Memahami Shalat Sunnah Muakkad: Panduan Mendalam untuk Ibadah Sempurna
Dalam khazanah ibadah Islam, shalat menempati posisi yang paling agung setelah dua kalimat syahadat. Ia adalah tiang agama, mi'raj seorang mukmin, dan amalan pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Selain shalat fardhu lima waktu yang menjadi kewajiban mutlak, Islam juga menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ibadah sunnah, khususnya shalat sunnah. Shalat-shalat sunnah ini berfungsi sebagai penyempurna, penambal kekurangan, dan sarana untuk meraih derajat yang lebih tinggi di sisi Allah SWT.
Di antara sekian banyak shalat sunnah, terdapat satu kategori yang memiliki penekanan khusus, yaitu Shalat Sunnah Muakkad. Secara harfiah, 'muakkad' berarti 'dikuatkan' atau 'sangat dianjurkan'. Istilah ini merujuk pada amalan-amalan sunnah yang secara konsisten dilakukan oleh Rasulullah SAW dan jarang sekali ditinggalkannya. Konsistensi beliau inilah yang menjadi dasar mengapa para ulama memberikan penekanan yang lebih kuat terhadap jenis shalat sunnah ini dibandingkan dengan yang lain (ghairu muakkad).
Melaksanakan shalat sunnah muakkad bukan sekadar menambah pundi-pundi pahala, tetapi juga merupakan wujud cinta dan upaya meneladani sunnah Nabi Muhammad SAW. Ia adalah jembatan emas untuk meraih cinta Allah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang masyhur, bahwa Allah akan mencintai hamba-Nya yang senantiasa mendekatkan diri dengan amalan-amalan sunnah setelah menyempurnakan yang wajib. Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan terperinci berbagai jenis shalat sunnah muakkad, mulai dari definisi, keutamaan, tata cara pelaksanaan, hingga hikmah yang terkandung di dalamnya.
Definisi dan Kedudukan Shalat Sunnah Muakkad
Untuk memahami esensi dari shalat sunnah muakkad, kita perlu membedakannya dengan kategori shalat sunnah lainnya. Para fuqaha (ahli fikih) secara umum membagi shalat sunnah menjadi dua kategori utama:
- Sunnah Muakkad: Shalat sunnah yang sangat ditekankan untuk dikerjakan karena Rasulullah SAW senantiasa (istiqamah) melaksanakannya dan hanya meninggalkannya dalam beberapa kesempatan yang sangat jarang untuk menunjukkan bahwa amalan tersebut tidaklah wajib. Meninggalkannya secara terus-menerus tanpa uzur dianggap sebagai perbuatan tercela (makruh), meskipun tidak berdosa.
- Sunnah Ghairu Muakkad: Shalat sunnah yang juga dianjurkan, tetapi tingkat penekanannya lebih rendah. Rasulullah SAW terkadang mengerjakannya dan terkadang meninggalkannya. Mengerjakannya mendatangkan pahala yang besar, namun meninggalkannya tidak dianggap tercela. Contohnya adalah shalat sunnah qabliyah Ashar (4 rakaat sebelum Ashar) atau qabliyah Isya (2 rakaat sebelum Isya).
Kedudukan shalat sunnah muakkad sangatlah istimewa. Ia bagaikan benteng yang melindungi ibadah fardhu. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda bahwa amalan sunnah akan menjadi penambal bagi kekurangan-kekurangan yang mungkin ada pada amalan wajib seorang hamba di hari perhitungan kelak. Jika shalat fardhunya sempurna, maka sempurnalah amalnya. Namun, jika ada kekurangan, Allah SWT akan berfirman, "Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah?" Maka, amalan sunnah tersebut akan menyempurnakan kekurangan pada amalan wajibnya. Ini menunjukkan betapa vitalnya peran shalat sunnah muakkad dalam portofolio ibadah seorang muslim.
Ragam Shalat Sunnah Muakkad yang Utama
Ada beberapa shalat yang disepakati oleh mayoritas ulama sebagai bagian dari sunnah muakkad. Berikut adalah pembahasan mendalam mengenai masing-masing shalat tersebut.
1. Shalat Sunnah Rawatib Muakkad
Shalat Sunnah Rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu lima waktu, baik yang dikerjakan sebelumnya (qabliyah) maupun sesudahnya (ba'diyah). Dari sekian banyak shalat rawatib, terdapat 12 rakaat yang berhukum muakkad dan memiliki keutamaan yang luar biasa.
Ummu Habibah radhiyallahu 'anha, istri Nabi SAW, berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang shalat (sunnah) dua belas rakaat dalam sehari semalam, maka akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga." (HR. Muslim)
Kedua belas rakaat ini terdistribusi sebagai berikut:
- 2 Rakaat sebelum Shalat Subuh (Qabliyah Subuh)
- 4 Rakaat sebelum Shalat Dzuhur (Qabliyah Dzuhur)
- 2 Rakaat setelah Shalat Dzuhur (Ba'diyah Dzuhur)
- 2 Rakaat setelah Shalat Maghrib (Ba'diyah Maghrib)
- 2 Rakaat setelah Shalat Isya (Ba'diyah Isya)
a. Keistimewaan 2 Rakaat Sebelum Subuh (Shalat Fajar)
Di antara semua shalat rawatib, dua rakaat sebelum Subuh memiliki kedudukan paling mulia. Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkannya, baik dalam keadaan mukim (menetap) maupun safar (bepergian). Keutamaannya begitu besar, melebihi dunia dan segala isinya.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi SAW bersabda, "Dua rakaat fajar (shalat sunnah sebelum subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Muslim)
Tata Cara dan Niat: Shalat ini dilaksanakan sebanyak dua rakaat ringan. Dianjurkan pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah membaca surah Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua setelah Al-Fatihah membaca surah Al-Ikhlas.
أُصَلِّى سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatash shubhi rak'ataini qabliyatan lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah sebelum Subuh dua rakaat karena Allah Ta'ala."
b. Empat Rakaat Sebelum dan Dua Rakaat Setelah Dzuhur
Shalat sunnah rawatib Dzuhur yang muakkad adalah empat rakaat sebelum dan dua rakaat sesudahnya. Empat rakaat qabliyah Dzuhur ini memiliki keutamaan diharamkannya tubuh dari api neraka bagi yang menjaganya.
Dari Ummu Habibah radhiyallahu 'anha, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menjaga (shalat) empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkannya dari api neraka." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi). Walaupun hadits ini menyebutkan empat rakaat sesudahnya, yang lebih muakkad adalah dua rakaat, sementara dua lainnya ghairu muakkad. Namun, mengerjakannya adalah kebaikan yang besar.
Tata Cara dan Niat: Empat rakaat qabliyah Dzuhur dilaksanakan dengan dua kali salam (2 rakaat, salam, kemudian 2 rakaat lagi, salam).
أُصَلِّى سُنَّةَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatazh zhuhri rak'ataini qabliyatan lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah sebelum Dzuhur dua rakaat karena Allah Ta'ala." (Niat ini dibaca dua kali, untuk masing-masing dua rakaat).
Adapun untuk dua rakaat setelah Dzuhur, niatnya adalah sebagai berikut:
أُصَلِّى سُنَّةَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَةً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatazh zhuhri rak'ataini ba'diyatan lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah setelah Dzuhur dua rakaat karena Allah Ta'ala."
c. Dua Rakaat Setelah Maghrib dan Isya
Dua rakaat setelah Maghrib dan dua rakaat setelah Isya melengkapi paket 12 rakaat rawatib muakkad. Keduanya juga merupakan amalan yang dijaga ketat oleh Rasulullah SAW. Melaksanakannya menjadi bagian dari upaya membangun 'rumah di surga' yang dijanjikan.
Niat untuk shalat ba'diyah Maghrib:
أُصَلِّى سُنَّةَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَةً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal maghribi rak'ataini ba'diyatan lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah setelah Maghrib dua rakaat karena Allah Ta'ala."
Niat untuk shalat ba'diyah Isya:
أُصَلِّى سُنَّةَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَةً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal 'isyaa'i rak'ataini ba'diyatan lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah setelah Isya dua rakaat karena Allah Ta'ala."
2. Shalat Witir
Shalat Witir adalah shalat penutup malam yang memiliki hukum sunnah muakkad yang sangat kuat, bahkan sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah menganggapnya wajib (meski bukan fardhu). Kata 'witir' sendiri berarti ganjil. Shalat ini dilaksanakan dengan jumlah rakaat ganjil, minimal satu rakaat dan umumnya tiga rakaat.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda, "Wahai ahli Al-Qur'an, laksanakanlah shalat Witir, karena sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil." (HR. Abu Daud, An-Nasa'i, At-Tirmidzi).
Waktu Pelaksanaan: Waktu shalat Witir terbentang setelah shalat Isya hingga terbit fajar (masuk waktu Subuh). Waktu terbaik untuk melaksanakannya adalah di sepertiga malam terakhir, setelah shalat Tahajjud. Namun, bagi siapa yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, lebih baik melaksanakannya sebelum tidur.
Tata Cara dan Jumlah Rakaat: Shalat Witir bisa dikerjakan 1, 3, 5, 7, 9, atau 11 rakaat. Cara yang paling umum adalah 3 rakaat, yang bisa dilakukan dengan dua cara:
- Dua rakaat lalu salam, kemudian satu rakaat lalu salam. Ini adalah cara yang paling afdhal (utama).
- Tiga rakaat sekaligus dengan satu salam di akhir, tanpa tasyahud awal (agar tidak menyerupai shalat Maghrib).
Disunnahkan pada shalat Witir tiga rakaat untuk membaca surah Al-A'la setelah Al-Fatihah di rakaat pertama, Al-Kafirun di rakaat kedua, dan Al-Ikhlas, Al-Falaq, serta An-Nas di rakaat ketiga (jika tiga rakaat sekaligus) atau Al-Ikhlas saja (jika satu rakaat terpisah).
Niat shalat Witir (untuk 3 rakaat dengan 2 salam):
Niat 2 rakaat pertama:
أُصَلِّى سُنَّةً مِنَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan minal witri rak'ataini lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah bagian dari Witir dua rakaat karena Allah Ta'ala."
Niat 1 rakaat terakhir:
أُصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal witri rak'atan lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah Witir satu rakaat karena Allah Ta'ala."
Doa Qunut Witir
Disunnahkan untuk membaca doa qunut pada rakaat terakhir shalat Witir setelah ruku' (i'tidal). Ini bisa dilakukan setiap malam, atau khususnya pada separuh akhir bulan Ramadhan. Bacaan doa qunut yang masyhur adalah yang diajarkan Nabi SAW kepada cucunya, Hasan bin Ali.
3. Shalat Tarawih
Shalat Tarawih adalah shalat malam khusus yang hanya dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan. Hukumnya adalah sunnah muakkad bagi laki-laki dan perempuan. Disebut 'Tarawih' yang berarti 'istirahat' karena para salafush shalih biasa beristirahat sejenak setelah setiap empat rakaat.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan (shalat Tarawih) karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu dan Jumlah Rakaat: Waktunya adalah setelah shalat Isya hingga terbit fajar. Mengenai jumlah rakaat, terdapat perbedaan pendapat yang sama-sama kuat. Ada yang melaksanakan 11 rakaat (8 rakaat Tarawih + 3 rakaat Witir) dan ada pula yang melaksanakan 23 rakaat (20 rakaat Tarawih + 3 rakaat Witir). Keduanya memiliki dasar dan sama-sama baik untuk diamalkan. Shalat ini dikerjakan dengan formasi dua rakaat salam.
Keutamaan shalat Tarawih, terutama jika dilaksanakan berjamaah bersama imam hingga selesai, adalah dicatat baginya pahala shalat semalam suntuk. Ini merupakan kesempatan emas yang hanya datang di bulan Ramadhan untuk meraih ampunan dan pahala berlimpah.
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatat taraawiihi rak'ataini (ma'muuman/imaaman) lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah Tarawih dua rakaat (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta'ala."
4. Shalat Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha)
Shalat Idul Fitri (Hari Raya setelah Ramadhan) dan Idul Adha (Hari Raya Kurban) adalah dua shalat sunnah muakkad yang menjadi syiar besar umat Islam. Saking kuatnya anjuran ini, sebagian ulama bahkan menghukuminya sebagai fardhu kifayah (wajib kolektif). Rasulullah SAW memerintahkan seluruh kaum muslimin, termasuk wanita yang sedang haid dan gadis-gadis pingitan, untuk keluar menuju lapangan (tanah lapang) untuk menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin, meskipun yang haid tidak ikut shalat.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan: Waktunya dimulai sejak matahari terbit setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari (masuk waktu Dzuhur). Sunnahnya adalah dilaksanakan di tanah lapang, kecuali jika ada halangan seperti hujan.
Tata Cara Pelaksanaan: Shalat Id dilaksanakan sebanyak dua rakaat, tanpa adzan dan iqamah. Yang membedakannya dari shalat lain adalah adanya takbir zawaid (takbir tambahan).
- Rakaat Pertama: Dimulai dengan takbiratul ihram, kemudian membaca doa iftitah. Setelah itu, melakukan takbir tambahan sebanyak 7 kali. Di sela-sela setiap takbir, disunnahkan membaca tasbih, tahmid, dan tahlil. Setelah itu membaca Al-Fatihah dan surah (dianjurkan surah Al-A'la atau Qaf).
- Rakaat Kedua: Setelah bangkit dari sujud, melakukan takbir tambahan sebanyak 5 kali sebelum membaca Al-Fatihah dan surah (dianjurkan surah Al-Ghasyiyah atau Al-Qamar).
Setelah shalat selesai, khatib akan naik untuk menyampaikan dua khutbah, yang sunnah untuk didengarkan oleh jamaah.
Niat Shalat Idul Fitri:
أُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan li 'iidil fitri rak'ataini (ma'muuman/imaaman) lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta'ala."
Niat Shalat Idul Adha:
أُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ الْأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan li 'iidil adhaa rak'ataini (ma'muuman/imaaman) lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta'ala."
Hikmah dan Manfaat Agung di Balik Shalat Sunnah Muakkad
Menjaga konsistensi dalam melaksanakan shalat sunnah muakkad membawa dampak spiritual dan psikologis yang mendalam bagi seorang hamba. Ini bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan sebuah investasi jangka panjang untuk kehidupan dunia dan akhirat.
1. Penyempurna Ibadah Wajib
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Dalam shalat fardhu, seringkali kita lalai, kurang khusyuk, atau pikiran melayang ke mana-mana. Shalat sunnah, khususnya rawatib, hadir sebagai 'plester' atau 'penambal' yang akan menutupi segala kekurangan tersebut. Di hari kiamat, ketika shalat fardhu kita dinilai kurang sempurna, shalat-shalat sunnah inilah yang akan maju untuk melengkapinya, sehingga kita bisa mempersembahkan ibadah yang paripurna di hadapan Allah SWT.
2. Jalan Meraih Cinta Allah (Mahabbatullah)
Puncak pencapaian seorang hamba adalah ketika ia dicintai oleh Rabb-nya. Jalan tercepat untuk meraih cinta ilahi adalah dengan meneladani kekasih-Nya, Rasulullah SAW, melalui amalan sunnah. Dalam Hadits Qudsi riwayat Bukhari, Allah SWT berfirman:
"...dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah (nawafil) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memegang, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Aku beri. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku lindungi..."
Hadits ini adalah janji yang luar biasa. Dengan menjaga shalat sunnah muakkad, kita sedang meniti jalan untuk menjadi wali Allah, orang yang segala gerak-geriknya dibimbing dan dilindungi oleh-Nya.
3. Meninggikan Derajat dan Menghapus Dosa
Setiap sujud yang kita lakukan dalam shalat adalah momen penghambaan yang paling intim. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa tidaklah seorang muslim bersujud kepada Allah sekali, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya satu tingkat dan menghapuskan satu kesalahannya. Bayangkan berapa banyak derajat yang akan terangkat dan dosa yang akan terhapus jika kita rutin melaksanakan 12 rakaat rawatib, ditambah shalat Witir setiap malamnya. Ini adalah pembersih dosa harian yang sangat efektif.
4. Membangun Disiplin dan Karakter Spiritual
Istiqamah atau konsistensi adalah kunci dari segala kebaikan. Membiasakan diri dengan shalat-shalat sunnah muakkad akan membentuk karakter yang disiplin, sabar, dan gigih dalam beribadah. Rutinitas ini menciptakan keterikatan hati yang konstan dengan Allah di luar shalat fardhu. Ia akan melatih jiwa untuk selalu merasa diawasi, butuh, dan rindu kepada Sang Pencipta. Disiplin dalam ibadah sunnah akan berimbas positif pada disiplin dalam aspek kehidupan lainnya.
Kesimpulan: Investasi Abadi yang Tak Ternilai
Shalat sunnah muakkad adalah anugerah dan rahmat dari Allah SWT. Ia adalah kesempatan bagi kita untuk menambah bekal, menyempurnakan ibadah, dan yang terpenting, meraih cinta dan kedekatan dengan-Nya. Shalat-shalat ini, mulai dari rawatib yang membingkai shalat fardhu, Witir yang menutup malam dengan keindahan, Tarawih yang menyemarakkan Ramadhan, hingga shalat Id yang menyatukan umat dalam kegembiraan, semuanya adalah manifestasi dari ajaran Islam yang kaya dan penuh makna.
Mungkin terasa berat pada awalnya, namun dengan niat yang tulus, pemahaman akan keutamaannya, dan tekad yang kuat, menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian adalah sebuah keniscayaan. Membangun 'rumah di surga' adalah sebuah proyek abadi yang dimulai dengan konsistensi di dunia. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan taufik untuk senantiasa menjaga amalan-amalan mulia ini, sehingga kita tergolong sebagai hamba-hamba-Nya yang dicintai dan diridhai.