Mikosis: Panduan Lengkap Infeksi Jamur dari Kulit hingga Organ Dalam

Struktur Hifa Jamur Patogen Jamur Patogen

Representasi skematis pertumbuhan hifa jamur (filamen) dalam jaringan inang, karakteristik banyak infeksi mikosis.

Pendahuluan: Memahami Ancaman Jamur Patogen

Mikosis adalah istilah medis yang merujuk pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur. Meskipun banyak jamur hidup di lingkungan dan bahkan pada tubuh manusia sebagai flora normal tanpa menyebabkan masalah, sejumlah kecil spesies jamur bersifat patogen dan mampu menyerang jaringan inang. Infeksi jamur ini dapat berkisar dari kondisi kulit yang ringan dan mudah diobati hingga penyakit sistemik yang mengancam jiwa, terutama pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu (imunokompromais).

Dalam dekade terakhir, insiden mikosis telah meningkat secara signifikan. Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk kemajuan dalam terapi medis yang menyebabkan populasi pasien imunokompromais semakin besar (misalnya, penerima transplantasi organ, pasien HIV/AIDS, atau mereka yang menjalani kemoterapi), serta peningkatan penggunaan antibiotik spektrum luas yang dapat mengganggu keseimbangan mikroflora tubuh, memberikan peluang bagi jamur untuk berkembang biak.

Klasifikasi Utama Mikosis

Untuk memudahkan diagnosis dan pengobatan, mikosis secara klinis dikelompokkan menjadi lima kategori utama berdasarkan lokasi infeksi dan tingkat invasi:

  1. Mikosis Superfisial (Superficial Mycoses): Terbatas pada lapisan terluar kulit dan rambut. Infeksi ini jarang menimbulkan respons imun atau kerusakan jaringan yang signifikan. Contoh: Tinea versikolor.
  2. Mikosis Kutan (Cutaneous Mycoses): Melibatkan stratum korneum, epidermis, kuku, dan rambut. Infeksi ini merusak jaringan keratin, memicu reaksi inang, dan sering dikenal sebagai dermatofitosis (kurap/ringworm).
  3. Mikosis Subkutan (Subcutaneous Mycoses): Terjadi ketika jamur masuk melalui trauma kulit dan berkembang biak di bawah kulit, jaringan ikat, dan terkadang tulang. Infeksi ini cenderung terlokalisasi namun kronis dan sulit diobati.
  4. Mikosis Sistemik Endemik (Endemic Systemic Mycoses): Disebabkan oleh jamur yang bersifat dimorfik (dapat tumbuh sebagai ragi atau kapang) dan umumnya ditemukan di wilayah geografis tertentu. Infeksi seringkali dimulai di paru-paru setelah inhalasi spora.
  5. Mikosis Oportunistik (Opportunistic Mycoses): Disebabkan oleh jamur yang biasanya tidak patogen pada inang yang sehat. Infeksi ini menjadi parah dan invasif ketika sistem kekebalan tubuh inang sangat lemah. Contoh: Kandidiasis invasif, Aspergillosis.

Mikosis Superfisial: Infeksi Permukaan

Mikosis superfisial adalah jenis infeksi jamur yang paling umum dan paling ringan, karena jamur hanya mempengaruhi bagian paling luar dari kulit (stratum korneum) atau batang rambut, tanpa melibatkan jaringan hidup. Infeksi ini umumnya tidak menimbulkan rasa sakit dan lebih merupakan masalah kosmetik.

1. Tinea Versikolor (Panu)

Tinea versikolor disebabkan oleh jamur Malassezia globosa dan spesies Malassezia lainnya, yang merupakan bagian dari flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu, seperti kelembapan tinggi, suhu panas, atau peningkatan produksi sebum, jamur ini berubah menjadi bentuk miselium yang patogen.

Gambaran Klinis Tinea Versikolor

2. Piedra

Piedra adalah infeksi jamur pada batang rambut, ditandai dengan pembentukan nodul keras di sepanjang rambut.

3. Tinea Nigra

Tinea Nigra Palmaris disebabkan oleh Hortaea werneckii. Ini adalah infeksi asimtomatik yang menghasilkan bercak kehitaman (cokelat tua hingga hitam) yang tidak bersisik dan tidak meradang, biasanya pada telapak tangan atau telapak kaki. Kondisi ini sering disalahartikan sebagai melanoma (kanker kulit).

Diagnosis mikroskopis menunjukkan hifa bercabang berwarna gelap. Pengobatan topikal dengan salep Whitfield atau krim antijamur azole sangat efektif.

Mikosis Kutan: Dermatofitosis (Kurap)

Mikosis kutan, atau dermatofitosis, adalah infeksi jamur yang menyerang jaringan yang mengandung keratin—kulit, rambut, dan kuku. Jamur penyebabnya disebut dermatofita, yang terbagi dalam tiga genus utama: Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.

Dermatofita memperoleh nutrisi dari keratin, menghasilkan enzim keratinase. Infeksi ini umumnya dikenal sebagai "Tinea" diikuti dengan nama Latin dari lokasi tubuh yang terinfeksi.

Agen Penyebab dan Patogenesis

Transmisi dermatofita dapat terjadi melalui kontak langsung antar manusia (antropofilik), dari hewan ke manusia (zoofilik), atau dari tanah ke manusia (geofilik). Jamur zoofilik dan geofilik seringkali memicu reaksi peradangan yang lebih parah pada manusia.

Jenis-Jenis Tinea Berdasarkan Lokasi

  1. Tinea Pedis (Kutu Air/Athlete’s Foot): Infeksi jamur kaki yang paling umum, sering terjadi pada sela-sela jari kaki atau telapak kaki. Tiga presentasi utama: interdigital (paling umum), mokasin (kronis, pada seluruh telapak kaki), dan vesikobulosa (lesi melepuh).
  2. Tinea Kruris (Jock Itch): Terjadi di daerah selangkangan, lipatan paha, dan perineum. Lesi biasanya berbentuk anular (cincin) dengan batas meninggi dan vesikel kecil.
  3. Tinea Korporis (Kurap Tubuh): Lesi berbentuk cincin pada kulit tubuh yang tidak berambut, dengan tepi aktif yang mengandung jamur dan pusat yang cenderung sembuh.
  4. Tinea Kapitis (Kurap Kepala): Infeksi pada kulit kepala dan batang rambut. Dapat menyebabkan kebotakan terlokalisasi. Bentuknya meliputi:
    • Gray-patch tinea capitis: Rambut putus dekat kulit kepala, sisik keabuan.
    • Black-dot tinea capitis: Rambut putus tepat di permukaan kulit, meninggalkan titik hitam.
    • Kerion: Reaksi inflamasi yang parah, nodul bernanah yang nyeri, sering disebabkan oleh jamur zoofilik.
  5. Tinea Unguium (Onikomikosis): Infeksi jamur pada kuku. Merupakan bentuk mikosis kutan yang paling sulit diobati karena penetrasi obat yang rendah. Biasanya menyebabkan penebalan (hiperkeratosis subungual) dan perubahan warna kuku.
  6. Tinea Manuum: Infeksi pada tangan, seringkali hanya satu tangan yang terinfeksi (pola "two feet, one hand").

Diagnosis dan Pengobatan Dermatofitosis

Diagnosis dermatofitosis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis KOH (Kalium Hidroksida) dari kerokan kulit, kuku, atau rambut, yang menunjukkan elemen jamur (hifa septat). Kultur jamur diperlukan untuk identifikasi spesies, yang penting untuk kasus yang resisten atau memerlukan pengobatan sistemik.

Prinsip Terapi

Ketepatan diagnosis sangat penting karena kondisi lain seperti psoriasis atau dermatitis seboroik sering meniru penampilan dermatofitosis.

Mikosis Subkutan: Infeksi Lapisan Bawah Kulit

Mikosis subkutan terjadi setelah trauma kulit yang memungkinkan jamur saprofit (jamur yang hidup di lingkungan) masuk ke dalam jaringan. Infeksi ini berkembang perlahan dan biasanya terlokalisasi di bawah kulit, tetapi bisa meluas ke jaringan di sekitarnya, otot, dan tulang.

1. Sporotrikosis

Disebabkan oleh Sporothrix schenckii, jamur dimorfik yang dikenal sebagai "penyakit tukang kebun" karena ditemukan pada lumut, jerami, dan tanaman. Infeksi terjadi melalui inokulasi trauma, seringkali duri tanaman mawar.

Bentuk Klinis Sporotrikosis

Pengobatan pilihan utama adalah itraconazole oral. Jika penyakit menyebar luas, amphotericin B mungkin diperlukan.

2. Kromoblastomikosis

Infeksi kronis yang disebabkan oleh berbagai jamur berpigmen gelap (dematiaceous), termasuk Fonsecaea pedrosoi dan Cladophialophora carrionii. Infeksi ini umum di daerah tropis dan subtropis, terutama pada petani yang berjalan tanpa alas kaki.

Karakteristik patognomonik (khas) adalah adanya sel-sel bulat, berwarna coklat, berdinding tebal dalam jaringan, yang disebut "copper pennies" atau sel Medlar (badan sklerotik).

Manifestasi Klinis

Lesi dimulai sebagai nodul kecil yang lambat laun membesar menjadi plak verukosa (kutil) yang menonjol dan menyerupai kembang kol. Lesi sering terlokalisasi pada kaki atau tungkai bawah dan sangat resisten terhadap pengobatan. Pengobatan melibatkan kombinasi agen antijamur (itraconazole, terbinafine) dan ablasi bedah atau krioterapi.

3. Maduromikosis (Eumycetoma)

Juga dikenal sebagai Kaki Madura, ini adalah infeksi granulomatosa kronis pada kulit, jaringan subkutan, fasia, dan tulang. Disebabkan oleh jamur sejati (Eumycetoma) atau bakteri (Aktinomisetoma).

Ciri khas Maduromikosis adalah trias klinis: pembengkakan (swelling), pembentukan saluran sinus (sinus tracts), dan keluarnya granul ("biji-bijian") yang mungkin berwarna hitam, putih, merah, atau kuning, tergantung spesies jamur penyebab.

Pengobatan Maduromikosis sangat sulit, membutuhkan terapi antijamur jangka panjang (seringkali tahunan) dengan itraconazole atau voriconazole, sering dikombinasikan dengan debridement bedah atau amputasi pada kasus lanjut.

4. Faeohifomikosis

Istilah umum untuk infeksi yang disebabkan oleh jamur dematiaceous, di mana jamur hadir dalam jaringan sebagai hifa berwarna coklat tua. Infeksi ini bervariasi, dari kista subkutan yang terlokalisasi hingga infeksi sistemik yang fatal pada inang imunokompromais. Diagnosis memerlukan identifikasi histopatologis yang teliti untuk membedakannya dari kromoblastomikosis.

Mikosis Sistemik Endemik: Penyakit Dimorfik Paru

Mikosis sistemik endemik disebabkan oleh sekelompok kecil jamur yang unik karena sifat dimorfiknya—tumbuh sebagai kapang di lingkungan (suhu kamar) dan berubah menjadi ragi atau bentuk khusus lainnya dalam jaringan inang (suhu tubuh 37°C). Infeksi biasanya dimulai di paru-paru setelah menghirup spora dan seringkali menyebar ke organ lain. Mereka endemik di wilayah geografis tertentu.

1. Histoplasmosis

Disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Jamur ini terkait erat dengan tanah yang diperkaya dengan kotoran burung atau kelelawar. Endemik di Lembah Sungai Ohio dan Mississippi di Amerika Serikat, dan juga ditemukan di Amerika Latin dan beberapa bagian Asia dan Afrika.

Bentuk Klinis Histoplasmosis

Pengobatan melibatkan itraconazole untuk penyakit ringan hingga sedang, dan amphotericin B untuk penyakit yang parah atau diseminata.

2. Koksidioidomikosis (Demam Lembah)

Disebabkan oleh Coccidioides immitis dan C. posadasii. Sering dijuluki "Demam Lembah" (Valley Fever), jamur ini sangat endemik di wilayah kering dan gurun Amerika Barat Daya (terutama Arizona dan California) dan Meksiko.

Jamur ini unik karena membentuk sferul besar yang dipenuhi endospora di dalam jaringan inang, bukan ragi. Inhalasi spora dapat menyebabkan sindrom mirip flu, ruam, atau radang sendi.

Komplikasi Koksidioidomikosis

Meskipun sebagian besar sembuh sendiri, sekitar 5% pasien mengembangkan bentuk diseminata yang serius, yang dapat melibatkan kulit, tulang, persendian, dan meninges (meningitis koksidioidal adalah komplikasi neurologis yang paling ditakuti dan seringkali memerlukan terapi seumur hidup).

Pengobatan meningitis koksidioidal sering membutuhkan fluconazole dosis tinggi, kadang dikombinasikan dengan amphotericin B intratekal.

3. Blastomycosis

Disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis. Endemik di area sekitar Great Lakes dan Lembah Sungai Ohio dan Mississippi. Jamur ini ditemukan di tanah lembab dan kayu yang membusuk.

Karakteristiknya adalah ragi berdinding tebal di jaringan yang menunjukkan tunas lebar (broad-based budding).

Blastomycosis sering bermanifestasi sebagai infeksi paru-paru kronis, dan sekitar 40% kasus menyebar ke kulit, tulang, atau sistem genitourinaria. Lesi kulit sering berupa nodul ulseratif yang tidak menyakitkan dan dapat menyerupai karsinoma sel skuamosa.

Terapi standar melibatkan itraconazole untuk penyakit ringan, dan amphotericin B untuk penyakit paru-paru berat atau diseminata.

4. Parakoksidioidomikosis

Disebabkan oleh Paracoccidioides brasiliensis. Endemik di Amerika Tengah dan Selatan (terutama Brasil). Infeksi ini paling sering terjadi pada pria dewasa.

Di jaringan, jamur ini berbentuk ragi besar multi-bertunas yang digambarkan sebagai "roda kemudi kapal" (ship's wheel). Infeksi primer di paru-paru, namun sering menyebar ke mukosa oral (mulut) dan nasofaring, menyebabkan lesi ulseratif yang menyakitkan. Pengobatan jangka panjang dengan itraconazole atau sulfonamida diperlukan.

Mikosis Oportunistik: Ancaman Bagi Inang Imunokompromais

Infeksi jamur oportunistik adalah penyebab morbiditas dan mortalitas yang semakin penting di rumah sakit. Jamur penyebabnya adalah penghuni lingkungan atau flora komensal normal yang memanfaatkan kelemahan sistem imun inang (misalnya, neutropenia, diabetes, penggunaan kortikosteroid, atau keganasan hematologi).

1. Kandidiasis

Disebabkan oleh spesies Candida (paling umum C. albicans, tetapi resistensi meningkat pada C. glabrata dan C. krusei). Candida adalah jamur komensal yang umum pada mukosa dan kulit.

Bentuk Klinis Kandidiasis

Pengobatan tergantung pada lokasi dan keparahan. Kandidiasis mukokutan diobati dengan azol topikal atau oral (fluconazole). Kandidemia dan penyakit invasif membutuhkan echinocandin (caspofungin, micafungin) atau fluconazole/amphotericin B, tergantung spesies dan resistensi.

2. Aspergillosis

Disebabkan oleh spesies Aspergillus (paling umum A. fumigatus). Spora jamur ini sangat umum di lingkungan (udara, tanah, debu). Infeksi terjadi melalui inhalasi.

Sindrom Aspergillosis

Pengobatan IPA memerlukan voriconazole sebagai lini pertama atau amphotericin B liposomal. Terapi kombinasi sering digunakan pada kasus refrakter.

3. Kriptokokosis

Disebabkan oleh Cryptococcus neoformans dan C. gattii. C. neoformans dikaitkan dengan kotoran burung dan sangat umum menyebabkan infeksi pada pasien HIV/AIDS (sebagai infeksi oportunistik yang mendefinisikan AIDS).

Manifestasi Kriptokokosis

Meskipun infeksi primer terjadi di paru-paru dan seringkali asimtomatik, jamur memiliki tropisme yang kuat terhadap sistem saraf pusat (SSP). Bentuk paling umum dan serius adalah Meningoensefalitis Kriptokokus.

Diagnosis Meningitis Kriptokokus dilakukan melalui pungsi lumbal (LP) yang menunjukkan ragi berkapsul dalam cairan serebrospinal (CSS) dan tes antigen kriptokokus (CrAg) yang positif.

Pengobatan meningitis memerlukan terapi induksi agresif dengan amphotericin B dan flucytosine, diikuti terapi konsolidasi dan pemeliharaan dengan fluconazole selama berbulan-bulan, seringkali seumur hidup pada pasien HIV.

4. Mukormikosis

Disebabkan oleh jamur dalam ordo Mucorales (misalnya, Rhizopus, Mucor). Infeksi ini dikenal karena progresinya yang cepat dan sifatnya yang merusak, dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi (di atas 50%).

Faktor risiko utama adalah ketoasidosis diabetik (DKA), neutropenia parah, dan penggunaan deferoxamine.

Bentuk Rinoserebral

Bentuk yang paling umum adalah rinoserebral, di mana jamur menginvasi sinus paranasal dan kemudian menyebar ke mata dan otak. Gejala termasuk nyeri wajah, nekrosis hidung, dan eschar hitam di palatum atau turbinat. Jamur ini memiliki kecenderungan kuat untuk menyerang pembuluh darah (angioinvasi).

Pengobatan adalah darurat medis, memerlukan kombinasi tiga pilar: (1) Pemberian amphotericin B dosis tinggi segera, (2) Debridement bedah agresif untuk menghilangkan semua jaringan nekrotik, dan (3) Pembalikan faktor risiko (misalnya, mengontrol DKA).

5. Pneumocystis Pneumonia (PCP)

PCP disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii. Meskipun secara taksonomi diklasifikasikan sebagai jamur, ia memiliki karakteristik biologi dan respons pengobatan yang berbeda (tidak merespons antijamur konvensional).

PCP adalah infeksi paru-paru yang parah, terutama pada pasien HIV/AIDS dengan jumlah CD4 yang rendah. Gejala termasuk dispnea (sesak napas), hipoksemia (kadar oksigen rendah), dan infiltrat paru difus. Pengobatan adalah dengan trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMX).

Pendekatan Diagnostik dan Teknik Laboratorium

Diagnosis mikosis yang akurat dan cepat sangat penting, terutama pada kasus sistemik atau oportunistik yang progresif. Diagnosis mengandalkan kombinasi presentasi klinis, radiologi, dan konfirmasi laboratorium.

1. Mikroskopi Langsung

Ini adalah langkah pertama yang paling cepat dan sering dilakukan. Sampel klinis (kerokan kulit, sputum, cairan serebrospinal, atau jaringan biopsi) diperiksa di bawah mikroskop:

2. Kultur Jamur

Kultur tetap menjadi standar emas untuk identifikasi spesies. Sampel diinokulasi pada media seperti Agar Dekstrosa Sabouraud (SDA). Identifikasi membutuhkan waktu beberapa hari hingga minggu, karena jamur tumbuh lebih lambat daripada bakteri.

Penting untuk dicatat bahwa kultur negatif tidak selalu menyingkirkan diagnosis mikosis invasif, terutama jika pasien sudah menerima terapi antijamur empiris.

3. Tes Serologi dan Antigen

Tes ini mendeteksi keberadaan antibodi inang terhadap jamur atau antigen jamur itu sendiri.

4. Teknik Molekuler (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) semakin digunakan untuk mendeteksi DNA jamur dalam darah atau jaringan. PCR menawarkan sensitivitas dan kecepatan yang lebih tinggi, khususnya untuk diagnosis dini kandidemia, aspergillosis, dan mukormikosis, sebelum kultur menjadi positif.

Prinsip Pengobatan Antijamur Komprehensif

Pengobatan mikosis didasarkan pada tingkat keparahan infeksi, status imun inang, dan spesies jamur penyebab. Obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok utama berdasarkan mekanisme kerjanya:

1. Poliena

Obat tertua dan terkuat, bertindak dengan mengikat ergosterol (komponen utama membran sel jamur), menyebabkan pori-pori dan kebocoran sel. Amphotericin B adalah anggota utama kelompok ini.

2. Azol

Mekanisme kerja utama azol adalah menghambat enzim sitokrom P450 yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, sehingga merusak membran sel jamur.

3. Ekinokandin

Merupakan kelas obat yang lebih baru yang bekerja dengan menghambat sintesis (1,3)-beta-D-glukan, komponen penting dinding sel jamur. Ekinokandin bersifat fungisidal terhadap Candida dan fungistatik terhadap Aspergillus.

4. Antimetabolit

Flucytosine (5-FC) adalah obat oral yang bekerja dengan mengganggu sintesis DNA dan RNA jamur. Obat ini jarang digunakan sendiri karena risiko resistensi, tetapi sangat penting dalam kombinasi dengan Amphotericin B untuk mengobati Kriptokokosis yang parah.

5. Terapi Tambahan

Untuk mikosis sistemik yang parah, manajemen suportif dan intervensi bedah sama pentingnya dengan obat-obatan. Pada mukormikosis, debridement bedah radikal untuk menghilangkan jaringan nekrotik adalah kunci keberhasilan. Penggunaan kortikosteroid mungkin diperlukan pada kasus tertentu seperti Histoplasmosis diseminata atau ABPA, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati.

Pencegahan dan Pengendalian Mikosis

Mengingat peningkatan risiko, pencegahan menjadi sangat penting, terutama pada kelompok berisiko tinggi.

Pencegahan Primer

  • Kesehatan Kulit: Menjaga kulit tetap kering dan bersih untuk mencegah dermatofitosis dan kandidiasis kutan (misalnya, mengeringkan sela-sela jari kaki setelah berenang).
  • Pengendalian Lingkungan: Untuk mikosis sistemik endemik, menghindari paparan terhadap area dengan kotoran burung atau kelelawar, atau tanah yang sangat terkontaminasi.
  • Tindakan Higiene: Mengenakan alas kaki di tempat umum yang lembap (kolam renang, kamar mandi gym) untuk mencegah tinea pedis.
  • Profilaksis Primer: Pemberian obat antijamur preventif pada pasien yang sangat imunokompromais, misalnya, Posaconazole untuk pasien neutropenia atau penerima transplantasi organ tertentu. TMP-SMX digunakan untuk profilaksis PCP pada pasien HIV/AIDS.

Pencegahan Sekunder dan Manajemen Risiko

Pada pasien dengan penyakit kronis, manajemen kondisi yang mendasari sangat vital:

  1. Pengendalian Diabetes: Kontrol glukosa yang ketat dapat mengurangi risiko mukormikosis dan kandidiasis.
  2. Penggunaan Antibiotik: Pembatasan penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak perlu untuk mengurangi risiko superinfeksi jamur (terutama Candida).
  3. Pengawasan Terapeutik: Pemantauan klinis dan radiologis rutin pada pasien berisiko tinggi untuk mendeteksi infeksi invasif pada stadium awal.
🏠 Kembali ke Homepage