Surah Yasin: Jantung Al-Qur'an
Memahami Makna, Terjemahan, dan Kedalaman Pesan Surah ke-36
Surah Yasin (يس) adalah surah ke-36 dalam Al-Qur'an. Terdiri dari 83 ayat, surah ini tergolong dalam surah Makkiyah, yaitu surah yang diturunkan di Makkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Nama "Yasin" diambil dari ayat pertamanya, yang merupakan bagian dari huruf muqatta'at atau huruf-huruf misterius yang makna sejatinya hanya diketahui oleh Allah SWT. Surah ini memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hati umat Muslim, bahkan sering disebut sebagai Qalbul Qur'an atau "Jantung Al-Qur'an".
Julukan ini bukan tanpa alasan. Sebagaimana jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh dan menjadi pusat kehidupan, Surah Yasin mengandung intisari dari ajaran-ajaran pokok Al-Qur'an. Di dalamnya terangkum pilar-pilar akidah yang paling fundamental: keesaan Allah (Tauhid), bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta, kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW, peringatan tentang hari kebangkitan dan pembalasan, serta kisah-kisah umat terdahulu sebagai pelajaran. Membaca dan merenungi Surah Yasin seolah-olah mengulang kembali pondasi keimanan yang menjadi dasar bagi seorang Muslim.
Keutamaan dan Fadhilah Membaca Surah Yasin
Banyak riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan (fadhilah) dari membaca Surah Yasin. Keistimewaan ini menjadikannya salah satu surah yang paling sering dibaca oleh umat Islam dalam berbagai kesempatan, baik secara individu maupun berjamaah. Beberapa keutamaan yang masyhur di antaranya:
1. Diampuni Dosa-dosa
Salah satu fadhilah terbesar dari membaca Surah Yasin adalah sebagai wasilah untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membaca Surah Yasin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, niscaya akan diampuni dosanya." Hadis ini memberikan motivasi kuat untuk menjadikan Surah Yasin sebagai amalan rutin, terutama di malam hari, sebagai bentuk introspeksi dan permohonan ampun kepada Sang Pencipta.
2. Dianggap sebagai Jantung Al-Qur'an
Seperti yang telah disebutkan, julukan "Jantung Al-Qur'an" berasal dari hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA, di mana Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya segala sesuatu itu mempunyai jantung, dan jantung Al-Qur'an adalah Surah Yasin." Para ulama menjelaskan bahwa inti ajaran Al-Qur'an yang berkaitan dengan iman kepada hari akhir, kebangkitan, dan tauhid terkandung dengan sangat kuat dalam surah ini. Kekuatan argumentasi dan keindahan bahasanya mampu menggetarkan hati dan menguatkan iman, layaknya fungsi jantung bagi tubuh.
3. Memudahkan Urusan dan Mengabulkan Hajat
Banyak ulama dan orang-orang saleh meyakini bahwa membaca Surah Yasin dengan niat yang tulus dapat menjadi perantara dimudahkannya segala urusan dan dikabulkannya hajat (keinginan) yang baik. Keyakinan ini didasarkan pada pemahaman bahwa ayat-ayat di dalamnya menegaskan kekuasaan mutlak Allah SWT. Dengan merenungi kebesaran-Nya, seorang hamba akan merasa lebih dekat dan lebih yakin bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, sehingga doanya pun dipanjatkan dengan penuh keyakinan.
4. Memberikan Ketenangan bagi yang Sakit dan Sekarat
Rasulullah SAW menganjurkan untuk membacakan Surah Yasin bagi orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan An-Nasa'i, dari Ma'qil bin Yasar RA, Nabi SAW bersabda, "Bacakanlah Surah Yasin atas orang-orang yang akan meninggal di antara kalian." Para ulama menjelaskan hikmahnya adalah agar bacaan ayat-ayat yang berisi tentang rahmat Allah, keindahan surga, dan kabar gembira bagi orang beriman dapat memberikan ketenangan, mengurangi penderitaan sakaratul maut, dan memudahkannya dalam menghembuskan napas terakhir dengan husnul khatimah.
Bacaan Surah Yasin: Ayat, Latin, dan Terjemahan Indonesia
Berikut adalah bacaan lengkap 83 ayat Surah Yasin, dilengkapi dengan transliterasi Latin untuk membantu pembacaan serta terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk memahami maknanya.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i).
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
يسۤ ﴿١﴾
Yā Sīn.
1. Yā Sīn.
وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ ﴿٢﴾
Wal-qur'ānil-ḥakīm(i).
2. Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah,
اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ ﴿٣﴾
Innaka laminal-mursalīn(a).
3. sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,
عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ ﴿٤﴾
'Alā ṣirāṭim mustaqīm(in).
4. (yang berada) di atas jalan yang lurus,
تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ ﴿٥﴾
Tanzīlal-'azīzir-raḥīm(i).
5. (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang,
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ ﴿٦﴾
Litunżira qaumam mā unżira ābā'uhum fahum gāfilūn(a).
6. agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ﴿٧﴾
Laqad ḥaqqal-qaulu 'alā akṡarihim fahum lā yu'minūn(a).
7. Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.
اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ ﴿٨﴾
Innā ja'alnā fī a'nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fahum muqmaḥūn(a).
8. Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu (tangan mereka) diangkat ke dagu, karena itu mereka tertengadah.
وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ ﴿٩﴾
Wa ja'alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fahum lā yubṣirūn(a).
9. Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ﴿١٠﴾
Wa sawā'un 'alaihim a'anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn(a).
10. Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga.
اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ ﴿١١﴾
Innamā tunżiru manittaba'aż-żikra wa khasyiyar-raḥmāna bil-gaib(i), fa basysyirhu bimagfiratiw wa ajrin karīm(in).
11. Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ ﴿١٢﴾
Innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamū wa āṡārahum, wa kulla syai'in aḥṣaināhu fī imāmim mubīn(in).
12. Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang jelas (Lauh Mahfuzh).
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ ﴿١٣﴾
Waḍrib lahum maṡalan aṣḥābal-qaryah(ti), iż jā'ahal-mursalūn(a).
13. Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka;
اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ ﴿١٤﴾
Iż arsalnā ilaihimuṡnaini fa każżabūhumā fa 'azzaznā biṡāliṡin faqālū innā ilaikum mursalūn(a).
14. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”
قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ ﴿١٥﴾
Qālū mā antum illā basyarum miṡlunā, wa mā anzalar-raḥmānu min syai'(in), in antum illā takżibūn(a).
15. Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu hanyalah pendusta belaka.”
قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ ﴿١٦﴾
Qālū rabbunā ya'lamu innā ilaikum lamursalūn(a).
16. Mereka berkata, "Tuhan kami mengetahui sesungguhnya kami adalah utusan-utusan(-Nya) kepadamu.
وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ ﴿١٧﴾
Wa mā ‘alainā illal-balāgul-mubīn(u).
17. Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas."
قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ ﴿١٨﴾
Qālū innā taṭayyarnā bikum, la'il lam tantahū lanarjumannakum wa layamassannakum minnā ‘ażābun alīm(un).
18. Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami."
قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ ﴿١٩﴾
Qālū ṭā'irukum ma‘akum, a'in żukkirtum, bal antum qaumum musrifūn(a).
19. Mereka (utusan-utusan) itu berkata, "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas."
وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ ﴿٢٠﴾
Wa jā'a min aqṣal-madīnati rajuluy yas‘ā qāla yā qaumittabi‘ul-mursalīn(a).
20. Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, "Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu.
اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ۔ ﴿٢١﴾
Ittabi‘ū mal lā yas'alukum ajraw wa hum muhtadūn(a).
21. Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ﴿٢٢﴾
Wa mā liya lā a‘budul-lażī faṭaranī wa ilaihi turja‘ūn(a).
22. Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.
ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ ﴿٢٣﴾
A'attakhiżu min dūnihī ālihatan iy yuridnir-raḥmānu biḍurril lā tugni ‘annī syafā‘atuhum syai'aw wa lā yunqiżūn(i).
23. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, niscaya pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.
اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ﴿٢٤﴾
Innī iżal lafī ḍalālim mubīn(in).
24. Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.
اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ ﴿٢٥﴾
Innī āamantu birabbikum fasma‘ūn(i).
25. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.
قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ ۗقَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ ﴿٢٦﴾
Qīladkhulil-jannah, qāla yā laita qaumī ya‘lamūn(a).
26. Dikatakan (kepadanya), "Masuklah ke surga." Dia (laki-laki itu) berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,
بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ ﴿٢٧﴾
Bimā gafara lī rabbī wa ja‘alanī minal-mukramīn(a).
27. apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan."
۞ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ ﴿٢٨﴾
Wa mā anzalnā ‘alā qaumihī mim ba‘dihī min jundim minas-samā'i wa mā kunnā munzilīn(a).
28. Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya.
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خَامِدُوْنَ ﴿٢٩﴾
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum khāmidūn(a).
29. (Hukuman mereka) itu tidak lain hanyalah satu teriakan saja; maka seketika itu mereka mati.
يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ ﴿٣٠﴾
Yā ḥasratan ‘alal-‘ibād(i), mā ya'tīhim mir rasūlin illā kānū bihī yastahzi'ūn(a).
30. Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya.
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ ﴿٣١﴾
Alam yarau kam ahlaknā qablahum minal-qurūni annahum ilaihim lā yarji‘ūn(a).
31. Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan. Mereka (umat-umat itu) tidak dapat kembali kepada mereka.
وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ ࣖ ﴿٣٢﴾
Wa in kullul lammā jamī‘ul ladainā muḥḍarūn(a).
32. Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami.
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُ ۖاَحْيَيْنٰهَا وَاَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ ﴿٣٣﴾
Wa āyatul lahumul-arḍul-maitah(tu), aḥyaināhā wa akhrajnā minhā ḥabban fa minhu ya'kulūn(a).
33. Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.
وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰtٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِ ۙ ﴿٣٤﴾
Wa ja‘alnā fīhā jannātim min nakhīliw wa a‘nābiw wa fajjarnā fīhā minal-‘uyūn(i).
34. Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْ ۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ ﴿٣٥﴾
Liya'kulū min ṡamarihī wa mā ‘amilathu aidīhim, afalā yasykurūn(a).
35. agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?
سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ ﴿٣٦﴾
Subḥānal-lażī khalaqal-azwāja kullahā mimmā tumbitul-arḍu wa min anfusihim wa mimmā lā ya‘lamūn(a).
36. Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُ ۖنَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ ﴿٣٧﴾
Wa āyatul lahumul-lailu naslakhu minhun-nahāra fa'iżā hum muẓlimūn(a).
37. Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ ﴿٣٨﴾
Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīm(i).
38. dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ ﴿٣٩﴾
Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā ‘āda kal-‘urjūnil-qadīm(i).
39. Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.
لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ ﴿٤٠﴾
Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār(i), wa kullun fī falakiy yasbaḥūn(a).
40. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِۙ ﴿٤١﴾
Wa āyatul lahum annā ḥamalnā żurriyyatahum fil-fulkil-masyḥūn(i).
41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan,
وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ ﴿٤٢﴾
Wa khalaqnā lahum mim miṡlihī mā yarkabūn(a).
42. dan Kami ciptakan untuk mereka (angkutan lain) seperti itu yang mereka kendarai.
وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُوْنَۙ ﴿٤٣﴾
Wa in nasya' nugriqhum falā ṣarīkha lahum wa lā hum yunqażūn(a).
43. Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka. Maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan,
اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ ﴿٤٤﴾
Illā raḥmatam minnā wa matā‘an ilā ḥīn(in).
44. melainkan (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu.
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ﴿٤٥﴾
Wa iżā qīla lahumuttaqū mā baina aidīkum wa mā khalfakum la‘allakum turḥamūn(a).
45. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (di akhirat) agar kamu mendapat rahmat."
وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ ﴿٤٦﴾
Wa mā ta'tīhim min āyatim min āyāti rabbihim illā kānū ‘anhā mu‘riḍīn(a).
46. Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya.
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ ۙقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓ ۖاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ﴿٤٧﴾
Wa iżā qīla lahum anfiqū mimmā razaqakumullāh(u), qālal-lażīna kafarū lil-lażīna āmanū anuṭ‘imu mal lau yasyā'ullāhu aṭ‘amah(ū), in antum illā fī ḍalālim mubīn(in).
47. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Infakkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu," orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, "Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ﴿٤٨﴾
Wa yaqūlūna matā hāżal-wa‘du in kuntum ṣādiqīn(a).
48. Dan mereka berkata, "Kapankah janji (hari berbangkit) itu (terjadi) jika kamu orang yang benar?"
مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ ﴿٤٩﴾
Mā yanẓurūna illā ṣaiḥataw wāḥidatan ta'khużuhum wa hum yakhiṣṣimūn(a).
49. Mereka hanya menunggu satu teriakan, yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَ ࣖ ﴿٥٠﴾
Falā yastaṭī‘ūna tauṣiyataw wa lā ilā ahlihim yarji‘ūn(a).
50. Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ ﴿٥١﴾
Wa nufikha fiṣ-ṣūri fa'iżā hum minal-ajdāṡi ilā rabbihim yansilūn(a).
51. Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya.
قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَا ۜهٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ ﴿٥٢﴾
Qālū yā wailanā mam ba‘aṡanā mim marqadinā, hāżā mā wa‘adar-raḥmānu wa ṣadaqal-mursalūn(a).
52. Mereka berkata, "Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya).
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ ﴿٥٣﴾
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum jamī‘ul ladainā muḥḍarūn(a).
53. Teriakan itu hanya sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami.
فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ﴿٥٤﴾
Fal-yauma lā tuẓlamu nafsun syai'aw wa lā tujzauna illā mā kuntum ta‘malūn(a).
54. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan.
اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ ﴿٥٥﴾
Inna aṣḥābal-jannatil-yauma fī syugulin fākihūn(a).
55. Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).
هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِـُٔوْنَ ﴿٥٦﴾
Hum wa azwājuhum fī ẓilālin ‘alal-arā'iki muttaki'ūn(a).
56. Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan.
لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ ﴿٥٧﴾
Lahum fīhā fākihatuw wa lahum mā yadda‘ūn(a).
57. Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan.
سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ ﴿٥٨﴾
Salāmun qaulam mir rabbir raḥīm(in).
58. (Kepada mereka dikatakan), "Salam," sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ ﴿٥٩﴾
Wamtāzul-yauma ayyuhal-mujrimūn(a).
59. Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa!
اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ﴿٦٠﴾
Alam a‘had ilaikum yā banī ādama al lā ta‘budusy-syaiṭān(a), innahū lakum ‘aduwwum mubīn(un).
60. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,
وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ ﴿٦١﴾
Wa ani‘budūnī, hāżā ṣirāṭum mustaqīm(un).
61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًا ۗاَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ ﴿٦٢﴾
Wa laqad aḍalla minkum jibillan kaṡīrā, afalam takūnū ta‘qilūn(a).
62. Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti?
هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ ﴿٦٣﴾
Hāżihī jahannamul-latī kuntum tū‘adūn(a).
63. Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu.
اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ ﴿٦٤﴾
Iṣlauhal-yauma bimā kuntum takfurūn(a).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya.
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ﴿٦٥﴾
Al-yauma nakhtimu ‘alā afwāhihim wa tukallimunā aidīhim wa tasyhadu arjuluhum bimā kānū yaksibūn(a).
65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ ﴿٦٦﴾
Wa lau nasyā'u laṭamasnā ‘alā a‘yunihim fastabaquṣ-ṣirāṭa fa'annā yubṣirūn(a).
66. Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ ࣖ ﴿٦٧﴾
Wa lau nasyā'u lamasakhnāhum ‘alā makānatihim famastaṭā‘ū muḍiyyaw wa lā yarji‘ūn(a).
67. Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ ﴿٦٨﴾
Wa man nu‘ammirhu nunakkishu fil-khalq(i), afalā ya‘qilūn(a).
68. Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?
وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗ ۗاِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌ ۙ ﴿٦٩﴾
Wa mā ‘allamnāhusy-syi‘ra wa mā yambagī lah(ū), in huwa illā żikruw wa qur'ānum mubīn(un).
69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan,
لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ ﴿٧٠﴾
Liyunżira man kāna ḥayyan wa yaḥiqqal-qaulu ‘alal-kāfirīn(a).
70. agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُوْنَ ﴿٧١﴾
Awalam yarau annā khalaqnā lahum mimmā ‘amilat aidīnā an‘āman fahum lahā mālikūn(a).
71. Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?
وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ ﴿٧٢﴾
Wa żallalnāhā lahum fa minhā rakūbuhum wa minhā ya'kulūn(a).
72. Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian (lagi) mereka makan.
وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ ﴿٧٣﴾
Wa lahum fīhā manāfi‘u wa masyārib(u), afalā yasykurūn(a).
73. Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?
وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ ﴿٧٤﴾
Wattakhażū min dūnillāhi ālihatal la‘allahum yunṣarūn(a).
74. Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ ﴿٧٥﴾
Lā yastaṭī‘ūna naṣrahum, wa hum lahum jundum muḥḍarūn(a).
75. Mereka (sesembahan itu) tidak dapat menolong mereka; padahal mereka itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga (sesembahan) itu.
فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ ۘاِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ ﴿٧٦﴾
Falā yaḥzunka qauluhum, innā na‘lamu mā yusirrūna wa mā yu‘linūn(a).
76. Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ ﴿٧٧﴾
Awalam yaral-insānu annā khalaqnāhu min nuṭfatin fa'iżā huwa khaṣīmum mubīn(un).
77. Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ ﴿٧٨﴾
Wa ḍaraba lanā maṡalaw wa nasiya khalqah(ū), qāla may yuḥyil-‘iẓāma wa hiya ramīm(un).
78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?"
قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۗوَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ ۙ ﴿٧٩﴾
Qul yuḥyīhal-lażī ansya'ahā awwala marrah(tin), wa huwa bikulli khalqin ‘alīm(un).
79. Katakanlah (Muhammad), "Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.
ۨالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ ﴿٨٠﴾
Allażī ja‘ala lakum minasy-syajaril-akhḍari nārā(n), fa'iżā antum minhu tūqidūn(a).
80. yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu."
اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ ﴿٨١﴾
Awa laisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin ‘alā ay yakhluqa miṡlahum, balā wa huwal-khallāqul-‘alīm(u).
81. Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur)? Benar. Dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui.
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ ﴿٨٢﴾
Innamā amruhū iżā arāda syai'an ay yaqūla lahū kun fayakūn(u).
82. Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu.
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ﴿٨٣﴾
Fa subḥānal-lażī biyadihī malakūtu kulli syai'iw wa ilaihi turja‘ūn(a).
83. Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.
Tafsir dan Penjelasan Mendalam Kandungan Surah Yasin
Surah Yasin tidak hanya indah untuk dilantunkan, tetapi juga sarat dengan pesan dan pelajaran yang mendalam. Kandungannya dapat dibagi menjadi beberapa tema utama yang saling berkaitan, membentuk sebuah argumen yang kokoh tentang kebenaran Islam.
Bagian 1: Penegasan Risalah dan Kondisi Orang Kafir (Ayat 1-12)
Surah ini dibuka dengan sumpah Allah demi Al-Qur'an yang penuh hikmah untuk menegaskan status kerasulan Nabi Muhammad SAW. Ini adalah jawaban langsung terhadap keraguan kaum kafir Quraisy. Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad berada di "jalan yang lurus", yaitu jalan tauhid. Ayat 6-10 menggambarkan kondisi kaum kafir yang hatinya telah tertutup dari kebenaran. Mereka diibaratkan seperti orang yang lehernya dibelenggu hingga tertengadah, dan di sekelilingnya ada dinding penghalang sehingga tidak bisa melihat. Ini adalah metafora kuat untuk kesombongan dan keengganan mereka menerima petunjuk. Peringatan apapun tidak akan berguna bagi mereka. Sebaliknya, pada ayat 11, Allah menegaskan bahwa peringatan Al-Qur'an hanya akan bermanfaat bagi mereka yang mau mengikuti (ittiba') dan memiliki rasa takut (khasyyah) kepada Allah meskipun tidak melihat-Nya. Bagian ini ditutup dengan penegasan yang dahsyat di ayat 12: Allah-lah yang menghidupkan yang mati dan mencatat semua amal perbuatan manusia serta "bekas-bekas" (atsar) yang mereka tinggalkan. Ini menjadi pondasi bagi tema utama surah ini, yaitu hari kebangkitan.
Bagian 2: Kisah Penduduk Negeri (Ashabul Qaryah) (Ayat 13-32)
Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan sebuah perumpamaan tentang penduduk suatu negeri yang didatangi oleh para utusan. Mereka mendustakan dua utusan pertama, lalu Allah menguatkan dengan utusan ketiga. Penduduk negeri itu menolak dengan argumen klasik: "Kamu hanyalah manusia biasa seperti kami." Mereka bahkan menuduh para utusan membawa sial. Di tengah penolakan massal, muncullah seorang laki-laki dari ujung kota (dalam tafsir sering disebut Habib An-Najjar). Ia datang dengan bergegas, menasihati kaumnya untuk mengikuti para utusan yang tidak meminta imbalan dan membawa petunjuk. Ia berargumentasi dengan logika tauhid yang sederhana namun kuat, "Mengapa aku tidak menyembah Tuhan yang menciptakanku dan kepada-Nya kalian akan kembali?" Karena keimanannya, ia dibunuh oleh kaumnya. Namun, begitu ia syahid, ia langsung disambut dengan "Masuklah ke surga!" Dari dalam surga, ia masih berharap kaumnya mengetahui betapa mulianya balasan dari Allah. Kisah ini berakhir dengan azab yang menimpa kaumnya, yaitu satu teriakan keras yang membinasakan mereka semua. Pelajaran dari kisah ini sangat kaya: tentang keteguhan iman, keberanian membela kebenaran, konsekuensi penolakan dakwah, dan kemuliaan bagi orang beriman bahkan sesaat setelah kematiannya.
Bagian 3: Tanda-tanda Kekuasaan Allah di Alam Semesta (Ayat 33-44)
Setelah menyajikan pelajaran dari sejarah, Al-Qur'an mengajak pembaca untuk merenungkan tanda-tanda (ayat) kekuasaan Allah yang terhampar di alam semesta. Ini adalah bukti nyata yang dapat dilihat oleh semua orang. Ayat-ayat ini dimulai dengan "bumi yang mati" yang dihidupkan kembali dengan air hujan, menumbuhkan biji-bijian, kebun kurma, dan anggur. Ini adalah analogi langsung untuk hari kebangkitan: Tuhan yang mampu menghidupkan tanah yang mati, tentu mampu pula menghidupkan manusia yang telah mati. Kemudian, Allah menyebutkan penciptaan segala sesuatu berpasang-pasangan, fenomena silih bergantinya malam dan siang, serta peredaran matahari dan bulan pada orbitnya masing-masing dengan sangat teratur. Tidak ada yang saling bertabrakan atau mendahului. Ini menunjukkan adanya Sang Pengatur Yang Maha Agung. Tanda kekuasaan lainnya adalah penciptaan kapal yang dapat berlayar di lautan membawa manusia dan barang-barang, serta penciptaan alat transportasi lain yang serupa. Semua ini adalah nikmat dan bukti rahmat Allah yang seharusnya mendorong manusia untuk bersyukur, bukan malah kufur.
Bagian 4: Debat dengan Kaum Musyrik dan Detik-detik Kiamat (Ayat 45-68)
Bagian ini kembali fokus pada dialog dan sikap kaum musyrikin. Ketika diperingatkan tentang azab dunia dan akhirat, mereka berpaling. Ketika diajak berinfak, mereka menjawab dengan sombong dan mengejek, "Apakah kami harus memberi makan orang yang jika Allah mau, Dia sendiri bisa memberinya makan?" Ini menunjukkan logika mereka yang picik dan keengganan untuk berbagi. Mereka juga selalu bertanya dengan nada menantang, "Kapan hari kiamat itu akan datang?" Allah menjawab bahwa kiamat akan datang secara tiba-tiba, melalui satu tiupan sangkakala yang mematikan, saat mereka sedang sibuk dalam perselisihan duniawi. Kemudian, tiupan kedua membangkitkan semua manusia dari kubur. Mereka terkejut dan menyesal, menyadari bahwa janji Allah adalah benar. Pada hari itu, pengadilan Allah sangat adil. Mulut mereka dikunci, dan anggota tubuh mereka (tangan dan kaki) yang akan menjadi saksi atas perbuatan mereka. Ayat-ayat selanjutnya menegaskan kekuasaan mutlak Allah untuk mengubah rupa atau menghilangkan penglihatan mereka jika Dia berkehendak, serta pelajaran dari proses penuaan, di mana manusia dikembalikan pada kondisi lemah, sebagai tanda bahwa kekuatan manusia bersifat sementara.
Bagian 5: Penutup, Penegasan Al-Qur'an dan Kekuasaan Mutlak Allah (Ayat 69-83)
Di bagian akhir, Allah membantah tuduhan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang penyair. Allah menegaskan bahwa Al-Qur'an bukanlah syair, melainkan peringatan dan kitab yang jelas, bertujuan untuk memberi peringatan kepada orang yang "hatinya hidup". Allah kembali mengajak merenung pada nikmat-Nya berupa hewan ternak yang ditundukkan untuk manusia, namun manusia justru mengambil sesembahan selain-Nya yang sama sekali tidak bisa menolong. Ayat 77-79 menyajikan argumen paling kuat tentang hari kebangkitan. Allah mengingatkan manusia yang sombong bahwa ia diciptakan dari setetes air mani, namun kini menjadi penentang yang nyata. Ketika ia bertanya, "Siapa yang dapat menghidupkan tulang yang telah hancur luluh?", Allah memberikan jawaban telak: "Dia yang menciptakannya pertama kali." Logikanya, menciptakan dari ketiadaan jauh lebih sulit daripada membangkitkan dari sesuatu yang pernah ada. Allah bahkan memberikan contoh kekuasaan-Nya menciptakan api dari kayu yang hijau, sebuah proses yang menakjubkan. Surah ini ditutup dengan dua ayat pamungkas yang merangkum keagungan Allah. Ayat 82 menjelaskan bahwa kehendak Allah bersifat mutlak: jika Dia menginginkan sesuatu, Dia hanya berfirman "Kun!" (Jadilah!), maka terjadilah. Ayat terakhir (83) adalah tasbih agung, "Maka Maha Suci Allah yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu, dan kepada-Nya-lah kamu semua akan dikembalikan." Ini adalah penutup yang sempurna, mengembalikan segala urusan kepada Sang Pemilik Kekuasaan Absolut.
Kesimpulan: Pesan Universal Surah Yasin
Surah Yasin adalah sebuah perjalanan spiritual yang membawa pembacanya dari peneguhan iman, merenungi sejarah, mengamati alam semesta, hingga membayangkan dahsyatnya hari akhir. Ia adalah jantung Al-Qur'an karena di dalamnya berdetak kencang esensi dari risalah Islam: Tauhid, Risalah, dan Ma'ad (Hari Kembali). Membaca, memahami, dan merenungi Surah Yasin bukan sekadar ritual, melainkan sebuah upaya untuk menghidupkan kembali hati, memperkuat pondasi akidah, dan mengingatkan diri akan tujuan akhir dari kehidupan, yaitu kembali kepada Allah SWT.