Mengenal Pohon Bacang (Mangifera foetida)

Ilustrasi buah bacang utuh dan terbelah beserta daunnya Sebuah gambar SVG yang menampilkan buah bacang berwarna kuning kehijauan, satu buah utuh dan satu lagi terbelah yang menunjukkan daging buah oranye dan biji berserat, diapit oleh dua daun hijau tua. Bacang

Ilustrasi buah bacang (Mangifera foetida) dengan ciri khasnya.

Pendahuluan: Pohon Serbaguna Beraroma Unik

Di belantara keanekaragaman hayati tropis Asia Tenggara, berdiri kokoh sebuah pohon yang keberadaannya sering kali dikenali bukan dari penampilannya, melainkan dari aromanya yang tajam dan khas. Inilah pohon bacang, atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai Mangifera foetida. Pohon ini merupakan kerabat dekat mangga yang kita kenal sehari-hari (Mangifera indica), namun memiliki karakteristik unik yang membuatnya istimewa. Dari buahnya yang berbau menyengat namun lezat, kayunya yang bermanfaat, hingga perannya dalam ekosistem dan budaya lokal, pohon bacang adalah manifestasi dari kekayaan alam yang multifungsi.

Bagi sebagian orang, aroma buah bacang yang matang mungkin terlalu kuat, mengingatkan pada bau terpentin atau gas. Namun, bagi para penikmatnya, di balik aroma tersebut tersembunyi daging buah yang manis, asam, dan menyegarkan dengan tekstur berserat yang khas. Pohon bacang tidak hanya sekadar penghasil buah; ia adalah bagian integral dari lanskap pedesaan, menjadi peneduh di pekarangan rumah, sumber bahan bangunan, dan bahkan bahan dalam pengobatan tradisional. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek mengenai pohon bacang, mulai dari klasifikasi botaninya yang mendetail, ciri-ciri morfologinya, habitat dan ekologinya, hingga berbagai pemanfaatannya oleh manusia yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Klasifikasi Ilmiah dan Taksonomi Pohon Bacang

Untuk memahami sebuah organisme secara mendalam, penting untuk mengetahui posisinya dalam tatanan klasifikasi ilmiah. Pohon bacang, Mangifera foetida, termasuk dalam keluarga Anacardiaceae, sebuah keluarga besar yang juga menaungi tanaman-tanaman terkenal lainnya seperti mangga, jambu monyet (jambu mete), dan pistachio. Penempatan ini memberikan petunjuk awal mengenai karakteristik umum yang mungkin dimilikinya.

Struktur Taksonomi

Berikut adalah hierarki taksonomi lengkap dari pohon bacang:

Nama genus, Mangifera, berasal dari kata "mangga" (dari bahasa Tamil) dan "ferre" (dari bahasa Latin yang berarti "membawa"), secara harfiah berarti "pembawa mangga". Nama spesies, foetida, berasal dari bahasa Latin "foetidus" yang berarti "berbau busuk" atau "berbau tidak sedap". Penamaan ini merujuk langsung pada karakteristik paling menonjol dari buahnya, yaitu aromanya yang sangat kuat dan tajam saat matang. Meskipun terdengar negatif, nama ini secara akurat mendeskripsikan ciri khas yang membedakannya dari spesies mangga lainnya.

Hubungan dengan Mangga Lainnya

Sebagai anggota genus Mangifera, pohon bacang berbagi banyak kesamaan genetik dan morfologis dengan lebih dari 60 spesies mangga lainnya. Kerabat terdekatnya yang paling dikenal adalah mangga biasa (Mangifera indica). Selain itu, ia juga berkerabat dekat dengan kemang (Mangifera kemanga) dan kuweni (Mangifera odorata). Sering kali terjadi kerancuan antara bacang, kuweni, dan beberapa jenis mangga lokal lainnya karena kemiripan bentuk buah dan pohon, serta aroma yang sama-sama kuat, meskipun dengan nuansa yang berbeda. Hibridisasi alami antara spesies-spesies ini juga dapat terjadi, menghasilkan varietas-varietas baru dengan karakteristik campuran.

Morfologi dan Ciri-Ciri Fisik Pohon Bacang

Pohon bacang adalah pohon yang besar, rimbun, dan dapat tumbuh menjulang tinggi. Setiap bagian dari pohon ini memiliki ciri khas yang membantunya beradaptasi dengan lingkungan tropis.

1. Pohon dan Batang

Pohon bacang dapat mencapai ketinggian yang impresif, umumnya antara 20 hingga 35 meter, bahkan bisa lebih tinggi pada kondisi ideal di hutan hujan. Batangnya lurus, kokoh, dan berdiameter besar, bisa mencapai 90-120 cm. Kulit batang (pepagan) berwarna abu-abu kecoklatan hingga gelap, dengan tekstur yang agak kasar dan seringkali pecah-pecah atau beralur dangkal seiring bertambahnya usia pohon. Salah satu ciri khas pohon dari keluarga Anacardiaceae, termasuk bacang, adalah kemampuannya mengeluarkan getah. Jika kulit batangnya dilukai, ia akan mengeluarkan getah bening yang lama-kelamaan akan menghitam saat terkena udara. Getah ini bersifat iritan dan dapat menyebabkan gatal-gatal atau ruam pada kulit orang yang sensitif.

2. Tajuk dan Daun

Tajuk atau kanopi pohon bacang sangat lebat, padat, dan berbentuk kubah atau membulat, menjadikannya pohon peneduh yang sangat baik. Daunnya tersusun secara spiral di ujung ranting. Helai daun berbentuk lonjong hingga lanset, dengan ukuran yang cukup besar, panjangnya bisa mencapai 15-40 cm dan lebarnya 6-12 cm. Daunnya tebal dan kaku seperti kulit (koriaseus), dengan permukaan atas yang berwarna hijau tua mengkilap dan permukaan bawah yang lebih pucat. Tulang daun utama menonjol jelas, dengan tulang-tulang daun sekunder yang tersusun rapi. Daun muda yang baru tumbuh seringkali berwarna ungu kemerahan atau coklat muda yang indah, sebelum akhirnya berubah menjadi hijau pekat saat dewasa.

3. Bunga

Bunga pohon bacang muncul dalam malai besar (inflorescence) yang tumbuh tegak di ujung ranting. Panjang malai ini bisa mencapai 15-40 cm. Setiap malai terdiri dari ratusan kuntum bunga kecil-kecil. Bunga-bunga ini memiliki lima kelopak dan lima mahkota bunga. Warna mahkotanya bervariasi, dari kuning pucat, merah muda, hingga kemerahan atau bahkan keunguan. Aroma bunga bacang harum dan manis, sangat kontras dengan aroma buahnya nanti. Bunga ini menarik berbagai serangga penyerbuk, seperti lebah, lalat, dan kumbang kecil, yang berperan penting dalam proses pembuahan.

4. Buah

"Aromanya mendahului wujudnya." Pepatah lokal ini sering kali digunakan untuk menggambarkan buah bacang, di mana baunya yang tajam dapat tercium dari jarak beberapa meter sebelum buahnya terlihat.

Buah bacang adalah bagian yang paling terkenal dari pohon ini. Buah ini tergolong buah batu (drupe) dengan bentuk yang bervariasi, dari hampir bulat, bulat telur, hingga lonjong menyerupai mangga pada umumnya. Ukurannya sedang hingga besar, dengan panjang sekitar 10-15 cm. Kulit buahnya tebal, sedikit kasar, dan liat. Saat masih muda, kulitnya berwarna hijau, dan ketika matang akan berubah menjadi hijau kekuningan atau kuning kecoklatan, seringkali dengan bercak-bercak gelap.

Daging buahnya tebal, berwarna kuning hingga oranye tua, dengan tekstur yang sangat berserat. Serat-serat ini melekat kuat pada bijinya. Rasanya merupakan perpaduan kompleks antara manis dan asam yang menyegarkan. Namun, yang paling dominan adalah aromanya yang sangat kuat, tajam, dan khas, yang sering dideskripsikan seperti bau terpentin atau nangka yang sangat matang. Aroma inilah yang memecah opini: sangat disukai oleh sebagian orang, dan sangat dihindari oleh yang lain.

5. Biji

Di tengah daging buah terdapat biji yang besar, pipih, dan berkulit keras. Biji ini diselubungi oleh lapisan serat yang tebal dan kasar, yang merupakan perpanjangan dari serat daging buah. Ukuran biji ini cukup besar, sebanding dengan ukuran buahnya. Seperti mangga pada umumnya, biji bacang ini tidak dapat dimakan secara langsung.

Ekologi, Habitat, dan Distribusi

Pohon bacang adalah spesies asli dari wilayah Malesia, yang meliputi Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Dari sana, ia menyebar dan dibudidayakan di berbagai negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, Filipina, dan sekitarnya.

Habitat Ideal

Sebagai tanaman tropis, pohon bacang tumbuh subur di dataran rendah dengan iklim basah. Habitat alaminya adalah hutan hujan tropis. Pohon ini menyukai lokasi dengan curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun. Ia dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun pertumbuhan terbaik dicapai pada tanah yang subur, gembur, dan memiliki drainase yang baik. Pohon ini toleran terhadap sedikit naungan saat masih muda, tetapi membutuhkan sinar matahari penuh untuk dapat berbunga dan berbuah secara optimal saat dewasa. Ketinggian ideal untuk pertumbuhannya adalah di bawah 1.000 meter di atas permukaan laut.

Peran dalam Ekosistem

Di habitat aslinya, pohon bacang memainkan peran ekologis yang penting. Tajuknya yang rimbun menyediakan tempat berlindung dan bersarang bagi berbagai jenis burung dan satwa lainnya. Bunganya menjadi sumber nektar bagi serangga penyerbuk. Buahnya yang jatuh ke tanah menjadi sumber makanan bagi berbagai satwa liar, seperti monyet, babi hutan, dan berbagai mamalia kecil lainnya. Hewan-hewan ini tanpa disadari juga berperan sebagai agen penyebar biji. Setelah memakan daging buahnya, mereka akan membawa bijinya ke tempat lain dan membuangnya, membantu proses regenerasi alami pohon bacang di hutan. Sistem perakarannya yang dalam juga membantu menahan erosi tanah dan menjaga ketersediaan air tanah.

Pemanfaatan Pohon Bacang oleh Manusia

Hampir semua bagian dari pohon bacang memiliki nilai guna bagi manusia. Dari buahnya yang unik hingga kayunya yang kuat, pohon ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lokal selama generasi.

1. Pemanfaatan Buah

Buah adalah produk utama dari pohon bacang. Meskipun aromanya kontroversial, rasanya yang lezat membuatnya digemari dalam berbagai bentuk olahan.

2. Pemanfaatan Kayu

Kayu pohon bacang termasuk dalam kategori kayu keras ringan hingga sedang. Meskipun kualitasnya tidak seistimewa kayu jati atau meranti, kayu bacang tetap memiliki nilai ekonomi dan kegunaan. Kayunya berwarna coklat muda dengan serat yang cukup lurus. Ketahanannya terhadap serangan rayap dan jamur tergolong sedang. Oleh karena itu, kayu ini sering dimanfaatkan untuk keperluan berikut:

3. Pemanfaatan Bagian Lain dan Pengobatan Tradisional

Selain buah dan kayu, bagian lain dari pohon bacang juga memiliki kegunaan, terutama dalam pengobatan tradisional.

4. Pohon Peneduh dan Konservasi Lingkungan

Dengan tajuknya yang rimbun dan perawakannya yang besar, pohon bacang sangat ideal sebagai pohon peneduh. Di pedesaan, pohon ini sering ditanam di pekarangan rumah, kebun campuran (agroforestri), atau di sepanjang tepi jalan desa. Keberadaannya memberikan kesejukan, mengurangi polusi udara, dan menciptakan lanskap yang asri. Penanaman pohon bacang juga merupakan salah satu upaya konservasi, menjaga keberadaan spesies lokal yang mulai terancam oleh popularitas varietas buah komersial lainnya.

Aspek Budidaya Pohon Bacang

Meskipun sering tumbuh liar, pohon bacang juga banyak dibudidayakan. Budidayanya relatif mudah karena pohon ini cukup adaptif terhadap kondisi lingkungan tropis.

Perbanyakan Tanaman

Perbanyakan pohon bacang dapat dilakukan melalui dua cara utama: generatif (dengan biji) dan vegetatif (cangkok, okulasi, atau sambung pucuk).

Penanaman dan Perawatan

Bibit pohon bacang ditanam di lubang tanam yang telah diberi pupuk kandang. Jarak tanam yang ideal adalah sekitar 10x10 meter untuk memberikan ruang yang cukup bagi tajuk untuk berkembang. Perawatan pada tahun-tahun awal meliputi penyiraman rutin, penyiangan gulma, dan pemupukan berkala. Pemangkasan juga perlu dilakukan untuk membentuk tajuk yang baik dan membuang cabang-cabang yang tidak produktif atau terserang penyakit. Hama dan penyakit yang menyerang pohon bacang umumnya sama dengan pohon mangga, seperti penggerek batang, lalat buah, dan penyakit antraknosa pada bunga dan buah. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis atau dengan pestisida sesuai anjuran.

Nilai Budaya dan Ekonomi

Di luar nilai ekologis dan fungsionalnya, pohon bacang memiliki tempat tersendiri dalam budaya dan perekonomian masyarakat lokal. Namanya bervariasi di setiap daerah, seperti limus (Sunda), pakel (Jawa), asem hambawang (Banjar), dan berbagai sebutan lain yang menunjukkan keakraban masyarakat dengan pohon ini.

Secara ekonomi, buah bacang menjadi sumber pendapatan musiman bagi banyak petani. Meskipun pasarnya tidak sebesar mangga komersial, bacang memiliki penggemar setianya sendiri. Di pasar-pasar tradisional, buah bacang, sambal bacang, atau rujak bacang selalu laku terjual saat musimnya tiba. Potensinya untuk dikembangkan menjadi produk olahan bernilai tambah, seperti sirup, selai, atau keripik, masih sangat terbuka lebar.

Tantangan dan Masa Depan Pohon Bacang

Meskipun memiliki banyak keunggulan, pohon bacang menghadapi beberapa tantangan. Deforestasi dan konversi lahan menjadi ancaman bagi habitat alaminya. Selain itu, preferensi konsumen modern yang lebih menyukai buah-buahan yang praktis, tidak berbau tajam, dan tidak berserat, membuat popularitas bacang sedikit menurun dibandingkan varietas mangga unggul lainnya. Banyak pohon bacang tua di pekarangan yang ditebang untuk digantikan dengan tanaman yang dianggap lebih bernilai ekonomi.

Namun, masa depan pohon bacang tidaklah suram. Ada peningkatan kesadaran akan pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati lokal dan buah-buahan eksotis. Upaya penelitian dan pemuliaan tanaman dapat diarahkan untuk mengembangkan varietas bacang dengan aroma yang lebih lembut, serat yang lebih halus, atau daya simpan yang lebih lama, tanpa menghilangkan cita rasa aslinya yang unik. Edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan potensi pohon bacang juga krusial untuk menjaga kelestariannya.

Kesimpulan

Pohon bacang (Mangifera foetida) adalah jauh lebih dari sekadar pohon penghasil buah beraroma tajam. Ia adalah pusaka alam tropis yang sarat dengan manfaat. Dari perannya yang vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem, menyediakan kayu untuk kebutuhan manusia, menjadi bahan dalam kuliner dan pengobatan tradisional, hingga menjadi bagian dari identitas budaya lokal. Di balik aromanya yang kontroversial, tersimpan kekayaan rasa, fungsi, dan cerita. Melestarikan pohon bacang berarti menjaga salah satu warisan keanekaragaman hayati yang tak ternilai, memastikan bahwa generasi mendatang masih dapat merasakan sensasi unik dari buahnya dan menikmati naungan sejuk di bawah tajuknya yang rimbun.

🏠 Kembali ke Homepage