Menggali Kedalaman dan Keindahan Nikmat Allah dalam 78 Ayat
Surah Ar-Rahman, surah ke-55 dalam Al-Qur'an, memiliki posisi yang sangat istimewa di hati umat Islam. Dinamakan berdasarkan salah satu Asmaul Husna Allah, Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), surah ini merupakan manifestasi agung dari rahmat, keindahan, dan keadilan Ilahi yang meliputi seluruh jagat raya.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan, mayoritas ulama menempatkan Surah Ar-Rahman sebagai surah Makkiyah, yang turun pada periode awal kenabian di Makkah. Hal ini terbukti dari fokusnya yang kuat pada dasar-dasar tauhid, kebangkitan (akhirat), dan deskripsi terperinci tentang surga dan neraka, yang merupakan tema sentral dakwah di Makkah.
Keunikan utama surah ini terletak pada irama dan struktur puitisnya yang memukau. Surah Ar-Rahman dikenal sebagai "pengantin Al-Qur'an" (Aruusul Qur'an), sebuah gelar yang diberikan karena keindahan bahasanya yang luar biasa, serta pengulangan sebuah ayat sentral sebanyak 31 kali: فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (Fabi-ayyi ala'i Rabbikuma tukadzdziban), yang artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Pengulangan retoris ini tidak hanya berfungsi sebagai jeda ritmis, tetapi sebagai penekanan yang menusuk jiwa. Ia menantang manusia dan jin (dua golongan yang berakal yang dituju dalam surah ini, dikenal sebagai ats-tsaqalain) untuk merenungkan, mengakui, dan bersyukur atas nikmat yang tak terhitung, dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari nikmat duniawi hingga janji ukhrawi.
Kajian mendalam Surah Ar-Rahman membawa kita melalui empat tema besar: (1) Rahmat Ilahi dan Anugerah Al-Qur'an, (2) Bukti-bukti Kekuasaan Allah di alam semesta, (3) Gambaran Kengerian Hari Perhitungan dan Adzab, dan (4) Deskripsi Kenikmatan Abadi bagi orang-orang yang taat. Melalui struktur yang terorganisir rapi ini, Allah SWT mengajak seluruh makhluk berakal untuk menyaksikan kesempurnaan ciptaan-Nya dan menolak segala bentuk pengingkaran.
Surah ini segera dibuka dengan Nama yang paling lembut. Ar-Rahman, Yang Maha Pengasih. Rahmat Allah mendahului segalanya, dan manifestasi terbesar dari rahmat ini adalah diturunkannya Kitab Suci Al-Qur'an, yang menjadi panduan utama bagi manusia. Ayat ini secara langsung menghubungkan sifat kasih sayang Allah dengan fungsi-Nya sebagai Pendidik (pengajar). Setelah memberikan kitab, Allah kemudian menyempurnakan penciptaan manusia dengan kemampuan yang paling mulia: kemampuan berbicara, menjelaskan, dan berkomunikasi (al-bayan).
ٱلرَّحْمَٰنُ
1. Ar-raḥmān
1. (Tuhan) Yang Maha Pengasih,
عَلَّمَ ٱلْقُرْءَانَ
2. 'Allamal-qur'ān
2. Yang telah mengajarkan Al-Qur'an.
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ
3. Khalaqal-insān
3. Dia menciptakan manusia.
عَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ
4. 'Allamahul-bayān
4. Mengajarnya pandai berbicara.
Setelah menyebutkan nikmat spiritual (Al-Qur'an dan bayan), surah beralih ke nikmat fisik dan kosmik. Matahari dan bulan bergerak dalam perhitungan yang cermat, tunduk pada hukum alam yang ketat. Keseimbangan ini tidak hanya berlaku di langit tetapi juga di bumi. Allah meninggikan langit dan menetapkan neraca keadilan. Hal ini mengajarkan bahwa tatanan alam semesta (makrokosmos) harus dicerminkan dalam tatanan moral manusia (mikrokosmos), yaitu menegakkan timbangan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Nikmat yang disebutkan di bagian ini – cahaya, waktu, hasil bumi, dan hukum – adalah fundamental bagi kelangsungan hidup. Inilah titik di mana tantangan retoris pertama kali diucapkan.
ٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
5. Asy-syamsu wal-qamaru biḥusbān
5. Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan,
وَٱلنَّجْمُ وَٱلشَّجَرُ يَسْجُدَانِ
6. Wan-najmu wasy-syajaru yasjudān
6. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, kedua-duanya tunduk kepada-Nya.
وَٱلسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ ٱلْمِيزَانَ
7. Was-samā'a rafa'ahā wa waḍa'al-mīzān
7. Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan,
أَلَّا تَطْغَوْا۟ فِى ٱلْمِيزَانِ
8. Allā taṭgau fil-mīzān
8. Agar kamu tidak melampaui batas tentang keseimbangan itu.
وَأَقِيمُوا۟ ٱلْوَزْنَ بِٱلْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا۟ ٱلْمِيزَانَ
9. Wa aqīmul-wazna bil-qisṭi wa lā tukh-sirul-mīzān
9. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan itu.
وَٱلْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
10. Wal-arḍa waḍa'ahā lil-anām
10. Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk (Nya).
فِيهَا فَٰكِهَةٌ وَٱلنَّخْلُ ذَاتُ ٱلْأَكْمَامِ
11. Fīhā fākihatuw wan-nakhlu żātul-akmām
11. Di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang,
وَٱلْحَبُّ ذُو ٱلْعَصْفِ وَٱلرَّيْحَانُ
12. Wal-ḥabbu żul-'aṣfi war-raiḥān
12. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
13. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #1 (Nikmat Keseimbangan): Ayat ke-13 muncul setelah serangkaian bukti kosmik yang fundamental: penetapan waktu, keadilan, dan sumber makanan. Pertanyaan ini diarahkan kepada manusia dan jin. Bagaimana mungkin mereka berani mengingkari keberadaan atau kebaikan Tuhan setelah melihat tatanan alam yang begitu sempurna, dari pergerakan bintang hingga biji-bijian di bumi? Pengingkaran adalah kebodohan, bukan hanya ketidakpercayaan.
Surah melanjutkan dengan detail penciptaan dua entitas berakal: manusia (dari tanah liat kering, seperti tembikar) dan jin (dari api yang sangat panas, mārij min nār). Kontras ini menekankan keagungan Allah yang menciptakan dari materi yang sangat berbeda. Kemudian, perhatian diarahkan pada tanda-tanda kekuasaan-Nya di cakrawala (dua timur dan dua barat) yang menandai pergeseran musim dan waktu, dan di lautan (dua lautan yang bertemu namun tidak bercampur). Hal ini adalah bukti fisik yang paling jelas dari kekuasaan Ilahi. Segala yang ada di bumi akan musnah, hanya wajah Allah yang Abadi, menekankan transiensi dunia ini dan keabadian Sang Pencipta.
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِن صَلْصَٰلٍ كَٱلْفَخَّارِ
14. Khalaqal-insāna min ṣalṣālin kal-fakhkhār
14. Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,
وَخَلَقَ ٱلْجَآنَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ
15. Wa khalaqal-jānna mim mārijim min nār
15. Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
16. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
16. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #2 (Nikmat Penciptaan): Nikmat ini merujuk pada asal usul kehidupan dan kemampuan eksistensi. Baik manusia maupun jin diberikan bentuk, kesadaran, dan tujuan hidup. Penciptaan dari tanah dan api adalah sebuah mukjizat yang tak dapat ditiru. Jika kedua makhluk berakal ini telah diberikan kehidupan, bukankah ini adalah nikmat tertinggi yang tidak seharusnya disangkal?
رَبُّ ٱلْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ ٱلْمَغْرِبَيْنِ
17. Rabbul-masyriqaini wa Rabbul-magribain
17. Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
18. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
18. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #3 (Nikmat Tata Surya): Konsep "dua timur dan dua barat" merujuk pada terbit dan terbenamnya matahari pada musim panas (terjauh) dan musim dingin (terdekat). Variasi posisi ini menghasilkan musim, iklim, dan variasi waktu, yang semuanya penting bagi kehidupan manusia dan pertanian. Ini adalah manajemen waktu dan ruang yang sempurna oleh Allah. Apakah variasi yang indah dan fungsional ini, yang mengatur kehidupan, patut didustakan?
مَرَجَ ٱلْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ
19. Marajal-baḥraini yaltaqiyān
19. Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ
20. Bainahumā barzakul lā yabgiyān
20. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
21. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
21. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #4 (Nikmat Batas): Pertemuan dua jenis air—air asin dan air tawar—dengan adanya 'barzakh' (batas) yang tak terlihat namun efektif, adalah keajaiban oseanografi. Batas ini mencegah air asin yang berat merusak ekosistem air tawar secara instan. Ini adalah pengaturan alam yang rumit, menjamin air bersih dan sumber daya lautan tetap tersedia. Mengapa manusia dan jin masih ragu atas kekuasaan yang bisa menahan dua kekuatan besar ini?
يَخْرُجُ مِنْهُمَا ٱللُّؤْلُؤُ وَٱلْمَرْجَانُ
22. Yakhruju min-humal-lu'lu'u wal-marjān
22. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
23. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
23. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #5 (Nikmat Perhiasan): Setelah menyebutkan fungsi dasar lautan, Allah menunjuk pada manfaat estetika dan ekonomi: mutiara dan marjan. Ini adalah nikmat tambahan yang berfungsi sebagai perhiasan dan kekayaan. Ini menunjukkan bahwa rahmat Allah tidak hanya mencakup kebutuhan primer, tetapi juga elemen keindahan dan kemewahan yang meningkatkan kualitas hidup. Sungguh keterlaluan jika karunia keindahan dan kekayaan ini diabaikan.
وَلَهُ ٱلْجَوَارِ ٱلْمُنشَـَٔاتُ فِى ٱلْبَحْرِ كَٱلْأَعْلَٰمِ
24. Wa lahul-jawāril-munsya'ātu fil-baḥri kal-a'lām
24. Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi (layarnya) di lautan laksana gunung-gunung.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
25. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
25. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #6 (Nikmat Transportasi): Kapal besar yang berlayar di lautan adalah tanda bahwa Allah menundukkan hukum fisika air agar manusia dapat melakukan perjalanan dan perdagangan. Kapal, yang disebut setinggi gunung (menggambarkan ukuran dan perannya), memungkinkan peradaban untuk berinteraksi. Ini adalah nikmat mobilitas dan kemakmuran yang memungkinkan penyebaran ilmu dan kekayaan. Menolak kekuasaan yang memungkinkan hal ini adalah kesombongan yang jelas.
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
26. Kullu man 'alaihā fān
26. Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ
27. Wa yabqā waj-hu Rabbika żul-Jalāli wal-Ikrām
27. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
28. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
28. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #7 (Nikmat Kekekalan Ilahi): Ini adalah titik balik filosofis. Setelah menunjukkan semua nikmat duniawi dan kosmik yang fana, Allah mengingatkan bahwa semua itu akan musnah. Nikmat terbesar di sini adalah mengetahui adanya entitas yang kekal dan sempurna (Allah Żul-Jalāli wal-Ikrām). Kekekalan Allah adalah sumber harapan sejati bagi orang beriman dan peringatan bagi orang kafir bahwa kekuasaan fana mereka tidak berarti. Mengapa makhluk yang fana berani menolak Dzat yang Abadi?
يَسْـَٔلُهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْنٍ
29. Yas'aluhū man fis-samāwāti wal-arḍ, kulla yaumin huwa fī sya'n
29. Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
30. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
30. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #8 (Nikmat Pemeliharaan Aktif): Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Pengatur tunggal dan aktif. 'Setiap waktu Dia dalam kesibukan' (fī sya'n) berarti Allah senantiasa mengurus makhluk-Nya—memberi kehidupan, mengambil nyawa, menyembuhkan, memberi rezeki, menetapkan hukum alam, dan menjaga tatanan kosmik. Semua makhluk bergantung pada pemeliharaan harian ini. Nikmat ketergantungan ini adalah yang memungkinkan kelangsungan hidup; menolaknya sama dengan menolak napas kita sendiri.
Bagian ini memberikan peringatan keras. Allah mengancam kedua golongan (manusia dan jin) yang sombong bahwa Hari Perhitungan pasti akan datang, dan mereka tidak akan bisa lari. Ketika hukuman datang, mereka akan dikepung oleh api dan cairan panas (tembaga cair), yang menandakan kengerian Adzab. Ayat-ayat ini menyeimbangkan janji nikmat dengan ancaman siksa, memastikan bahwa rahmat Allah juga diiringi oleh keadilan mutlak. Setelah setiap ancaman, pertanyaan retoris itu muncul lagi, menanyakan mengapa mereka mempertaruhkan nikmat keselamatan dengan pengingkaran.
سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ ٱلثَّقَلَانِ
31. Sanafrugu lakum ayyuhas-ṡaqalān
31. Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu, wahai dua golongan (manusia dan jin).
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
32. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
32. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #9 (Nikmat Pertanggungjawaban): Kata sanafrugu (Kami akan memperhatikan sepenuhnya) adalah ungkapan ancaman. Allah menegaskan bahwa Dia akan mengadili. Nikmat di sini adalah nikmat keadilan dan kesempatan untuk bertobat sebelum hari itu tiba. Kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi hari perhitungan adalah nikmat yang sangat besar. Mengingkari hari itu berarti menolak kesempatan berharga ini.
يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍ
33. Yā ma'syaral-jinni wal-insi inistaṭa'tum an tanfużū min aqṭāris-samāwāti wal-arḍi fanfużụ, lā tanfużūna illā bisulṭān
33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
34. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
34. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #10 (Nikmat Batasan): Ayat ini menantang manusia dan jin untuk melarikan diri dari kekuasaan Allah. 'Kekuatan' (sulṭān) yang dimaksud bisa berarti izin atau pengetahuan ilahi. Karena mereka tidak memiliki kekuatan itu, mereka terperangkap dalam kekuasaan-Nya. Nikmatnya adalah bahwa meskipun Allah memiliki kekuasaan mutlak, Dia masih memberikan kesempatan. Bahkan upaya melarikan diri pun hanya mungkin atas izin-Nya, sehingga seluruh keberadaan adalah nikmat.
يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِّن نَّارٍ وَنُحَاسٌ فَلَا تَنتَصِرَانِ
35. Yursalu 'alaikumā syuwāẓum min nāriw wa nuḥāsun falā tantaṣirān
35. Kepada kamu, (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga panas (neraka) maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (darinya).
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
36. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
36. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #11 (Nikmat Peringatan): Ancaman api dan cairan tembaga adalah deskripsi yang mengerikan tentang Adzab. Nikmat yang ditanyakan di sini adalah nikmat peringatan (indzar). Allah, karena rahmat-Nya, tidak langsung menghukum, melainkan memberi tahu konsekuensi dari pengingkaran. Peringatan dini adalah bentuk kasih sayang, karena memberi kesempatan terakhir untuk kembali ke jalan yang benar. Mendustakan peringatan ini berarti mendustakan kasih sayang-Nya.
فَإِذَا ٱنشَقَّتِ ٱلسَّمَآءُ فَكَانَتْ وَرْدَةً كَٱلدِّهَانِ
37. Fa iżansyaqqatis-samā'u fa kānat wardatan kad-dihān
37. Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilauan) minyak (atau tembaga cair).
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
38. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
38. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #12 (Nikmat Hari Kiamat): Ayat ini menggambarkan kengerian Hari Kiamat, ketika langit kehilangan kestabilannya. Metafora "mawar merah seperti minyak" mengindikasikan kehancuran total dan perubahan drastis dalam tatanan kosmik. Nikmatnya adalah bahwa Allah memberikan gambaran visual ini agar hati manusia bergetar dan beriman sebelum terlambat. Siapa yang berani mendustakan kekuatan yang mampu mengubah langit yang kokoh menjadi substansi cair?
فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُسْـَٔلُ عَن ذَنۢبِهِۦٓ إِنسٌ وَلَا جَآنٌّ
39. Fa yauma'iżil lā yus'alu 'an żambihī insuw wa lā jānn
39. Pada hari itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
40. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
40. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #13 (Nikmat Pengetahuan Ilahi): Ayat ini menyinggung bahwa pada Hari Kiamat tertentu, pertanyaan formal tidak lagi diperlukan, karena Allah sudah mengetahui segalanya. Ini merujuk pada salah satu tahapan Hari Kiamat, di mana pengenalan dosa dilakukan secara langsung. Nikmat di sini adalah kepastian keadilan (tidak ada yang bisa menyembunyikan kejahatannya) dan kasih sayang (bagi sebagian orang beriman, interogasi diringankan). Mendustakan hari di mana kebenaran akan tersingkap adalah mendustakan nikmat keadilan.
يُعْرَفُ ٱلْمُجْرِمُونَ بِسِيمَٰهُمْ فَيُؤْخَذُ بِٱلنَّوَٰصِى وَٱلْأَقْدَامِ
41. Yu'raful-mujrimūna bisīmāhum fa yu'khażu bin-nawāṣī wal-aqdām
41. Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
42. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
42. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #14 (Nikmat Pembalasan): Orang-orang berdosa akan memiliki tanda pengenal. Mereka akan diseret dengan cara yang paling menghinakan. Nikmat yang dipertanyakan di sini adalah nikmat keadilan yang mutlak. Bagi orang beriman, ini adalah nikmat kepastian bahwa kejahatan tidak akan menang. Bagi orang kafir, ini adalah nikmat kesempatan untuk menjauhi nasib ini saat di dunia. Menolak kepastian pembalasan adalah menolak sistem moral universal.
هَٰذِهِۦ جَهَنَّمُ ٱلَّتِى يُكَذِّبُ بِهَا ٱلْمُجْرِمُونَ
43. Hāżihī jahannamullatī yukażżibu bihal-mujrimūn
43. Inilah Jahannam yang didustakan oleh orang-orang berdosa.
يَطُوفُونَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ حَمِيمٍ ءَانٍ
44. Yaṭūfūna bainahā wa baina ḥamīmin ān
44. Mereka berkeliling di antaranya (Jahannam) dan di antara air yang mendidih yang memuncak panasnya.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
45. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
45. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #15 (Nikmat Kontras Neraka): Deskripsi kengerian neraka (api dan air panas yang memuncak) berfungsi sebagai kontras yang tajam terhadap nikmat duniawi yang telah disebutkan sebelumnya. Nikmatnya adalah keberadaan jalan keluar. Jika seseorang telah diperingatkan tentang neraka yang mereka dustakan, bukankah mereka seharusnya bersyukur atas waktu yang diberikan untuk menghindari kengerian tersebut? Mendustakan neraka sama dengan mendustakan rahmat penyelamatan.
Bagian terakhir surah ini beralih total dari ancaman ke janji, memberikan deskripsi rinci tentang Surga, disajikan dalam dua tingkatan yang berbeda. Tingkat pertama (Ayat 46-61) diperuntukkan bagi mereka yang 'takut akan kedudukan Tuhannya', yaitu orang-orang yang senantiasa menjaga diri dari maksiat. Tingkat Surga yang kedua (Ayat 62-78) dijanjikan bagi mereka yang berada di bawah tingkatan pertama, yang juga beriman tetapi mungkin tidak mencapai kesempurnaan takwa para muqarrabun (orang-orang yang didekatkan).
Deskripsi Surga penuh dengan air yang mengalir, buah-buahan, bidadari yang suci, dan ketenangan abadi. Setiap deskripsi kenikmatan—baik fisik (buah, sungai) maupun spiritual (pasangan yang belum pernah disentuh)—diikuti oleh pertanyaan yang sama: "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" Hal ini memperkuat gagasan bahwa semua kenikmatan di Surga adalah puncak dari rahmat Allah yang ditawarkan kepada mereka yang mengakui dan menghargai nikmat-Nya di dunia.
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ جَنَّتَانِ
46. Wa liman khāfa maqāma Rabbihī jannatān
46. Dan bagi orang yang takut akan kebesaran Tuhannya ada dua syurga.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
47. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
47. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #16 (Nikmat Dua Surga): Ayat ini memulai fase deskripsi Surga. Janji 'dua surga' bagi orang yang takut pada kebesaran Allah (menahan diri dari maksiat) adalah nikmat tertinggi. Ini adalah hadiah dari rahmat-Nya yang melimpah. Bagaimana mungkin seseorang mendustakan janji pahala yang sedemikian besar?
ذَوَاتَآ أَفْنَانٍ
48. Żawātā afnān
48. Kedua syurga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
49. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
49. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
فِيهِمَا عَيْنَانِ تَجْرِيَانِ
50. Fīhimā 'aināni tajriyān
50. Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang memancar.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
51. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
51. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
فِيهِمَا مِن كُلِّ فَٰكِهَةٍ زَوْجَانِ
52. Fīhimā min kulli fākihatin zaujān
52. Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
53. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
53. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
مُتَّكِـِٔينَ عَلَىٰ فُرُشٍ بَطَآئِنُهَا مِنْ إِسْتَبْرَقٍ ۚ وَجَنَى ٱلْجَنَّتَيْنِ دَانٍ
54. Muttaki'īna 'alā furusyin baṭā'inuhā min istabraq, wa janal-jannataini dān
54. Mereka bersandar di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera tebal. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
55. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
55. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #17 - #20 (Nikmat Kenyamanan dan Kemewahan): Ayat-ayat ini fokus pada kemewahan fisik Surga, seperti mata air yang mengalir, buah-buahan berpasangan (rasa dan bentuk yang sempurna), dan tempat tidur yang dilapisi sutera tebal. Deskripsi bantal sutera tebal di bagian dalam menunjukkan kemewahan yang melebihi apa pun yang dikenal manusia. Nikmat kenyamanan, kemudahan memetik buah, dan kemewahan yang tak terbatas ini adalah puncak dari pemberian Allah. Mendustakan janji-janji ini adalah mendustakan kemurahan-Nya.
فِيهِنَّ قَٰصِرَٰتُ ٱلطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَآنٌّ
56. Fīhinna qāṣirātuṭ-ṭarfi lam yaṭmiṡ-hunna insun qablahum wa lā jānn
56. Di dalamnya ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni surga) dan tidak pula oleh jin.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
57. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
57. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
كَأَنَّهُنَّ ٱلْيَاقُوتُ وَٱلْمَرْجَانُ
58. Ka'annahunnal-yāqūtu wal-marjān
58. Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
59. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
59. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #21 - #22 (Nikmat Pasangan yang Suci): Ini adalah deskripsi nikmat pendamping. Para bidadari (qāṣirātuṭ-ṭarf) adalah lambang kesucian dan keindahan yang belum pernah terjamah oleh siapapun. Perbandingan dengan batu mulia (yakut dan marjan) menekankan kemurnian dan kecemerlangan mereka. Nikmat ini memenuhi kebutuhan spiritual dan emosional, sebuah kebahagiaan yang lengkap. Menolak kebahagiaan pasangan yang sempurna berarti menolak kesempurnaan anugerah Ilahi.
هَلْ جَزَآءُ ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰنُ
60. Hal jazā'ul-iḥsāni illal-iḥsān
60. Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
61. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
61. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #23 (Nikmat Kaidah Kebaikan): Ayat ini menjadi titik transisi dan penegasan. Ini adalah kaidah universal: balasan kebaikan adalah kebaikan. Allah telah menjanjikan balasan yang setimpal (bahkan berlipat ganda) atas perbuatan baik. Nikmat yang dipertanyakan adalah nikmat jaminan balasan yang adil dan berlimpah. Jika janji Allah tentang imbalan yang sempurna ini disangkal, apa lagi yang bisa dipercaya?
Setelah menggambarkan surga bagi muqarrabun (yang terdekat), surah ini melanjutkan dengan deskripsi surga tingkat kedua, biasanya dipahami sebagai Surga 'Adnan, bagi ashabul yamin (golongan kanan). Meskipun secara kualitas mungkin sedikit berbeda, kenikmatannya tetap luar biasa dan melampaui imajinasi manusia. Deskripsinya mencakup dua taman lagi, mata air yang memancar, buah-buahan, dan bidadari yang baru, menekankan bahwa rahmat Allah mencakup berbagai tingkatan orang yang beriman.
وَمِن دُونِهِمَا جَنَّتَانِ
62. Wa min dūnihimā jannatān
62. Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
63. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
63. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #24 (Nikmat Tambahan Surga): Bahwa Allah menyediakan surga tambahan, menunjukkan betapa luasnya Rahmat-Nya. Allah tidak membatasi rahmat-Nya hanya pada kelompok terpilih. Nikmat ini adalah jaminan bahwa setiap upaya kebaikan, meskipun tidak sempurna, akan mendapatkan balasan Surga.
مُدْهَآمَّتَانِ
64. Mud-hāmmatān
64. Kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
65. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
65. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
فِيهِمَا عَيْنَانِ نَضَّاخَتَانِ
66. Fīhimā 'aināni naḍḍākhatān
66. Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang memancar deras.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
67. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
67. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
فِيهِمَا فَٰكِهَةٌ وَنَخْلٌ وَرُمَّانٌ
68. Fīhimā fākihatuw wa nakhluw wa rummān
68. Di dalam kedua surga itu ada buah-buahan, kurma dan delima.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
69. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
69. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #25 - #27 (Nikmat Kekayaan Alam Surga): Surga tingkat kedua digambarkan dengan warna hijau tua (karena rimbunnya pohon), mata air yang menyembur (bukan hanya mengalir), dan penamaan spesifik buah-buahan (kurma dan delima). Ini menekankan bahwa meskipun tingkatan surga berbeda, keindahan dan keberlimpahan nikmat Allah tetap luar biasa dan detail. Semua kekayaan dan keindahan alam ini adalah nikmat yang tak terhingga.
فِيهِنَّ خَيْرَٰتٌ حِسَانٌ
70. Fīhinna khairātun ḥisān
70. Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
71. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
71. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
حُورٌ مَّقْصُورَٰتٌ فِى ٱلْخِيَامِ
72. Ḥūrum maqṣūrātun fil-khiyām
72. Bidadari-bidadari yang dipingit di dalam kemah-kemah.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
73. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
73. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #28 - #29 (Nikmat Kesucian Bidadari): Di tingkat kedua ini, para bidadari digambarkan sebagai 'dipimpin di dalam kemah', melambangkan kehormatan dan keperawanan mereka. Ini adalah manifestasi sempurna dari nikmat yang dijamin oleh Allah bagi para penghuni Surga: keindahan dan kesucian tanpa cacat. Nikmat pasangan yang mulia dan terhormat adalah bagian dari kesempurnaan hadiah Ilahi.
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَآنٌّ
74. Lam yaṭmiṡ-hunna insuw wa lā jānn
74. Belum pernah disentuh oleh manusia maupun oleh jin sebelum mereka.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
75. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
75. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
مُتَّكِـِٔينَ عَلَىٰ رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَعَبْقَرِىٍّ حِسَانٍ
76. Muttaki'īna 'alā rafrafin khuḍriw wa 'abqariyyin ḥisān
76. Mereka bersandar pada bantal-bantal hijau dan permadani-permadani yang indah.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
77. Fabi-ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
77. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Analisis Refrain #30 (Nikmat Kenikmatan Abadi): Deskripsi tempat bersandar (bantal hijau dan permadani indah) menyempurnakan gambaran ketenangan dan keabadian. Para penghuni Surga berada dalam kondisi istirahat total, bebas dari segala kekhawatiran dunia. Nikmat ketenangan abadi dan kemewahan yang kekal ini adalah tujuan akhir bagi jiwa yang taat.
تَبَارَكَ ٱسْمُ رَبِّكَ ذِى ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ
78. Tabārakasmu Rabbika żil-Jalāli wal-Ikrām
78. Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia.
Surah Ar-Rahman ditutup dengan sebuah pernyataan final yang sangat kuat, تَبَارَكَ ٱسْمُ رَبِّكَ ذِى ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ (Tabārakasmu Rabbika żil-Jalāli wal-Ikrām). Ayat penutup ini tidak lagi berbentuk pertanyaan retoris menantang, melainkan sebuah pengakuan mutlak dan pujian tak bertepi terhadap Allah. Ini adalah konklusi alami setelah 77 ayat yang membahas rahmat, keadilan, peringatan, dan janji.
Żil-Jalāli wal-Ikrām (Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan) adalah gabungan sifat yang mencakup Kebesaran (Jalal, yang menimbulkan rasa takut dan hormat) dan Kemuliaan/Karunia (Ikram, yang mendatangkan cinta dan pengharapan). Ini adalah ringkasan sempurna dari pesan Surah Ar-Rahman: Allah adalah Dzat yang harus ditakuti keadilan-Nya (di Hari Kiamat dan Neraka), tetapi juga Dzat yang harus dicintai karena rahmat dan janji Surga-Nya.
Melalui pengulangan 'Fabi-ayyi ala'i Rabbikuma tukadzdziban' sebanyak 31 kali, Surah Ar-Rahman secara sistematis memaksa pendengar dan pembaca untuk merefleksikan setiap nikmat dalam konteks tauhid dan pertanggungjawaban. Pengulangan itu berfungsi seperti genderang yang membangun ketegangan, mencapai puncaknya di setiap pergantian tema, menantang logika pengingkaran di setiap level: (1) Nikmat spiritual (Al-Qur'an), (2) Nikmat fisika kosmik (Matahari, Lautan), (3) Nikmat moral (Keadilan), (4) Peringatan (Kiamat dan Neraka), dan (5) Janji Kebaikan (Surga).
Surah ini mengajarkan bahwa Rahmat Allah mendahului murka-Nya. Pemberian Al-Qur'an adalah rahmat pertama, dan janji Surga adalah rahmat terakhir. Di antara kedua rahmat ini, terhampar seluruh alam semesta yang diatur dengan keseimbangan. Oleh karena itu, Surah Ar-Rahman adalah seruan universal kepada manusia dan jin untuk menerima kebenaran: bahwa seluruh eksistensi adalah hadiah tak ternilai dari Yang Maha Pengasih.
Mendustakan nikmat-nikmat ini bukanlah hanya sekadar tidak beriman, melainkan sebuah bentuk kebodohan yang ekstrem, karena bertentangan dengan bukti-bukti yang terhampar nyata di hadapan mata. Bagi setiap Muslim, pembacaan dan pemahaman Surah Ar-Rahman adalah pengingat harian untuk meningkatkan rasa syukur dan menjauhi perilaku yang menyiratkan pengingkaran terhadap kebaikan yang tak terhitung jumlahnya dari Allah SWT.