Mengenal Sholawat Barzanji: Lautan Cinta pada Sang Nabi

Ilustrasi kitab dan cahaya sholawat Ilustrasi kitab terbuka yang memancarkan cahaya, dengan simbol ﷺ di tengahnya, melambangkan pujian dalam Sholawat Barzanji kepada Nabi Muhammad SAW.

Di hamparan khazanah sastra Islam, terdapat sebuah karya agung yang tak lekang oleh waktu, senantiasa bergema di surau, masjid, dan majelis-majelis ilmu di seluruh penjuru dunia, khususnya di Nusantara. Karya itu adalah Sholawat Barzanji. Lebih dari sekadar rangkaian kata, ia adalah manifestasi cinta, untaian rindu, dan simfoni pujian yang didedikasikan untuk sosok manusia termulia, Baginda Nabi Muhammad SAW. Membaca dan mendengarkannya seolah membawa kita mengarungi samudra sejarah kehidupan Rasulullah, dari kelahirannya yang penuh berkah hingga akhlaknya yang paripurna.

Sholawat Barzanji bukanlah sekadar bacaan rutin, melainkan sebuah tradisi spiritual yang mengakar kuat. Ia menjadi penanda berbagai peristiwa penting dalam kehidupan seorang Muslim, mulai dari perayaan Maulid Nabi, syukuran aqiqah, prosesi pernikahan, hingga pengajian rutin mingguan. Alunannya yang merdu dan syahdu, dipadu dengan makna lirik yang mendalam, mampu menggetarkan jiwa dan menyuburkan benih-benih mahabbah (cinta) kepada Sang Kekasih Allah.

Sejarah dan Asal-Usul Kitab Sholawat Barzanji

Untuk memahami kedalaman sebuah karya, kita perlu mengenal sosok di baliknya. Kitab Sholawat Barzanji disusun oleh seorang ulama besar dan waliyullah, As-Sayyid Ja'far bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul al-Barzanji. Beliau adalah seorang ulama keturunan Nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa'adah Al Barzanji yang berasal dari Barzanj di wilayah Kurdistan.

As-Sayyid Ja'far al-Barzanji lahir di Madinah Al-Munawwarah dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota suci tersebut. Beliau dikenal sebagai seorang mufti dari mazhab Syafi'i, seorang khatib di Masjid Nabawi, serta seorang pendidik yang mumpuni. Kecintaannya yang luar biasa kepada Rasulullah SAW mendorongnya untuk merangkai kisah hidup sang datuk dalam untaian sastra yang indah. Karya monumental ini sejatinya diberi judul ‘Iqd al-Jawāhir fī Mawlid an-Nabiyyil Azhar, yang berarti "Kalung Permata pada Kelahiran Nabi yang Bercahaya". Namun, masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Kitab Barzanji, merujuk pada nama keluarga pengarangnya.

Kitab ini disusun dengan dua format utama: Natsar (prosa) dan Nadhom (puisi atau syair). Keduanya saling melengkapi, menyajikan biografi Rasulullah SAW dengan gaya bahasa yang tinggi, penuh dengan metafora puitis (balaghah) yang memukau. Tujuan utama penyusunan kitab ini adalah untuk memudahkan umat Islam dalam mengenal, meneladani, dan menumbuhkan rasa cinta yang mendalam kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui narasi yang runut dan bahasa yang menyentuh, As-Sayyid Ja'far al-Barzanji berhasil menciptakan sebuah mahakarya yang terus hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Struktur dan Kandungan Inti Sholawat Barzanji

Kitab Barzanji secara garis besar menceritakan sirah nabawiyah (perjalanan hidup Nabi) secara kronologis. Setiap bab atau yang sering disebut "rawi" mengisahkan fase-fase penting dalam kehidupan Rasulullah SAW. Struktur naratifnya dirancang untuk membangun pemahaman yang utuh tentang keagungan pribadi dan perjuangan dakwah beliau.

  1. Permulaan dan Nasab Nabi: Kitab dimulai dengan pujian kepada Allah SWT dan sholawat kepada Nabi. Kemudian, dipaparkan silsilah nasab atau garis keturunan Nabi Muhammad SAW yang mulia, sambung-menyambung hingga kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Adam AS. Penekanan pada nasab ini menunjukkan kemuliaan dan kesucian garis keturunan beliau.
  2. Peristiwa Sebelum Kelahiran (Irhashat): Bagian ini mengisahkan tanda-tanda kenabian dan peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi menjelang kelahiran beliau. Misalnya, kisah tentang cahaya (nur) Muhammad yang berpindah dari sulbi ke sulbi, hingga berita-berita dari kitab-kitab suci terdahulu tentang akan datangnya seorang nabi akhir zaman.
  3. Kelahiran yang Penuh Berkah (Maulid): Ini adalah salah satu bagian paling emosional dan penting. Dikisahkan secara detail suasana saat kelahiran Nabi, peristiwa-peristiwa ajaib yang menyertainya seperti padamnya api sesembahan Majusi di Persia dan runtuhnya berhala di sekitar Ka'bah.
  4. Masa Menyusu dan Kanak-Kanak: Menceritakan bagaimana beliau disusui oleh ibunya, Sayyidah Aminah, kemudian oleh Tsuwaibah al-Aslamiyyah, hingga diserahkan kepada Halimah as-Sa'diyah di perkampungan Bani Sa'ad. Dikisahkan pula peristiwa pembelahan dada (syaqqus sadr) oleh malaikat.
  5. Masa Remaja dan Pernikahan: Menggambarkan pertumbuhan beliau menjadi seorang pemuda yang jujur, amanah, dan berbudi pekerti luhur, hingga mendapat gelar Al-Amin (Yang Terpercaya). Bagian ini juga menuturkan kisah perjalanan dagangnya bersama Sayyidah Khadijah yang kemudian berujung pada pernikahan yang agung.
  6. Pengangkatan Menjadi Nabi (Bi'tsah): Menceritakan momen sakral ketika beliau menerima wahyu pertama di Gua Hira pada usia 40 tahun. Ini adalah titik awal dari misi kenabian dan risalah Islam.
  7. Sifat Fisik dan Akhlak Mulia (Syamail): Bagian ini melukiskan dengan sangat indah ciri-ciri fisik Rasulullah SAW yang sempurna dan akhlaknya yang agung. Penggambarannya begitu detail seolah-olah pembaca diajak untuk melihat langsung sosok beliau yang penuh wibawa dan kasih sayang.
  8. Mukjizat-Mukjizat Kenabian: Merangkum berbagai mukjizat yang diberikan Allah kepada Rasulullah SAW, seperti Al-Qur'an sebagai mukjizat terbesar, peristiwa Isra' Mi'raj, terbelahnya bulan, air yang memancar dari sela-sela jari, dan banyak lagi.
  9. Perjuangan Dakwah dan Wafatnya Nabi: Menyinggung secara ringkas perjuangan dakwah beliau, hijrah ke Madinah, hingga detik-detik menjelang wafatnya. Bagian ini mengingatkan umat akan warisan terbesar yang beliau tinggalkan, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.

Teks Sholawat Barzanji (Natsar) dan Penjelasannya

Berikut adalah kutipan dari beberapa bagian awal Kitab Barzanji Natsar, beserta transliterasi, terjemahan, dan sedikit ulasan untuk memahami kedalaman maknanya.

Rawi Pertama: Permulaan Kitab

أَبْتَدِئُ الْإِمْلَاءَ بِاسْمِ الذَّاتِ الْعَلِيَّةِ، مُسْتَدِرًّا فَيْضَ الْبَرَكَاتِ عَلَى مَا أَنَالَهُ وَأَوْلَاهُ. وَأُثَنِّي بِحَمْدٍ مَوَارِدُهُ سَائِغَةٌ هَنِيَّةٌ، مُمْتَطِيًا مِنَ الشُّكْرِ الْجَمِيْلِ مَطَايَاهُ. وَأُصَلِّي وَأُسَلِّمُ عَلَى النُّوْرِ الْمَوْصُوْفِ بِالتَّقَدُّمِ وَالْأَوَّلِيَّةِ، الْمُنْتَقِلِ فِي الْغُرَرِ الْكَرِيْمَةِ وَالْجِبَاهِ.

Abtadi-ul imlã-a bismidz-dzãtil ‘aliyyati, mustadirron faidlol barokãti ‘alã mã anãlahu wa aulãhu. Wa utsannii bihamdin mawãriduhu sã-ighotun haniyyatun, mumtathiyan minasy-syukril jamîli mathõyãhu. Wa usholli wa usallimu ‘alan-nûril maushûfi bit-taqoddumi wal awwaliyyati, al-muntaqili fil ghuroril karîmati wal jibãhi.

Aku memulai tulisan ini dengan nama Dzat Yang Maha Tinggi, seraya memohon limpahan keberkahan atas segala yang telah Dia anugerahkan dan berikan. Dan kedua, aku memuji dengan pujian yang sumbernya selalu mudah dan menyenangkan, dengan menunggangi kendaraan syukur yang terindah. Dan aku bersholawat serta bersalam kepada cahaya (Nabi Muhammad) yang disifati dengan kedahuluan dan keawalan, yang berpindah-pindah pada dahi-dahi dan wajah-wajah yang mulia.

Penjelasan: Pembukaan ini menunjukkan adab yang luhur dari sang pengarang. Beliau memulai dengan asma Allah (basmalah), dilanjutkan dengan pujian (hamdalah), dan kemudian sholawat. Ungkapan "cahaya yang disifati dengan kedahuluan" merujuk pada konsep Nur Muhammad, yaitu cahaya kenabian yang telah Allah ciptakan sebelum segala sesuatu dan kemudian dititipkan dari generasi ke generasi pada sulbi para nabi dan orang-orang pilihan, yang terpancar pada dahi mereka yang mulia, hingga akhirnya lahir dalam wujud fisik Baginda Nabi Muhammad SAW.

Rawi Kedua: Nasab Nabi Muhammad SAW

وَبَعْدُ، فَأَقُوْلُ هُوَ سَيِّدُنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَاسْمُهُ شَيْبَةُ الْحَمْدِ، حُمِدَتْ خِصَالُهُ السَّنِيَّةُ. ابْنِ هَاشِمٍ وَاسْمُهُ عَمْرُو بْنِ عَبْدِ مَنَافٍ وَاسْمُهُ الْمُغِيْرَةُ الَّذِيْ يُنْتَمَى الْإِرْتِقَاءُ لِعُلْيَاهُ. ابْنِ قُصَيٍّ وَاسْمُهُ زَيْدُ بْنِ كِلَابٍ وَاسْمُهُ حَكِيْمُ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَيِّ بْنِ غَالِبِ بْنِ فِهْرٍ وَاسْمُهُ قُرَيْشٌ وَإِلَيْهِ تُنْسَبُ الْبُطُوْنُ الْقُرَشِيَّةُ.

Wa ba’du, fa aqûlu huwa sayyidunã Muhammadubnu ‘Abdillãhibni ‘Abdil Muththolib, wasmuhu Syaibatul Hamdi, humidat khishõluhus-saniyyah. Ibn Hãsyim wasmuhu ‘Amrubni ‘Abdi Manãf wasmuhu al-Mughîratul-ladzî yuntamal irtiqõ-u li’ulyãhu. Ibni Qushoyy wasmuhu Zaidubni Kilãb wasmuhu Hakîmubni Murrotobni Ka’bibni Lu-ayyibni Ghõlibibni Fihr wasmuhu Quraisy, wa ilaihi tunsabul buthûnul Qurasyiyyah.

Dan setelah itu, aku berkata: Beliau adalah junjungan kita, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, yang namanya adalah Syaibatul Hamdi, yang sifat-sifatnya yang luhur senantiasa terpuji. Putra dari Hasyim, yang namanya adalah 'Amr bin Abdi Manaf, yang namanya adalah Al-Mughirah, yang kepadanya puncak kemuliaan dinisbatkan. Putra dari Qushay, yang namanya adalah Zaid bin Kilab, yang namanya adalah Hakim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr, yang (Fihr) namanya adalah Quraisy, dan kepadanya-lah kabilah-kabilah Quraisy dinisbatkan.

Penjelasan: Dalam bagian ini, Sayyid Ja'far al-Barzanji memaparkan silsilah Nabi dengan sangat teliti. Beliau tidak hanya menyebutkan nama, tetapi juga nama lain atau julukan dari para leluhur Nabi, seperti Abdul Muthalib yang bernama asli Syaibatul Hamdi (Uban Pujian) dan Hasyim yang bernama asli 'Amr. Ini menunjukkan kedalaman ilmu sang pengarang dan penghormatannya terhadap garis keturunan emas Rasulullah SAW. Menyebutkan nasab ini penting untuk menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW berasal dari kabilah dan keluarga terbaik di kalangan bangsa Arab.

Rawi Ketiga: Kisah Kehamilan Sayyidah Aminah

وَلَمَّا أَرَادَ اللهُ تَعَالَى إِبْرَازَ حَقِيْقَتِهِ الْمُحَمَّدِيَّةِ، وَإِظْهَارَهُ جِسْمًا وَرُوْحًا بِصُوْرَتِهِ وَمَعْنَاهُ، نَقَلَهُ إِلَى مَقَرِّهِ مِنْ صَدَفَةِ آمِنَةَ الزُّهْرِيَّةِ، وَخَصَّهَا الْقَرِيْبُ الْمُجِيْبُ بِأَنْ تَكُوْنَ أُمًّا لِمُصْطَفَاهُ. وَنُوْدِيَ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ بِحَمْلِهَا لِأَنْوَارِهِ الذَّاتِيَّةِ.

Wa lammã arõdallãhu ta'ãlã ibrõza haqîqotihil muhammadiyyati, wa idzhãrohu jisman wa rûhan bishûrotihi wa ma’nãhu, naqolahu ilã maqorrihi min shodafati Ãminataz-zuhriyyati, wa khosh-shohal qarîbul mujîbu bi-an takûna umman limushthofãhu. Wa nûdiya fis-samãwãti wal ardli bihamlihã li anwãrihidz-dzãtiyyati.

Dan ketika Allah Ta'ala berkehendak menampakkan hakikat Muhammadiyah-Nya, dan menzahirkannya dalam bentuk jasad dan ruh dengan rupa dan maknanya, Dia memindahkannya ke tempatnya di dalam rahim Aminah Az-Zuhriyyah yang laksana kerang mutiara. Dan Dia, Yang Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan, mengkhususkannya untuk menjadi ibu bagi hamba pilihan-Nya. Dan diserukanlah di langit dan di bumi (sebuah pengumuman) tentang kehamilannya yang mengandung cahaya-cahaya Dzat (kenabian) itu.

Penjelasan: Bahasa yang digunakan sangat puitis. Rahim Sayyidah Aminah diibaratkan sebagai "shodafah" atau kerang mutiara, dan Nur Muhammad adalah mutiara yang tersimpan di dalamnya. Ini adalah sebuah metafora yang sangat indah untuk menggambarkan betapa suci dan mulianya rahim yang mengandung janin termulia. Ungkapan "diserukanlah di langit dan di bumi" menggambarkan betapa agungnya peristiwa ini, di mana seluruh alam semesta ikut bergembira menyambut kehadiran calon pemimpin para nabi.

Mahallul Qiyam: Puncak Ekspresi Cinta dan Penghormatan

Salah satu momen paling ikonik dalam pembacaan Sholawat Barzanji adalah saat Mahallul Qiyam, yang secara harfiah berarti "saatnya berdiri". Momen ini terjadi ketika narasi sampai pada detik-detik kelahiran Nabi Muhammad SAW. Seluruh jamaah akan berdiri sebagai tanda penghormatan, penyambutan, dan kegembiraan atas kelahiran Sang Pembawa Rahmat.

Lantunan sholawat yang dibaca pada saat ini sangatlah populer dan dikenal luas, bahkan oleh mereka yang tidak rutin mengikuti pembacaan Barzanji secara lengkap. Bait-baitnya adalah sebagai berikut:

يَا نَبِي سَلَامٌ عَلَيْكَ، يَا رَسُوْل سَلَامٌ عَلَيْكَ
يَا حَبِيْب سَلَامٌ عَلَيْكَ، صَلَوَاتُ الله عَلَيْكَ

Yã Nabî salãm ‘alaika, Yã Rosûl salãm ‘alaika
Yã Habîb salãm ‘alaika, Sholawãtullãh ‘alaika

Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu. Wahai Rasul, salam sejahtera untukmu.
Wahai Kekasih, salam sejahtera untukmu. Sholawat (rahmat) Allah tercurah untukmu.

أَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا، فَاخْتَفَتْ مِنْهُ الْبُدُوْرُ
مِثْلَ حُسْنِكَ مَا رَأَيْنَا، قَطُّ يَا وَجْهَ السُّرُوْرِ

Asyroqol badru ‘alainã, fakhtafat minhul budûru
Mitsla husnika mã ro-ainã, qotthu yã wajhas-surûri

Telah terbit bulan purnama di atas kita, maka sirnalah purnama-purnama lainnya.
Belum pernah kami melihat keindahan sepertimu, wahai wajah yang penuh kegembiraan.

Berdiri saat Mahallul Qiyam bukanlah sekadar ritual tanpa makna. Para ulama menjelaskan bahwa ini adalah bentuk adab dan ta'zhim (pengagungan). Dengan berdiri, kita seolah-olah menyambut kehadiran ruhaniah Rasulullah SAW di dalam majelis tersebut. Ini adalah ekspresi cinta yang meluap, sebuah upaya untuk merasakan secara batin keagungan momen kelahiran beliau. Gerakan fisik ini menjadi simbol dari bangkitnya semangat dan kecintaan di dalam hati setiap Muslim kepada junjungannya.

Keutamaan dan Manfaat Membaca Sholawat Barzanji

Membaca, mendengarkan, dan merenungkan isi kandungan Sholawat Barzanji memiliki banyak sekali keutamaan dan manfaat, baik secara spiritual maupun sosial. Tradisi ini terus dilestarikan bukan tanpa alasan, melainkan karena ia membawa dampak positif yang nyata bagi individu dan komunitas.

"Membaca sirah Nabi dalam format puitis seperti Sholawat Barzanji bukan hanya aktivitas intelektual, tetapi juga perjalanan ruhani. Ia mengajak akal untuk memahami dan hati untuk merasakan. Keduanya berpadu untuk melahirkan kecintaan yang sejati."

Relevansi Sholawat Barzanji di Era Kontemporer

Di era digital yang serba cepat, mungkin ada yang bertanya, masih relevankah tradisi membaca kitab klasik seperti Barzanji? Jawabannya adalah, sangat relevan, bahkan mungkin lebih relevan dari sebelumnya. Kehidupan modern sering kali membawa serta kegelisahan, kekosongan spiritual, dan krisis identitas. Sholawat Barzanji menawarkan penawar untuk semua itu.

Pertama, ia adalah oase spiritual. Di tengah kebisingan informasi dan kesibukan duniawi, meluangkan waktu untuk duduk dalam majelis sholawat adalah cara untuk menenangkan jiwa, mengisi kembali energi batin, dan menghubungkan diri dengan sumber ketenangan, yaitu Allah dan Rasul-Nya. Alunan sholawat yang syahdu memiliki efek terapeutik yang menentramkan hati.

Kedua, ia adalah sarana pelestarian budaya dan identitas Islam Ahlussunnah wal Jama'ah, khususnya di Nusantara. Tradisi ini adalah warisan para ulama terdahulu yang harus dijaga agar tidak hilang ditelan zaman. Ia menjadi ciri khas keislaman yang ramah, puitis, dan penuh cinta, yang membedakannya dari pemahaman Islam yang kaku dan kering.

Ketiga, ia adalah metode pendidikan karakter yang efektif bagi generasi muda. Mengenalkan anak-anak dan remaja pada Sholawat Barzanji berarti mengenalkan mereka pada sosok idola terbaik, yaitu Rasulullah SAW. Daripada mengidolakan figur-figur fiktif atau selebriti yang sering kali tidak memberikan teladan baik, mengarahkan mereka untuk mengidolakan Nabi adalah investasi terbaik untuk masa depan akhlak mereka.

Penutup: Sebuah Warisan Cinta yang Abadi

Sholawat Barzanji lebih dari sekadar kitab biografi. Ia adalah sebuah monumen cinta yang dibangun dengan kata-kata. Setiap baitnya adalah bata, setiap kalimatnya adalah perekat, dan keseluruhannya membentuk sebuah bangunan megah yang memancarkan cahaya kemuliaan Nabi Muhammad SAW. Selama berabad-abad, karya agung As-Sayyid Ja'far al-Barzanji ini telah menjadi suluh yang menerangi hati jutaan umat Islam, menuntun mereka untuk lebih mengenal, lebih mencintai, dan lebih merindukan sosok manusia paling agung yang pernah berjalan di muka bumi.

Melestarikan tradisi pembacaan Sholawat Barzanji berarti kita ikut serta dalam menjaga warisan cinta ini tetap hidup dan menyala. Ia adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan generasi salafus shalih, dan yang lebih penting lagi, ia adalah tali yang mengikat hati kita dengan sang empunya syafa'at, Baginda Rasulullah SAW. Semoga kita semua digolongkan sebagai umatnya yang senantiasa basah lisannya dengan sholawat dan melimpah hatinya dengan mahabbah kepada beliau.

🏠 Kembali ke Homepage