Zakat fitrah merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan istimewa. Ia menjadi penyempurna ibadah puasa di bulan Ramadan, pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia, dan sebagai bentuk kepedulian sosial untuk membahagiakan kaum fakir miskin di hari raya Idul Fitri. Sebagaimana ibadah lainnya, keabsahan zakat fitrah sangat bergantung pada niat yang terpatri di dalam hati.
Niat adalah ruh dari setiap amalan. Ia membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, serta membedakan antara kebiasaan dengan ibadah. Dalam menunaikan zakat fitrah, melafazkan niat sangat dianjurkan oleh mayoritas ulama, khususnya dalam mazhab Syafi'i, untuk membantu memantapkan hati. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai lafaz niat zakat fitrah dalam tulisan Arab, transliterasi Latin, beserta terjemahannya untuk berbagai kondisi.
Ilustrasi zakat fitrah sebagai simbol penyucian dan kepedulian sosial.
Secara bahasa, niat (النية) berarti maksud atau kehendak hati. Secara istilah syariat, niat adalah kehendak yang terlintas di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' menjelaskan bahwa "Niat letaknya di dalam hati dan tidak disyaratkan untuk melafazkannya, namun disunnahkan untuk mengucapkannya agar lisan dapat membantu hati."
Dalam konteks zakat fitrah, niat berfungsi untuk:
Oleh karena itu, meskipun yang paling utama adalah niat di dalam hati, melafalkan niat menjadi sebuah praktik yang baik untuk memastikan kesadaran penuh saat beribadah. Lafaz niat yang akan disajikan di bawah ini merupakan panduan yang dapat diucapkan saat menyerahkan zakat, baik secara langsung kepada mustahik (penerima zakat) maupun melalui amil (petugas zakat).
Ini adalah lafaz niat yang paling umum dan mendasar, diucapkan oleh seseorang yang menunaikan zakat fitrah untuk dirinya sendiri.
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِي فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhan lillaahi ta‘aalaa.
Artinya: "Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta'ala."
Lafaz ini diucapkan oleh kepala keluarga atau individu yang sudah baligh, berakal, dan mampu secara finansial. Niat ini menjadi dasar sebelum menunaikan zakat untuk tanggungan lainnya.
Seorang suami memiliki kewajiban untuk menafkahi istrinya, termasuk membayarkan zakat fitrahnya. Berikut adalah lafaz niat yang diucapkan suami ketika membayarkan zakat untuk sang istri.
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِي فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an zaujatii fardhan lillaahi ta‘aalaa.
Artinya: "Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta'ala."
Penting untuk diperhatikan bahwa kewajiban ini berlaku selama ikatan pernikahan masih sah. Jika seorang suami telah membayarkan zakat untuk istrinya, maka gugurlah kewajiban tersebut dari sang istri.
Orang tua, khususnya ayah, berkewajiban membayarkan zakat fitrah untuk anak-anaknya yang belum baligh dan masih menjadi tanggungannya. Berikut lafaz niat untuk anak laki-laki.
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ ... فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii [sebutkan nama anak] fardhan lillaahi ta‘aalaa.
Artinya: "Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku [sebutkan nama anak], fardu karena Allah Ta'ala."
Titik-titik (...) pada lafaz di atas diisi dengan nama anak laki-laki yang dizakati. Jika memiliki lebih dari satu anak laki-laki, niat ini bisa diulangi untuk setiap anak, atau menggunakan niat gabungan untuk seluruh keluarga.
Sama halnya dengan anak laki-laki, ayah juga wajib membayarkan zakat fitrah untuk anak perempuannya yang masih dalam tanggungan.
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِنْتِيْ ... فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii [sebutkan nama anak] fardhan lillaahi ta‘aalaa.
Artinya: "Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku [sebutkan nama anak], fardu karena Allah Ta'ala."
Kewajiban ini terus berlanjut hingga anak perempuan tersebut menikah dan tanggung jawab nafkahnya berpindah kepada suaminya.
Untuk mempermudah, seorang kepala keluarga dapat menggabungkan niat zakat fitrah untuk dirinya dan seluruh anggota keluarga yang menjadi tanggungannya dalam satu lafaz. Ini adalah cara yang praktis dan sah.
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِّي وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِيْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘annii wa ‘an jamii’i maa yalzamunii nafaqatuhum syar’an fardhan lillaahi ta‘aalaa.
Artinya: "Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku secara syariat, fardu karena Allah Ta'ala."
Dengan niat ini, zakat yang dikeluarkan sudah mencakup istri, anak-anak yang belum baligh, dan siapa pun yang secara syariat nafkahnya berada di bawah tanggung jawabnya. Total zakat yang dikeluarkan harus sesuai dengan jumlah total individu yang diniatkan.
Terkadang, kita diminta untuk membayarkan zakat fitrah orang lain, misalnya orang tua kita, saudara, atau teman yang berhalangan. Dalam posisi ini, kita bertindak sebagai wakil (wakalah).
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ ... فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an [sebutkan nama orang yang diwakili] fardhan lillaahi ta‘aalaa.
Artinya: "Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk [sebutkan nama orang yang diwakili], fardu karena Allah Ta'ala."
Syarat sahnya perwakilan ini adalah adanya izin atau permintaan dari orang yang diwakilkan. Harta yang digunakan untuk membayar zakat pun harus berasal dari orang tersebut, kecuali jika kita berniat menanggungnya (tabarru').
Hukum zakat fitrah adalah fardhu 'ain, yaitu kewajiban individu yang melekat pada setiap muslim dan muslimah, baik anak-anak maupun dewasa, merdeka maupun hamba sahaya, yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya pada malam dan hari raya Idul Fitri.
Dasar hukum kewajiban ini sangat kuat, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat ('Id)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini dengan jelas menyatakan kata "mewajibkan" (فَرَضَ), yang menunjukkan status hukumnya sebagai sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan bagi mereka yang memenuhi syarat.
Waktu pembayaran zakat fitrah memiliki beberapa tingkatan yang perlu dipahami agar ibadah kita menjadi lebih sempurna. Para ulama membaginya menjadi beberapa kategori waktu:
Ukuran zakat fitrah yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW adalah satu sha' (صاع) dari makanan pokok penduduk setempat. Satu sha' adalah takaran volume, bukan berat.
Konversi satu sha' ke dalam ukuran berat modern (kilogram) memiliki sedikit perbedaan pendapat di kalangan ulama, tergantung pada jenis makanan pokok yang ditakar. Namun, sebagai bentuk kehati-hatian (ihtiyath), mayoritas ulama dan lembaga amil zakat di Indonesia menetapkan ukurannya antara 2,5 kg hingga 3,0 kg beras. Menggenapkan menjadi 3,0 kg dianggap lebih aman dan utama.
Bentuk zakat fitrah pada asalnya adalah makanan pokok (qut al-balad). Di Indonesia, makanan pokoknya adalah beras. Oleh karena itu, menunaikan zakat fitrah dengan beras berkualitas baik (setara dengan yang biasa dikonsumsi sehari-hari) adalah pilihan yang paling sesuai dengan sunnah.
Ini adalah salah satu isu kontemporer yang sering menjadi pertanyaan. Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hal ini:
Di Indonesia, banyak lembaga amil zakat resmi yang mengikuti pendapat yang membolehkan pembayaran dengan uang untuk kemaslahatan dan kemudahan. Uang yang terkumpul kemudian akan dibelikan beras oleh amil untuk disalurkan, atau disalurkan dalam bentuk tunai jika dinilai lebih bermanfaat bagi mustahik. Jika Anda membayar dengan uang, pastikan nilainya setara atau sedikit lebih dari harga 3 kg beras kualitas baik di daerah Anda.
Zakat fitrah disalurkan kepada delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 60. Namun, para ulama berpendapat bahwa zakat fitrah lebih diutamakan untuk dua golongan pertama, yaitu fakir dan miskin. Hal ini didasarkan pada hikmah utama zakat fitrah itu sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"...sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan perkataan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Fokus utama zakat fitrah adalah memastikan tidak ada satu orang pun yang kelaparan atau bersedih di hari kemenangan. Dengan memberikan mereka makanan, kita telah ikut serta menyebarkan kebahagiaan Idul Fitri kepada seluruh lapisan masyarakat.
Zakat fitrah bukan sekadar ritual tahunan, tetapi sebuah ibadah yang sarat dengan hikmah dan manfaat, baik bagi yang memberi (muzakki) maupun yang menerima (mustahik), serta bagi masyarakat secara luas.
Dengan memahami lafaz niat zakat fitrah Arab dan maknanya, serta mendalami hikmah dan aturan yang melingkupinya, semoga kita dapat menunaikan ibadah ini dengan kesadaran penuh dan keikhlasan yang sempurna, sehingga zakat kita diterima oleh Allah SWT dan menjadi penyempurna ibadah Ramadan kita.