlindungan dari Fitnah Dajjal: Ini adalah salah satu keutamaan terbesar. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa menghafal sepuluh ayat pertama (dan dalam riwayat lain, sepuluh ayat terakhir) dari Surat Al-Kahfi akan melindungi seorang Muslim dari fitnah Dajjal, ujian terbesar di akhir zaman.
- Pengampunan Dosa: Membacanya juga menjadi wasilah untuk mendapatkan ampunan dosa di antara dua Jumat. Ini adalah kesempatan emas untuk membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin kita lakukan.
- Diturunkannya Sakinah (Ketenangan): Dikisahkan bahwa seorang sahabat yang membaca Surat Al-Kahfi di malam hari melihat semacam awan atau kabut yang turun mendekat. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa itu adalah sakinah yang turun karena bacaan Al-Qur'an.
Surat Al-Kahfi adalah bekal spiritual mingguan bagi setiap Muslim. Ia adalah pengingat, pelindung, dan sumber ketenangan yang tak ternilai harganya. Mari kita jadikan pembacaannya sebagai kebiasaan yang tak terpisahkan dari hari Jumat kita.
Empat Kisah Agung dan Pelajarannya
Inti dari Surat Al-Kahfi adalah empat kisah utama yang membentangkan berbagai macam ujian dan cara menghadapinya. Mari kita bedah satu per satu.
1. Kisah Ashabul Kahfi (Para Penghuni Gua) - Ujian Keimanan
Kisah ini menceritakan sekelompok pemuda yang hidup di tengah masyarakat penyembah berhala. Mereka menolak untuk menyekutukan Allah dan mempertahankan iman mereka di bawah tekanan seorang penguasa yang zalim. Untuk menyelamatkan akidah mereka, mereka melarikan diri dan berlindung di sebuah gua. Atas kuasa Allah, mereka ditidurkan selama 309 tahun. Ketika mereka bangun, masyarakat di sekitar mereka telah menjadi kaum yang beriman.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Keteguhan Iman: Kisah ini mengajarkan pentingnya memegang teguh iman walau harus menghadapi ancaman dan pengucilan. Para pemuda ini lebih memilih mengasingkan diri daripada mengorbankan keyakinan mereka.
- Pentingnya Lingkungan yang Baik: Mereka saling menguatkan satu sama lain. Ini menunjukkan betapa vitalnya memiliki sahabat-sahabat saleh yang membantu kita dalam ketaatan.
- Pertolongan Allah Pasti Datang: Ketika seorang hamba berusaha menjaga agamanya, Allah akan memberikan jalan keluar yang tak terduga. Gua menjadi tempat perlindungan, dan tidur panjang menjadi cara Allah menyelamatkan mereka dari fitnah zaman.
- Kekuasaan Allah yang Mutlak: Membangkitkan mereka setelah ratusan tahun adalah bukti nyata kekuasaan Allah atas hidup, mati, dan waktu itu sendiri.
2. Kisah Pemilik Dua Kebun - Ujian Harta
Kisah ini tentang dua orang, yang satu diberi oleh Allah dua kebun yang sangat subur dan kaya, sementara yang lainnya miskin namun taat. Pemilik kebun menjadi sombong dan kufur nikmat. Ia merasa kekayaannya adalah hasil jerih payahnya semata dan akan abadi. Ia bahkan meragukan adanya hari kiamat. Akibat kesombongannya, Allah menghancurkan kedua kebunnya dalam semalam, membuatnya sadar dan menyesal.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Harta adalah Ujian: Kekayaan bukanlah tanda kemuliaan, melainkan amanah dan ujian dari Allah. Cara kita menggunakannya akan menentukan nasib kita.
- Bahaya Kesombongan dan Kufur Nikmat: Menganggap semua pencapaian berasal dari diri sendiri dan melupakan Allah adalah pintu menuju kehancuran. Ucapkan selalu "Masya Allah, la quwwata illa billah" (Semua ini atas kehendak Allah, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
- Kefanaan Dunia: Harta, kebun, dan semua kemewahan dunia bisa lenyap dalam sekejap. Jangan pernah menyandarkan kebahagiaan dan keamanan pada sesuatu yang fana.
- Pentingnya Bersyukur: Sahabatnya yang miskin menasihatinya untuk bersyukur. Syukur adalah kunci untuk menjaga nikmat dan mendapatkan keberkahan.
3. Kisah Nabi Musa dan Khidir - Ujian Ilmu
Ketika Nabi Musa 'alaihissalam merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling berilmu, Allah memberitahunya bahwa ada seorang hamba (Khidir) yang memiliki ilmu yang tidak ia miliki. Nabi Musa pun melakukan perjalanan jauh untuk belajar darinya. Syaratnya adalah, Nabi Musa tidak boleh bertanya tentang apa pun yang dilakukan Khidir sampai Khidir sendiri yang menjelaskannya. Nabi Musa gagal memenuhi syarat ini sebanyak tiga kali karena perbuatan Khidir tampak aneh dan merusak secara lahiriah: melubangi perahu, membunuh seorang anak, dan menegakkan tembok di desa yang penduduknya pelit.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Kerendahan Hati dalam Ilmu: Sepandai apa pun seseorang, selalu ada ilmu Allah yang lebih luas. Jangan pernah merasa paling tahu. Sikap tawadhu' (rendah hati) adalah kunci untuk terus belajar.
- Kesabaran dalam Menuntut Ilmu: Proses belajar membutuhkan kesabaran yang luar biasa, terutama ketika menghadapi hal-hal yang tidak kita pahami.
- Hikmah di Balik Musibah: Perbuatan Khidir menunjukkan bahwa di balik setiap peristiwa yang tampak buruk, ada hikmah dan kebaikan yang tersembunyi yang hanya Allah yang tahu. Perahu dilubangi untuk menyelamatkannya dari perampasan, anak dibunuh untuk menyelamatkan orang tuanya dari kekufuran, dan tembok diperbaiki untuk melindungi harta anak yatim.
- Ilmu Laduni vs Ilmu Syariat: Kisah ini menunjukkan ada dua jenis ilmu. Ilmu syariat yang dipelajari (seperti yang dimiliki Nabi Musa) dan ilmu laduni (ilmu dari sisi Allah) yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya (seperti Khidir).
4. Kisah Dzulqarnain - Ujian Kekuasaan
Dzulqarnain adalah seorang raja yang saleh dan adil yang diberi kekuasaan besar oleh Allah untuk menjelajahi bumi dari barat hingga timur. Ia menggunakan kekuasaannya untuk menyebarkan kebaikan dan keadilan. Ia menolong kaum yang terzalimi oleh bangsa perusak, Ya'juj dan Ma'juj, dengan membangun sebuah dinding besi yang kokoh untuk mengurung mereka. Meski memiliki kekuatan dan teknologi, ia tetap menyandarkan semuanya kepada Allah.
Pelajaran yang bisa dipetik:
- Kekuasaan adalah Amanah: Jabatan dan kekuasaan harus digunakan untuk menegakkan keadilan, menolong yang lemah, dan memberantas kezaliman.
- Menyandarkan Kekuatan kepada Allah: Meskipun berhasil membangun benteng yang luar biasa, Dzulqarnain berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku." Ia tidak sombong dengan pencapaiannya.
- Pentingnya Ilmu dan Teknologi untuk Kebaikan: Dzulqarnain menggunakan pengetahuannya tentang logam (besi dan tembaga) untuk menciptakan solusi yang efektif dan tahan lama demi kemaslahatan umat.
- Keniscayaan Hari Kiamat: Dzulqarnain mengingatkan bahwa sekuat apa pun benteng itu, ia akan hancur lebur ketika janji Allah (hari kiamat) telah tiba.
Panduan Tajwid Praktis dalam Surat Al-Kahfi
Membaca Al-Qur'an dengan tajwid yang benar adalah sebuah keharusan untuk menjaga keaslian makna dan mendapatkan pahala yang sempurna. Berikut adalah beberapa hukum tajwid dasar yang sering ditemui dalam Surat Al-Kahfi beserta contohnya.
1. Hukum Nun Sukun ( نْ ) dan Tanwin ( ــًــٍــٌ )
Hukum ini berlaku ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf hijaiyah lainnya. Ada empat hukum utama:
- Izhar Halqi (Jelas): Dibaca jelas tanpa dengung. Terjadi jika bertemu 6 huruf tenggorokan: ء, هـ, ع, ح, غ, خ.
Contoh: مِنْهُمْ (minhum) - Ayat 13. Nun sukun dibaca jelas.عَذَابًا أَلِيمًاContoh: عَذَابًا أَلِيمًا (‘ażāban alīmā) - Ayat 2. Tanwin pada 'ban' dibaca jelas bertemu alif/hamzah.
- Idgham (Melebur):
- Idgham Bighunnah (Dengan Dengung): Melebur dengan dengung jika bertemu huruf ي, ن, م, و.
Contoh: مَنْ يَقُولُ (may yaqụlu) - Ayat 5. Nun sukun melebur ke huruf 'ya'.خَيْرٌ وَأَبْقَىٰContoh: خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ (khairuw wa abqā) - Ayat 46. Tanwin pada 'run' melebur ke huruf 'waw'.
- Idgham Bilaghunnah (Tanpa Dengung): Melebur tanpa dengung jika bertemu huruf ل, ر.
Contoh: مِنْ لَدُنْكَ (mil ladunka) - Ayat 10. Nun sukun melebur ke huruf 'lam'.
- Idgham Bighunnah (Dengan Dengung): Melebur dengan dengung jika bertemu huruf ي, ن, م, و.
- Iqlab (Mengganti): Suara nun sukun/tanwin diganti menjadi suara mim (م) jika bertemu huruf ب.
Contoh: مِنْ بَعْدِ (mim ba'di) - Ayat 22. Nun sukun diganti menjadi mim.
- Ikhfa' Haqiqi (Samar): Dibaca samar-samar antara izhar dan idgham, disertai dengungan. Terjadi jika bertemu 15 huruf sisa (ت, ث, ج, د, ذ, ز, س, ش, ص, ض, ط, ظ, ف, ق, ك).
Contoh: أَنْفُسِهِمْ (anfusihim) - Ayat 28. Nun sukun dibaca samar bertemu huruf 'fa'.رَجُلًا مِنْهُمَاContoh: رَجُلًا مِنْهُمَا (rajulam min-humā) - Ayat 32. Tanwin pada 'lan' dibaca samar bertemu huruf 'mim' (ini idgham bighunnah, contoh ikhfa' yang lebih tepat adalah):قَوْلًا كَذِبًاContoh: قَوْلًا كَذِبًا (qaulan każibā) - Ayat 5. Tanwin pada 'lan' dibaca samar bertemu huruf 'kaf'.
2. Hukum Mad (Bacaan Panjang)
Mad adalah hukum memanjangkan bacaan. Ada banyak jenis mad, namun yang paling umum adalah:
- Mad Thabi'i (Asli): Panjangnya 2 harakat. Terjadi jika huruf berharakat fathah bertemu alif (ا), kasrah bertemu ya sukun (يْ), atau dhammah bertemu waw sukun (وْ).
Contoh: قَالَ (qāla), يَقُولُ (yaqụlu), قِيلَ (qīla). Sangat banyak ditemukan di setiap ayat.
- Mad Wajib Muttasil (Bersambung): Panjangnya 4-5 harakat. Terjadi jika mad thabi'i bertemu dengan hamzah (ء) dalam satu kata.
جَزَآءًContoh: جَزَآءً (jazā`an) - Ayat 88.
- Mad Ja'iz Munfasil (Terpisah): Panjangnya 4-5 harakat. Terjadi jika mad thabi'i bertemu dengan hamzah (ء) di lain kata.
إِنَّآ أَعْتَدْنَاContoh: إِنَّآ أَعْتَدْنَا (innā a'tadnā) - Ayat 29.
3. Hukum Qalqalah (Pantulan)
Qalqalah adalah memantulkan suara pada huruf-huruf ق, ط, ب, ج, د ketika sukun (mati). Ada dua jenis:
- Qalqalah Sughra (Kecil): Huruf qalqalah mati di tengah kata. Pantulannya ringan.
يَبْتَغِContoh: يَبْتَغِ (yabtagi) - Ayat 28. Huruf 'ba' dipantulkan ringan.
- Qalqalah Kubra (Besar): Huruf qalqalah mati di akhir kata karena waqaf (berhenti). Pantulannya lebih kuat.
مِنْ مَرْقَدِنَا ۜ ۗ هَٰذَاJika berhenti pada kata مَرْقَدِنَا, huruf 'dal' dipantulkan dengan kuat.
Dengan memahami dasar-dasar tajwid ini, insyaAllah bacaan kita akan menjadi lebih baik dan lebih sesuai dengan tuntunan yang diajarkan. Latihan terus-menerus dengan bimbingan seorang guru adalah cara terbaik untuk menyempurnakannya.
Bacaan Lengkap Surat Al-Kahfi Ayat 1-110
Berikut adalah teks lengkap Surat Al-Kahfi beserta transliterasi Latin dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ۜ
al-ḥamdu lillāhillażī anzala 'alā 'abdihil-kitāba wa lam yaj'al lahụ 'iwajā
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok;
قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
qayyimal liyunżira ba`san syadīdam mil ladun-hu wa yubasysyiral-mu`minīnallażīna ya'malụnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā
sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik,
مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا
mākiṡīna fīhi abadā
mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا
wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā
Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, “Allah mengambil seorang anak.”
مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
mā lahum bihī min 'ilmiw wa lā li`ābā`ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, iy yaqụlụna illā każibā
Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
fa la'allaka bākhi'un nafsaka 'alā āṡārihim il lam yu`minụ bihāżal-ḥadīṡi asafā
Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
innā ja'alnā mā 'alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalā
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzā
Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.
أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا
am ḥasibta anna aṣ-ḥābal-kahfi war-raqīmi kānụ min āyātinā 'ajabā
Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qālụ rabbanā ātinā mil ladunka raḥmataw wa hayyi` lanā min amrinā rasyadā
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.”
فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
fa ḍarabnā 'alā āżānihim fil-kahfi sinīna 'adadā
Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun,
ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَىٰ لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا
ṡumma ba'aṡnāhum lina'lama ayyul-ḥizbaini aḥṣā limā labiṡū amadā
kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
naḥnu naquṣṣu 'alaika naba`ahum bil-ḥaqq, innahum fityatun āmanụ birabbihim wa zidnāhum hudā
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.
وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا
wa rabaṭnā 'alā qulụbihim iż qāmụ fa qālụ rabbunā rabbus-samāwāti wal-arḍi lan nad'uwa min dụnihī ilāhal laqad qulnā iżan syaṭaṭā
Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak sekali-kali akan menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.”
هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
hā`ulā`i qaumunattakhażụ min dụnihī ālihah, lau lā ya`tụna 'alaihim bisulṭānim bayyin, fa man aẓlamu mim maniftarā 'alallāhi każibā
Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا
wa iżi'tazaltumụhum wa mā ya'budụna illallāha fa`wū ilal-kahfi yansyur lakum rabbukum mir raḥmatihī wa yuhayyi` lakum min amrikum mirfaqā
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.
۞ وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ۗ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
wa tarasy-syamsa iżā ṭala'at tazāwaru 'ang kahfihim żātal-yamīni wa iżā garabat taqriḍuhum żātasy-syimāli wa hum fī fajwatim min-h, żālika min āyātillāh, may yahdillāhu fa huwal-muhtadi wa may yuḍlil fa lan tajida lahụ waliyyam mursyidā
Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalam (gua) itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ ۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا
wa taḥsabuhum aiqāẓaw wa hum ruqụd, wa nuqallibuhum żātal-yamīni wa żātasy-syimāl, wa kalbuhum bāsiṭun żirā'aihi bil-waṣīd, lawiṭṭala'ta 'alaihim lawallaita min-hum firāraw wa lamuli`ta min-hum ru'bā
Dan engkau mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh rasa takut terhadap mereka.
وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
wa każālika ba'aṡnāhum liyatasā`alụ bainahum, qāla qā`ilum min-hum kam labiṡtum, qālụ labiṡnā yauman au ba'ḍa yaụm, qālụ rabbukum a'lamu bimā labiṡtum, fab'aṡū aḥadakum biwariqikum hāżihī ilal-madīnati falyanẓur ayyuhā azkā ṭa'āman falya`tikum birizqim min-hu walyatalaṭṭaf wa lā yusy'iranna bikum aḥadā
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)." Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.
إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا
innahum iy yaẓ-harụ 'alaikum yarjumụkum au yu'īdụkum fī millatihim wa lan tufliḥū iżan abadā
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melemparimu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya."
وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا ۖ رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا
wa każālika a'ṡarnā 'alaihim liya'lamū anna wa'dallāhi ḥaqquw wa annas-sā'ata lā raiba fīhā, iż yatanāza'ụna bainahum amrahum fa qālubnụ 'alaihim bun-yānā, rabbuhum a'lamu bihim, qālallażīna galabụ 'alā amrihim lanattakhiżanna 'alaihim masjidā
Dan demikian (pula) Kami memperlihatkan (manusia) dengan mereka, agar mereka tahu, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka." Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Sungguh, kami akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya."
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا
sayaqụlụna ṡalāṡatur rābi'uhum kalbuhum, wa yaqụlụna khamsatun sādisuhum kalbuhum rajmam bil-gaīb, wa yaqụlụna sab'atuw wa ṡāminuhum kalbuhum, qur rabbī a'lamu bi'iddatihim mā ya'lamuhum illā qalīl, fa lā tumāri fīhim illā mirā`an ẓāhiraw wa lā tastafti fīhim min-hum aḥadā
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, "(Jumlah mereka) tiga (orang), yang keempat adalah anjingnya," dan (yang lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) lima (orang), yang keenam adalah anjingnya," sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh (orang), yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan lahir saja dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
wa lā taqụlanna lisyai`in innī fā'ilun żālika gadā
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti akan melakukannya besok,”
إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
illā ay yasyā`allāh, ważkur rabbaka iżā nasīta wa qul 'asā ay yahdiyani rabbī li`aqraba min hāżā rasyadā
kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا
wa labiṡụ fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādụ tis'ā
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.
قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا ۖ لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
qulillāhu a'lamu bimā labiṡụ, lahụ gaibus-samāwāti wal-arḍ, abṣir bihī wa asmi', mā lahum min dụnihī miw waliyyiw wa lā yusyriku fī ḥukmihī aḥadā
Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di sana); milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum.”
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
watlu mā ụḥiya ilaika ming kitābi rabbik, lā mubaddila likalimātihī wa lan tajida min dụnihī multaḥadā
Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
waṣbir nafsaka ma'allażīna yad'ụna rabbahum bil-gadāti wal-'asyiyyi yurīdụna waj-hahụ wa lā ta'du 'aināka 'an-hum turīdu zīnatal-ḥayātid-dun-yā, wa lā tuṭi' man agfalnā qalbahụ 'an żikrinā wattaba'a hawāhu wa kāna amruhụ furuṭā
Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya sudah melewati batas.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
wa qulil-ḥaqqu mir rabbikum, fa man syā`a falyu`miw wa man syā`a falyakfur, innā a'tadnā liẓ-ẓālimīna nāran aḥāṭa bihim surādiquhā, wa iy yastagīṡụ yugāṡụ bimā`ing kal-muhli yasywil-wujụh, bi`sasy-syarāb, wa sā`at murtafaqā
Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti innā lā nuḍī'u ajra man aḥsana 'amalā
Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, tentu Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatannya dengan baik.
أُولَٰئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ ۚ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا
ulā`ika lahum jannātu 'adnin tajrī min taḥtihimul-an-hār, yuḥallauna fīhā min asāwira min żahabiw wa yalbasụna ṡiyāban khuḍram min sundusiw wa istabraqim muttaki`īna fīhā 'alal-arā`ik, ni'maṡ-ṡawāb, wa ḥasunat murtafaqā
Mereka itulah yang memperoleh Surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; (dalam surga itu) mereka diberi hiasan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang alangkah indahnya.
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا
waḍrib lahum maṡalar rajulaini ja'alnā li`aḥadihimā jannataini min a'nābiw wa ḥafafnāhumā binakhliw wa ja'alnā bainahumā zar'ā
Dan berikanlah (Muhammad) kepada mereka sebuah perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang (yang kafir) Kami beri dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا ۖ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا
kiltal-jannataini ātat ukulahā wa lam taẓlim min-hu syai`aw wa fajjarnā khilālahumā naharā
Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak berkurang (buahnya) sedikit pun, dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai,
وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا
wa kāna lahụ ṡamar, fa qāla liṣāḥibihī wa huwa yuḥāwiruhū ana akṡaru mingka mālaw wa a'azzu nafarā
dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.”
وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا
wa dakhala jannatahụ wa huwa ẓālimul linafsih, qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā
Dan dia memasuki kebunnya dengan sikap merugikan dirinya sendiri (karena angkuh dan kafir); dia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,
وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا
wa mā aẓunnus-sā'ata qā`imataw wa la`ir rudittu ilā rabbī la`ajidanna khairam min-hā munqalabā
dan aku kira hari Kiamat tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini.”
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
qāla lahụ ṣāḥibuhụ wa huwa yuḥāwiruhū a kafarta billażī khalaqaka min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma sawwāka rajulā
Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya sambil bercakap-cakap dengannya, “Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?
لَٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
lākinnā huwallāhu rabbī wa lā usyriku birabbī aḥadā
Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا
walau lā iż dakhalta jannataka qulta mā syā`allāhu lā quwwata illā billāh, in tarani ana aqalla mingka mālaw wa waladā
Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, ”Masya Allah, la quwwata illa billah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya engkau anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,
فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
fa 'asā rabbī ay yu`tiyani khairam min jannatika wa yursila 'alaihā ḥusbānam minas-samā`i fa tuṣbiḥa ṣa'īdan zalaqā
maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberiku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin,
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
au yuṣbiḥa mā`uhā gauran fa lan tastaṭī'a lahụ ṭalabā
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi.”
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
wa uḥīṭa biṡamarihī fa aṣbaḥa yuqallibu kaffaihi 'alā mā anfaqa fīhā wa hiya khāwiyatun 'alā 'urụsyihā wa yaqụlu yā laitanī lam usyrik birabbī aḥadā
Dan kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata, “Aduhai, sekiranya (dulu) aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.”
وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا
wa lam takul lahụ fi`atuy yanṣurụnahụ min dụnillāhi wa mā kāna muntaṣirā
Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia tidak dapat membela dirinya.
هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا
hunālikal-walāyatu lillāhil-ḥaqq, huwa khairun ṡawābaw wa khairun 'uqbā
Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah Yang Mahabenar. Dia (memberi) pahala terbaik dan (memberi) balasan terbaik.
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
waḍrib lahum maṡalal-ḥayātid-dun-yā kamā`in anzalnāhu minas-samā`i fakhtalaṭa bihī nabātul-arḍi fa aṣbaḥa hasyīman tażrụhur-riyāḥ, wa kānallāhu 'alā kulli syai`im muqtadirā
Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
al-mālu wal-banụna zīnatul-ḥayātid-dun-yā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun 'inda rabbika ṡawābaw wa khairun amalā
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
wa yauma nusayyirul-jibāla wa taral-arḍa bārizataw wa ḥasyarnāhum fa lam nugādir min-hum aḥadā
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.
وَعُرِضُوا عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا
wa 'uriḍụ 'alā rabbika ṣaffā, laqad ji`tumụnā kamā khalaqnākum awwala marratim bal za'amtum allan naj'ala lakum mau'idā
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), “Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali; bahkan kamu mengira bahwa Kami tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian.”
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
wa wuḍi'al-kitābu fa taral-mujrimīna musyfiqīna mimmā fīhi wa yaqụlụna yā wailatanā māli hāżal-kitābi lā yugādiru ṣagīrataw wa lā kabīratan illā aḥṣāhā, wa wajadụ mā 'amilụ ḥāḍirā, wa lā yaẓlimu rabbuka aḥadā
Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا
wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, kāna minal-jinni fa fasaqa 'an amri rabbih, a fa tattakhiżụnahụ wa żurriyyatahū auliyā`a min dụnī wa hum lakum 'aduww, bi`sa liẓ-ẓālimīna badalā
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.
۞ مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
mā asy-hattuhum khalqas-samāwāti wal-arḍi wa lā khalqa anfusihim wa mā kuntu muttakhiżal-muḍillīna 'aḍudā
Aku tidak menghadirkan mereka (Iblis dan keturunannya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.
وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا
wa yauma yaqụlu nādụ syurakā`iyallażīna za'amtum fa da'auhum fa lam yastajībụ lahum wa ja'alnā bainahum maubiqā
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, “Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu sangka itu.” Mereka lalu memanggilnya, tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak membalas (seruan) mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).
وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا
wa ra`al-mujrimụnan-nāra fa ẓannū annahum muwāqi'ụhā wa lam yajidụ 'an-hā maṣrifā
Dan orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka menduga, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya, dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا
wa laqad ṣarrafnā fī hāżal-qur`āni lin-nāsi ming kulli maṡal, wa kānal-insānu akṡara syai`in jadalā
Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.
وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلًا
wa mā mana'an-nāsa ay yu`minū iż jā`ahumul-hudā wa yastagfirụ rabbahum illā an ta`tiyahum sunnatul-awwalīna au ya`tiyahumul-'ażābu qubulā
Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka dan memohon ampunan kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat yang terdahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۚ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ ۖ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا
wa mā nursilul-mursalīna illā mubasysyirīna wa munżirīn, wa yujādilullażīna kafarụ bil-bāṭili liyud-ḥiḍụ bihil-ḥaqqa wattakhażū āyātī wa mā unżirụ huzuwā
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu, dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan terhadap mereka sebagai olok-olokan.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا
wa man aẓlamu mim man żukkira bi`āyāti rabbihī fa a'raḍa 'an-hā wa nasiya mā qaddamat yadāh, innā ja'alnā 'alā qulụbihim akinnatan ay yafqahụhu wa fī āżānihim waqrā, wa in tad'uhum ilal-hudā fa lay yahtadū iżan abadā
Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan) sumbatan di telinga mereka. Dan jika engkau menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.
وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ ۚ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا
wa rabbukal-gafụru żur-raḥmah, lau yu`ākhiżuhum bimā kasabụ la'ajjala lahumul-'ażāb, bal lahum mau'idul lay yajidụ min dụnihī mau`ilā
Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun, memiliki rahmat. Jika Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan siksa bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu (untuk mendapat siksa) yang mereka tidak akan menemukan tempat berlindung selain dari-Nya.
وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا
wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamụ wa ja'alnā limahlikihim mau'idā
Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
wa iż qāla mụsā lifatāhu lā abraḥu ḥattā abluga majma'al-baḥraini au amḍiya ḥuqubā
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.”
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
fa lammā balagā majma'a bainihimā nasiyā ḥụtahumā fattakhaża sabīlahụ fil-baḥri sarabā
Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut.
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا
fa lammā jāwazā qāla lifatāhu ātinā gadā`anā laqad laqīnā min safarinā hāżā naṣabā
Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.”
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا
qāla a ra`aita iż awainā ilaṣ-ṣakhrati fa innī nasītul-ḥụt, wa mā ansānīhu illasy-syaiṭānu an ażkurah, wattakhaża sabīlahụ fil-baḥri 'ajabā
Dia (pembantunya) menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya di laut dengan cara yang aneh sekali.”
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
qāla żālika mā kunnā nabg, fartaddā 'alā āṡārihimā qaṣaṣā
Dia (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
fa wajadā 'abdam min 'ibādinā ātaināhu raḥmatam min 'indinā wa 'allamnāhu mil ladunnā 'ilmā
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
qāla lahụ mụsā hal attabi'uka 'alā an tu'allimani mimmā 'ullimta rusydā
Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?”
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
qāla innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.
وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا
wa kaifa taṣbiru 'alā mā lam tuḥiṭ bihī khubrā
Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, yang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”
قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا
qāla satajidunī in syā`allāhu ṣābiraw wa lā a'ṣī laka amrā
Dia (Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.”
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا
qāla fa inittaba'tanī fa lā tas`alnī 'an syai`in ḥattā uḥdiṡa laka min-hu żikrā
Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu.”
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
fanṭalaqā, ḥattā iżā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla a kharaqtahā litugriqa ahlahā, laqad ji`ta syai`an imrā
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.”
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
qāla a lam aqul innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku?”
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا
qāla lā tu`ākhiżnī bimā nasītu wa lā tur-hiqnī min amrī 'usrā
Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.”
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا
fanṭalaqā, ḥattā iżā laqiyā gulāman fa qatalahụ qāla a qatalta nafsan zakiyyatam bigairi nafs, laqad ji`ta syai`an nukrā
Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.”
۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
qāla a lam aqul laka innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”
قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا
qāla in sa`altuka 'an syai`im ba'dahā fa lā tuṣāḥibnī, qad balagta mil ladunnī 'użrā
Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.”
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
fanṭalaqā, ḥattā iżā atayā ahla qaryatinistaṭ'amā ahlahā fa abau ay yuḍayyifụhumā fa wajadā fīhā jidāray yurīdu ay yanqaḍḍa fa aqāmah, qāla lau syi`ta lattakhażta 'alaihi ajrā
Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jikalau engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
qāla hāżā firāqu bainī wa bainik, sa`unabbi`uka bita`wīli mā lam tastaṭi' 'alaihi ṣabrā
Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
ammas-safīnatu fa kānat limasākīna ya'malụna fil-baḥri fa arattu an a'ībahā wa kāna warā`ahum malikuy ya`khużu kulla safīnatin gaṣbā
Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا
wa ammal-gulāmu fa kāna abawāhu mu`minaini fa khasyīnā ay yur-hiqahumā ṭugyānaw wa kufrā
Dan adapun anak itu, kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.
فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
fa aradnā ay yubdilahumā rabbuhumā khairam min-hu zakātaw wa aqraba ruḥmā
Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahụ kanzul lahumā wa kāna abụhumā ṣāliḥan fa arāda rabbuka ay yablugā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa'altuhụ 'an amrī, żālika ta`wīlu mā lam tasṭi' 'alaihi ṣabrā
Adapun dinding rumah itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
wa yas`alụnaka 'an żil-qarnaīn, qul sa`atlụ 'alaikum min-hu żikrā
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah, “Akan kubacakan kepadamu sebagian dari kisahnya.”
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا
innā makkannā lahụ fil-arḍi wa ātaināhu ming kulli syai`in sababā
Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi, dan Kami telah memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu,
فَأَتْبَعَ سَبَبًا
fa atba'a sababā
maka dia pun menempuh suatu jalan.
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا ۗ قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا
ḥattā iżā balaga magribasy-syamsi wajadahā tagrubu fī 'ainin ḥami`atiw wa wajada 'indahā qaumā, qulnā yā żal-qarnaini immā an tu'ażżiba wa immā an tattakhiża fīhim ḥusnā
Hingga ketika dia telah sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (tidak beragama). Kami berfirman, “Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.”
قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا
qāla ammā man ẓalama fa saufa nu'ażżibuhụ ṡumma yuraddu ilā rabbihī fa yu'ażżibuhụ 'ażāban nukrā
Dia (Zulkarnain) berkata, “Barangsiapa berbuat zalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.
وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
wa ammā man āmana wa 'amila ṣāliḥan fa lahụ jazā`anil-ḥusnā, wa sanaqụlu lahụ min amrinā yusrā
Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah.”
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا
ṡumma atba'a sababā
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا
ḥattā iżā balaga maṭli'asy-syamsi wajadahā taṭlu'u 'alā qaumil lam naj'al lahum min dụnihā sitrā
Hingga ketika dia sampai di tempat terbit matahari (sebelah timur) didapatinya (matahari) menyinari suatu kaum yang Kami tidak menjadikan suatu pelindung bagi mereka dari (cahaya matahari) itu.
كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
każālik, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā
demikianlah, dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا
ṡumma atba'a sababā
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
ḥattā iżā balaga bainas-saddaini wajada min dụnihimā qaumal lā yakādụna yafqahụna qaulā
Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung, didapatinya di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan.
قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
qālụ yā żal-qarnaini inna ya`jụja wa ma`jụja mufsidụna fil-arḍi fa hal naj'alu laka kharjan 'alā an taj'ala bainanā wa bainahum saddā
Mereka berkata, “Wahai Zulkarnain! Sungguh, Ya’juj dan Ma’juj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding pemisah antara kami dan mereka?”
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
qāla mā makkannī fīhi rabbī khairun fa a'īnụnī biquwwatin aj'al bainakum wa bainahum radmā
Dia (Zulkarnain) berkata, “Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku dapat membuatkan dinding pemisah antara kamu dan mereka.
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا
ātụnī zubaral-ḥadīd, ḥattā iżā sāwā bainaṣ-ṣadafaini qālanfukhụ, ḥattā iżā ja'alahụ nāran qāla ātụnī ufrig 'alaihi qiṭrā
Berilah aku potongan-potongan besi!” Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” Hingga ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya.”
فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا
fa masṭā'ū ay yaẓ-harụhu wa mastaṭā'ụ lahụ naqbā
Maka mereka (Ya’juj dan Ma’juj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
qāla hāżā raḥmatum mir rabbī, fa iżā jā`a wa'du rabbī ja'alahụ dakkā`, wa kāna wa'du rabbī ḥaqqā
Dia (Zulkarnain) berkata, “(Dinding) ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar.”
۞ وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا
wa taraknā ba'ḍahum yauma`iżiy yamụju fī ba'ḍiw wa nufikha fiṣ-ṣụri fa jama'nāhum jam'ā
Dan pada hari itu Kami biarkan mereka (Ya’juj dan Ma’juj) berbaur antara satu dengan yang lain, dan (apabila) sangkakala ditiup (lagi), akan Kami kumpulkan mereka semuanya.
وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا
wa 'araḍnā jahannama yauma`iżil lil-kāfirīna 'arḍā
Dan Kami akan menampakkan neraka Jahanam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas,
الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا
allażīna kānat a'yunuhum fī giṭā`in 'an żikrī wa kānụ lā yastaṭī'ụna sam'ā
yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran)-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar.
أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا
a fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżụ 'ibādī min dụnī auliyā`, innā a'tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā
Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan neraka Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
qul hal nunabbi`ukum bil-akhsarīna a'mālā
Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?”
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
allażīna ḍalla sa'yuhum fil-ḥayātid-dun-yā wa hum yaḥsabụna annahum yuḥsinụna ṣun'ā
(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
ulā`ikallażīna kafarụ bi`āyāti rabbihim wa liqā`ihī fa ḥabiṭat a'māluhum fa lā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā
Mereka itu adalah orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sialah amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat.
ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا
żālika jazā`uhum jahannamu bimā kafarụ wattakhażū āyātī wa rusulī huzuwā
Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, karena kekafiran mereka, dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai bahan olok-olok.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا
innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti kānat lahum jannātul-firdausi nuzulā
Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal,
خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا
khālidīna fīhā lā yabgụna 'an-hā ḥiwalā
mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana.
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا
qul lau kānal-baḥru midādal likalimāti rabbī lanafidal-baḥru qabla an tanfada kalimātu rabbī walau ji`nā bimiṡlihī madadā
Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
qul innamā ana basyarum miṡlukum yụḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa mang kāna yarjụ liqā`a rabbihī falya'mal 'amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi'ibādati rabbihī aḥadā
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Penutup: Refleksi dan Amalan
Surat Al-Kahfi adalah panduan hidup yang luar biasa. Dari kisah Ashabul Kahfi, kita belajar tentang pentingnya menjaga iman. Dari pemilik dua kebun, kita diingatkan tentang bahaya kesombongan karena harta. Dari perjalanan Nabi Musa dan Khidir, kita diajarkan tentang kerendahan hati dalam berilmu. Dan dari Dzulqarnain, kita melihat contoh pemimpin adil yang menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan.
Menjadikan Surat Al-Kahfi sebagai bacaan rutin, terutama di hari Jumat, bukan hanya tentang mengejar pahala, tetapi juga tentang mengisi kembali jiwa kita dengan pelajaran-pelajaran abadi ini. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya dan menjadikannya cahaya penerang dalam kehidupan kita. Aamiin.