Membedah Makna dan Praktik Sholat Istighosah
Pendahuluan: Memahami Hakikat Istighosah
Dalam samudera spiritualitas Islam, terdapat berbagai cara bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik, Allah SWT. Salah satu metode yang paling mendalam dan seringkali menjadi tumpuan di saat-saat genting adalah Istighosah. Secara etimologis, kata "Istighosah" (اِسْتِغَاثَة) berasal dari bahasa Arab, dari akar kata "ghawts" (غَوْث) yang berarti pertolongan. Bentuk "istif'al" dalam bahasa Arab (diawali dengan alif, sin, dan ta') mengandung makna permohonan atau permintaan. Dengan demikian, Istighosah secara harfiah berarti "memohon pertolongan yang sungguh-sungguh."
Namun, Istighosah bukanlah sekadar doa biasa. Ia adalah sebuah seruan jiwa yang mendalam, sebuah rintihan hati yang tulus, yang dipanjatkan kepada Allah SWT di saat seorang hamba merasa berada di puncak kesulitan, ketika segala daya dan upaya manusiawi seakan telah menemui jalan buntu. Ini adalah bentuk pengakuan total atas kelemahan diri dan pengagungan mutlak atas kekuasaan Allah Yang Maha Penolong. Praktik ini seringkali diwujudkan dalam sebuah rangkaian ibadah yang mencakup sholat sunnah, dzikir, dan doa-doa khusus yang dibaca dengan penuh kekhusyukan, baik secara perorangan maupun berjamaah.
Terkadang, Istighosah disamakan dengan Sholat Hajat. Keduanya memang memiliki kemiripan tujuan, yaitu memohon kepada Allah agar hajat atau keinginan terpenuhi. Namun, ada nuansa yang membedakannya. Sholat Hajat bersifat lebih umum untuk segala macam keinginan, baik yang bersifat mendesak maupun tidak. Sementara itu, Istighosah memiliki penekanan yang lebih kuat pada aspek permohonan pertolongan di saat-saat kritis, darurat, dan penuh marabahaya. Ia adalah "panggilan darurat" spiritual seorang hamba kepada Tuhannya.
Landasan Teologis dan Dalil Istighosah
Praktik Istighosah, khususnya yang melibatkan tawassul (menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah), memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur'an, Hadits, dan pandangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Memahami landasan ini penting untuk menepis keraguan dan memperkuat keyakinan dalam melaksanakannya.
1. Dalil dari Al-Qur'an
Al-Qur'an memberikan isyarat-isyarat penting mengenai konsep mencari wasilah (perantara) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, agar kamu beruntung." (QS. Al-Ma'idah: 35)
Para mufassir (ahli tafsir) menjelaskan bahwa "wasilah" dalam ayat ini memiliki makna yang luas. Ia bisa berarti ketaatan dan amal shalih itu sendiri, dan juga bisa mencakup bertawassul dengan orang-orang shalih, seperti para Nabi dan waliyullah, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Hal ini didasari keyakinan bahwa kedekatan mereka dengan Allah dapat menjadi sebab turunnya rahmat dan terkabulnya doa. Tawassul ini bukan berarti meminta kepada selain Allah, melainkan memohon kepada Allah dengan menyebut kemuliaan hamba-hamba-Nya yang dicintai, sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan atas keutamaan mereka.
Ayat lain yang sering menjadi rujukan adalah:
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
"Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang." (QS. An-Nisa': 64)
Ayat ini secara eksplisit menunjukkan bahwa kedatangan para sahabat kepada Rasulullah SAW untuk meminta beliau memohonkan ampunan bagi mereka adalah suatu tindakan yang dianjurkan dan menjadi sebab turunnya ampunan Allah. Mayoritas ulama berpandangan bahwa keistimewaan Rasulullah SAW ini tidak terputus dengan wafatnya beliau. Ruh beliau yang mulia tetap hidup di sisi Allah dan syafaat serta doanya tetap bermanfaat bagi umatnya.
2. Dalil dari Hadits Nabi Muhammad SAW
Banyak riwayat hadits yang menunjukkan praktik tawassul dan istighosah pada zaman Nabi dan para sahabat. Salah satu yang paling terkenal adalah hadits tentang seorang laki-laki buta.
Diriwayatkan oleh Utsman bin Hunaif RA, bahwa seorang laki-laki buta datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menyembuhkan saya." Rasulullah SAW bersabda, "Jika engkau mau, aku akan mendoakanmu, dan jika engkau mau, engkau bisa bersabar dan itu lebih baik bagimu." Orang itu berkata, "Doakanlah." Maka, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk berwudhu dengan sempurna, lalu sholat dua rakaat, kemudian berdoa dengan doa ini:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِي، اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ
Allahumma inni as'aluka wa atawajjahu ilaika binabiyyika Muhammadin nabiyyir rahmah. Yaa Muhammadu inni tawajjahtu bika ila Rabbi fi hajati hadzihi lituqdha li. Allahumma fasyaffi'hu fiyya.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan perantaraan Nabi-Mu, Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap dengan perantaraanmu kepada Tuhanku dalam hajatku ini agar dipenuhi. Ya Allah, terimalah syafaatnya untukku."
Utsman bin Hunaif berkata, "Demi Allah, kami belum beranjak dan belum lama berbincang hingga orang itu datang kembali seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali." Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa'i, dan Al-Hakim, dan dinilai shahih oleh banyak ulama hadits. Hadits ini menjadi dalil yang sangat jelas tentang kebolehan bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW.
Contoh lain adalah praktik Sayyidina Umar bin Khattab RA saat terjadi kekeringan hebat. Beliau tidak bertawassul langsung dengan jasad Nabi yang telah wafat, melainkan dengan paman Nabi yang masih hidup, yaitu Al-'Abbas bin Abdul Muththalib. Beliau berdoa, "Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi kami, dan Engkau menurunkan hujan. Sekarang kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan." Dan hujan pun turun. Sebagian kalangan menjadikan ini dalil bahwa tawassul hanya boleh dengan yang masih hidup. Namun, ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjelaskan bahwa tindakan Umar ini bukan untuk menafikan tawassul dengan yang sudah wafat, melainkan untuk menunjukkan keutamaan dan kedudukan keluarga Nabi (Ahlul Bait) serta sebagai bentuk adab dan kerendahan hati di hadapan paman Rasulullah SAW yang dituakan.
Tata Cara Lengkap Pelaksanaan Sholat Istighosah
Istighosah biasanya didahului dengan sholat sunnah dua rakaat, yang sering disebut sebagai Sholat Hajat Istighosah. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan jiwa dan raga, memfokuskan hati, dan sebagai pembuka pintu ijabah sebelum memulai rangkaian dzikir dan doa yang panjang.
1. Persiapan Awal
- Berwudhu: Lakukan wudhu dengan sempurna dan tertib, menyucikan diri dari hadas kecil.
- Tempat yang Suci: Pilihlah tempat yang bersih, suci dari najis, dan tenang agar dapat beribadah dengan khusyuk.
- Waktu Pelaksanaan: Istighosah dapat dilakukan kapan saja, namun waktu-waktu mustajab seperti sepertiga malam terakhir, setelah sholat fardhu, atau pada hari Jumat sangat dianjurkan.
- Menghadap Kiblat: Seperti ibadah lainnya, hadapkan diri dan hati ke arah Ka'bah.
2. Niat Sholat Sunnah Istighosah
Niat adalah pilar utama dalam setiap ibadah. Niat dilakukan di dalam hati bersamaan dengan takbiratul ihram. Lafadz niat berikut dapat membantu memantapkan hati:
أُصَلِّي سُنَّةَ الْإِسْتِغَاثَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Usholli sunnatal istighoosati rak'ataini lillahi ta'aalaa.
"Aku berniat sholat sunnah Istighosah dua rakaat karena Allah Ta'ala."
3. Pelaksanaan Sholat Dua Rakaat
Pelaksanaan sholatnya sama seperti sholat sunnah pada umumnya, namun ada beberapa bacaan surat yang dianjurkan oleh sebagian ulama untuk menambah kekhusyukan dan keberkahan.
- Takbiratul Ihram: Mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan "Allahu Akbar" dan memantapkan niat di dalam hati.
- Rakaat Pertama:
- Membaca Doa Iftitah.
- Membaca Surat Al-Fatihah.
- Setelah Al-Fatihah, dianjurkan membaca Surat Al-Kafirun sebanyak 10 atau 11 kali. Jika tidak hafal atau merasa berat, cukup sekali saja, atau bisa diganti dengan surat lain seperti Ayat Kursi sekali.
- Rakaat Kedua:
- Membaca Surat Al-Fatihah.
- Setelah Al-Fatihah, dianjurkan membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 10 atau 11 kali. Sama seperti rakaat pertama, jika merasa berat, cukup sekali saja.
- Ruku', I'tidal, Sujud, dan Duduk di Antara Dua Sujud: Dilakukan seperti sholat biasa dengan tuma'ninah (tenang dan tidak tergesa-gesa).
- Tasyahud Akhir dan Salam: Setelah sujud kedua di rakaat terakhir, duduk tasyahud akhir, membaca bacaannya hingga selesai, lalu mengucap salam ke kanan dan ke kiri.
4. Rangkaian Dzikir dan Doa Istighosah
Inilah inti dari Istighosah. Setelah selesai sholat, jangan langsung beranjak. Duduklah dengan tenang, penuh harap, dan kerendahan hati. Mulailah rangkaian wirid, dzikir, dan doa berikut. Jumlah hitungan bisa bervariasi, namun yang terpenting adalah kekhusyukan dan keistiqomahan.
A. Pembukaan dengan Istighfar dan Tahlil
Memulai dengan memohon ampunan adalah adab terpenting dalam berdoa. Kita mengakui segala dosa dan kekurangan di hadapan Allah.
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ
Astaghfirullahal 'adzim. (Dibaca 3 kali)
"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ
Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adziim. (Dibaca 3 kali)
"Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."
B. Hadiah Al-Fatihah (Tawassul)
Membaca Al-Fatihah yang pahalanya dihadiahkan kepada para kekasih Allah sebagai bentuk tawassul.
- Kepada Nabi Muhammad SAW:
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ شَيْءٌ لِلَّهِ لَهُمُ الْفَاتِحَةُ
Dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah 1 kali.
- Kepada para Nabi dan Rasul, Malaikat, Sahabat, dan Tabi'in:
ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ وَالْمُصَنِّفِينَ الْمُخْلِصِينَ وَجَمِيعِ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ، خُصُوصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجَيْلَانِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، الْفَاتِحَةُ
Dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah 1 kali. (Nama Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sering disebut secara khusus karena kedudukannya sebagai Sulthanul Auliya' atau pemimpin para wali).
- Kepada arwah kaum muslimin:
ثُمَّ إِلَى جَمِيعِ أَهْلِ الْقُبُورِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوصًا آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادَنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخَنَا وَمَشَايِخَ مَشَايِخِنَا وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ، الْفَاتِحَةُ
Dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah 1 kali.
C. Dzikir Inti Istighosah
Ini adalah bagian utama, di mana lisan dan hati menyatu dalam memuji dan memohon kepada Allah.
Istighfar untuk Taubat (100 kali)
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ
Astaghfirullahal 'adzim.
"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."
Dzikir Penyerahan Diri (100 kali)
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ
Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adziim.
"Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."
Shalawat kepada Nabi (100 kali)
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Allahumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad."
Tahlil (100 kali)
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minadz dzaalimiin.
"Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim." (Ini adalah doa Nabi Yunus AS di dalam perut ikan, sebuah doa pengakuan dosa yang sangat mustajab).
Seruan kepada Yang Maha Hidup dan Maha Mengurus (40 kali)
يَا اللهُ يَا قَدِيمُ
Yaa Allahu yaa Qadiim.
"Wahai Allah, Wahai Dzat yang Maha Terdahulu."
Seruan kepada Yang Maha Mendengar dan Melihat (33 kali)
يَا سَمِيعُ يَا بَصِيرُ
Yaa Samii'u yaa Bashiir.
"Wahai Dzat Yang Maha Mendengar, Wahai Dzat Yang Maha Melihat."
Seruan kepada Yang Maha Mencipta (33 kali)
يَا مُبْدِعُ يَا خَالِقُ
Yaa Mubdi'u yaa Khaaliq.
"Wahai Dzat Yang Maha Memulai Penciptaan, Wahai Dzat Yang Maha Pencipta."
Seruan kepada Yang Maha Melindungi (33 kali)
يَا حَفِيظُ يَا نَصِيرُ يَا وَكِيلُ يَا اللهُ
Yaa Hafizhu yaa Nashiiru yaa Wakiilu yaa Allah.
"Wahai Dzat Yang Maha Memelihara, wahai Dzat Yang Maha Menolong, wahai Dzat Yang Maha Mewakili, wahai Allah."
Seruan kepada Yang Maha Hidup Abadi (100 kali)
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Yaa Hayyu yaa Qoyyuumu birohmatika astaghiits.
"Wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan."
Seruan kepada Yang Maha Lembut (129 kali)
يَا لَطِيفُ
Yaa Lathiif.
"Wahai Dzat Yang Maha Lembut." (Jumlah 129 sesuai dengan nilai numerik (abjad) dari nama Allah "Lathif").
Istighfar dengan Pengharapan (33 kali)
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
Astaghfirullahal 'adziim innahuu kaana ghaffaaraa.
"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun."
Shalawat untuk Solusi (33 kali)
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيلَتِي أَدْرِكْنِي يَا رَسُولَ اللهِ
Allahumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammadin qod dhooqot hiilatii adriknii yaa Rasuulallah.
"Ya Allah, limpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, sungguh telah sempit dayaku, tolonglah aku wahai Rasulullah." (Kalimat "adriknii ya Rasulullah" di sini adalah bentuk tawassul, permohonan agar Rasulullah dengan izin Allah memberikan pertolongan spiritual/syafaat).
Dzikir Penutup dan Peneguhan
اللَّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُومٍ لَكَ (Dibaca 1 kali)
(Shalawat Nariyah/Tafrijiyah)
يَا بَدِيعُ (Dibaca 100 kali)
"Wahai Dzat Yang Maha Menciptakan tanpa contoh."
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (Dibaca 100 kali)
"Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung."
D. Doa Penutup
Setelah menyelesaikan rangkaian dzikir, inilah saatnya untuk mencurahkan isi hati. Angkat kedua tangan, rendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Allah, dan sampaikanlah segala hajat, keluh kesah, dan permohonan dengan bahasa yang paling tulus. Gunakan bahasa yang paling Anda kuasai, karena Allah Maha Memahami setiap bahasa dan setiap getaran hati. Anda bisa memulainya dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi, lalu sampaikan hajat spesifik Anda, dan tutup dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan memberikan yang terbaik.
Fadhilah dan Hikmah di Balik Istighosah
Melaksanakan Istighosah bukan hanya tentang meminta agar hajat terkabul. Di dalamnya terkandung hikmah dan manfaat spiritual yang sangat mendalam bagi seorang mukmin.
- Meningkatkan Kualitas Tawakkal: Istighosah adalah manifestasi tertinggi dari tawakkal (berserah diri). Ketika seorang hamba merasa tak berdaya dan hanya bergantung pada kekuatan Allah, saat itulah imannya berada pada tingkat yang tinggi.
- Membersihkan Jiwa: Rangkaian istighfar yang dibaca ratusan kali berfungsi sebagai pembersih spiritual, mengikis noda-noda dosa yang mungkin menjadi penghalang terkabulnya doa.
- Menumbuhkan Cinta kepada Rasulullah SAW: Dengan memperbanyak shalawat dan bertawassul dengan beliau, rasa cinta dan keterikatan spiritual dengan Nabi Muhammad SAW akan semakin kuat. Ini adalah kunci untuk mendapatkan syafaatnya.
- Memberikan Ketenangan Batin: Di tengah badai masalah, berdzikir dan berdoa dalam Istighosah memberikan ketenangan (sakinah) yang luar biasa. Hati yang tadinya gelisah menjadi tenteram karena merasa terhubung dengan Sang Maha Kuasa.
- Mempererat Ukhuwah Islamiyah: Ketika dilakukan secara berjamaah, Istighosah menjadi sarana untuk menyatukan hati kaum muslimin, saling mendoakan, dan merasakan penderitaan sesama, sehingga memperkuat ikatan persaudaraan.
Kesimpulan: Senjata Spiritual Seorang Mukmin
Sholat Istighosah adalah sebuah paket ibadah yang komprehensif, menggabungkan sholat, dzikir, shalawat, dan doa dalam satu rangkaian yang penuh makna. Ia bukan sekadar ritual, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk mengakui kelemahan diri, mengagungkan kebesaran Allah, dan memohon pertolongan-Nya dengan perantaraan amal shalih dan kecintaan kepada para kekasih-Nya.
Di zaman yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, Istighosah menjadi relevan sebagai senjata spiritual bagi setiap mukmin. Ia adalah oase di tengah padang pasir kesulitan, pelita di dalam kegelapan keputusasaan. Dengan melaksanakannya secara tulus, khusyuk, dan penuh keyakinan, seorang hamba tidak hanya berpotensi mendapatkan solusi atas permasalahannya, tetapi yang lebih penting, ia akan meraih kedekatan dan keridhaan dari Allah SWT, puncak dari segala tujuan hidup.