Memahami Onan: Antara Kisah Alkitab, Misinterpretasi, dan Realitas Masturbasi Modern
I. Pendahuluan: Sebuah Kata dengan Banyak Makna
Kata "Onan" adalah sebuah nama yang, selama berabad-abad, telah memicu perdebatan sengit, kesalahpahaman luas, dan stigma sosial yang mendalam. Berasal dari kisah Alkitab Perjanjian Lama, nama ini secara keliru kerap disamakan dengan tindakan masturbasi, sehingga menciptakan apa yang sering disebut sebagai "dosa Onan." Artikel ini bertujuan untuk membongkar lapisan-lapisan makna di balik nama tersebut, meninjau kembali narasi aslinya, melacak evolusi misinterpretasinya, dan akhirnya menempatkan diskusi tentang masturbasi dalam konteks ilmiah, psikologis, dan sosial yang lebih akurat dan berimbang di era modern. Dengan pemahaman yang lebih nuansa, kita dapat membebaskan diri dari belenggu mitos dan stigma yang tidak berdasar, serta merangkul pandangan yang lebih sehat dan realistis tentang seksualitas manusia.
Perjalanan kita akan dimulai dengan menelusuri akar kata "Onan" dalam Kitab Kejadian, memahami konteks budaya dan hukum pada masa itu, serta menganalisis alasan di balik hukuman ilahi yang menimpanya. Selanjutnya, kita akan menyelami bagaimana kisah ini kemudian dibelokkan dari makna aslinya, khususnya di kalangan teolog dan moralis agama, yang secara keliru mengasosiasikannya dengan praktik masturbasi. Bagian terpenting dari artikel ini akan didedikasikan untuk membahas masturbasi itu sendiri dari berbagai perspektif: mulai dari sudut pandang ilmiah yang menjelaskan fisiologi dan psikologinya, hingga tinjauan sosiologis dan budaya tentang penerimaannya di berbagai masyarakat dan agama. Kita juga akan mengupas tuntas berbagai mitos yang melingkupi masturbasi dan menyajikannya dalam kerangka fakta yang telah teruji. Tujuan utama adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif, berdasarkan bukti, dan menghilangkan kabut kesalahpahaman yang telah menyelimuti topik ini selama ribuan tahun.
II. Kisah Onan dalam Kitab Kejadian: Konteks dan Makna Asli
Untuk memahami inti dari "dosa Onan" yang sesungguhnya, kita harus kembali ke sumber aslinya: Kitab Kejadian pasal 38 dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama Kristen. Kisah ini berpusat pada Yehuda, salah satu putra Yakub, dan ketiga putranya: Er, Onan, dan Syela. Konteks historis dan budaya pada masa itu adalah kunci untuk menafsirkan peristiwa yang terjadi.
A. Latar Belakang Keluarga Yehuda
Yehuda menikahi seorang perempuan Kanaan dan memiliki tiga putra: Er, Onan, dan Syela. Er, putra sulungnya, menikahi seorang perempuan bernama Tamar. Namun, Kitab Kejadian mencatat bahwa "Er, anak sulung Yehuda, adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuhnya." Alkitab tidak merinci sifat kejahatan Er, tetapi jelas bahwa ia tidak layak di hadapan Tuhan.
B. Hukum Levirat (Yibbum)
Setelah kematian Er, Yehuda berkata kepada Onan, putra keduanya: "Hampirilah isteri abangmu itu, kawinlah sebagai ganti abangmu, dan bangkitkanlah keturunan bagi abangmu." Perintah ini adalah inti dari hukum Levirat, yang dalam bahasa Ibrani disebut yibbum (Deuteronomi 25:5-10). Hukum ini adalah praktik kuno yang sangat penting dalam masyarakat Israel kuno, bertujuan untuk:
Melanjutkan Garis Keturunan: Memastikan nama dan warisan almarhum tidak hilang. Dalam masyarakat patrilineal, memiliki keturunan laki-laki adalah vital untuk kelangsungan keluarga dan kepemilikan tanah.
Melindungi Janda: Seorang janda tanpa anak di masa itu berada dalam posisi yang sangat rentan secara sosial dan ekonomi. Hukum ini memberikannya perlindungan dan jaminan keturunan.
Menjaga Kepemilikan Tanah: Tanah adalah warisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan keturunan sangat penting untuk mempertahankan kepemilikan tersebut dalam keluarga.
Ketika Onan diperintahkan untuk mengawini Tamar, ia diwajibkan untuk meneruskan garis keturunan saudaranya yang telah meninggal. Anak pertama yang lahir dari persatuan ini secara hukum akan dianggap sebagai keturunan Er, abangnya yang telah tiada, dan akan mewarisi bagian Er.
C. Tindakan dan Motivasi Onan
Namun, Onan tidak mematuhi perintah ini dengan tulus. Kitab Kejadian 38:9 mencatat: "Tetapi Onan tahu, bahwa bukan baginya keturunan itu nanti. Sebab itu, setiap kali ia menghampiri isteri abangnya itu, dibuangnyalah air maninya ke tanah, supaya jangan ia memberikan keturunan kepada abangnya."
Frasa "dibuangnyalah air maninya ke tanah" (dalam bahasa Ibrani: "שִׁחֵת אַרְצָה" - shikhet artzah) adalah inti dari kontroversi seputar nama Onan. Penting untuk dicatat bahwa tindakan Onan bukanlah masturbasi dalam arti modern. Ia melakukan hubungan seksual dengan Tamar, tetapi dengan sengaja menarik diri sebelum ejakulasi (coitus interruptus) untuk mencegah kehamilan. Motivasi Onan sangat jelas dan egois: ia tidak ingin keturunan yang dihasilkan dari persatuan tersebut dianggap sebagai anak abangnya, karena hal itu berarti ia tidak akan mendapatkan warisan penuh dari Er atau Tamar. Dengan kata lain, ia ingin menghindari tanggung jawab hukum dan sosialnya, dan ia ingin mendapatkan warisan secara utuh untuk dirinya sendiri, tanpa harus dibagi dengan keturunan yang secara hukum dianggap sebagai milik saudaranya.
D. Hukuman Ilahi
Karena tindakan Onan yang egois dan tidak bertanggung jawab ini, Kitab Kejadian 38:10 menyatakan: "Maka yang dilakukannya itu adalah jahat di mata TUHAN, lalu TUHAN membunuh dia juga, seperti abangnya." Tuhan menghukum Onan mati, sama seperti Er.
Poin krusial di sini adalah bahwa hukuman Tuhan bukanlah karena Onan "memboroskan" air maninya secara fisik, melainkan karena:
Ingkar Tugas (Pelanggaran Hukum Levirat): Ia menolak untuk memenuhi kewajiban sosial dan keagamaan yang jelas untuk memberikan keturunan bagi saudaranya yang telah meninggal.
Keegoisan dan Ketidakadilan: Motivasi utamanya adalah keserakahan dan keinginan untuk menjaga warisan untuk dirinya sendiri, tanpa memedulikan nasib Tamar atau kehormatan nama Er.
Penipuan dan Pengkhianatan: Ia secara sengaja menipu Tamar dan Yehuda, memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan kenikmatan tanpa memenuhi kewajibannya.
Jadi, dosa Onan bukanlah masturbasi, melainkan pelanggaran hukum, ketidakadilan, dan keegoisan yang nyata dalam konteks kewajiban perkawinan levirat. Kisah ini adalah pelajaran tentang tanggung jawab, kehormatan, dan konsekuensi dari tindakan egois dalam masyarakat kuno.
III. Misinterpretasi dan Mitos "Dosa Onan"
Meskipun kisah Onan dalam Alkitab jelas mengacu pada pelanggaran hukum levirat dan keegoisan, selama berabad-abad, cerita ini mengalami distorsi makna yang signifikan. Distorsi ini secara keliru mengaitkan tindakan Onan dengan masturbasi, menciptakan apa yang dikenal sebagai "dosa Onan" dalam konteks masturbasi, sebuah interpretasi yang tidak memiliki dasar tekstual dalam Alkitab itu sendiri.
A. Asal Mula Misinterpretasi
Kesalahpahaman ini mulai muncul dan berkembang pada periode awal kekristenan dan menguat selama Abad Pertengahan. Para teolog dan moralis agama, dalam upaya untuk mengatur dan mengendalikan seksualitas, sering kali menggunakan referensi Alkitab secara alegoris atau lepas dari konteks aslinya. Beberapa tokoh kunci dalam sejarah gereja yang turut membentuk interpretasi ini antara lain:
Agustinus dari Hippo (abad ke-4-5 M): Salah satu Bapa Gereja yang paling berpengaruh, Agustinus sangat menekankan tujuan prokreasi sebagai satu-satunya tujuan yang sah dari hubungan seksual. Setiap tindakan seksual yang tidak bertujuan untuk prokreasi dianggap berdosa. Meskipun ia tidak secara eksplisit mengaitkan Onan dengan masturbasi, penekanannya pada prokreasi membuka jalan bagi penafsiran yang mengutuk "pemborosan benih."
Thomas Aquinas (abad ke-13 M): Filsuf dan teolog skolastik ini juga mengikuti pandangan Agustinus, menggolongkan dosa-dosa seksual berdasarkan "alam." Ia berpendapat bahwa setiap tindakan yang menghalangi tujuan prokreasi adalah dosa yang "melawan kodrat." Dalam kerangka ini, masturbasi atau coitus interruptus (yang dilakukan Onan) dianggap sebagai dosa serius karena membuang benih yang berpotensi menjadi kehidupan.
Dari waktu ke waktu, khususnya dengan semakin formalnya ajaran moral dalam Gereja Katolik, kisah Onan menjadi rujukan utama untuk mengutuk praktik masturbasi. Frasa "membuang air maninya ke tanah" secara harfiah diinterpretasikan sebagai pemborosan sperma di luar tujuan prokreasi yang sah, tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas dari kewajiban levirat Onan.
B. Perbedaan Mendasar Antara Tindakan Onan dan Masturbasi
Penting untuk menegaskan kembali perbedaan fundamental antara tindakan Onan dan masturbasi:
Tindakan Onan: Terjadi dalam konteks hubungan seksual dengan Tamar. Ini adalah coitus interruptus (senggama terputus) yang dilakukan dengan motif egois untuk menghindari tanggung jawab levirat dan warisan. Hukuman Tuhan adalah karena pengingkaran kewajiban sosial-keagamaan, penipuan, dan keserakahan.
Masturbasi: Adalah tindakan stimulasi diri untuk mencapai kepuasan seksual, biasanya dilakukan sendiri. Tujuannya adalah kenikmatan pribadi atau pelepasan ketegangan seksual, bukan untuk menghindari kewajiban sosial atau warisan.
Mengaitkan Onan dengan masturbasi adalah sebuah anachronisme dan kesalahan kontekstual. Kisah Onan adalah tentang kegagalan moral dan sosial dalam sistem hukum kuno, bukan tentang praktik seksual soliter. Namun, karena misinterpretasi ini telah mengakar begitu dalam dalam tradisi agama dan budaya Barat selama berabad-abad, ia memiliki dampak yang sangat besar terhadap pandangan masyarakat tentang seksualitas, rasa bersalah, dan moralitas pribadi.
C. Dampak Historis pada Pandangan Seksualitas dan Moralitas
Mitos "dosa Onan" memiliki konsekuensi yang jauh melampaui interpretasi teologis belaka:
Stigmatisasi Masturbasi: Ini menjadi landasan bagi pandangan bahwa masturbasi adalah dosa berat, praktik kotor, atau kebiasaan buruk yang merusak.
Rasa Bersalah dan Malu: Banyak individu, terutama yang tumbuh dalam lingkungan agama yang konservatif, mengalami rasa bersalah dan malu yang mendalam karena masturbasi, yang sering kali berdampak negatif pada kesehatan mental dan citra diri mereka.
Mitos Kesehatan yang Merugikan: Misinterpretasi ini juga memicu berbagai mitos kesehatan yang tidak berdasar, seperti masturbasi menyebabkan kebutaan, kegilaan, rambut rontok, impotensi, atau kelemahan fisik. Mitos-mitos ini bertahan hingga abad ke-20 dan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu.
Pengawasan Seksualitas: Mitos ini juga digunakan sebagai alat untuk mengontrol dan mengatur ekspresi seksual individu, menekankan prokreasi sebagai satu-satunya tujuan yang sah dari seksualitas.
Pada akhirnya, pembebasan dari mitos "dosa Onan" yang salah adalah langkah pertama untuk mengembangkan pemahaman yang lebih sehat, realistis, dan berempati tentang seksualitas manusia, yang akan kita bahas lebih lanjut di bagian berikutnya.
IV. Masturbasi: Perspektif Ilmiah, Psikologis, dan Sosial
Setelah mengklarifikasi perbedaan antara kisah Onan dan masturbasi, sekarang saatnya untuk membahas masturbasi itu sendiri dari sudut pandang modern yang didukung oleh ilmu pengetahuan. Penting untuk mendekati topik ini tanpa prasangka, berdasarkan fakta dan penelitian.
A. Definisi dan Prevalensi
Masturbasi didefinisikan sebagai stimulasi organ kelamin sendiri untuk mencapai gairah atau orgasme. Ini adalah bentuk ekspresi seksual yang sangat umum, terjadi pada hampir semua populasi manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dari berbagai usia, latar belakang budaya, dan orientasi seksual. Studi menunjukkan bahwa sebagian besar orang akan masturbasi pada suatu titik dalam hidup mereka, seringkali dimulai sejak masa kanak-kanak atau remaja.
Pada Laki-laki: Prevalensi seumur hidup mendekati 90-100%, dengan frekuensi yang bervariasi.
Pada Perempuan: Prevalensi seumur hidup berkisar antara 60-90%, meskipun mungkin lebih rendah dalam beberapa survei karena stigma dan kurangnya pendidikan seksual.
Fakta bahwa ini adalah perilaku yang begitu umum menunjukkan bahwa masturbasi adalah bagian alami dari seksualitas manusia, tidak terbatas pada kelompok tertentu atau dianggap sebagai anomali.
B. Aspek Biologis dan Fisiologis
Secara biologis, masturbasi melibatkan respons fisik yang kompleks yang serupa dengan hubungan seksual dengan pasangan:
Gairah Seksual: Stimulasi fisik menyebabkan aliran darah meningkat ke organ genital, pembengkakan klitoris atau ereksi penis, dan pelumasan vagina.
Pelepasan Neurotransmiter: Otak melepaskan berbagai neurotransmiter seperti dopamin (terkait dengan kenikmatan dan penghargaan), endorfin (peredam nyeri alami dan peningkat suasana hati), dan oksitosin (sering disebut "hormon cinta" yang terkait dengan ikatan dan relaksasi).
Orgasme: Puncak dari gairah seksual yang ditandai dengan kontraksi otot ritmis di daerah panggul, pelepasan ketegangan seksual, dan seringkali ejakulasi pada laki-laki.
Hormon Prolaktin: Setelah orgasme, kadar hormon prolaktin meningkat, yang dapat menyebabkan perasaan rileks dan mengantuk.
Dari sudut pandang fisiologis, masturbasi adalah cara yang aman dan efektif untuk melepaskan ketegangan seksual dan mengalami kenikmatan tanpa melibatkan orang lain.
C. Manfaat Psikologis dan Emosional
Di luar kenikmatan fisik, masturbasi juga menawarkan berbagai manfaat psikologis dan emosional yang signifikan:
Pelepasan Stres dan Relaksasi: Orgasme melepaskan hormon endorfin dan oksitosin, yang memiliki efek menenangkan dan mengurangi stres. Ini bisa menjadi cara yang sehat untuk mengelola kecemasan atau ketegangan.
Penemuan Diri dan Eksplorasi Tubuh: Masturbasi memungkinkan individu untuk memahami anatomi tubuh mereka sendiri, mengetahui apa yang mereka sukai dan tidak sukai secara seksual, serta menemukan cara terbaik untuk mencapai orgasme. Ini adalah bagian penting dari pengembangan identitas seksual.
Peningkatan Kualitas Tidur: Efek relaksasi pasca-orgasme dapat membantu individu tidur lebih nyenyak.
Peningkatan Suasana Hati: Pelepasan dopamin dan endorfin dapat meningkatkan suasana hati dan memberikan perasaan bahagia atau puas.
Mengurangi Rasa Sakit: Untuk beberapa individu, orgasme dapat membantu mengurangi nyeri ringan hingga sedang karena pelepasan endorfin.
Kepercayaan Diri Seksual: Memahami tubuh dan respons seksual diri sendiri dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam konteks seksual, baik sendiri maupun dengan pasangan.
D. Kesehatan Fisik dan Mitos yang Dibantah
Secara fisik, masturbasi yang dilakukan dengan cara yang sehat dan higienis tidak berbahaya sama sekali. Ilmu kedokteran modern telah secara tegas membantah semua mitos yang berkaitan dengan dampak negatif masturbasi:
Bukan Penyebab Kebutaan atau Kegilaan: Ini adalah mitos kuno yang tidak memiliki dasar ilmiah sama sekali.
Bukan Penyebab Impotensi atau Infertilitas: Masturbasi tidak memengaruhi kemampuan ereksi, produksi sperma, atau kesuburan.
Bukan Penyebab Rambut Rontok atau Jerawat: Tidak ada hubungan kausal antara masturbasi dan kondisi dermatologis atau kebotakan.
Tidak Mengurangi Ukuran Organ Genital: Ukuran organ genital ditentukan oleh genetika dan tidak dipengaruhi oleh masturbasi.
Tidak Menyebabkan Kelelahan Berlebihan: Meskipun ada periode refraktori (waktu pemulihan setelah orgasme), masturbasi tidak menyebabkan kelelahan kronis.
Dapat Memiliki Manfaat Fisik: Pada laki-laki, ejakulasi teratur melalui masturbasi atau hubungan seks telah dikaitkan dengan risiko kanker prostat yang lebih rendah. Pada perempuan, orgasme dapat membantu meredakan kram menstruasi.
Satu-satunya risiko fisik yang terkait dengan masturbasi adalah cedera yang mungkin timbul dari penggunaan benda-benda tajam atau penggunaan tekanan berlebihan, atau infeksi jika alat bantu seks tidak dibersihkan dengan benar.
E. Kapan Masturbasi Bisa Menjadi Masalah?
Meskipun masturbasi adalah perilaku yang sehat dan normal, dalam beberapa kasus, ia bisa menjadi indikator atau bahkan masalah itu sendiri. Ini terjadi ketika:
Kompulsif atau Adiktif: Ketika masturbasi menjadi kompulsif, mengganggu kehidupan sehari-hari (pekerjaan, sekolah, hubungan sosial), dan individu merasa tidak bisa berhenti meskipun ingin. Ini bisa menjadi gejala dari kecanduan seks atau gangguan kontrol impuls.
Disertai Rasa Bersalah Berlebihan: Jika masturbasi selalu disertai dengan rasa bersalah, malu, atau kecemasan yang parah yang mengganggu kesejahteraan emosional.
Menjadi Pengganti Hubungan Intim: Jika masturbasi menjadi satu-satunya cara individu mencapai kepuasan seksual, dan ia menghindari keintiman dengan pasangan karena hal itu.
Dilakukan di Tempat yang Tidak Pantas: Seperti di tempat umum, yang dapat menyebabkan masalah hukum atau sosial.
Dalam kasus-kasus ini, mungkin diperlukan bantuan profesional dari terapis atau konselor seks untuk mengatasi masalah yang mendasarinya.
Secara keseluruhan, pandangan modern tentang masturbasi sangat berbeda dari stigma historis yang dilekatkan padanya. Masturbasi diakui sebagai bagian normal dan sehat dari eksplorasi dan ekspresi seksual manusia, dengan potensi manfaat yang signifikan bagi kesehatan fisik dan mental, asalkan dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak mengganggu kehidupan sehari-hari.
V. Pandangan Berbagai Budaya dan Agama tentang Masturbasi
Meskipun sains modern telah mengonfirmasi bahwa masturbasi adalah perilaku yang normal dan tidak berbahaya, pandangan budaya dan agama terhadapnya masih sangat bervariasi. Sejarah panjang misinterpretasi "dosa Onan" telah berkontribusi pada keragaman pandangan ini, yang seringkali bertentangan dengan konsensus ilmiah.
A. Agama Kristen
Dalam Kekristenan, pandangan tentang masturbasi sangat beragam, tergantung pada denominasi dan interpretasi teologis.
1. Gereja Katolik Roma
Gereja Katolik secara tradisional memiliki pandangan yang paling tegas dalam mengutuk masturbasi. Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2352 menyatakan: "Masturbasi adalah tindakan seksual yang disengaja. Tidak peduli alasannya, setiap tindakan yang secara langsung dimaksudkan untuk merangsang seksualitas seseorang untuk mencapai kenikmatan seksual dianggap sebagai dosa berat." Penafsiran ini berakar pada argumen bahwa setiap tindakan seksual harus terbuka terhadap prokreasi dan persatuan dalam pernikahan. Meskipun KGK tidak secara eksplisit menyebut "Onan" dalam bagian tentang masturbasi, sejarah teologi moral Katolik sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang menghubungkan "pemborosan benih" dengan dosa. Namun, Gereja juga mengakui bahwa faktor-faktor psikologis, seperti imaturitas, kebiasaan yang mengakar, atau kecemasan, dapat mengurangi tanggung jawab moral seseorang.
2. Gereja Protestan
Dalam Protestanisme, pandangan lebih bervariasi. Beberapa denominasi evangelis dan fundamentalis cenderung mengutuk masturbasi sebagai dosa karena dianggap sebagai "hawa nafsu," "ketidakmurnian," atau "pemborosan benih," seringkali masih terpengaruh oleh misinterpretasi Onan atau ayat-ayat lain tentang kesucian seksual. Mereka mungkin mengutip ayat-ayat seperti Matius 5:28 (tentang nafsu) atau 1 Korintus 6:18 (tentang menjauhi percabulan) sebagai dasar. Namun, banyak teolog Protestan modern dan denominasi yang lebih liberal memiliki pandangan yang lebih terbuka. Mereka berpendapat bahwa Alkitab tidak secara langsung melarang masturbasi, dan bahwa fokus harus pada apakah tindakan itu keluar dari nafsu yang tidak sehat, melukai diri sendiri atau orang lain, atau menggantikan keintiman dalam pernikahan. Beberapa bahkan melihatnya sebagai tindakan yang netral atau bahkan bermanfaat untuk eksplorasi diri dan pelepasan ketegangan seksual, selama tidak menjadi kompulsif atau mengarah pada fantasi yang merusak.
B. Agama Islam
Dalam Islam, ada perbedaan pandangan di antara berbagai mazhab hukum (madzhab) dan ulama tentang hukum masturbasi (disebut istimna' atau jalaq).
Pandangan Umum: Haram (Dilarang): Mayoritas ulama, terutama dari mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali, menganggap masturbasi sebagai haram (dilarang). Argumen utama mereka berasal dari Al-Qur'an Surat Al-Mu'minun (23:5-7) yang menyatakan bahwa seorang mukmin harus menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri atau budak perempuan, dan siapa pun yang mencari di luar itu adalah pelanggar. Mereka juga mengutip hadis yang menekankan pentingnya menikah bagi yang mampu untuk menjaga kesucian.
Pandangan Makruh (Tidak Disukai) atau Mubah (Diperbolehkan dalam Kondisi Tertentu): Sebagian kecil ulama, terutama dari mazhab Hanafi dan beberapa ulama modern, berpendapat bahwa masturbasi bisa menjadi makruh (tidak disukai) atau bahkan mubah (diperbolehkan) dalam kondisi tertentu. Misalnya, jika seseorang khawatir terjerumus ke dalam zina (hubungan seks di luar nikah) karena dorongan seksual yang kuat dan tidak mampu menikah, maka masturbasi dapat diperbolehkan sebagai "kejahatan yang lebih ringan" untuk menghindari dosa yang lebih besar. Mereka juga dapat berargumen bahwa tidak ada larangan eksplisit yang jelas dalam Al-Qur'an atau Hadis yang melarang masturbasi secara mutlak dalam semua kondisi.
Penting untuk dicatat bahwa dalam Islam, jika masturbasi dilakukan dengan tujuan melecehkan diri sendiri, menyakiti orang lain, atau mempraktikkan fantasi yang haram, maka itu tetap dianggap tidak diperbolehkan.
C. Agama Yahudi
Yudaisme secara tradisional juga memiliki pandangan yang ketat terhadap "pemborosan benih" (hashchatat zera), meskipun interpretasinya berbeda dari Onan. Larangan utama bersumber dari Talmud dan penafsiran ayat-ayat seperti Imamat 15:16 yang membahas ketidakmurnian ritual setelah ejakulasi. Larangan ini terutama berlaku untuk laki-laki dan berkaitan dengan kewajiban prokreasi ("beranakcucu dan bertambah banyak," Kejadian 1:28). Masturbasi laki-laki dianggap sebagai pelanggaran serius karena dianggap "memboroskan" potensi kehidupan.
Namun, dalam Yudaisme modern, khususnya di kalangan gerakan reformasi dan konservatif, ada pergeseran menuju pandangan yang lebih fleksibel. Meskipun idealnya prokreasi tetap penting, banyak yang mengakui bahwa masturbasi bisa menjadi cara yang sehat untuk mengeksplorasi seksualitas atau melepaskan ketegangan seksual, terutama bagi mereka yang belum menikah atau tidak memiliki pasangan. Masturbasi perempuan, secara umum, tidak dianggap sebagai "pemborosan benih" dan seringkali tidak mendapat larangan yang sama ketatnya dalam hukum Yahudi tradisional.
D. Agama Timur (Buddha dan Hindu)
Dalam agama-agama Timur seperti Buddhisme dan Hinduisme, pandangan terhadap masturbasi cenderung lebih filosofis dan berfokus pada pengendalian diri serta tujuan spiritual.
Buddhisme: Buddhisme menekankan pembebasan dari nafsu (kama) sebagai bagian dari jalan menuju pencerahan. Meskipun tidak ada larangan eksplisit terhadap masturbasi, praktik ini mungkin dipandang sebagai bentuk pemuasan nafsu yang menunda kemajuan spiritual. Namun, ini lebih tentang niat dan keterikatan terhadap nafsu daripada tindakan fisik itu sendiri. Bagi seorang biksu atau biksuni, yang mengucapkan sumpah selibat, masturbasi jelas bertentangan dengan sumpah mereka. Bagi umat awam, masturbasi mungkin tidak secara langsung dilarang, tetapi mungkin dianggap sebagai gangguan dari jalan spiritual yang lebih tinggi, yaitu mengembangkan mindfulness dan melepaskan keterikatan.
Hinduisme: Hinduisme memiliki berbagai sekolah pemikiran, tetapi secara umum menekankan brahmacarya (pengendalian diri atau selibat, terutama bagi siswa dan yogi) dan penggunaan energi seksual untuk tujuan spiritual atau prokreasi dalam pernikahan. Pemborosan benih, terutama bagi laki-laki, seringkali dipandang sebagai pelemahan fisik dan spiritual. Namun, masturbasi itu sendiri tidak secara eksplisit dikutuk sebagai dosa besar. Pandangan lebih bervariasi; beberapa teks mungkin menganggapnya sebagai tindakan yang kurang ideal, sementara yang lain mungkin mengakui kebutuhan alami tubuh. Seperti Buddhisme, fokusnya lebih pada apakah tindakan itu dilakukan dengan nafsu yang tidak terkendali atau mengganggu pertumbuhan spiritual seseorang.
E. Budaya Sekuler dan Modern
Di banyak masyarakat sekuler dan modern, terutama di negara-negara Barat, masturbasi semakin diterima sebagai bagian normal dan sehat dari seksualitas manusia. Edukasi seks yang komprehensif, psikologi modern, dan penelitian ilmiah telah membantu menghilangkan stigma dan mitos yang melingkupinya. Dalam konteks ini, masturbasi dipandang sebagai:
Bentuk Eksplorasi Diri: Memungkinkan individu untuk belajar tentang tubuh dan preferensi seksual mereka.
Pelepasan Seksual yang Aman: Terutama bagi mereka yang tidak memiliki pasangan, atau sebagai alternatif yang aman untuk seks berisiko.
Tidak Berbahaya: Tidak ada konsekuensi negatif yang terbukti secara medis atau psikologis jika dilakukan dalam batas-batas yang sehat.
Konsensus dalam psikologi dan kedokteran modern adalah bahwa masturbasi adalah perilaku yang sehat, normal, dan seringkali bermanfaat, kecuali jika menjadi kompulsif atau menyebabkan tekanan emosional yang signifikan.
Dari tinjauan ini, jelas bahwa pandangan tentang masturbasi sangat beragam, mencerminkan kompleksitas sejarah, tradisi, dan interpretasi. Penting untuk menghargai perbedaan pandangan ini sambil tetap berpegang pada bukti ilmiah yang ada untuk membentuk pemahaman pribadi yang informasional dan sehat.
VI. Mitos dan Fakta Seputar Masturbasi
Mitos tentang masturbasi telah beredar selama berabad-abad, sebagian besar berasal dari kurangnya pendidikan seksual, interpretasi agama yang salah, dan keinginan untuk mengontrol perilaku seksual. Penting untuk memisahkan fakta dari fiksi untuk mempromosikan kesehatan seksual yang lebih baik.
A. Mitos yang Populer (dan Mengapa Itu Salah)
Mitos: Masturbasi Menyebabkan Kebutaan/Kegilaan/Penyakit Mental.
Fakta: Ini adalah mitos paling kuno dan paling merugikan, tidak ada dasar ilmiah sama sekali. Tidak ada hubungan antara masturbasi dan gangguan penglihatan atau kesehatan mental. Ini adalah taktik menakut-nakuti yang digunakan di masa lalu untuk mencegah orang masturbasi.
Mitos: Masturbasi Menyebabkan Rambut Rontok/Jerawat/Tangan Berbulu.
Fakta: Sama sekali tidak benar. Kondisi kulit dan rambut dipengaruhi oleh genetika, hormon, diet, dan kebersihan, bukan oleh masturbasi. Mitos tangan berbulu mungkin berasal dari gagasan bahwa masturbasi adalah "kotor" atau "tidak alami."
Mitos: Masturbasi Menyebabkan Impotensi/Infertilitas.
Fakta: Masturbasi tidak memengaruhi kemampuan ereksi, kualitas sperma, atau kesuburan pada laki-laki atau perempuan. Ejakulasi teratur, bahkan, mungkin bermanfaat untuk kesehatan prostat.
Fakta: Meskipun ada sedikit kelelahan sesaat setelah orgasme, masturbasi tidak menyebabkan penurunan energi jangka panjang atau kekuatan fisik. Atlet sering masturbasi dan tetap tampil di level tertinggi.
Mitos: Masturbasi Mengurangi Ukuran Penis/Vagina.
Fakta: Ukuran organ genital ditentukan oleh genetika dan tidak dapat diubah oleh masturbasi.
Mitos: Masturbasi Berarti Anda Tidak Akan Pernah Puas dengan Pasangan.
Fakta: Justru sebaliknya. Masturbasi dapat membantu seseorang memahami tubuh dan preferensi seksualnya sendiri, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepuasan seksual dalam hubungan dengan pasangan karena individu dapat berkomunikasi dengan lebih baik tentang apa yang mereka sukai.
Mitos: Masturbasi Menyebabkan Anda Kecanduan Pornografi.
Fakta: Masturbasi dan pornografi adalah dua hal terpisah. Meskipun banyak orang menggunakan pornografi saat masturbasi, satu tidak secara otomatis mengarah pada kecanduan yang lain. Kecanduan pornografi adalah masalah yang lebih kompleks yang melibatkan pola penggunaan kompulsif, bukan masturbasi itu sendiri.
Mitos: Hanya Orang yang Tidak Punya Pasangan yang Masturbasi.
Fakta: Orang dalam hubungan atau pernikahan juga masturbasi. Ada banyak alasan untuk ini, termasuk pelepasan ketegangan, eksplorasi diri, atau karena pasangan tidak tersedia. Ini tidak secara otomatis menunjukkan masalah dalam hubungan.
Mitos: Masturbasi Tidak Alami.
Fakta: Masturbasi adalah perilaku yang diamati pada banyak spesies hewan, menunjukkan dasar biologis yang alami. Ini adalah cara alami bagi banyak mamalia untuk melepaskan ketegangan seksual.
Mitos: Masturbasi Mengakibatkan Cacat Lahir pada Keturunan.
Fakta: Tidak ada bukti ilmiah sama sekali untuk klaim ini. Genetika dan faktor lingkungan tertentu mempengaruhi risiko cacat lahir, bukan masturbasi orang tua.
B. Fakta yang Dikonfirmasi Secara Ilmiah
Masturbasi Adalah Normal dan Umum: Mayoritas orang dewasa melakukan masturbasi pada suatu waktu dalam hidup mereka.
Masturbasi Adalah Aman: Tidak ada risiko fisik atau kesehatan yang signifikan jika dilakukan dengan cara yang sehat dan higienis.
Masturbasi Dapat Mengurangi Stres dan Kecemasan: Pelepasan endorfin dan hormon lainnya setelah orgasme memiliki efek relaksasi.
Masturbasi Meningkatkan Pengetahuan Tubuh: Membantu individu memahami apa yang mereka anggap menyenangkan secara seksual.
Masturbasi Dapat Meningkatkan Kualitas Tidur: Efek relaksasi dapat membantu orang tidur lebih baik.
Masturbasi Dapat Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orgasme dapat meningkatkan jumlah sel darah putih, meskipun ini bukan alasan utama untuk masturbasi.
Masturbasi Tidak Mengganggu Hubungan yang Sehat: Jika tidak menjadi kompulsif atau digunakan untuk menghindari keintiman, masturbasi dapat hidup berdampingan dengan hubungan yang memuaskan.
Masturbasi Dapat Meredakan Nyeri: Orgasme dapat meredakan nyeri menstruasi atau sakit kepala bagi beberapa orang karena pelepasan endorfin.
Masturbasi Dapat Mencegah Kanker Prostat (Pada Pria): Beberapa studi menunjukkan bahwa ejakulasi yang lebih sering mungkin berkorelasi dengan penurunan risiko kanker prostat.
Dengan menyebarkan fakta-fakta ini dan secara aktif membantah mitos, kita dapat membantu mengurangi rasa malu dan bersalah yang tidak perlu terkait dengan masturbasi, serta mendorong pendekatan yang lebih sehat dan terbuka terhadap seksualitas.
VII. Masturbasi dalam Konteks Hubungan dan Seksualitas
Salah satu kekhawatiran umum seputar masturbasi adalah dampaknya terhadap hubungan interpersonal dan keintiman seksual dengan pasangan. Penting untuk memahami bagaimana masturbasi dapat berinteraksi dengan dinamika hubungan, baik secara positif maupun negatif.
A. Tidak Mengancam Hubungan yang Sehat
Dalam hubungan yang sehat dan saling percaya, masturbasi umumnya tidak mengancam ikatan atau keintiman antara pasangan. Justru sebaliknya, banyak terapis seks dan psikolog berpendapat bahwa masturbasi dapat menjadi bagian normal dan bahkan bermanfaat dari kehidupan seksual seseorang, bahkan ketika mereka memiliki pasangan. Alasan mengapa seseorang dalam hubungan mungkin masturbasi meliputi:
Perbedaan Libido: Pasangan mungkin memiliki tingkat dorongan seksual yang berbeda, dan masturbasi dapat membantu individu dengan libido lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa menekan pasangan.
Mengeksplorasi Fantasi: Masturbasi bisa menjadi tempat yang aman untuk mengeksplorasi fantasi seksual yang mungkin tidak ingin mereka bagikan atau wujudkan dengan pasangan mereka.
Pelepasan Ketegangan: Terkadang, masturbasi hanya merupakan cara cepat dan mudah untuk melepaskan ketegangan seksual saat pasangan tidak tersedia atau tidak dalam suasana hati yang sama.
Penemuan Diri: Melalui masturbasi, seseorang dapat lebih memahami apa yang benar-benar memuaskan mereka secara seksual, yang kemudian dapat mereka komunikasikan kepada pasangannya untuk meningkatkan keintiman bersama.
B. Dapat Meningkatkan Kehidupan Seksual dengan Pasangan
Paradoksnya, masturbasi sebenarnya dapat berkontribusi pada kehidupan seks yang lebih baik dengan pasangan:
Meningkatkan Komunikasi: Ketika seseorang memahami tubuhnya sendiri, ia menjadi lebih mampu untuk mengkomunikasikan preferensinya kepada pasangannya, yang mengarah pada pengalaman seksual yang lebih memuaskan bagi kedua belah pihak.
Mengurangi Tekanan Kinerja: Dengan adanya "saluran" lain untuk pelepasan seksual, tekanan untuk "melakukan" atau "memuaskan" selalu dapat dikurangi, sehingga memungkinkan pengalaman seksual dengan pasangan menjadi lebih spontan dan menyenangkan.
Membantu Pasangan Memahami: Masturbasi juga dapat menjadi alat edukasi. Pasangan dapat berbicara tentang apa yang mereka pelajari dari masturbasi mereka, membantu satu sama lain untuk lebih memahami rangsangan dan preferensi masing-masing.
C. Pentingnya Komunikasi dan Persetujuan
Kunci untuk mengintegrasikan masturbasi secara sehat dalam hubungan adalah komunikasi yang terbuka dan jujur. Pasangan harus merasa nyaman membicarakan seksualitas mereka, termasuk masturbasi. Jika ada kekhawatiran, rasa tidak aman, atau cemburu terkait masturbasi, ini harus dibahas secara terbuka. Kepercayaan dan pengertianlah yang menjaga hubungan tetap kuat, bukan ketiadaan masturbasi.
Namun, masturbasi dapat menjadi masalah dalam hubungan jika:
Menggantikan Keintiman: Jika masturbasi digunakan sebagai pengganti keintiman dengan pasangan secara terus-menerus, ini bisa mengindikasikan masalah dalam hubungan atau kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.
Menyebabkan Kecurigaan atau Kerahasiaan: Jika seseorang merasa perlu menyembunyikan masturbasi mereka dari pasangan karena rasa malu atau takut reaksi negatif, ini bisa mengikis kepercayaan.
Menjadi Kompulsif: Jika masturbasi menjadi kompulsif dan mulai mengganggu kehidupan hubungan atau prioritas lainnya, ini adalah tanda masalah yang lebih dalam.
Dalam kasus-kasus ini, konseling pasangan atau terapi seks dapat sangat membantu untuk mengidentifikasi dan mengatasi akar masalahnya.
VIII. Kesehatan Seksual dan Psikologis
Masturbasi juga memainkan peran penting dalam kesehatan seksual dan psikologis individu secara keseluruhan. Memahami perannya dapat membantu individu mengembangkan pandangan yang lebih positif dan sehat tentang tubuh dan seksualitas mereka.
A. Peran Masturbasi dalam Kesehatan Mental
Seperti yang telah dibahas, masturbasi dapat menjadi alat yang efektif untuk mengelola stres, kecemasan, dan bahkan depresi ringan. Pelepasan endorfin dan dopamin selama orgasme dapat memberikan dorongan suasana hati sementara dan perasaan relaksasi. Bagi banyak orang, ini adalah bentuk self-care yang sehat yang memungkinkan mereka untuk terhubung dengan tubuh mereka dan melepaskan ketegangan.
Selain itu, masturbasi juga dapat membantu individu untuk:
Membangun Citra Tubuh yang Positif: Dengan mengeksplorasi tubuh mereka sendiri dan menemukan apa yang menyenangkan, individu dapat mengembangkan hubungan yang lebih positif dan menerima dengan fisik mereka.
Meningkatkan Harga Diri Seksual: Memahami kemampuan diri untuk merasakan kenikmatan seksual tanpa ketergantungan pada orang lain dapat meningkatkan rasa percaya diri seksual.
Mengatasi Trauma Seksual: Bagi penyintas trauma seksual, masturbasi bisa menjadi cara yang aman dan terkontrol untuk berhubungan kembali dengan tubuh mereka dan mendapatkan kembali rasa kepemilikan atas seksualitas mereka sendiri, meskipun ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mungkin dengan bimbingan terapis.
B. Kapan Mencari Bantuan Profesional
Meskipun masturbasi adalah normal dan sehat, ada saat-saat ketika perilaku ini dapat mengindikasikan masalah yang lebih dalam atau menjadi masalah itu sendiri. Penting untuk mencari bantuan profesional jika Anda mengalami salah satu dari berikut ini:
Rasa Bersalah atau Malu yang Berlebihan: Jika masturbasi secara konsisten menyebabkan rasa bersalah, malu, atau kecemasan yang parah yang mengganggu kehidupan sehari-hari atau kesejahteraan emosional Anda.
Kompulsif atau Adiktif: Jika Anda merasa tidak dapat mengontrol keinginan Anda untuk masturbasi, dan ini mulai mengganggu pekerjaan, sekolah, hubungan, atau tanggung jawab lainnya. Perilaku kompulsif sering kali merupakan mekanisme koping untuk masalah emosional yang mendasarinya.
Mengganggu Fungsi Sosial atau Pekerjaan: Jika Anda menemukan diri Anda masturbasi di tempat yang tidak pantas atau pada waktu yang mengganggu kewajiban penting.
Terkait dengan Fantasi yang Merugikan: Jika masturbasi Anda secara eksklusif melibatkan fantasi yang agresif, eksploitatif, atau berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.
Menyebabkan Konflik dalam Hubungan: Jika masturbasi Anda menjadi sumber konflik serius atau ketidakpercayaan dengan pasangan Anda yang tidak dapat diselesaikan melalui komunikasi terbuka.
Menggantikan semua Bentuk Keintiman: Jika masturbasi menjadi satu-satunya sumber kepuasan seksual Anda dan Anda menghindari keintiman fisik atau emosional dengan orang lain.
Seorang terapis seks, psikolog, atau konselor dapat memberikan dukungan dan panduan untuk mengatasi masalah-masalah ini, membantu individu mengembangkan hubungan yang lebih sehat dengan seksualitas mereka.
IX. Kesimpulan: Menuju Pemahaman yang Sehat dan Berimbang
Perjalanan kita dalam memahami "Onan" dan masturbasi telah membawa kita melalui narasi kuno Alkitab, kesalahpahaman historis, hingga konsensus ilmiah dan psikologis modern. Jelas bahwa kisah Onan dalam Kitab Kejadian adalah tentang pelanggaran kewajiban levirat, keegoisan, dan ketidakadilan, bukan tentang masturbasi.
Misinterpretasi selama berabad-abad yang secara keliru mengaitkan tindakan Onan dengan masturbasi telah menyebabkan stigma, rasa malu, dan berbagai mitos yang merugikan. Namun, ilmu pengetahuan modern telah secara tegas membantah mitos-mitos ini, mengonfirmasi bahwa masturbasi adalah perilaku yang normal, sehat, dan seringkali bermanfaat bagi kesehatan fisik dan psikologis individu.
Meskipun pandangan agama dan budaya tentang masturbasi masih sangat bervariasi, semakin banyak masyarakat sekuler dan bahkan beberapa komunitas agama mulai mengadopsi pandangan yang lebih berimbang, mengakui bahwa masturbasi, jika dilakukan secara bertanggung jawab dan tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain, adalah bagian sah dari ekspresi seksual manusia. Ini adalah alat penting untuk penemuan diri, pelepasan stres, dan bahkan dapat berkontribusi pada hubungan yang lebih memuaskan melalui peningkatan komunikasi dan pemahaman diri.
Penting bagi setiap individu untuk mengembangkan pemahaman yang nuansa dan berbasis bukti tentang seksualitas mereka sendiri. Edukasi seks yang akurat dan komprehensif adalah kunci untuk membongkar mitos, mengurangi rasa bersalah yang tidak perlu, dan mendorong pendekatan yang lebih sehat dan positif terhadap seksualitas manusia. Dengan demikian, kita dapat bergerak maju dari bayang-bayang kesalahpahaman sejarah dan merangkul pemahaman yang lebih empatik dan informasional tentang aspek fundamental keberadaan manusia ini.