Simbol kebijaksanaan, kekuasaan, dan ketaatan.
Menggali Makna Doa Nabi Sulaiman AS: Kunci Kekayaan, Kekuasaan, dan Syukur Hakiki
Dalam khazanah peradaban manusia, sedikit sekali tokoh yang memiliki pesona dan keagungan seperti Nabi Sulaiman AS. Beliau bukan sekadar seorang nabi utusan Allah, melainkan juga seorang raja yang kerajaannya tak tertandingi sepanjang masa. Kekuasaannya melampaui batas-batas kemanusiaan, mencakup dunia jin, hewan, hingga angin. Namun, di balik segala kemegahan dan mukjizat yang dianugerahkan kepadanya, terdapat sebuah inti spiritual yang menjadi fondasi dari segalanya: doa. Doa Nabi Sulaiman bukanlah sekadar permohonan, melainkan sebuah dialog mendalam dengan Sang Pencipta, yang mencerminkan kerendahan hati, kebijaksanaan, dan rasa syukur yang luar biasa.
Mempelajari doa-doa Nabi Sulaiman membawa kita pada sebuah perjalanan spiritual untuk memahami hakikat kekayaan sejati, kepemimpinan yang adil, dan bagaimana rasa syukur menjadi magnet bagi nikmat yang lebih besar. Artikel ini akan mengupas tuntas doa-doa mustajab yang pernah dipanjatkan oleh putra Nabi Daud AS ini, menggali konteks, makna, serta relevansinya bagi kehidupan kita di zaman modern. Ini bukan sekadar kumpulan lafaz doa, melainkan sebuah panduan untuk meneladani spirit di baliknya.
Mengenal Sosok Agung Nabi Sulaiman AS
Sebelum menyelami kedalaman doa-doanya, penting bagi kita untuk mengenal lebih dekat sosok Nabi Sulaiman AS. Beliau adalah pewaris takhta dan kenabian dari ayahnya, Nabi Daud AS. Sejak usia belia, Allah SWT telah menganugerahinya kebijaksanaan yang luar biasa. Salah satu kisah paling masyhur yang menunjukkan kearifannya adalah ketika beliau menyelesaikan sengketa antara dua orang ibu yang memperebutkan seorang bayi. Dengan kecerdasan ilahiah, beliau mampu mengungkap siapa ibu kandung yang sebenarnya, sebuah bukti bahwa kepemimpinannya tidak hanya didasarkan pada kekuatan, tetapi juga pada keadilan dan hikmah.
Allah SWT menganugerahkan berbagai mukjizat yang belum pernah diberikan kepada siapa pun sebelum dan sesudahnya. Di antara mukjizat tersebut adalah:
- Memahami Bahasa Binatang: Nabi Sulaiman mampu berkomunikasi dengan semua jenis hewan, dari semut yang paling kecil hingga burung-burung di angkasa.
- Mengendalikan Angin: Atas izin Allah, angin tunduk pada perintahnya, mampu membawanya dan pasukannya menempuh perjalanan jauh dalam waktu singkat.
- Menguasai Bangsa Jin dan Setan: Beliau memiliki kekuasaan penuh atas bangsa jin, mempekerjakan mereka untuk berbagai tugas berat seperti membangun istana megah, kuil, dan mengambil mutiara dari dasar lautan.
Kerajaan Nabi Sulaiman adalah simbol kemakmuran dan kekuatan. Istana beliau terbuat dari bahan-bahan terbaik, lantainya terbuat dari kaca bening yang di bawahnya mengalir air, sehingga Ratu Balqis yang mengunjunginya pun mengira itu adalah kolam air. Namun, semua kemewahan ini tidak pernah membuatnya lalai. Justru, setiap nikmat yang ia terima semakin mendekatkannya kepada Allah. Inilah konteks penting yang melatari setiap doa yang beliau panjatkan: sebuah kesadaran penuh bahwa semua yang dimilikinya adalah titipan dan anugerah semata dari Allah, Sang Maha Pemberi.
Doa Meminta Kerajaan yang Tak Tertandingi
Salah satu doa Nabi Sulaiman yang paling terkenal dan sering dibicarakan adalah permohonannya untuk memiliki sebuah kerajaan yang tidak akan dimiliki oleh siapa pun sesudahnya. Doa ini terabadikan dalam Al-Qur'an, Surat Shad ayat 35. Doa ini sering disalahpahami sebagai bentuk ambisi duniawi semata, padahal di dalamnya terkandung lapisan makna spiritual yang sangat dalam.
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
"Qāla rabbigfir lī wa hab lī mulkal lā yambagī li`aḥadim mim ba'dī, innaka antal-wahhāb."
Artinya: "Ia berkata: 'Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi'."
Analisis Mendalam tentang Doa Ini
Untuk memahami doa ini secara utuh, kita perlu membedahnya kata per kata dan melihat konteksnya.
1. Dimulai dengan Permohonan Ampun (Rabbighfir lii)
Hal pertama yang menakjubkan dari doa ini adalah Nabi Sulaiman memulainya dengan permohonan ampunan. Mengapa seorang nabi yang maksum (terjaga dari dosa besar) meminta ampun sebelum meminta anugerah sebesar itu? Ini adalah pelajaran adab dan tauhid yang luar biasa. Beliau mengajarkan bahwa sebelum meminta nikmat dunia, hal yang paling fundamental adalah membersihkan diri di hadapan Allah. Istighfar adalah pengakuan akan kelemahan diri dan keagungan Allah. Dengan memohon ampun, Nabi Sulaiman menempatkan dirinya sebagai hamba yang fakir, yang tidak memiliki daya apa pun, dan hanya mengharapkan belas kasihan Tuhannya. Ini adalah kunci pembuka pintu rahmat. Sebelum meminta "istana", kita harus membersihkan "halaman" hati kita terlebih dahulu.
2. Permintaan Spesifik dan Luar Biasa (wa hab lii mulkan...)
Setelah memohon ampun, barulah beliau menyampaikan hajatnya: "anugerahkanlah kepadaku kerajaan". Kata "mulkan" dalam bahasa Arab tidak hanya berarti kerajaan fisik, tetapi juga mencakup kekuasaan, otoritas, pengaruh, dan segala sumber daya yang menyertainya. Namun, yang membuat doa ini unik adalah frasa lanjutannya: "yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku" (laa yambaghii li-ahadin min ba'dii).
Para ulama tafsir memberikan beberapa pandangan mengenai maksud dari permintaan ini:
- Sebagai Tanda Kebesaran Allah: Permintaan ini bukan didasari oleh kesombongan, melainkan keinginan untuk menunjukkan kepada umat manusia betapa Maha Kuasanya Allah SWT. Dengan mengabulkan doa yang begitu "mustahil", Allah menunjukkan bahwa tidak ada batasan bagi kekuasaan-Nya. Kerajaan Sulaiman menjadi bukti nyata (ayat kauniyah) bagi generasi-generasi setelahnya tentang keagungan Allah.
- Kekhususan Mukjizat: Nabi Sulaiman memahami bahwa mukjizat yang dimilikinya (menguasai jin dan angin) adalah kekuatan yang sangat besar dan berpotensi disalahgunakan jika dimiliki oleh orang yang tidak tepat. Dengan meminta agar kerajaan seperti itu tidak diberikan kepada orang lain, beliau seolah-olah "mengunci" mukjizat spesifik tersebut untuk dirinya, demi menjaga kemaslahatan umat manusia di masa depan.
- Bukan Sifat Iri atau Egois: Perlu ditekankan bahwa ini bukanlah doa yang didasari sifat iri. Sebagai seorang Nabi, hatinya bersih dari penyakit semacam itu. Permintaan ini lebih bersifat fungsional untuk dakwah dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi pada masanya. Dengan kekuasaan absolut tersebut, tidak ada kekuatan lain yang mampu menghalangi dakwahnya.
3. Penutup dengan Asmaul Husna (Innaka Antal-Wahhab)
Doa ini ditutup dengan sebuah pengakuan yang agung: "sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi" (Innaka Antal-Wahhab). Al-Wahhab adalah salah satu nama terbaik Allah (Asmaul Husna) yang berarti Dzat yang memberi anugerah dan karunia tanpa henti, tanpa pamrih, dan tanpa diminta imbalan. Dengan menyebut nama ini, Nabi Sulaiman menunjukkan keyakinan penuh bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sumber segala anugerah. Ini adalah bentuk tawasul (menjadikan sesuatu sebagai perantara doa) dengan sifat-sifat Allah yang mulia, sebuah praktik yang sangat dianjurkan dalam berdoa.
Doa ini mengajarkan kita sebuah formula berdoa yang dahsyat: Mulailah dengan kerendahan hati dan permohonan ampun, sampaikan hajatmu dengan jelas dan keyakinan penuh, lalu tutup dengan memuji dan mengagungkan Allah sesuai dengan kebesaran-Nya.
Doa Syukur Saat Mendengar Perkataan Semut
Jika doa sebelumnya menunjukkan sisi "raja" dari Nabi Sulaiman, maka doa berikut ini menunjukkan sisi "hamba" yang paling dalam: rasa syukur yang meluap-luap atas nikmat terkecil sekalipun. Kisah ini terjadi ketika Nabi Sulaiman dan bala tentaranya yang perkasa melewati sebuah lembah semut. Momen ini diabadikan dengan indah dalam Al-Qur'an, Surat An-Naml ayat 18-19.
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, 'Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.' Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.
Di puncak kekuasaannya, di tengah parade militer yang megah, perhatian seorang raja terbesar di dunia justru tersita oleh ucapan seekor semut kecil. Reaksi pertama beliau bukanlah kesombongan, melainkan senyum tawa yang penuh kebahagiaan dan keheranan atas karunia Allah yang memungkinkannya memahami hal tersebut. Seketika itu juga, beliau langsung menundukkan hati dan memanjatkan doa syukur yang luar biasa indahnya.
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
"Rabbi awzi'nī an asykura ni'matakallatī an'amta 'alayya wa 'alā wālidayya wa an a'mala ṣāliḥan tarḍāhu wa adkhilnī biraḥmatika fī 'ibādikaṣ-ṣāliḥīn."
Artinya: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh."
Pelajaran dari Doa Syukur Ini
1. Meminta Bantuan untuk Bersyukur (Rabbi awzi'nii...)
Lagi-lagi, doa ini dimulai dengan sebuah pengakuan kerendahan hati. Nabi Sulaiman tidak berkata, "Ya Allah, aku bersyukur pada-Mu." Sebaliknya, beliau memohon, "Ya Tuhanku, berilah aku ilham..." atau "Bimbinglah aku..." (awzi'nii). Ini adalah sebuah kesadaran spiritual tingkat tinggi. Beliau menyadari bahwa kemampuan untuk bersyukur itu sendiri adalah sebuah nikmat dari Allah. Banyak orang diberi nikmat, tetapi hati mereka tertutup dari rasa syukur. Maka, hal pertama yang diminta adalah agar Allah membimbing hatinya agar mampu dan tergerak untuk senantiasa bersyukur. Ini adalah pelajaran bagi kita, bahwa syukur bukanlah proses otomatis, melainkan taufik dan hidayah yang harus terus kita mohonkan.
2. Mengakui Nikmat pada Diri dan Orang Tua
Nabi Sulaiman mengaitkan nikmat yang ia terima dengan nikmat yang diterima oleh kedua orang tuanya ('alayya wa 'alaa waalidayya). Ini menunjukkan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada leluhurnya, khususnya Nabi Daud AS. Beliau sadar bahwa posisinya saat ini adalah kelanjutan dari anugerah yang telah Allah berikan kepada keluarganya. Ini mengajarkan kita pentingnya berbakti dan mendoakan orang tua, serta menyadari bahwa kesuksesan kita tidak terlepas dari doa dan jerih payah mereka. Syukur yang sejati adalah syukur yang juga mengakui peran orang-orang sebelum kita.
3. Wujud Syukur adalah Amal Saleh (wa an a'mala shaalihan tardhaah)
Inilah puncak dari pemahaman tentang syukur. Nabi Sulaiman tidak berhenti pada pengakuan lisan. Beliau langsung menyambungkan permohonan syukur dengan permohonan untuk dapat "mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai". Ini adalah esensi syukur yang sebenarnya. Syukur bukan hanya ucapan "Alhamdulillah". Syukur adalah tindakan nyata menggunakan nikmat yang Allah berikan di jalan yang Allah ridhai. Jika diberi nikmat harta, wujud syukurnya adalah dengan bersedekah. Jika diberi nikmat ilmu, wujud syukurnya adalah dengan mengajarkannya. Jika diberi nikmat kekuasaan, wujud syukurnya adalah dengan berlaku adil. Nabi Sulaiman meminta agar Allah memberinya kekuatan untuk mentransformasikan rasa syukurnya menjadi karya-karya kebaikan yang diterima di sisi-Nya.
4. Tujuan Akhir Adalah Surga (wa adkhilnii birahmatika...)
Meskipun memiliki kerajaan dunia yang tak tertandingi, visi Nabi Sulaiman jauh menembus ke akhirat. Penutup doanya adalah permohonan untuk dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba yang saleh dengan rahmat Allah. Ini menunjukkan betapa dunia dan segala isinya terasa kecil di mata beliau dibandingkan dengan keridhaan dan surga Allah. Beliau tidak mengandalkan amal salehnya, tetapi memohon "dengan rahmat-Mu" (birahmatika), sebuah pengakuan bahwa surga hanya bisa diraih berkat kasih sayang Allah, bukan semata karena usaha manusia. Ini adalah pelajaran tentang prioritas hidup. Sebesar apapun pencapaian duniawi kita, tujuan akhir tetaplah menjadi hamba yang saleh dan meraih rahmat Allah SWT.
Doa Penunduk: Surat Kepada Ratu Balqis
Selain doa-doa permohonan pribadi, ada sebuah "doa" atau lebih tepatnya pernyataan bertauhid yang digunakan oleh Nabi Sulaiman dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin dan da'i. Ini bukanlah doa dalam arti meminta, melainkan sebuah kalimat pembuka yang penuh wibawa dan kekuatan spiritual untuk menundukkan hati yang sombong dan mengajak kepada kebenaran. Kalimat ini terdapat dalam surat yang beliau kirimkan kepada Ratu Balqis, penguasa Kerajaan Saba'.
Kisah ini bermula ketika Burung Hud-hud melaporkan kepada Nabi Sulaiman tentang adanya sebuah kerajaan makmur di negeri Saba' yang dipimpin oleh seorang ratu, namun mereka menyembah matahari, bukan Allah. Sebagai seorang Rasul, Nabi Sulaiman merasa terpanggil untuk menyampaikan dakwah. Beliau tidak mengirim pasukan, melainkan sebuah surat singkat yang berisi ajakan yang tegas dan penuh hikmah.
إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ * أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ
"Innahụ min sulaimāna wa innahụ bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Allā ta'lụ 'alayya wa`tụnī muslimīn."
Artinya: "Sesungguhnya surat ini dari Sulaiman dan sesungguhnya (isinya): 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri'." (QS. An-Naml: 30-31)
Kekuatan di Balik Kalimat Pembuka Ini
Surat ini seringkali dianggap sebagai "doa penunduk" karena efeknya yang luar biasa. Ratu Balqis, seorang pemimpin yang cerdas dan kuat, merasa gentar dan segera mengumpulkan para penasihatnya setelah membaca surat ini. Mari kita bedah kekuatan yang terkandung di dalamnya:
1. Dimulai dengan Basmalah
Nabi Sulaiman membuka suratnya dengan "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Ini adalah sebuah deklarasi fundamental. Beliau tidak memulai dengan menyebut gelar atau unjuk kekuatan kerajaannya. Beliau memulai dengan nama Allah, Sang Penguasa alam semesta. Ini secara tidak langsung menyatakan bahwa otoritasnya berasal dari sumber yang jauh lebih tinggi daripada sekadar kekuasaan duniawi. Basmalah adalah pernyataan bahwa segala tindakan, kekuatan, dan wibawa yang ia miliki bersumber dari Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah pendekatan dakwah yang paling murni.
2. Pesan yang Tegas dan Jelas (Allaa ta'luu 'alayya)
"Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku". Ini bukanlah ajakan untuk tunduk kepada pribadi Sulaiman, melainkan ajakan untuk tidak sombong terhadap kebenaran yang ia bawa. Kesombongan adalah penghalang utama hidayah. Dengan kalimat ini, Nabi Sulaiman langsung membidik akar permasalahan dari kesyirikan, yaitu keangkuhan manusia yang merasa tidak butuh kepada Tuhan. Beliau menantang Ratu Balqis dan kaumnya untuk melepaskan kesombongan mereka dan membuka hati untuk menerima kebenaran.
3. Tujuan yang Mulia (wa'tuunii muslimiin)
"Dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri". Kata "muslimiin" di sini memiliki makna yang sangat dalam. Tidak hanya berarti datang sebagai orang yang beragama Islam, tetapi datang dalam keadaan pasrah, tunduk, dan damai (karena akar kata Islam adalah 'salama' yang berarti damai dan selamat). Ini adalah sebuah undangan, bukan ancaman. Nabi Sulaiman mengajak mereka untuk masuk ke dalam kedamaian dan keselamatan dengan berserah diri kepada satu-satunya Tuhan yang hak, yaitu Allah SWT. Tujuannya adalah keselamatan mereka, bukan penaklukan wilayah semata.
Kombinasi antara kekuatan tauhid (Basmalah), ketegasan dalam prinsip (jangan sombong), dan tujuan yang mulia (ajakan untuk berserah diri) membuat surat ini memiliki kekuatan spiritual yang mampu menggetarkan hati Ratu Balqis. Ini mengajarkan kita bahwa dalam berkomunikasi, bernegosiasi, atau berdakwah, kekuatan sejati tidak terletak pada retorika yang berbunga-bunga atau ancaman, melainkan pada kejelasan pesan yang berlandaskan pada kebenaran dan niat yang tulus.
Relevansi Doa Nabi Sulaiman di Era Modern
Mungkin ada yang bertanya, apa relevansi doa seorang raja dari ribuan tahun lalu bagi kehidupan kita saat ini? Jawabannya: sangat relevan. Spirit di balik doa-doa Nabi Sulaiman bersifat universal dan abadi, dapat diaplikasikan oleh siapa pun, dalam profesi apa pun, di zaman apa pun.
1. Meminta Kesuksesan dengan Adab yang Benar
Doa meminta kerajaan mengajarkan kita untuk tidak takut bercita-cita besar. Boleh saja kita berdoa meminta menjadi pengusaha sukses, ilmuwan terkemuka, atau pemimpin yang berpengaruh. Namun, kita harus meniru adab Nabi Sulaiman: awali dengan istighfar. Sadari bahwa segala kesuksesan datang dari Allah. Jangan pernah merasa bahwa pencapaian kita murni karena kerja keras kita. Libatkan Allah sejak awal, bersihkan hati, maka Allah akan membukakan jalan-jalan yang tidak terduga. Dan yang terpenting, niatkan kesuksesan itu untuk menjadi sarana berbuat kebaikan yang lebih luas, bukan untuk kebanggaan diri.
2. Praktik Syukur dalam Keseharian
Di dunia yang serba cepat dan penuh dengan perbandingan di media sosial, sangat mudah bagi kita untuk merasa kurang dan lupa bersyukur. Doa syukur Nabi Sulaiman adalah pengingat yang kuat. Belajarlah untuk "mendengar suara semut" dalam hidup kita, yaitu menyadari nikmat-nikmat kecil yang sering kita abaikan: hembusan napas, kesehatan, senyum keluarga, atau secangkir teh hangat di pagi hari. Mintalah kepada Allah agar kita diberi kekuatan untuk bersyukur. Dan wujudkan rasa syukur itu dengan tindakan nyata. Jika kita sehat, gunakan kesehatan itu untuk beribadah dan menolong sesama. Jika kita punya waktu luang, gunakan untuk hal yang bermanfaat. Syukur adalah mengubah nikmat menjadi ketaatan.
3. Kepemimpinan dan Komunikasi yang Berwibawa
Surat kepada Ratu Balqis adalah masterclass dalam kepemimpinan dan komunikasi. Bagi seorang manajer, pemimpin tim, atau bahkan orang tua, pelajarannya sangat jelas. Mulailah segala sesuatu dengan niat karena Allah (spirit Basmalah). Sampaikan pesan dengan jelas, tegas, dan percaya diri, tanpa arogansi. Dan yang terpenting, fokus pada tujuan yang lebih besar, yaitu kebaikan bersama, bukan dominasi personal. Kewibawaan sejati lahir dari kejelasan visi dan integritas yang bersumber dari nilai-nilai spiritual.
4. Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat
Nabi Sulaiman adalah contoh sempurna dari hamba Allah yang mampu memegang dunia tanpa digenggam oleh dunia. Beliau memiliki segalanya, namun hatinya tetap terpaut pada akhirat. Setiap doanya selalu berujung pada permohonan ridha dan surga Allah. Ini adalah pelajaran paling fundamental bagi kita semua. Silakan kejar kesuksesan duniawi, raihlah prestasi setinggi mungkin, namun jangan pernah lupakan tujuan akhir kita. Jadikan dunia sebagai ladang untuk menanam amal kebaikan, yang hasilnya akan kita panen di akhirat. Seperti Nabi Sulaiman, di puncak kekuasaan duniawi, doa terindahnya adalah: "masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh."
Kesimpulan: Meneladani Spirit, Bukan Sekadar Lafaz
Doa-doa Nabi Sulaiman AS adalah warisan spiritual yang tak ternilai harganya. Mereka lebih dari sekadar rangkaian kata; mereka adalah cerminan dari sebuah jiwa yang agung, seorang hamba yang sangat mengenal Tuhannya. Dari beliau kita belajar bahwa kekuatan sejati dimulai dari kerendahan hati di hadapan Allah, bahwa kekayaan hakiki adalah kemampuan untuk bersyukur, dan bahwa kepemimpinan yang efektif berakar pada keimanan yang kokoh.
Mengamalkan doa Nabi Sulaiman bukan berarti kita akan secara otomatis mendapatkan kerajaan seperti miliknya. Sebaliknya, mengamalkan spirit doanya berarti kita menapaki jalan untuk menjadi "raja" di bidang kita masing-masing dengan cara yang diridhai Allah. Ini tentang membangun "kerajaan" karakter yang kokoh, menumbuhkan "kekayaan" syukur di dalam hati, dan menggunakan "kekuasaan" (pengaruh) yang kita miliki untuk menyebarkan kebaikan.
Marilah kita merenungi kembali doa-doa ini, bukan hanya untuk dihafal, tetapi untuk dihidupkan dalam setiap tarikan napas dan langkah kehidupan kita. Semoga Allah SWT membimbing kita untuk meneladani akhlak mulia Nabi Sulaiman AS, dan menjadikan doa-doa kita sebagai jembatan yang menghubungkan kita dengan rahmat dan anugerah-Nya yang tak terbatas. Aamiin.