Mendamba Keturunan Terbaik: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 74

Doa Puncak Para Hamba Ar-Rahman

Pendahuluan: Ciri-Ciri Hamba Ar-Rahman

Surah Al-Furqan merupakan salah satu surah Makkiyah yang memiliki fokus utama pada penegasan tauhid, kebenaran Al-Qur'an, serta pertarungan abadi antara kebenaran dan kebatilan. Namun, di antara ayat-ayat yang keras mengenai peringatan dan ancaman, terdapat untaian lembut yang menguraikan sifat-sifat mulia dari golongan yang disebut ‘Ibād al-Raḥmān’—hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang.

Sifat-sifat ini dimulai dari kerendahan hati dalam berjalan di bumi (Ayat 63), kesabaran menghadapi caci maki orang jahil, kesungguhan dalam ibadah malam, hingga ketakutan akan siksa neraka. Setelah menguraikan sederet akhlak sosial dan spiritual yang tinggi, rangkaian sifat-sifat ini mencapai puncaknya pada permohonan yang menunjukkan orientasi hidup yang sangat fundamental bagi seorang mukmin: kedamaian dan kebaikan dalam rumah tangga.

Ayat ke-74 ini bukan sekadar doa pelengkap, melainkan penutup spiritual bagi seluruh rangkaian sifat yang telah disebutkan. Ia mencerminkan pemahaman bahwa ibadah dan amal saleh seseorang tidak sempurna tanpa adanya ketenangan dan keberkahan di lingkungan terdekatnya—keluarga. Permintaan ini menegaskan bahwa kesalehan sejati harus berakar kuat di rumah sebelum ia membuahkan hasil di tengah masyarakat luas. Doa untuk keluarga adalah manifestasi dari kepedulian seorang hamba terhadap keberlanjutan keimanan, yang diwariskan melalui generasi.

Ayat 74: Teks, Terjemah, dan Keutamaan

Ayat yang agung ini telah menjadi mahkota bagi setiap pasangan yang mendambakan kebahagiaan hakiki. Doa ini dikenal luas sebagai permohonan untuk mendapatkan pasangan dan keturunan yang menenangkan jiwa.

وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Terjemah Standar (Kemenag RI):

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Keutamaan doa ini terletak pada cakupannya yang menyeluruh. Ia tidak hanya meminta kebahagiaan di dunia, tetapi juga kesalehan yang menjamin kebahagiaan di akhirat. Para hamba Ar-Rahman menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak diukur dari harta atau kedudukan, melainkan dari ketaatan pasangan dan keturunan mereka kepada Allah.

Analisis Linguistik Mendalam (Tahlil Lughawi)

Setiap frasa dalam ayat ini mengandung makna yang kaya dan mendalam, jauh melampaui terjemahan harfiah sederhana. Memahami struktur bahasa Arabnya memberikan wawasan tentang intensitas dan kualitas permintaan yang diajukan oleh hamba Ar-Rahman.

1. Rabbana (Ya Tuhan Kami)

Penggunaan kata ini adalah seruan yang menunjukkan keintiman hubungan antara hamba dan Penciptanya. Ini adalah pengakuan akan Rububiyyah (Ketuhanan) Allah yang mengatur, memelihara, dan menyediakan. Dengan memulai doa dengan Rabbana, seorang hamba mengakui bahwa hanya Allah yang mampu menganugerahkan apa yang diminta.

2. Hab Lana (Anugerahkanlah Kepada Kami)

Kata kerja Hab (dari kata wahaba) berarti 'memberi tanpa imbalan' atau 'menganugerahkan'. Ini berbeda dari sekadar meminta. Ketika digunakan dalam konteks doa, ia menunjukkan bahwa pemberian tersebut adalah murni rahmat dan karunia dari Allah. Permintaan ini menegaskan bahwa kesalehan pasangan dan keturunan bukanlah hasil dari usaha semata, tetapi merupakan karunia ilahi yang harus dimohonkan.

3. Azwajina wa Dhurriyatina (Pasangan Kami dan Keturunan Kami)

Penyebutan pasangan (Azwajina) mendahului keturunan (Dhurriyatina) menunjukkan prioritas dan fondasi. Keluarga yang stabil harus dimulai dengan hubungan suami-istri yang harmonis dan saleh. Keturunan yang baik tidak mungkin lahir atau tumbuh subur tanpa fondasi pasangan yang kokoh dalam takwa. Ini juga menyiratkan bahwa doa ini bersifat timbal balik; pasangan mendoakan kebaikan pasangannya yang lain.

4. Qurrata A'yun (Penyejuk Mata)

Inilah frasa paling puitis dan mendalam. Secara harfiah, Qurratu al-A'yun berarti ‘pendingin mata’ (dari kata qarr, yang berarti dingin). Mata yang memandang sesuatu yang dicintai dan mendamaikan akan menjadi sejuk, sebagai kebalikan dari mata yang ‘panas’ (sukhun) karena cemas, sedih, atau marah.

Kaligrafi Doa Rabbana Hab Lana رَبَّنَا هَبْ لَنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Ilustrasi Kaligrafi dan Keseimbangan Doa.

Tafsir Komprehensif: Definisi ‘Penyejuk Mata’ Sejati

Para mufassir (ahli tafsir) sepakat bahwa ‘penyejuk mata’ yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah sekadar kecantikan fisik, kekayaan, atau prestasi akademik duniawi. Meskipun hal-hal tersebut mungkin menyenangkan, kegembiraan yang bersifat fana tidak akan meredakan 'panas' mata seorang mukmin yang mendambakan Akhirat.

Tafsir Generasi Salaf (Ibnu Katsir dan Al-Tabari)

Menurut mayoritas ulama Salaf, termasuk Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin, Qurrata A'yun adalah ketika seorang hamba melihat istri atau suaminya taat kepada Allah, dan menyaksikan anak-anaknya beribadah, menghafal Al-Qur'an, dan berakhlak mulia. Ibnu Katsir menekankan bahwa doa ini mencakup permintaan agar Allah menjadikan pasangan dan keturunan mereka saleh di dunia dan Akhirat, yang berarti mereka akan berada di surga bersama orang tua mereka.

Implikasi Keluarga Ideal Menurut Al-Qurtubi

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya memperluas makna ini menjadi suatu kondisi sosial yang ideal. Ia menyatakan bahwa keluarga yang menyejukkan mata adalah keluarga yang membawa keberkahan bagi masyarakat. Artinya, keluarga tersebut tidak hanya saleh secara individu, tetapi juga berkontribusi pada kebaikan umat. Anak-anak yang menjadi penyejuk mata adalah mereka yang menjadi ulama, da’i, atau pemimpin adil yang membawa manfaat bagi orang lain.

Perspektif Modern (Sayyid Qutb)

Dalam tafsir Fi Zilalil Qur'an, Sayyid Qutb melihat ayat ini sebagai puncak dari perjalanan spiritual seorang hamba. Ia menjelaskan bahwa seorang hamba Ar-Rahman tidak dapat mencapai ketenangan total jika lingkungan terdekatnya (keluarga) tidak sejalan dengan tujuan ketakwaannya. Keluarga adalah medan jihad pertama dan terpenting. Jika medan ini kacau, mustahil mencapai ketenangan di medan sosial yang lebih luas.

Doa ini adalah pengakuan bahwa tanggung jawab pendidikan dan pembinaan keimanan adalah hal yang mendesak, bukan sekadar harapan pasif. Doa harus diikuti dengan amal. Ketenangan sejati datang saat orang tua telah melaksanakan kewajiban tarbiyah (pendidikan Islam) dengan sungguh-sungguh.

Ayat Kedua: Waj’alna Lil-Muttaqin Imama (Jadikanlah Kami Pemimpin bagi Orang-orang yang Bertakwa)

Doa ini tidak berhenti pada permintaan untuk keluarga semata; ia melanjutkan dengan ambisi spiritual yang luar biasa tinggi. Para hamba Ar-Rahman meminta posisi kepemimpinan dalam ketakwaan.

Makna Kepemimpinan dalam Takwa

Permintaan ini bukanlah ambisi kekuasaan politik atau kekayaan, melainkan permintaan untuk menjadi qudwah (teladan) dalam kebaikan. Mereka ingin amal dan akhlak mereka sedemikian mulia sehingga orang-orang bertakwa lainnya mengikuti jejak mereka dalam kebaikan dan ketaatan.

Para mufassir memberikan interpretasi mendalam mengenai Imam di sini:

  1. Kepemimpinan Aktif: Menjadi yang terdepan dalam kebaikan, berlomba-lomba dalam amal saleh. Artinya, mereka ingin berada di barisan terdepan dalam melaksanakan kewajiban dan sunnah.
  2. Teladan Pasif: Menjadi panutan yang disaksikan. Orang-orang melihat kesalehan mereka (dalam mengurus keluarga, berinteraksi sosial, dan beribadah) dan termotivasi untuk menirunya.
  3. Kepemimpinan dalam Keluarga: Mereka meminta agar keluarga mereka, sebagai kesatuan, menjadi model ideal bagi keluarga-keluarga bertakwa lainnya. Jika keluarga mereka telah menjadi Qurrata A'yun, maka secara otomatis mereka layak menjadi teladan.

Kaitan antara dua bagian doa ini sangat erat: Mustahil seseorang bisa menjadi pemimpin bagi orang-orang bertakwa (imam al-muttaqin) jika ia gagal dalam memimpin keluarganya sendiri dan menciptakan Qurrata A'yun di rumahnya.

Strategi Mewujudkan Qurrata A'yun: Tarbiyah Islamiyah

Doa adalah ruh, tetapi usaha adalah jasad. Untuk mewujudkan Qurrata A'yun, diperlukan strategi pendidikan Islami (Tarbiyah Islamiyah) yang komprehensif, dimulai sejak sebelum pernikahan hingga anak dewasa.

Fase 1: Pra-Pernikahan dan Memilih Pasangan

Ketenangan mata berawal dari pemilihan bibit. Nabi Muhammad ﷺ menekankan pentingnya memilih pasangan berdasarkan agama. Pasangan yang sama-sama memiliki visi akhirat dan berkomitmen pada ketaatan adalah fondasi pertama menuju keluarga yang menyejukkan mata. Membangun rumah tangga di atas dasar takwa memastikan bahwa orientasi dan tujuan bersama adalah ridha Allah, bukan sekadar kesenangan dunia.

Jika pasangan sudah memiliki landasan tauhid yang kuat, maka konflik yang muncul cenderung bersifat teknis dan dapat diselesaikan dengan musyawarah, bukan konflik fundamental yang merusak keimanan anak-anak.

Fase 2: Pendidikan dalam Rahim dan Masa Kanak-Kanak

Proses Tarbiyah dimulai bahkan ketika anak masih dalam kandungan, melalui ketaatan ibu dan lingkungan yang positif. Setelah anak lahir, tiga pilar utama pendidikan harus ditegakkan:

  1. Tauhid: Menanamkan keesaan Allah sebagai prioritas utama. Anak harus belajar bahwa seluruh amal dan kehidupan bertujuan untuk Allah, sebagaimana ajaran Luqman kepada putranya.
  2. Akhlak: Mengajarkan adab dan etika, baik terhadap Allah, orang tua, maupun sesama manusia. Akhlak adalah manifestasi praktik dari iman. Anak yang Qurrata A'yun adalah anak yang beradab.
  3. Ibadah: Pembiasaan shalat, puasa, dan membaca Al-Qur'an. Ini bukan sekadar kewajiban, tetapi pembentukan disiplin spiritual yang akan mengikat mereka pada jalan takwa seumur hidup.

Fase 3: Lingkungan dan Sosialisasi

Keluarga yang menyejukkan mata harus menyaring pengaruh luar. Orang tua bertanggung jawab memilih lingkungan sekolah, teman bermain, dan eksposur media yang mendukung nilai-nilai Islam. Pada era digital ini, tanggung jawab ini menjadi berlipat ganda, di mana filter spiritual dan intelektual sangat dibutuhkan untuk melindungi keturunan dari arus informasi yang merusak moral dan keimanan.

Membentuk Qurrata A'yun memerlukan orang tua untuk menjadi ‘penyaring’ aktif, bukan hanya pengamat pasif terhadap perkembangan anak. Ini mencakup pengajaran kritis terhadap ideologi sekuler yang berpotensi merusak konsep Islam tentang keluarga dan peran gender.

Ilustrasi Keluarga Islami yang Damai Doa

Visualisasi Ketenangan dan Kesejahteraan Keluarga.

Dimensi Spiritual: Sinergi Doa dan Amal

Penting untuk dipahami bahwa doa Rabbana Hab Lana merupakan manifestasi dari ibadah yang didukung oleh usaha keras. Dalam Islam, doa adalah senjata mukmin, tetapi ia tidak akan efektif tanpa diiringi dengan asbab (sebab-sebab) atau upaya.

Doa sebagai Ibadah

Mengucapkan doa ini dengan penuh penghayatan adalah ibadah yang besar nilainya. Ia menunjukkan pengakuan bahwa tanpa campur tangan dan rahmat Allah, upaya mendidik anak sehebat apa pun dapat gagal. Doa ini menjaga hati orang tua dari kesombongan (ujub) karena merasa berhasil mendidik anak, dan dari keputusasaan (qanit) ketika menghadapi tantangan dalam keluarga.

Doa ini juga merupakan pengakuan bahwa kesalehan adalah sesuatu yang harus dipelihara, bukan hanya dicapai. Ketenangan mata harus selalu diperbaharui melalui ketaatan yang berkelanjutan.

Peran Ibadah Pasangan

Kesalehan pasangan adalah prasyarat. Ketika pasangan menjadi penyejuk mata, mereka saling mendukung dalam ketaatan. Mereka akan saling mengingatkan untuk shalat malam, berpuasa sunnah, dan menjauhi hal-hal yang syubhat. Kesatuan tujuan spiritual ini memancarkan cahaya positif yang otomatis memengaruhi keturunan.

Contoh nyata dari sinergi ini adalah bagaimana Al-Qur'an menggambarkan ibadah pasangan sebagai hal yang saling menguatkan. Ketika orang tua disiplin dalam shalat dan zikir, anak-anak akan menginternalisasi kebiasaan tersebut sebagai norma, menjadikan ketaatan sebagai bagian integral dari identitas keluarga mereka.

Kesabaran dan Ujian

Jalan menuju Qurrata A'yun tidak selalu mulus. Keluarga akan menghadapi ujian, baik berupa kesulitan ekonomi, penyakit, maupun tantangan dalam mendidik anak yang mungkin menyimpang. Dalam menghadapi ujian, doa ini berfungsi sebagai jangkar spiritual. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan hakiki adalah kemampuan untuk kembali kepada Allah dalam setiap kesulitan, serta kesabaran orang tua dalam membimbing keturunan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Nuh dan Luqman.

Bahkan ketika seorang anak memilih jalan yang keliru, orang tua yang berpegang pada doa ini tetap memiliki harapan dan terus berusaha melalui nasihat dan keteladanan, menyadari bahwa hidayah sepenuhnya milik Allah, namun ikhtiar adalah kewajiban mereka.

Konteks Sosial Kontemporer dan Relevansi Ayat 74

Di era modern, konsep Qurrata A'yun menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dibandingkan masa lalu. Tantangan digital, globalisasi nilai, dan krisis identitas membutuhkan penafsiran dan aplikasi doa ini yang lebih strategis.

1. Tantangan Digitalisasi

Saat ini, anak-anak terpapar nilai-nilai global melalui gawai dan media sosial. Nilai-nilai ini sering kali bertentangan langsung dengan ajaran Islam mengenai aurat, adab, dan etika. Qurrata A'yun dalam konteks digital berarti mendidik keturunan yang memiliki literasi media yang kritis dan filter keimanan yang kuat. Mereka tidak hanya mampu menggunakan teknologi, tetapi juga mampu menggunakannya untuk kebaikan dan dakwah, bukan untuk kemaksiatan.

Orang tua modern harus menjadi imam (pemimpin teladan) dalam penggunaan teknologi yang bijak, menunjukkan bagaimana waktu dapat diinvestasikan dalam ketaatan, daripada dihamburkan dalam hiburan yang sia-sia.

2. Krisis Identitas dan Sekularisasi

Banyak anak muda Muslim saat ini bergumul dengan pertanyaan identitas, dipicu oleh tekanan untuk mengadopsi gaya hidup sekuler. Doa Rabbana Hab Lana adalah permintaan untuk keturunan yang bangga dengan keislaman mereka, yang menjadikan syariat sebagai panduan hidup tanpa merasa terintimidasi oleh tren atau stigma sosial.

Ini menuntut orang tua untuk menyajikan Islam bukan sebagai beban tradisi, melainkan sebagai solusi holistik dan sistem hidup yang superior. Pendidikan Islam harus menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis yang dihadapi anak, membuktikan relevansi ajaran agama dalam menghadapi masalah modern.

3. Ekonomi dan Keseimbangan Hidup

Dalam tekanan ekonomi modern, banyak orang tua cenderung mengorbankan waktu pendidikan agama demi mengejar kekayaan materi. Qurrata A'yun mengingatkan bahwa kekayaan sejati keluarga adalah kesalehan. Keluarga yang menyejukkan mata adalah keluarga yang mampu menyeimbangkan kebutuhan duniawi (penghidupan halal) dengan prioritas akhirat (pendidikan agama).

Keturunan yang saleh (penyejuk mata) adalah mereka yang mengerti bahwa rezeki datang dari Allah, dan bahwa berkat terletak pada kejujuran dan ketaatan dalam mencari nafkah, yang pada gilirannya akan mengurangi beban dan kekhawatiran orang tua, mewujudkan ketenangan batin yang merupakan inti dari Qurrata A'yun.

Penutup: Warisan Abadi Hamba Ar-Rahman

Surah Al-Furqan Ayat 74 merupakan cetak biru bagi keluarga Muslim yang ideal. Ia mengajarkan bahwa puncak dari kesalehan pribadi adalah kepedulian yang mendalam terhadap kesalehan kolektif dalam lingkaran terdekat.

Ketika seorang hamba Ar-Rahman berhasil mendidik pasangan dan keturunannya menjadi Qurrata A'yun, ia tidak hanya mendapatkan ketenangan batin yang sejati di dunia, tetapi juga memastikan keberkahan yang berkelanjutan di akhirat. Keturunan saleh adalah amal jariyah yang tidak terputus, sebuah investasi yang terus menghasilkan pahala bahkan setelah kematian orang tua.

Doa yang agung ini bukan hanya permohonan lisan, tetapi sebuah komitmen total: komitmen untuk memilih jalan takwa, komitmen untuk memberikan tarbiyah terbaik, dan komitmen untuk menjadi teladan hidup (imam) yang layak diikuti oleh umat bertakwa lainnya.

Maka, bagi setiap mukmin, doa ini adalah pengingat harian akan tujuan tertinggi dari kehidupan berkeluarga: membangun benteng keimanan yang kokoh, di mana setiap anggota keluarga berjalan di bawah naungan rahmat dan petunjuk Allah, menjamin bahwa pandangan mata mereka akan selalu dipenuhi kesejukan, baik di dunia maupun saat berkumpul kembali di Jannah.

Poin-Poin Utama untuk Diingat:

Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita semua keluarga yang menjadi penyejuk mata.

🏠 Kembali ke Homepage