Qunut Adalah: Memahami Doa Penuh Makna dalam Shalat
Ilustrasi orang berdoa mengangkat tangan saat qunut.
Dalam khazanah ibadah umat Islam, shalat menempati posisi sentral sebagai tiang agama. Di dalam shalat, terdapat berbagai rukun, sunnah, dan bacaan yang sarat akan makna dan hikmah. Salah satu amalan yang sering menjadi topik pembahasan, bahkan terkadang perdebatan, adalah doa qunut. Bagi sebagian Muslim, qunut adalah bagian tak terpisahkan dari shalat Subuh. Bagi yang lain, ia adalah doa yang dikhususkan untuk waktu-waktu tertentu seperti shalat Witir atau saat terjadi musibah besar. Lantas, apa sebenarnya qunut itu? Mengapa ada perbedaan pandangan di kalangan ulama? Dan bagaimana tata cara pelaksanaannya yang benar?
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk doa qunut secara mendalam, dari definisi etimologis hingga makna spiritualnya, dari dasar hukumnya dalam Al-Qur'an dan Hadis hingga ragam pandangan empat mazhab besar. Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan kita dapat menjalankan ibadah dengan lebih khusyuk, mantap, serta mampu menyikapi perbedaan pendapat dengan bijaksana dan penuh toleransi.
Definisi dan Makna Mendasar Qunut
Untuk memahami qunut secara utuh, kita perlu menelusurinya dari dua sisi: bahasa (etimologi) dan istilah syar'i (terminologi). Kedua pendekatan ini akan membuka wawasan kita tentang kekayaan makna yang terkandung dalam amalan ini.
Makna Qunut Secara Bahasa (Etimologi)
Kata "qunut" (الْقُنُوْتُ) berasal dari bahasa Arab yang memiliki beberapa akar makna. Para ahli bahasa Arab menjelaskan bahwa kata ini mengandung arti yang beragam, di antaranya:
- Ketaatan (الطاعة): Ini adalah salah satu makna paling dasar dari qunut. Seseorang yang melakukan qunut pada hakikatnya sedang menunjukkan kepatuhan dan ketaatan total kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "...dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ (qanitin)." (QS. Al-Baqarah: 238). Kata "qanitin" di sini diartikan oleh banyak mufasir sebagai orang-orang yang taat.
- Berdiri Lama (طول القيام): Qunut juga dapat berarti berdiri dalam waktu yang lama saat beribadah. Sebelum ada larangan berbicara saat shalat, para sahabat terkadang berbicara jika ada keperluan. Setelah turunnya ayat di atas, mereka diperintahkan untuk diam dan berdiri lama dalam ketaatan.
- Diam (السكوت): Makna ini berkaitan erat dengan makna berdiri lama. Ketika seseorang berdiri lama dalam shalatnya dengan penuh kekhusyukan, ia cenderung diam dan hanya fokus pada dzikir serta doanya kepada Allah.
- Doa (الدعاء): Ini adalah makna yang paling populer dan umum dipahami oleh masyarakat luas. Qunut secara praktik memang merupakan sebuah doa yang dipanjatkan pada waktu tertentu di dalam shalat.
- Khusyuk (الخشوع): Kepatuhan dan berdiam diri dalam shalat akan melahirkan kekhusyukan, yaitu ketenangan dan kerendahan hati di hadapan Sang Pencipta.
Dari berbagai makna bahasa ini, kita dapat menyimpulkan bahwa qunut bukan sekadar doa yang terucap di lisan. Ia adalah sebuah paket ibadah yang menyatukan ketaatan hati, ketenangan jiwa, kekhusyukan raga, dan permohonan tulus kepada Allah SWT.
Makna Qunut Secara Istilah (Terminologi)
Dalam terminologi ilmu Fikih, qunut adalah nama untuk doa khusus yang dibaca di dalam shalat pada waktu tertentu, yaitu saat posisi berdiri setelah bangkit dari ruku’ (i'tidal) pada rakaat terakhir.
Definisi ini lebih spesifik dan teknis, merujuk pada sebuah amalan konkret dengan tata cara dan waktu pelaksanaan yang telah diatur. Para ulama fikih kemudian membagi qunut ini ke dalam beberapa jenis berdasarkan waktu dan sebab pelaksanaannya, yang akan kita bahas lebih lanjut nanti.
Jadi, secara terminologi, ketika seseorang menyebut "doa qunut", yang dimaksud adalah doa yang secara spesifik dibaca setelah ruku' pada rakaat terakhir, baik itu dalam shalat Subuh, shalat Witir, maupun saat terjadi musibah (Qunut Nazilah).
Sejarah dan Dasar Hukum Pelaksanaan Qunut
Setiap amalan ibadah dalam Islam harus memiliki landasan yang kuat, baik dari Al-Qur'an maupun Sunnah Rasulullah SAW. Demikian pula dengan qunut. Para ulama dari berbagai mazhab telah meneliti dalil-dalil yang ada untuk menentukan status hukumnya.
Dasar Hukum dalam Hadis Nabi Muhammad SAW
Hadis merupakan sumber utama dalam memahami praktik qunut. Terdapat beberapa riwayat yang menjadi landasan bagi pelaksanaan berbagai jenis qunut.
1. Hadis tentang Qunut Subuh
Landasan utama bagi mereka yang mengamalkan qunut pada shalat Subuh adalah hadis dari sahabat Anas bin Malik RA. Beliau berkata:
"Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh hingga beliau wafat." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim).
Hadis ini menjadi pegangan utama Mazhab Syafi'i yang menganggap qunut Subuh sebagai sunnah yang sangat dianjurkan (sunnah mu'akkadah). Meskipun ada perdebatan di kalangan ahli hadis mengenai status kekuatan sanadnya, para ulama Syafi'iyah telah memverifikasi dan menjadikannya sebagai hujjah (argumen) yang kuat.
2. Hadis tentang Qunut Witir
Praktik qunut dalam shalat Witir didasarkan pada hadis yang sangat terkenal, di mana Rasulullah SAW mengajarkan sebuah doa kepada cucu beliau, Hasan bin Ali RA.
Al-Hasan bin Ali RA berkata, "Rasulullah SAW mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan dalam shalat Witir, yaitu: 'Allahummahdinii fiiman hadaiit...' (Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk...)." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi mengatakan hadis ini hasan).
Hadis ini menjadi dasar yang disepakati oleh mayoritas ulama tentang disyariatkannya qunut dalam shalat Witir, meskipun mereka berbeda pendapat apakah dilakukan sepanjang tahun atau hanya pada waktu-waktu tertentu seperti separuh akhir bulan Ramadhan.
3. Hadis tentang Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika umat Islam ditimpa musibah besar. Dasarnya sangat kuat dan tercatat dalam banyak riwayat sahih. Salah satu yang paling terkenal adalah peristiwa Bi'r Ma'unah.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, "Bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan penuh (dalam shalat lima waktu) mendoakan keburukan atas suku Ri'lan, Dzakwan, dan 'Ushayyah yang telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa musibah tersebut adalah terbunuhnya sekitar 70 sahabat penghafal Al-Qur'an (qurra') secara khianat. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menggunakan qunut sebagai senjata doa ketika umat menghadapi bencana, penindasan, atau malapetaka. Qunut Nazilah ini disepakati kebolehannya oleh seluruh mazhab fikih.
Implikasi dari Al-Qur'an
Meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit menyebutkan kata "qunut" dalam arti doa spesifik setelah ruku', para ulama mengaitkan esensi qunut dengan perintah-perintah umum dalam Al-Qur'an untuk berdoa, memohon pertolongan, dan menunjukkan ketaatan. Firman Allah SWT:
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS. Ghafir: 60).
Ayat ini dan ayat-ayat serupa lainnya menjadi landasan spiritual bahwa qunut, sebagai sebuah doa, adalah wujud penghambaan dan permohonan seorang hamba kepada Tuhannya. Qunut adalah manifestasi dari pengakuan bahwa segala kekuatan dan pertolongan hanya datang dari Allah SWT.
Mengenal Jenis-Jenis Qunut
Berdasarkan dalil-dalil hadis dan praktik para sahabat, ulama fikih mengklasifikasikan qunut menjadi tiga jenis utama. Memahami perbedaan ketiganya adalah kunci untuk memahami ragam pandangan fikih yang ada.
1. Qunut Subuh
Qunut Subuh adalah doa qunut yang secara rutin dibaca setiap melaksanakan shalat fardhu Subuh. Doa ini dibaca pada rakaat kedua, setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Praktik ini secara konsisten dipegang oleh para ulama dari Mazhab Syafi'i dan sebagian ulama Mazhab Maliki. Mereka meyakini hukumnya adalah sunnah ab'adh, yaitu sunnah yang jika ditinggalkan (baik sengaja maupun lupa) dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi sebelum salam.
2. Qunut Witir
Qunut Witir adalah doa qunut yang dibaca dalam shalat Witir. Waktu pelaksanaannya adalah pada rakaat terakhir shalat Witir, setelah bangkit dari ruku'. Terdapat sedikit perbedaan pendapat mengenai kapan qunut Witir ini dilaksanakan:
- Mazhab Syafi'i: Berpendapat qunut Witir disunnahkan untuk dibaca pada separuh terakhir bulan Ramadhan.
- Mazhab Hanbali: Juga berpendapat sama dengan Mazhab Syafi'i.
- Mazhab Hanafi: Berpendapat qunut Witir disunnahkan untuk dibaca sepanjang tahun dalam setiap shalat Witir.
- Mazhab Maliki: Cenderung tidak mempraktikkan qunut Witir.
Doa yang dibaca pada umumnya adalah doa yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Hasan bin Ali RA.
3. Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah doa qunut yang bersifat insidental atau temporer. "Nazilah" secara bahasa berarti musibah atau bencana yang menimpa. Qunut ini dilakukan ketika umat Islam secara kolektif menghadapi malapetaka besar, seperti peperangan, penindasan, wabah penyakit, kelaparan, atau bencana alam yang dahsyat.
Beberapa karakteristik Qunut Nazilah:
- Waktu Pelaksanaan: Dapat dilakukan di semua shalat fardhu lima waktu, tidak terbatas pada shalat Subuh saja. Namun, pelaksanaannya lebih ditekankan pada shalat yang bacaannya dikeraskan (Subuh, Maghrib, dan Isya).
- Isi Doa: Bacaannya tidak terikat pada teks doa qunut Subuh atau Witir. Isi doanya lebih fleksibel, disesuaikan dengan musibah yang sedang terjadi. Umumnya berisi permohonan agar Allah mengangkat bencana tersebut, memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin, dan melaknat pihak yang zalim.
- Hukum: Disepakati oleh mayoritas ulama dari keempat mazhab sebagai amalan yang disyariatkan (masyru') ketika ada sebabnya.
Qunut Nazilah menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang dinamis dan responsif terhadap kondisi sosial umatnya. Shalat tidak hanya menjadi ibadah ritual individu, tetapi juga sarana untuk memohon pertolongan kolektif kepada Allah SWT.
Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama (Mazhab Fikih)
Perbedaan pendapat (ikhtilaf) mengenai hukum qunut, khususnya qunut Subuh, adalah salah satu contoh klasik dari keragaman ijtihad dalam fikih Islam. Perbedaan ini lahir dari cara para ulama dalam memahami dan menganalisis dalil-dalil yang ada. Penting untuk memahami bahwa perbedaan ini berada dalam ranah furu' (cabang), bukan ushul (pokok) akidah, sehingga harus disikapi dengan lapang dada.
Pendapat Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i, yang mayoritas dianut di Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara lain, memiliki pandangan yang paling kuat dalam mendukung kesunnahan qunut Subuh.
- Hukum: Sunnah Mu'akkadah atau Sunnah Ab'adh. Artinya, sangat dianjurkan untuk dikerjakan.
- Dalil Utama: Hadis dari Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Nabi SAW senantiasa berqunut Subuh hingga wafat. Para ulama Syafi'iyah menilai hadis ini sahih dan cukup kuat untuk menjadi landasan hukum.
- Konsekuensi: Jika seseorang yang bermazhab Syafi'i lupa atau sengaja tidak membaca qunut Subuh, shalatnya tetap sah, namun ia dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Pendapat Mazhab Hanafi dan Hanbali
Kedua mazhab ini memiliki pandangan yang serupa terkait qunut Subuh, yaitu tidak mensunnahkannya secara rutin.
- Hukum: Tidak disunnahkan, bahkan sebagian menganggapnya bid'ah jika dilakukan secara terus-menerus di luar kondisi nazilah.
- Dalil dan Argumen: Mereka berpegang pada hadis lain yang menyatakan bahwa Nabi SAW melakukan qunut hanya selama sebulan (saat terjadi nazilah), kemudian meninggalkannya. Riwayat dari Abu Malik al-Asyja'i yang bertanya kepada ayahnya (seorang sahabat), "Wahai ayahku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka melakukan qunut (Subuh)?" Ayahnya menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (muhdats)."
- Pandangan terhadap Hadis Anas: Mereka menilai hadis Anas bin Malik yang menjadi pegangan Mazhab Syafi'i memiliki kelemahan pada sanadnya atau menafsirkannya sebagai qunut nazilah yang kebetulan terjadi dalam waktu yang lama, bukan qunut rutin.
- Praktik Qunut: Mereka hanya menyetujui Qunut Nazilah (saat ada musibah) dan Qunut Witir.
Pendapat Mazhab Maliki
Mazhab Maliki memiliki pandangan yang bisa dibilang berada di tengah.
- Hukum: Mustahabb (dianjurkan), namun bukan sunnah yang sangat ditekankan. Mereka berpendapat bahwa qunut Subuh lebih baik dibaca secara sirr (lirih/pelan), meskipun jika dibaca jahar (keras) juga tidak mengapa.
- Posisi: Mereka tidak mewajibkan sujud sahwi jika qunut Subuh ditinggalkan. Ini menunjukkan bahwa derajat kesunnahannya menurut mereka lebih rendah dibandingkan menurut Mazhab Syafi'i.
Sikap Bijak dalam Menghadapi Perbedaan
Melihat adanya perbedaan yang didasari oleh ijtihad para ulama besar, sikap yang paling tepat bagi seorang Muslim adalah:
- Mengikuti Mazhab yang Diyakini: Seseorang hendaknya mengikuti pendapat mazhab dari guru yang ia percaya ilmunya atau mazhab yang dianut di lingkungannya, tanpa merendahkan pendapat yang lain.
- Toleransi (Tasamuh): Menyadari bahwa ini adalah masalah fikih yang memiliki ruang untuk berbeda pendapat. Tidak perlu saling menyalahkan, apalagi sampai memutuskan silaturahmi.
- Bermakmum pada Imam: Ketika shalat berjamaah, makmum hendaknya mengikuti gerakan dan bacaan imam. Jika imam membaca qunut, makmum ikut mengaminkannya. Jika imam tidak qunut, makmum juga tidak qunut. Ini demi menjaga persatuan dalam shaf shalat.
Tata Cara Pelaksanaan Qunut yang Benar
Setelah memahami definisi, dasar hukum, dan jenis-jenisnya, penting untuk mengetahui bagaimana cara melaksanakan qunut sesuai dengan tuntunan.
1. Waktu dan Posisi
Qunut dibaca pada rakaat terakhir dari shalat (misalnya rakaat kedua pada shalat Subuh atau rakaat terakhir pada shalat Witir). Waktu tepatnya adalah setelah bangkit dari ruku' dan membaca bacaan i'tidal (Rabbanaa lakal hamdu...). Posisi tubuh adalah berdiri tegak (i'tidal).
2. Mengangkat Tangan
Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan saat membaca doa qunut, sebagaimana posisi berdoa pada umumnya. Telapak tangan dihadapkan ke langit, setinggi dada atau bahu.
3. Bacaan Doa Qunut
Bacaan doa qunut yang paling ma'tsur (berasal dari riwayat) adalah yang diajarkan Nabi SAW kepada cucunya, Hasan bin Ali RA. Berikut adalah bacaan lengkapnya beserta transliterasi dan terjemahan.
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ اِلَيْكَ.
Transliterasi: Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait, falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaiik.
Terjemahan: "Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah rezeki yang telah Engkau berikan kepadaku. Lindungilah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang bisa menetapkan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau bela. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu."
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, ditambahkan bacaan shalawat dan doa untuk kaum mukminin, terutama saat qunut di bulan Ramadhan. Tambahan ini juga sering dibaca oleh para imam, khususnya di akhir doa.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Transliterasi: Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihii wa shahbihii wa sallam.
Terjemahan: "Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya."
4. Peran Imam dan Makmum
- Imam: Imam disunnahkan mengeraskan (jahr) bacaan doa qunut agar didengar oleh makmum. Saat berdoa, imam dianjurkan menggunakan kata ganti jamak (misalnya "Allahummahdina" yang berarti "berilah kami petunjuk").
- Makmum: Makmum disunnahkan untuk mengaminkan doa imam. Ketika imam membaca bagian pujian (seperti "fa innaka taqdhii..."), makmum dianjurkan ikut membacanya dengan suara lirih atau cukup diam mendengarkan.
5. Mengusap Wajah Setelah Qunut
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai anjuran mengusap wajah dengan kedua telapak tangan setelah selesai berdoa qunut (sebelum turun untuk sujud). Sebagian ulama, terutama dari kalangan Syafi'iyah, menganggapnya sunnah, berdasarkan qiyas (analogi) dengan doa di luar shalat. Namun, ulama lain berpendapat hal tersebut tidak perlu dilakukan karena tidak ada dalil khusus yang mencontohkannya di dalam shalat. Keduanya adalah pandangan yang mu'tabar (diakui).
6. Jika Lupa Membaca Qunut
Bagi penganut Mazhab Syafi'i yang meyakini qunut Subuh sebagai sunnah ab'adh, jika seseorang lupa membacanya dan sudah terlanjur turun untuk sujud, ia tidak perlu kembali berdiri. Cukup dengan menambahkan sujud sahwi (dua kali sujud) sebelum salam untuk menutupi kekurangan tersebut.
Hikmah dan Keutamaan Doa Qunut
Di balik tata cara dan perdebatan hukumnya, doa qunut menyimpan hikmah dan keutamaan yang sangat besar bagi seorang hamba. Merenungi makna yang terkandung di dalamnya dapat meningkatkan kualitas shalat dan kedekatan kita kepada Allah.
- Pengakuan Total atas Kekuasaan Allah: Setiap kalimat dalam doa qunut adalah bentuk pengakuan bahwa petunjuk, kesehatan, perlindungan, dan rezeki sepenuhnya berada dalam genggaman Allah. Ini melatih kita untuk senantiasa rendah hati.
- Permohonan Perlindungan Komprehensif: Doa qunut mencakup permohonan kebaikan dunia (petunjuk, kesehatan, keberkahan) dan perlindungan dari keburukan takdir. Ini adalah doa yang sangat lengkap dan menyeluruh.
- Wujud Kepatuhan dan Ketaatan: Melaksanakan qunut (terlepas dari mazhab mana yang diikuti) adalah wujud meneladani sunnah Nabi SAW dan para ulama salaf, yang merupakan manifestasi dari makna "qunut" itu sendiri, yaitu ketaatan.
- Sarana Solidaritas Umat: Khususnya dalam Qunut Nazilah, doa ini menjadi sarana spiritual yang sangat kuat untuk menunjukkan kepedulian dan solidaritas terhadap sesama Muslim yang sedang tertimpa musibah di belahan dunia lain.
- Momen Intim dengan Sang Pencipta: Momen berdiri setelah i'tidal, mengangkat tangan, dan memanjatkan doa adalah salah satu waktu yang sangat istimewa dalam shalat. Ia menjadi jeda spiritual untuk berkomunikasi langsung dan mencurahkan isi hati kepada Allah SWT.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang panjang ini, dapat kita simpulkan bahwa qunut adalah sebuah doa agung yang memiliki landasan syar'i, kaya akan makna spiritual, dan merupakan bagian dari khazanah fikih Islam yang luas. Ia adalah wujud ketaatan, permohonan, dan pengharapan seorang hamba kepada Rabb-nya, yang dilakukan pada momen khusus di dalam shalat.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan para imam mazhab mengenai hukum qunut Subuh bukanlah sebuah aib, melainkan rahmat dan bukti keluasan ilmu dalam Islam. Hal ini mengajarkan kita untuk bersikap lapang dada, saling menghormati, dan fokus pada substansi ibadah, yaitu keikhlasan dan kekhusyukan.
Baik yang mengamalkan qunut Subuh secara rutin, yang melakukannya hanya pada shalat Witir, maupun yang mempraktikkannya saat terjadi nazilah, semuanya berada dalam koridor ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang terpenting adalah menjalankan setiap ibadah dengan ilmu, keyakinan, dan niat yang tulus semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT. Semoga pemahaman ini menambah kecintaan kita pada shalat dan mempererat persaudaraan di antara kaum Muslimin.