Mengupas Tuntas Shalat Sunnah Isya: Sebelum atau Sesudah?
Ilustrasi masjid di malam hari dengan bulan sabit, simbol waktu shalat Isya.
Pendahuluan: Memaknai Ibadah Sunnah di Waktu Isya
Dalam ajaran Islam, shalat menempati posisi yang sangat fundamental. Ia adalah tiang agama dan amalan pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Selain lima shalat fardhu yang wajib, Allah SWT membukakan pintu-pintu keutamaan yang tak terhingga melalui shalat-shalat sunnah. Shalat sunnah berfungsi sebagai penyempurna shalat wajib, penambah pundi-pundi pahala, dan cara seorang hamba untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Rabb-nya.
Salah satu waktu yang penuh berkah untuk melaksanakan ibadah sunnah adalah di sekitar waktu shalat Isya. Isya merupakan penutup dari rangkaian shalat di siang dan sore hari, serta pembuka pintu ibadah di keheningan malam. Banyak umat Islam yang bersemangat untuk menghidupkan waktu ini dengan amalan tambahan. Namun, seringkali muncul sebuah pertanyaan mendasar: kapan waktu yang lebih utama untuk melaksanakan shalat sunnah Isya, sebelum atau sesudah shalat fardhunya?
Pertanyaan ini penting karena berkaitan dengan upaya kita untuk meneladani Rasulullah SAW secara sempurna (ittiba'us sunnah). Mengetahui mana yang lebih ditekankan, mana yang memiliki landasan dalil lebih kuat, dan bagaimana fiqih mengaturnya akan membuat ibadah kita lebih mantap dan berdasar. Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif mengenai permasalahan shalat sunnah Isya sebelum atau sesudah, dengan merujuk pada dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta penjelasan para ulama.
Memahami Konsep Shalat Sunnah Rawatib
Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu memahami terlebih dahulu klasifikasi shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu, yang dikenal dengan sebutan shalat sunnah Rawatib. Shalat Rawatib adalah shalat sunnah yang waktu pelaksanaannya terikat dengan waktu sebelum (qabliyah) atau sesudah (ba'diyah) shalat fardhu lima waktu. Para ulama membaginya menjadi dua kategori utama:
- Rawatib Mu'akkad (Sangat Dianjurkan): Ini adalah shalat sunnah Rawatib yang selalu dijaga dan hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Keutamaannya sangat besar, dan meninggalkannya tanpa uzur dianggap sebagai kerugian.
- Rawatib Ghairu Mu'akkad (Dianjurkan): Ini adalah shalat sunnah Rawatib yang juga pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, namun tidak secara rutin seperti kategori Mu'akkad. Melaksanakannya mendatangkan pahala, namun penekanannya tidak sekuat yang Mu'akkad.
Dalil utama mengenai keutamaan shalat Rawatib Mu'akkad terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Habibah radhiyallahu 'anha, istri Nabi SAW, bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang mengerjakan shalat (sunnah) dua belas rakaat dalam sehari semalam, maka akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga." (HR. Muslim)
Dalam riwayat Tirmidzi, dirincikan bahwa dua belas rakaat tersebut adalah: 4 rakaat sebelum Dzuhur, 2 rakaat sesudah Dzuhur, 2 rakaat sesudah Maghrib, 2 rakaat sesudah Isya, dan 2 rakaat sebelum Shubuh. Dari rincian ini, kita sudah bisa melihat posisi shalat sunnah sesudah Isya yang termasuk dalam kategori Rawatib Mu'akkad. Pemahaman dasar ini akan menjadi kunci untuk menjawab pertanyaan utama kita.
Fokus Utama: Shalat Sunnah Sesudah Isya (Ba'diyah Isya)
Jawaban langsung dan paling kuat berdasarkan dalil-dalil yang ada adalah bahwa shalat sunnah yang paling utama dan ditekankan terkait shalat Isya adalah yang dilaksanakan sesudahnya. Shalat ini dikenal dengan istilah Shalat Sunnah Ba'diyah Isya.
Dalil dan Kedudukannya
Shalat sunnah Ba'diyah Isya memiliki kedudukan sebagai sunnah mu'akkadah. Dasarnya sangat kuat karena merupakan amalan yang senantiasa dijaga oleh Rasulullah SAW. Banyak hadits yang secara spesifik menyebutkan amalan ini.
Salah satu hadits yang paling jelas berasal dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
حَفِظْتُ مِنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ
"Aku menghafal (dan menjaga) sepuluh rakaat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini secara eksplisit dan tegas menyebutkan "dua rakaat sesudah Isya" sebagai bagian dari amalan rutin Nabi Muhammad SAW. Penyebutan "di rumahnya" juga memberikan pelajaran berharga bahwa shalat sunnah lebih utama dikerjakan di rumah untuk menghidupkan rumah dengan ibadah dan menjaganya dari riya'.
Dalam hadits lain yang telah disebutkan sebelumnya tentang 12 rakaat yang membangunkan rumah di surga, shalat sunnah sesudah Isya juga termasuk di dalamnya. Ini semakin menguatkan statusnya sebagai amalan yang sangat dianjurkan dengan ganjaran yang luar biasa. Oleh karena itu, tidak ada keraguan di kalangan para ulama bahwa shalat sunnah Ba'diyah Isya adalah amalan yang sangat mulia dan utama.
Tata Cara Pelaksanaan Ba'diyah Isya
Pelaksanaan shalat sunnah Ba'diyah Isya sangatlah mudah dan tidak berbeda jauh dengan shalat sunnah dua rakaat pada umumnya. Berikut adalah rincian tata caranya:
- Jumlah Rakaat: Dilaksanakan sebanyak 2 (dua) rakaat.
- Waktu Pelaksanaan: Dimulai setelah selesai melaksanakan shalat fardhu Isya dan berakhir dengan habisnya waktu Isya (sebelum masuk waktu Shubuh). Waktu terbaik adalah segera setelah shalat fardhu dan dzikir sesudah shalat.
- Niat: Niat dilakukan di dalam hati bersamaan dengan takbiratul ihram. Lafaz niat dalam bahasa Arab untuk membantu konsentrasi adalah:
Penting untuk diingat bahwa yang menjadi rukun adalah niat di dalam hati, sementara melafazkannya adalah anjuran menurut sebagian ulama untuk memantapkan hati.أُصَلِّى سُنَّةً الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ِللهِ تَعَالَى
"Ushalli sunnatal 'isyaa'i rak'ataini ba'diyyatan mustaqbilal qiblati lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku niat shalat sunnah sesudah Isya dua rakaat, menghadap kiblat, karena Allah Ta'ala." - Rukun Shalat:
- Memulai dengan Takbiratul Ihram ("Allahu Akbar").
- Membaca doa Iftitah.
- Membaca Surat Al-Fatihah pada setiap rakaat.
- Membaca surat atau beberapa ayat Al-Qur'an setelah Al-Fatihah (disunnahkan). Tidak ada surat khusus yang diwajibkan, namun dianjurkan membaca surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, atau Al-Kafirun untuk mempermudah.
- Ruku' dengan tuma'ninah.
- I'tidal dengan tuma'ninah.
- Sujud dua kali dengan tuma'ninah.
- Duduk di antara dua sujud dengan tuma'ninah.
- Pada rakaat kedua, melakukan Tasyahud (Tahiyat) Akhir.
- Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW setelah tasyahud.
- Mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri sebagai penutup shalat.
Bagaimana dengan Shalat Sunnah Sebelum Isya (Qabliyah Isya)?
Setelah kita memahami dengan jelas kedudukan shalat sunnah sesudah Isya, sekarang kita beralih ke pertanyaan berikutnya: bagaimana dengan shalat sunnah sebelum Isya? Apakah amalan ini juga dianjurkan? Dan bagaimana statusnya jika dibandingkan dengan yang sesudah Isya?
Dalil dan Kedudukannya
Shalat sunnah sebelum Isya, atau yang dikenal dengan Shalat Sunnah Qabliyah Isya, memiliki kedudukan sebagai sunnah ghairu mu'akkadah. Artinya, ia adalah amalan sunnah yang dianjurkan dan memiliki dasar, namun tingkat penekanannya tidak sekuat Ba'diyah Isya. Rasulullah SAW tidak menjadikannya sebagai amalan rutin yang selalu dikerjakan.
Dasar dari anjuran shalat sunnah ini adalah hadits yang bersifat umum, yang memberikan keleluasaan untuk melaksanakan shalat sunnah di antara adzan dan iqamah. Dari Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu 'anhu, Nabi SAW bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: لِمَنْ شَاءَ
"Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah) itu ada shalat. Di antara setiap dua adzan itu ada shalat." Kemudian pada kali yang ketiga beliau bersabda, "Bagi siapa yang mau." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini bersifat umum dan mencakup semua waktu shalat fardhu, termasuk Isya. Ini menunjukkan adanya anjuran untuk melaksanakan shalat sunnah dua rakaat setelah adzan Isya berkumandang dan sebelum iqamah dikumandangkan untuk shalat fardhu. Kalimat "bagi siapa yang mau" (liman syaa-a) mengindikasikan bahwa amalan ini bersifat pilihan dan tidak ditekankan sekuat shalat Rawatib Mu'akkad.
Para ulama menyimpulkan dari dalil ini bahwa shalat Qabliyah Isya adalah amalan yang baik dan berpahala, namun tidak termasuk dalam 12 rakaat shalat Rawatib Mu'akkad yang dijanjikan rumah di surga. Oleh karena itu, mengerjakannya adalah sebuah keutamaan, dan meninggalkannya tidaklah tercela.
Tata Cara Pelaksanaan Qabliyah Isya
Tata cara pelaksanaannya sama persis dengan shalat sunnah dua rakaat lainnya. Perbedaan utamanya terletak pada waktu dan niatnya.
- Jumlah Rakaat: 2 (dua) rakaat.
- Waktu Pelaksanaan: Setelah adzan Isya dikumandangkan dan sebelum iqamah untuk shalat fardhu Isya. Ini adalah waktu yang ideal untuk mengisinya dengan ibadah sambil menunggu shalat berjamaah dimulai.
- Niat: Niat dilakukan di dalam hati. Lafaz niat yang bisa diucapkan untuk membantu adalah:
أُصَلِّى سُنَّةً الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ِللهِ تَعَالَى
"Ushalli sunnatal 'isyaa'i rak'ataini qabliyyatan mustaqbilal qiblati lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku niat shalat sunnah sebelum Isya dua rakaat, menghadap kiblat, karena Allah Ta'ala." - Rukun Shalat: Rukun dan gerakannya sama dengan tata cara shalat Ba'diyah Isya yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu terdiri dari dua rakaat yang diakhiri dengan salam.
Perbandingan dan Prioritas: Sebelum atau Sesudah?
Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan yang jelas mengenai perbandingan dan prioritas antara shalat sunnah Isya sebelum atau sesudah fardhu.
| Aspek | Qabliyah Isya (Sebelum) | Ba'diyah Isya (Sesudah) |
|---|---|---|
| Hukum/Status | Sunnah Ghairu Mu'akkad (Dianjurkan) | Sunnah Mu'akkad (Sangat Dianjurkan) |
| Dalil | Bersifat umum (di antara adzan & iqamah) | Bersifat khusus, amalan rutin Nabi SAW |
| Keutamaan | Mengisi waktu tunggu, persiapan shalat | Termasuk 12 rakaat Rawatib, dijanjikan rumah di surga |
| Prioritas | Baik untuk dikerjakan jika ada waktu | Sangat diutamakan untuk dikerjakan |
Dengan demikian, jika kita dihadapkan pada situasi di mana kita hanya memiliki waktu atau energi untuk mengerjakan salah satunya, maka memprioritaskan shalat sunnah Ba'diyah Isya (sesudah) adalah pilihan yang lebih utama dan lebih sesuai dengan sunnah yang ditekankan. Ini karena keutamaannya yang lebih besar dan statusnya sebagai amalan yang dirutinkan oleh Rasulullah SAW.
Namun, skenario yang paling ideal adalah mengerjakan keduanya. Dengan mengerjakan shalat Qabliyah Isya, kita mengisi waktu antara adzan dan iqamah dengan ibadah, yang merupakan waktu mustajab untuk berdoa. Kemudian, setelah shalat fardhu Isya, kita menyempurnakannya dengan shalat Ba'diyah Isya untuk meraih keutamaan Rawatib Mu'akkad. Melakukan keduanya menunjukkan semangat dan kecintaan kita dalam beribadah kepada Allah SWT.
Keutamaan dan Hikmah di Balik Shalat Sunnah Isya
Melaksanakan shalat sunnah, baik qabliyah maupun ba'diyah Isya, mengandung banyak keutamaan dan hikmah yang mendalam. Ini bukan sekadar gerakan ritual, melainkan sebuah investasi spiritual yang akan kita rasakan manfaatnya di dunia dan di akhirat.
1. Penyempurna Kekurangan Shalat Fardhu
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Seringkali dalam shalat fardhu, pikiran kita melayang, kekhusyukan kita berkurang, atau ada rukun yang kurang sempurna. Shalat-shalat sunnah, termasuk sunnah Isya, berfungsi sebagai "penambal" atau penyempurna kekurangan-kekurangan tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
"Sesungguhnya amalan hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia telah beruntung dan berhasil. Apabila shalatnya rusak, maka ia telah merugi. Jika ada kekurangan dari shalat wajibnya, Allah Ta'ala berfirman: 'Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah?' Maka disempurnakanlah dengannya kekurangan pada shalat wajibnya, kemudian demikian pula dengan seluruh amalannya." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)
2. Meraih Cinta Allah SWT
Salah satu jalan tercepat untuk meraih cinta Allah adalah dengan memperbanyak amalan sunnah (nawafil) setelah menyempurnakan yang wajib. Shalat sunnah adalah bentuk ibadah nawafil yang paling utama. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman:
"...Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah (nawafil) hingga Aku mencintainya..." (HR. Bukhari)
Melaksanakan shalat sunnah Isya adalah wujud nyata dari upaya kita untuk terus mendekat dan menggapai cinta-Nya.
3. Meninggikan Derajat dan Menghapus Dosa
Setiap gerakan dalam shalat, terutama sujud, adalah momen di mana seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya. Memperbanyak shalat berarti memperbanyak sujud, yang memiliki keutamaan luar biasa dalam meninggikan derajat dan menghapus dosa. Rasulullah SAW bersabda:
"Hendaklah engkau memperbanyak sujud (shalat) kepada Allah. Karena tidaklah engkau sujud kepada Allah satu kali sujud, melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan darimu satu kesalahan." (HR. Muslim)
4. Memberi Ketenangan di Malam Hari
Shalat Isya adalah penanda dimulainya malam. Dengan mengawali istirahat malam kita dengan ibadah tambahan, baik sebelum maupun sesudah Isya, kita membingkai malam kita dengan ketenangan dan keberkahan. Shalat memberikan ketenangan jiwa, meredakan stres setelah seharian beraktivitas, dan mempersiapkan hati untuk beristirahat dalam keadaan dekat dengan Allah. Ini adalah bekal spiritual yang sangat berharga sebelum kita memejamkan mata.
Pertanyaan Umum Seputar Shalat Sunnah Isya
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait pelaksanaan shalat sunnah Isya beserta jawabannya.
Di mana sebaiknya shalat sunnah Isya dilaksanakan, di masjid atau di rumah?
Jawaban: Untuk shalat fardhu, yang paling utama bagi laki-laki adalah melaksanakannya secara berjamaah di masjid. Namun, untuk shalat sunnah (termasuk Qabliyah dan Ba'diyah Isya), yang lebih utama adalah melaksanakannya di rumah. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:
"Maka kerjakanlah shalat (sunnah) wahai manusia di rumah-rumah kalian. Karena sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmahnya antara lain untuk menghidupkan rumah dengan dzikir dan ibadah, menjauhkan diri dari sifat riya' (pamer), serta menjadi teladan bagi anggota keluarga yang lain. Namun, jika ada kekhawatiran akan malas atau lupa jika dikerjakan di rumah, maka mengerjakannya di masjid tetap sah dan baik.
Bagaimana jika saya terlupa atau tidak sempat melaksanakan shalat Ba'diyah Isya?
Jawaban: Jika Anda terlupa atau tidak sempat karena suatu kesibukan, Anda tidak berdosa karena ini adalah amalan sunnah. Namun, karena keutamaannya yang besar, para ulama membahas mengenai kemungkinan meng-qadha' (mengganti) shalat sunnah rawatib. Sebagian ulama berpendapat boleh untuk meng-qadha'nya, berdasarkan riwayat bahwa Nabi SAW pernah meng-qadha' shalat sunnah ba'diyah Dzuhur setelah shalat Ashar. Jika Anda ingin meng-qadha'nya, Anda bisa melakukannya kapan saja selama bukan di waktu-waktu terlarang untuk shalat. Namun, yang terbaik adalah berusaha untuk menjaganya pada waktunya.
Apakah niat harus dilafalkan secara lisan?
Jawaban: Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati. Melafalkan niat dengan lisan bukanlah suatu kewajiban atau rukun. Sebagian ulama dari mazhab Syafi'i menganjurkannya (mustahab) dengan tujuan untuk membantu hati lebih fokus dan memantapkan niat. Jadi, jika Anda merasa terbantu dengan melafalkannya, silakan dilakukan. Namun, jika Anda cukup berniat di dalam hati, itu sudah sah dan sempurna.
Apakah ada bacaan surat khusus setelah Al-Fatihah?
Jawaban: Tidak ada dalil yang secara spesifik mengharuskan membaca surat tertentu setelah Al-Fatihah dalam shalat sunnah Isya. Anda bebas membaca surat atau ayat mana pun yang Anda hafal. Untuk kemudahan, membaca surat-surat pendek dari Juz 'Amma seperti Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas adalah pilihan yang sangat baik dan umum dipraktikkan.
Kesimpulan: Menemukan Jawaban yang Menenangkan
Dari seluruh pembahasan yang mendalam ini, kita dapat menyimpulkan dengan jelas mengenai pertanyaan shalat sunnah Isya sebelum atau sesudah.
- Shalat sunnah yang paling utama, ditekankan, dan memiliki kedudukan sunnah mu'akkadah terkait shalat Isya adalah shalat sunnah Ba'diyah Isya, yaitu dua rakaat yang dikerjakan SESUDAH shalat fardhu Isya. Amalan ini merupakan kebiasaan rutin Rasulullah SAW dan termasuk dalam rangkaian 12 rakaat shalat Rawatib yang dijanjikan ganjaran sebuah rumah di surga.
- Shalat sunnah Qabliyah Isya, yaitu dua rakaat yang dikerjakan SEBELUM shalat fardhu Isya (setelah adzan), hukumnya adalah sunnah ghairu mu'akkadah. Amalan ini baik untuk dikerjakan sebagai bentuk pengisian waktu antara adzan dan iqamah, namun penekanannya tidak sekuat Ba'diyah Isya.
- Dalam hal prioritas, jika seseorang harus memilih, maka mendahulukan pelaksanaan Ba'diyah Isya adalah yang lebih utama. Namun, yang terbaik adalah berusaha untuk melaksanakan keduanya demi meraih pahala yang lebih sempurna.
Pada akhirnya, pengetahuan ini hendaknya menjadi motivasi bagi kita untuk tidak hanya bertanya, tetapi juga untuk mengamalkan. Mari kita hiasi malam-malam kita dengan shalat sunnah, sebagai wujud cinta kita kepada sunnah Nabi, sebagai cara kita menambal kekurangan ibadah wajib, dan sebagai sarana untuk terus mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sang Pemilik malam dan segala isinya.