Panduan Lengkap Puasa Sunnah Tarwiyah
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam kalender Islam, sebuah periode yang dimuliakan oleh Allah SWT. Di dalamnya terdapat hari-hari yang penuh berkah, terutama sepuluh hari pertamanya. Pada periode emas ini, setiap amal shaleh dilipatgandakan pahalanya, membuka pintu rahmat selebar-lebarnya bagi hamba yang ingin mendekatkan diri kepada-Nya. Salah satu amalan utama yang sangat dianjurkan adalah berpuasa sunnah, khususnya Puasa Tarwiyah.
Puasa Tarwiyah, yang dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah, merupakan gerbang spiritual menuju puncak ibadah di bulan ini, yaitu hari Arafah. Puasa ini bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah proses penyucian diri, refleksi, dan persiapan batin untuk menyambut hari-hari besar berikutnya. Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif segala hal yang berkaitan dengan Puasa Tarwiyah, mulai dari makna, hukum, niat yang benar, tata cara pelaksanaan, hingga keutamaan agung yang terkandung di dalamnya.
Memahami Hakikat dan Sejarah Puasa Tarwiyah
Untuk dapat melaksanakan ibadah dengan penuh kekhusyukan, penting bagi kita untuk memahami esensi dan latar belakang dari amalan tersebut. Puasa Tarwiyah memiliki akar sejarah dan makna linguistik yang mendalam, yang menghubungkannya langsung dengan ritual ibadah haji.
Apa Itu Puasa Tarwiyah?
Secara definitif, Puasa Tarwiyah adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada hari kedelapan bulan Dzulhijjah. Hari ini dikenal sebagai "Yaumut Tarwiyah" atau Hari Tarwiyah. Puasa ini merupakan bagian dari rangkaian puasa sunnah yang dianjurkan selama sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, yang berpuncak pada Puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Amalan ini sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji, sebagai bentuk partisipasi spiritual dan untuk meraih keberkahan yang sama.
Asal Usul Nama "Tarwiyah"
Kata "Tarwiyah" (تَرْوِيَة) dalam bahasa Arab berasal dari kata rawiya-yarwa (رَوِيَ-يَرْوَى) yang memiliki beberapa arti, di antaranya adalah "berpikir", "merenung", atau "membawa bekal air". Penamaan ini tidak terlepas dari aktivitas para jamaah haji di masa lalu. Pada tanggal 8 Dzulhijjah, para jamaah haji akan mulai bergerak dari Mekkah menuju Mina. Dalam persiapan perjalanan ini, mereka akan:
- Membawa Bekal Air: Mereka mengisi tempat-tempat air mereka hingga penuh sebagai persiapan untuk perjalanan ke Mina dan kemudian ke Arafah, di mana sumber air pada masa itu sangat terbatas. Proses membawa dan menyiapkan bekal air inilah yang disebut Tarwiyah.
- Merenung dan Berpikir: Hari Tarwiyah juga menjadi momen bagi para jamaah untuk merenungkan dan memastikan kembali manasik haji yang akan mereka jalani. Ini adalah saat untuk memantapkan niat dan mempersiapkan mental serta spiritual untuk wukuf di Arafah, yang merupakan rukun haji terpenting.
Bagi kita yang tidak berhaji, melaksanakan puasa pada hari ini menjadi cerminan dari persiapan spiritual tersebut. Kita turut merenung, membersihkan hati, dan mempersiapkan diri untuk menyambut hari Arafah dengan kondisi batin yang suci.
Hukum Melaksanakan Puasa Tarwiyah
Hukum Puasa Tarwiyah adalah sunnah mu'akkadah, artinya sunnah yang sangat dianjurkan dan memiliki keutamaan tinggi. Landasan utamanya adalah keumuman hadits-hadits yang menjelaskan tentang keistimewaan beramal di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada hari-hari di mana amal shaleh lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?" Beliau menjawab, "Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu pun." (HR. Al-Bukhari)
Fasting atau puasa termasuk dalam kategori amal shaleh terbaik. Oleh karena itu, berpuasa pada hari-hari tersebut, termasuk tanggal 8 Dzulhijjah, sangatlah dianjurkan. Para ulama dari berbagai mazhab sepakat mengenai kesunnahan berpuasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah bagi mereka yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Bagi jamaah haji, tidak disunnahkan berpuasa pada hari Tarwiyah dan Arafah agar mereka memiliki kekuatan fisik yang cukup untuk menjalankan rangkaian ibadah haji yang berat.
Niat Puasa Tarwiyah: Kunci Diterimanya Ibadah
Niat adalah ruh dari setiap ibadah. Tanpa niat, sebuah amalan hanya akan menjadi rutinitas kosong yang tidak bernilai pahala. Niat membedakan antara kebiasaan menahan makan dengan ibadah puasa yang tulus karena Allah. Dalam konteks Puasa Tarwiyah, niat memegang peranan sentral sebagai fondasi yang mengabsahkan ibadah puasa kita.
Pentingnya Niat dalam Setiap Amalan
Rasulullah SAW telah meletakkan prinsip fundamental ini dalam sebuah hadits yang sangat populer, yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab RA:
"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa niat adalah penentu kualitas dan validitas sebuah ibadah. Niat yang lurus, ikhlas semata-mata karena Allah, akan mengantarkan amalan tersebut pada penerimaan di sisi-Nya. Sebaliknya, amalan yang dilakukan tanpa niat atau dengan niat yang salah (misalnya untuk pamer atau riya') tidak akan bernilai apa-apa.
Lafadz Niat Puasa Tarwiyah
Meskipun niat sejatinya adalah amalan hati, para ulama merumuskan lafadz niat untuk membantu lisan menguatkan apa yang ada di dalam hati. Ini bukanlah sebuah kewajiban, namun sebuah cara untuk mempermudah konsentrasi dan memantapkan tujuan. Berikut adalah lafadz niat Puasa Tarwiyah:
Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi ta‘âlâ.
Artinya:
"Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah ta’âlâ."
Niat ini dapat diucapkan dalam hati atau dilafalkan secara lisan. Yang terpenting adalah adanya kehendak dan kesadaran di dalam hati bahwa kita akan melaksanakan puasa sunnah Tarwiyah pada esok hari.
Waktu yang Tepat untuk Berniat
Waktu berniat menjadi salah satu aspek penting dalam fiqih puasa. Terdapat sedikit perbedaan antara puasa wajib (seperti Ramadhan) dan puasa sunnah (seperti Tarwiyah).
- Waktu Terbaik (Afdhal): Malam Hari
Waktu yang paling utama untuk berniat adalah pada malam hari, yaitu sejak terbenamnya matahari pada tanggal 7 Dzulhijjah hingga sebelum terbit fajar pada tanggal 8 Dzulhijjah. Melakukan niat di malam hari (dikenal sebagai tabyit an-niyyah) menunjukkan keseriusan dan persiapan yang matang. Ini adalah pendapat yang paling aman dan disepakati oleh mayoritas ulama. - Waktu yang Diperbolehkan: Siang Hari (Jika Terlupa)
Salah satu kemudahan (rukhsah) dalam puasa sunnah adalah diperbolehkannya berniat pada siang hari. Ini didasarkan pada hadits dari Aisyah RA, ia berkata:"Suatu hari, Nabi SAW masuk ke rumahku dan bertanya, 'Apakah ada sesuatu untuk dimakan?' Kami menjawab, 'Tidak ada.' Maka beliau bersabda, 'Kalau begitu, aku berpuasa.'" (HR. Muslim)
Dari hadits ini, para ulama menyimpulkan bahwa untuk puasa sunnah, niat boleh dilakukan pada pagi atau siang hari dengan dua syarat utama:- Belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar, seperti makan, minum, atau berhubungan suami istri.
- Niat dilakukan sebelum waktu zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat), yaitu sebelum masuk waktu shalat Dzuhur.
Tata Cara Pelaksanaan Puasa Tarwiyah
Pelaksanaan Puasa Tarwiyah pada dasarnya sama seperti puasa sunnah lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada niat yang dikhususkan untuk hari Tarwiyah. Berikut adalah panduan langkah demi langkahnya:
1. Berniat dengan Ikhlas
Langkah pertama dan utama adalah memantapkan niat di dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan di bagian sebelumnya. Luruskan niat bahwa puasa ini dilakukan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT dan meneladani sunnah Rasulullah SAW.
2. Makan Sahur
Sahur adalah makan dan minum di waktu menjelang fajar sebelum memulai puasa. Meskipun bukan syarat sahnya puasa, sahur adalah sunnah yang sangat dianjurkan karena mengandung keberkahan. Rasulullah SAW bersabda:
"Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat berkah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Keberkahan sahur tidak hanya berupa kekuatan fisik untuk menjalani puasa, tetapi juga berkah spiritual. Waktu sahur adalah waktu yang mustajab untuk berdoa, beristighfar, dan mendekatkan diri kepada Allah. Usahakan untuk tidak meninggalkan sahur meskipun hanya dengan seteguk air.
3. Menahan Diri dari yang Membatalkan Puasa
Inti dari puasa adalah menahan diri (imsak) dari segala hal yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar (waktu Subuh) hingga terbenam matahari (waktu Maghrib). Hal-hal yang membatalkan puasa meliputi:
- Makan dan minum dengan sengaja.
- Berhubungan suami istri.
- Muntah dengan sengaja.
- Keluarnya darah haid atau nifas bagi wanita.
Namun, hakikat puasa lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga. Puasa yang sempurna adalah puasa yang melibatkan seluruh anggota tubuh. Jaga lisan dari perkataan dusta, ghibah (menggunjing), dan adu domba. Jaga pandangan dari hal-hal yang haram. Jaga pendengaran dari ucapan yang tidak bermanfaat. Jadikan hari puasa sebagai momentum untuk introspeksi dan perbaikan diri secara total.
4. Memperbanyak Amal Shaleh
Gunakan waktu puasa di hari Tarwiyah yang penuh berkah ini untuk memaksimalkan ibadah. Beberapa amalan yang sangat dianjurkan antara lain:
- Memperbanyak Dzikir: Perbanyak membaca tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (Laa ilaha illallah), dan takbir (Allahu Akbar).
- Membaca Al-Qur'an: Luangkan waktu lebih banyak untuk tilawah dan tadabbur Al-Qur'an.
- Bersedekah: Menginfakkan sebagian harta di hari yang mulia akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda.
- Berdoa: Manfaatkan waktu-waktu mustajab, seperti saat berpuasa dan menjelang berbuka, untuk memanjatkan doa-doa terbaik.
5. Menyegerakan Berbuka Puasa
Ketika waktu Maghrib tiba, yang ditandai dengan terbenamnya matahari dan kumandang adzan, disunnahkan untuk segera berbuka puasa. Menunda-nunda waktu berbuka tanpa udzur adalah perbuatan yang kurang disukai. Rasulullah SAW bersabda:
"Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Adab berbuka yang dianjurkan adalah dengan mengonsumsi kurma basah (ruthab), jika tidak ada maka kurma kering (tamr), dan jika tidak ada maka cukup dengan beberapa teguk air putih. Setelah itu, dianjurkan membaca doa berbuka puasa. Salah satu doa yang shahih adalah:
Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru, insya Allah.
Artinya:
"Telah hilang dahaga, telah basah kerongkongan, dan semoga ganjaran tetap, insya Allah." (HR. Abu Daud)
Keutamaan dan Manfaat Agung Puasa Tarwiyah
Setiap ibadah yang disyariatkan dalam Islam pasti mengandung keutamaan dan hikmah yang luar biasa, baik yang bersifat ukhrawi (pahala di akhirat) maupun duniawi (manfaat di dunia). Puasa Tarwiyah, sebagai bagian dari amalan di hari-hari terbaik, memiliki fadhilah yang sangat besar.
Menghapus Dosa Setahun yang Lalu
Salah satu keutamaan yang sering dinisbatkan kepada Puasa Tarwiyah adalah kemampuannya menghapus dosa-dosa selama setahun yang telah berlalu. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat hadits. Namun, penting untuk diketahui bahwa para ulama hadits memiliki perbedaan pendapat mengenai status kekuatan (shahih atau dhaif) hadits tersebut. Sebagian ulama menganggapnya sebagai hadits yang lemah (dhaif).
Meskipun demikian, kita tidak boleh berkecil hati. Keutamaan Puasa Tarwiyah tetaplah sangat besar karena ia termasuk dalam keumuman amalan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah yang sangat dicintai Allah. Berpuasa pada hari itu, dengan niat yang ikhlas, sudah pasti akan mendatangkan ampunan dan pahala yang agung dari Allah SWT, terlepas dari perdebatan mengenai satu riwayat spesifik. Keyakinan kita pada luasnya rahmat Allah harus lebih besar. Puasa itu sendiri adalah ibadah yang dijanjikan ampunan, sebagaimana sabda Nabi SAW, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Prinsip ini juga berlaku untuk puasa sunnah lainnya.
Mendapatkan Pahala yang Berlipat Ganda
Sebagaimana telah disebutkan, beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijjah memiliki nilai yang istimewa. Beberapa riwayat bahkan menyebutkan bahwa puasa satu hari di dalamnya setara dengan puasa selama satu tahun, dan shalat malamnya setara dengan shalat di malam Lailatul Qadar. Ini menunjukkan betapa Allah memuliakan periode ini dan memberikan kesempatan emas bagi hamba-Nya untuk memanen pahala sebanyak-banyaknya.
Manfaat Spiritual dan Pembentukan Karakter
Di luar pahala dan ampunan, Puasa Tarwiyah juga memberikan dampak positif yang mendalam bagi jiwa dan karakter seorang muslim:
- Meningkatkan Ketakwaan: Puasa adalah madrasah (sekolah) ketakwaan. Dengan menahan hawa nafsu karena ketaatan kepada Allah, kita melatih diri untuk senantiasa merasa diawasi oleh-Nya.
- Melatih Kesabaran: Menahan lapar, dahaga, dan emosi sepanjang hari adalah latihan kesabaran yang sangat efektif.
- Menumbuhkan Rasa Syukur: Saat berbuka, kita merasakan nikmatnya seteguk air dan sebutir kurma. Pengalaman ini membuat kita lebih menghargai nikmat Allah yang seringkali kita lupakan.
- Meningkatkan Empati Sosial: Dengan merasakan lapar, kita menjadi lebih peka dan berempati terhadap penderitaan kaum fakir miskin yang mungkin merasakannya setiap hari.
- Detoksifikasi Rohani: Puasa membersihkan jiwa dari kotoran dosa dan maksiat, sebagaimana ia juga memberikan manfaat detoksifikasi bagi tubuh fisik.
Tanya Jawab Seputar Puasa Tarwiyah (FAQ)
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait pelaksanaan Puasa Tarwiyah beserta jawabannya.
1. Apa perbedaan utama antara Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah?
Puasa Tarwiyah dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah, sedangkan Puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Keduanya sangat dianjurkan. Namun, keutamaan Puasa Arafah secara spesifik disebutkan dalam hadits shahih yang lebih kuat, yaitu dapat menghapus dosa dua tahun (setahun yang lalu dan setahun yang akan datang). Meskipun demikian, menjalankan keduanya adalah pilihan terbaik untuk meraih keutamaan maksimal.
2. Saya masih punya utang puasa Ramadhan, apakah boleh berpuasa Tarwiyah?
Para ulama sepakat bahwa meng-qadha (membayar) utang puasa Ramadhan hukumnya wajib, sementara Puasa Tarwiyah hukumnya sunnah. Kaidah fiqih menyatakan bahwa yang wajib harus didahulukan daripada yang sunnah. Oleh karena itu, langkah yang paling aman dan utama adalah melunasi utang puasa Ramadhan terlebih dahulu. Namun, ada sebagian ulama yang memperbolehkan menggabungkan niat qadha Ramadhan dengan niat puasa sunnah, di mana seseorang akan mendapatkan pahala qadha (yang wajib) dan Insya Allah juga mendapatkan pahala sunnahnya.
3. Apakah wanita yang sedang haid boleh mengganti Puasa Tarwiyah di hari lain?
Puasa Tarwiyah adalah puasa sunnah yang terikat dengan waktu tertentu (tanggal 8 Dzulhijjah). Jika seorang wanita berhalangan karena haid atau nifas pada hari tersebut, ia tidak perlu meng-qadha-nya di hari lain. Namun, ia tidak kehilangan kesempatan untuk meraih pahala. Ia tetap bisa mendapatkan pahala besar dengan memperbanyak amalan lain yang diperbolehkan, seperti berdzikir, bersedekah, dan berdoa.
4. Bagaimana jika penentuan tanggal 1 Dzulhijjah di negara kita berbeda dengan di Arab Saudi?
Dalam hal ini, mayoritas ulama di Indonesia berpendapat bahwa pelaksanaan puasa sunnah Dzulhijjah, termasuk Tarwiyah dan Arafah, mengikuti hasil sidang isbat (penetapan awal bulan) yang ditentukan oleh pemerintah atau otoritas Islam di negara masing-masing. Ini karena ibadah puasa terkait dengan terbit dan terbenamnya matahari di wilayah setempat. Jadi, kita berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah menurut kalender yang berlaku di Indonesia.
Sebagai penutup, Puasa Tarwiyah adalah sebuah kesempatan berharga yang Allah berikan kepada kita. Ia bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah sarana untuk menempa diri, menyucikan jiwa, dan meraih ampunan-Nya. Marilah kita manfaatkan hari yang mulia ini dengan sebaik-baiknya, melalui puasa yang khusyuk dan diisi dengan amal-amal shaleh lainnya, sebagai bekal kita menuju keridhaan Allah SWT. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan taufik untuk dapat melaksanakannya.