1. Definisi dan Lingkup Penyelewengan
Kata menyelewengkan merujuk pada tindakan penyimpangan, penggelapan, atau penyalahgunaan kewenangan dan kepercayaan yang telah diberikan. Ini bukan sekadar kesalahan administratif; ini adalah pelanggaran etika fundamental yang melibatkan pengubahan arah atau tujuan dari sesuatu yang seharusnya lurus dan benar menjadi hal yang bengkok demi kepentingan pribadi atau kelompok. Penyelewengan memiliki spektrum yang luas, melampaui batas-batas penggelapan dana murni, meliputi penyalahgunaan kekuasaan, penyimpangan informasi, hingga manipulasi kebijakan.
Dalam konteks modern, fenomena menyelewengkan seringkali dikaitkan erat dengan korupsi, namun penyelewengan memiliki dimensi yang lebih dalam. Korupsi adalah bentuk penyelewengan yang spesifik, biasanya melibatkan suap atau gratifikasi. Sementara penyelewengan dapat mencakup penyalahgunaan posisi untuk mendapatkan keuntungan non-finansial, seperti peningkatan pengaruh politik atau dominasi struktural. Ketika seseorang diberi mandat untuk mengelola sumber daya, baik itu uang publik, data sensitif, atau kekuasaan eksekutif, kegagalan dalam menjalankan mandat tersebut secara jujur dan adil dapat disebut sebagai tindakan menyelewengkan.
1.1. Penyelewengan dalam Terminologi Hukum dan Etika
Secara hukum, tindakan menyelewengkan sering dikategorikan sebagai kejahatan jabatan, penggelapan dalam jabatan (embezzlement), atau penyalahgunaan wewenang. Undang-undang anti-korupsi di banyak negara secara eksplisit mencakup tindakan ini. Dari sudut pandang etika, penyelewengan adalah pengkhianatan terhadap prinsip integritas dan akuntabilitas. Masyarakat mempercayakan sumber daya kepada entitas atau individu dengan harapan bahwa sumber daya tersebut akan digunakan untuk kepentingan bersama. Ketika harapan ini diselewengkan, pondasi kepercayaan sosial pun terkikis.
Penting untuk dipahami bahwa tindakan menyelewengkan tidak selalu dilakukan oleh satu individu. Seringkali, penyelewengan merupakan hasil dari konspirasi sistemik di mana prosedur formal diselewengkan, dan lapisan-lapisan pengawasan dilemahkan. Ini menciptakan lingkungan di mana penyimpangan bukan hanya mungkin terjadi, tetapi bahkan didorong atau dianggap sebagai praktik yang lumrah.
2. Anatomi dan Tipologi Penyelewengan
Untuk memahami bagaimana tindakan menyelewengkan dapat dicegah, kita harus terlebih dahulu mengidentifikasi bentuk-bentuk spesifiknya. Penyelewengan terjadi dalam berbagai skala dan sektor, mulai dari skala mikro di lingkungan kerja hingga skala makro di tingkat kenegaraan.
2.1. Penyelewengan Keuangan dan Sumber Daya
Ini adalah bentuk penyelewengan yang paling dikenal, di mana dana atau aset diselewengkan dari tujuan resminya. Dalam konteks pemerintah, ini mencakup penggelapan anggaran publik, penipuan pengadaan barang dan jasa, dan pencucian uang yang berasal dari keuntungan haram. Dalam sektor korporasi, ini dapat berupa manipulasi laporan keuangan, penyalahgunaan aset perusahaan (misappropriation of assets), atau pengalihan dana investasi ke rekening fiktif.
- Embezzlement (Penggelapan): Tindakan di mana individu yang dipercayakan dengan kepemilikan atau pengawasan dana secara sah, kemudian menyelewengkan dana tersebut untuk penggunaan pribadinya. Penggelapan seringkali sulit dideteksi karena pelaku memiliki akses legal ke sistem keuangan, memungkinkan mereka untuk menyamarkan jejak penyelewengan sebagai transaksi rutin.
- Fraudulent Misrepresentation: Termasuk penyelewengan informasi keuangan untuk menyesatkan pihak eksternal, seperti investor atau regulator. Ketika data keuntungan atau kerugian diselewengkan untuk menaikkan harga saham atau menghindari pajak, dampaknya dapat meruntuhkan pasar secara keseluruhan.
- Korupsi Pengadaan: Salah satu area paling rentan. Pejabat menyelewengkan proses tender, memberikan kontrak kepada penawar dengan imbalan suap, meskipun penawar tersebut menawarkan kualitas yang lebih rendah atau harga yang lebih tinggi. Ini bukan hanya merugikan keuangan, tetapi juga menyelewengkan kualitas layanan publik.
2.2. Penyelewengan Kekuasaan dan Wewenang
Bentuk penyelewengan ini terjadi ketika kekuasaan atau posisi yang diberikan diselewengkan dari tujuan utamanya untuk melayani publik atau perusahaan. Kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk membuat keputusan adil justru digunakan untuk kepentingan patronase, nepotisme, atau penindasan lawan politik atau bisnis.
Contoh klasik adalah menyelewengkan proses perizinan. Seorang pejabat memiliki wewenang untuk mengeluarkan izin usaha, tetapi wewenang ini diselewengkan dengan cara mempersulit prosedur bagi pihak yang tidak mau menyuap, atau mempercepatnya bagi pihak yang memiliki koneksi pribadi. Ini menciptakan distorsi besar dalam iklim investasi dan merusak persaingan yang sehat.
2.3. Penyelewengan Informasi dan Data
Di era digital, penyelewengan informasi menjadi ancaman signifikan. Ini terjadi ketika data sensitif atau rahasia yang dipercayakan kepada suatu entitas diselewengkan, diubah, atau digunakan untuk keuntungan yang tidak sah. Contohnya termasuk penjualan data pelanggan, manipulasi algoritma untuk mempromosikan produk tertentu secara tidak adil, atau kebocoran informasi intelijen negara untuk memeras pihak tertentu.
3. Akar Masalah: Mengapa Individu dan Sistem Menyelewengkan?
Penyelewengan bukan fenomena yang terjadi dalam ruang hampa. Ada perpaduan antara faktor internal (motivasi individu) dan faktor eksternal (kelemahan sistem) yang memungkinkan tindakan penyimpangan ini tumbuh subur. Memahami akar penyebabnya sangat krusial untuk merancang strategi pencegahan yang efektif.
3.1. Teori Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle)
Dalam akuntansi forensik, dikenal konsep Segitiga Kecurangan yang menjelaskan tiga elemen yang harus ada agar tindakan menyelewengkan finansial dapat terjadi:
- Tekanan (Pressure): Adanya kebutuhan atau tekanan finansial yang dirasakan oleh pelaku. Tekanan ini bisa berasal dari utang pribadi yang tinggi, gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan pendapatan, atau target kinerja yang tidak realistis yang dipaksakan oleh atasan. Tekanan inilah yang mendorong individu untuk mencari solusi cepat, seringkali dengan menyelewengkan dana yang mereka kelola.
- Peluang (Opportunity): Peluang muncul karena adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal. Ketika pengawasan lemah, audit jarang dilakukan, atau ada konflik kepentingan yang tidak terkelola, maka terbuka lebar kesempatan bagi seseorang untuk menyelewengkan aset tanpa takut terdeteksi. Peluang sistemik adalah penopang utama penyelewengan berskala besar.
- Rasionalisasi (Rationalization): Pelaku harus membenarkan tindakan mereka kepada diri sendiri. Rasionalisasi dapat berupa keyakinan bahwa mereka "hanya meminjam" dana tersebut, bahwa mereka "berhak" atas kompensasi yang lebih tinggi, atau bahwa tindakan menyelewengkan adalah hal yang umum dilakukan dalam organisasi tersebut. Tanpa rasionalisasi, rasa bersalah biasanya mencegah tindakan penyimpangan.
3.2. Faktor Lingkungan dan Budaya Organisasi
Sistem sosial dan budaya organisasi memainkan peran penting dalam normalisasi penyelewengan. Dalam budaya organisasi yang toksik, di mana etika diabaikan demi mencapai target, karyawan senior seringkali menyelewengkan prosedur dan menetapkan preseden buruk. Lingkungan ini menghasilkan:
- Impunitas: Jika pelaku penyelewengan tidak pernah dihukum atau bahkan dipromosikan, ini mengirimkan pesan bahwa integritas tidak dihargai. Impunitas adalah pupuk yang menyuburkan penyelewengan di masa depan.
- Kurangnya Transparansi: Ketidakjelasan dalam pengambilan keputusan dan alokasi anggaran memudahkan pejabat atau manajer untuk menyelewengkan sumber daya tanpa diketahui oleh publik atau pemegang saham.
- Keterikatan Patronase: Dalam sistem yang didominasi oleh jaringan patronase, loyalitas kepada atasan atau kelompok seringkali lebih penting daripada loyalitas pada aturan. Hal ini memungkinkan pejabat tinggi untuk menyelewengkan hukum demi melindungi kroni-kroninya.
4. Dampak Komprehensif Akibat Tindakan Menyelewengkan
Dampak dari tindakan menyelewengkan bersifat multi-dimensi dan merusak. Kerugian tidak hanya dihitung dalam angka moneter, tetapi juga dalam kerusakan institusional dan sosial yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk diperbaiki.
4.1. Kerusakan Ekonomi dan Fiskal
Ketika sumber daya publik atau korporasi diselewengkan, dampaknya langsung terasa pada perekonomian:
- Distorsi Anggaran: Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan diselewengkan ke kantong pribadi. Ini menyebabkan proyek vital terbengkalai atau kualitasnya menurun drastis karena kontraktor dipaksa menggunakan bahan yang lebih murah setelah sebagian besar anggaran sudah dikorupsi.
- Peningkatan Biaya Transaksi: Di lingkungan di mana penyelewengan merajalela, perusahaan harus mengalokasikan dana lebih besar untuk "pelicin" atau biaya kepatuhan. Ini meningkatkan biaya operasional, yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen, menyebabkan inflasi yang tidak perlu dan inefisiensi pasar.
- Penurunan Investasi: Investor domestik dan asing sangat menghindari negara atau sektor yang memiliki risiko tinggi tindakan menyelewengkan. Ketidakpastian hukum dan etika membuat modal enggan masuk, menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
- Merusak Mekanisme Pasar Bebas: Ketika izin dan kontrak diselewengkan melalui suap atau koneksi, bukan berdasarkan merit atau kemampuan, persaingan yang sehat akan mati. Perusahaan yang jujur terpaksa tutup karena tidak mampu bersaing dengan entitas yang mendapatkan keistimewaan melalui penyelewengan.
4.2. Erosi Kepercayaan Sosial dan Politik
Mungkin dampak yang paling sulit dipulihkan adalah kerugian non-finansial. Penyelewengan masif menyelewengkan pandangan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya melindungi mereka.
Ketika masyarakat menyaksikan pejabat atau pemimpin korporasi menyelewengkan uang atau kekuasaan, keyakinan bahwa sistem dapat berjalan secara adil akan hancur. Erosi kepercayaan ini berakibat pada:
- Legitimasi Politik Menurun: Masyarakat menjadi sinis terhadap proses demokrasi dan pemilihan umum, merasa bahwa suara mereka tidak berarti karena pada akhirnya keputusan akan diselewengkan oleh elit berkuasa.
- Ketidakpatuhan Hukum: Jika warga melihat penegak hukum pun menyelewengkan keadilan, motivasi untuk mematuhi hukum, membayar pajak, atau berpartisipasi dalam program publik akan menurun drastis.
- Kesenjangan Sosial yang Melebar: Penyelewengan paling sering menguntungkan segelintir orang kaya dan berkuasa, sementara kerugiannya ditanggung oleh masyarakat miskin. Ini memperparah kesenjangan pendapatan dan memicu ketidakstabilan sosial.
4.3. Penyelewengan di Sektor Non-Profit dan Kemanusiaan
Bukan hanya sektor publik dan korporasi yang rentan. Organisasi non-profit (LSM) dan badan amal yang mengelola donasi publik juga dapat menyelewengkan dana. Ketika dana bantuan bencana atau kesehatan diselewengkan, dampaknya adalah penderitaan langsung bagi kelompok yang paling membutuhkan. Penyelewengan di sektor ini menghancurkan niat baik donatur dan menciptakan skeptisisme massal terhadap seluruh gerakan filantropi, menghambat upaya kemanusiaan global.
5. Studi Kasus dan Manifestasi Praktis Penyelewengan
Pemahaman mendalam tentang bagaimana tindakan menyelewengkan terjadi memerlukan tinjauan pada contoh nyata di berbagai konteks operasional dan geografis.
5.1. Penyelewengan dalam Tata Kelola Negara (Governance)
Pada tingkat negara, penyelewengan seringkali terselubung dalam bentuk kebijakan yang secara struktural menyelewengkan sumber daya negara. Salah satu manifestasi paling berbahaya adalah state capture—situasi di mana kepentingan pribadi atau kelompok kuat mempengaruhi formulasi kebijakan dan perundang-undangan demi keuntungan mereka, menyelewengkan tujuan hukum dari melayani publik menjadi melayani elit.
Contoh lain adalah penyelewengan dana jaminan sosial. Dana pensiun, yang merupakan hasil kontribusi wajib dari jutaan pekerja, dapat diselewengkan melalui investasi berisiko tinggi yang tidak tepat, atau melalui pembelian aset dengan harga yang dimark-up oleh pejabat yang bersekongkol dengan broker. Tindakan ini merampas keamanan finansial masa depan para pekerja.
5.2. Penyelewengan di Lingkungan Korporasi (Corporate Misconduct)
Dalam dunia korporasi, fokus penyelewengan adalah memaksimalkan keuntungan secara tidak etis. Contoh terkenal adalah skandal manipulasi emisi, di mana perusahaan otomotif secara sengaja menyelewengkan data uji coba lingkungan untuk memenuhi standar regulasi. Mereka menyelewengkan kepercayaan konsumen dan regulator, serta mencemari lingkungan.
5.2.1. Penyelewengan Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan yang diselewengkan (earnings management) adalah tindakan sistematis yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka kinerja. Tujuannya bisa jadi untuk memenuhi ekspektasi analis, memicu bonus manajemen, atau menyembunyikan kerugian. Teknik-teknik yang digunakan sangat canggih, seperti pengakuan pendapatan terlalu dini, penundaan pencatatan biaya, atau menciptakan entitas di luar neraca untuk menyembunyikan utang. Semua ini dilakukan untuk menyelewengkan gambaran kesehatan finansial perusahaan.
5.2.2. Insider Trading
Ketika pejabat atau eksekutif perusahaan memiliki informasi non-publik yang dapat mempengaruhi harga saham, dan mereka menyelewengkan informasi tersebut untuk melakukan transaksi pribadi, itu disebut *insider trading*. Ini adalah penyelewengan informasi yang merusak integritas pasar modal, di mana pelaku mengambil keuntungan dengan merugikan investor publik yang tidak memiliki akses ke data tersebut.
5.3. Penyelewengan Dalam Alokasi Sumber Daya Alam
Di negara-negara yang kaya akan sumber daya alam, penyelewengan seringkali berbentuk izin pertambangan atau konsesi hutan yang diselewengkan. Pejabat publik, melalui praktik korupsi, menyelewengkan proses lelang, memberikan hak eksploitasi kepada perusahaan yang membayar suap, seringkali mengabaikan studi dampak lingkungan atau hak-hak masyarakat adat. Akibatnya, kekayaan alam negara diselewengkan untuk kepentingan segelintir orang, meninggalkan kerusakan ekologis dan konflik sosial.
6. Strategi Pencegahan dan Penindakan terhadap Penyelewengan
Mengatasi fenomena menyelewengkan membutuhkan pendekatan yang holistik, mencakup penguatan hukum, peningkatan transparansi, dan revolusi budaya etika. Intervensi harus diarahkan pada meminimalkan peluang dan meningkatkan risiko bagi pelaku penyelewengan.
6.1. Penguatan Regulasi dan Sistem Pengendalian Internal
Dasar pencegahan penyelewengan adalah membuat prosedur yang sulit untuk diselewengkan. Ini membutuhkan sistem kontrol internal yang kuat dan mandiri. Dalam sektor publik, ini berarti reformasi birokrasi total, sedangkan di sektor korporasi, ini berarti kepatuhan terhadap standar tata kelola perusahaan yang ketat.
Langkah-langkah kunci yang harus diterapkan:
- Pemisahan Tugas (Segregation of Duties): Tidak ada satu individu pun yang boleh mengendalikan semua aspek transaksi—otorisasi, pelaksanaan, dan pencatatan. Memisahkan fungsi-fungsi ini secara dramatis mengurangi peluang bagi individu untuk menyelewengkan dana sendirian.
- Audit Independen dan Rutin: Audit harus dilakukan oleh pihak ketiga yang benar-benar independen dan dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya (surprise audit), terutama di area yang paling rentan terhadap penyelewengan, seperti pengadaan dan pengelolaan kas.
- Pengungkapan Aset dan Kekayaan: Mewajibkan pejabat publik dan eksekutif perusahaan untuk secara rutin dan transparan melaporkan aset dan sumber kekayaan mereka. Perubahan kekayaan yang signifikan dan tidak dapat dijelaskan menjadi indikator kuat bahwa telah terjadi tindakan menyelewengkan.
6.2. Peningkatan Transparansi Publik dan Akuntabilitas
Cahaya matahari adalah disinfektan terbaik. Transparansi publik mengenai alokasi anggaran, proses pengambilan keputusan, dan kinerja kontrak adalah cara paling efektif untuk mencegah penyelewengan. Dengan membuka akses data, masyarakat dan media dapat bertindak sebagai pengawas eksternal.
Penerapan teknologi modern memungkinkan transparansi yang lebih besar. Contohnya adalah sistem pengadaan elektronik (e-procurement) yang secara otomatis mencatat dan mempublikasikan setiap tahap tender, sehingga sulit bagi pejabat untuk menyelewengkan proses demi kepentingan tertentu. Data anggaran harus tersedia dalam format yang mudah diakses dan dipahami (open data policy).
6.3. Perlindungan Whistleblower dan Penegakan Hukum
Keberanian individu untuk mengungkap penyelewengan (whistleblowing) adalah lini pertahanan terakhir. Namun, whistleblower sering menghadapi risiko pembalasan, pemecatan, atau tuntutan hukum. Oleh karena itu, kerangka hukum harus menyediakan perlindungan yang kuat dan insentif bagi mereka yang melaporkan tindakan menyelewengkan. Institusi penegak hukum juga harus diperkuat agar mereka memiliki independensi, sumber daya, dan kemauan politik untuk menindak pelaku penyelewengan, terlepas dari status sosial atau kekuasaan mereka.
Penindakan harus bersifat tegas dan konsisten. Hukuman yang berat dan penarikan aset yang diselewengkan (asset recovery) mengirimkan pesan pencegahan yang kuat. Jika pelaku penyelewengan merasa bahwa keuntungan dari tindakan ilegal mereka akan selalu disita, motivasi untuk melakukan kejahatan akan menurun secara substansial.
6.4. Pendidikan Etika dan Reformasi Budaya
Pencegahan jangka panjang membutuhkan perubahan budaya. Pendidikan anti-korupsi dan etika profesional harus diintegrasikan sejak dini, baik di sekolah maupun dalam pelatihan karyawan. Budaya integritas harus ditanamkan dari atas (tone at the top), di mana pemimpin organisasi dan negara harus menjadi teladan dalam menjaga kepercayaan dan tidak menyelewengkan wewenang yang mereka miliki.
Organisasi harus membangun mekanisme internal yang memungkinkan pelaporan etika tanpa rasa takut (speak-up culture). Ini menjamin bahwa isu penyelewengan dapat diatasi secara internal sebelum berkembang menjadi skandal publik. Pelatihan reguler mengenai konflik kepentingan dan kode etik harus menjadi kewajiban, memastikan bahwa setiap individu memahami batasan-batasan etika agar tidak terjerumus pada praktik menyelewengkan.
7. Kompleksitas dan Tantangan Masa Depan dalam Melawan Penyelewengan
Perjuangan melawan mereka yang berusaha menyelewengkan sistem adalah proses yang berkelanjutan, terutama mengingat tantangan baru yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi dan globalisasi.
7.1. Penyelewengan Lintas Batas Negara
Globalisasi telah memungkinkan penyelewengan dan pencucian uang terjadi melintasi batas-batas negara dengan kecepatan tinggi. Sindikat kejahatan dan koruptor memanfaatkan surga pajak (tax havens) dan struktur perusahaan cangkang (shell companies) yang kompleks untuk menyembunyikan aset yang diselewengkan. Tantangan utama di sini adalah perlunya kerjasama internasional yang lebih kuat dalam berbagi informasi, ekstradisi, dan pemulihan aset. Hukum domestik saja tidak cukup untuk menghadapi penyelewengan yang bersifat transnasional.
7.2. Ancaman Penyelewengan Digital dan AI
Kemunculan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi *blockchain* menawarkan potensi baru untuk meningkatkan transparansi, tetapi juga membuka celah baru untuk menyelewengkan data. Manipulasi data besar (big data) atau penyalahgunaan algoritma untuk memprediksi atau mempengaruhi keputusan politik dan ekonomi dapat dianggap sebagai bentuk penyelewengan informasi yang sangat canggih dan sulit dilacak.
Sebagai contoh, jika sebuah sistem AI yang bertugas mengalokasikan sumber daya publik diselewengkan dengan bias tersembunyi, hasilnya adalah penyelewengan berskala massal yang dilakukan oleh mesin, namun didorong oleh kepentingan jahat dari programmer atau administrator. Ini menuntut regulasi etika yang mendalam terhadap penggunaan teknologi dalam tata kelola.
7.3. Peran Media dan Literasi Publik
Media independen memainkan peran vital dalam mengungkap penyelewengan. Jurnalis investigatif sering menjadi garda terdepan dalam mengekspos praktik menyelewengkan yang disembunyikan oleh elit. Namun, di era disinformasi, publik perlu memiliki literasi yang memadai untuk membedakan antara laporan yang jujur dan kampanye hitam yang bertujuan menyelewengkan opini publik. Penguatan media yang bertanggung jawab dan beretika adalah investasi dalam pencegahan penyelewengan.
Upaya kolektif untuk memahami dan melawan penyelewengan harus berakar pada kesadaran bahwa setiap tindakan penyelewengan, sekecil apa pun, berkontribusi pada keruntuhan moral dan struktural. Hanya dengan komitmen bersama terhadap integritas, akuntabilitas, dan transparansi yang tak tergoyahkan, masyarakat dapat membalikkan tren penyimpangan ini dan memastikan bahwa sumber daya serta kekuasaan digunakan sebagaimana mestinya, bukan diselewengkan untuk kepentingan segelintir orang.
Tindakan menyelewengkan selalu berawal dari keputusan individu untuk mengkhianati kepercayaan. Pertahanan terbaik adalah membangun sistem yang membuat keputusan tersebut menjadi tidak menguntungkan, terlalu berisiko, dan secara moral tidak dapat diterima. Dengan fokus pada pembangunan institusi yang kuat, pengawasan yang tak kenal lelah, dan penindakan yang tegas, harapan untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari penyelewengan dapat terwujud.
Pentingnya menjaga integritas sistem keuangan, politik, dan sosial tidak dapat diremehkan. Setiap celah yang terbuka, setiap pengawasan yang lalai, atau setiap aturan yang diselewengkan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang oportunis. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus terus diperbarui dan diperkuat, menyesuaikan diri dengan modus operandi penyelewengan yang terus berevolusi dan menjadi semakin kompleks. Ketahanan sebuah negara dan korporasi seringkali diukur bukan dari kekayaan yang dimilikinya, tetapi dari seberapa efektif mereka menjaga sumber daya tersebut agar tidak diselewengkan.
Ketika penyelewengan berhasil diberantas, dana yang tadinya hilang dapat kembali dialokasikan untuk pembangunan berkelanjutan, pelayanan publik yang berkualitas, dan peningkatan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Ini adalah tujuan akhir dari setiap upaya reformasi dan penindakan. Keberhasilan dalam meminimalkan penyelewengan adalah indikator utama tata kelola yang baik dan masa depan yang lebih adil bagi semua. Kegigihan dalam melawan penyelewengan adalah cerminan dari komitmen sebuah peradaban terhadap kebenaran dan keadilan struktural.