Menggapai Berkah Rezeki: Doa Setelah Membaca Surat Al Waqiah

Ilustrasi kitab suci Al-Quran yang terbuka dengan cahaya bersinar, melambangkan petunjuk dan keberkahan.

Surat Al-Waqiah, surat ke-56 dalam Al-Quran, telah lama dikenal sebagai "Surat Kekayaan". Bukan tanpa alasan, surat ini membawa janji agung bagi siapa saja yang mengamalkannya dengan penuh keyakinan dan keistiqamahan. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan adalah membaca doa khusus setelah selesai merenungi ayat-ayatnya. Doa setelah membaca Surat Al Waqiah ini menjadi jembatan spiritual, sebuah permohonan tulus kepada Sang Maha Pemberi Rezeki untuk melapangkan jalan kehidupan dan menjauhkan dari kefakiran.

Mengamalkan Surat Al-Waqiah dan doanya bukan sekadar ritual mekanis. Ini adalah sebuah proses menyeluruh yang melibatkan hati, lisan, dan pikiran. Saat lisan melantunkan ayat-ayat yang menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat, hati diajak untuk merenungi kekuasaan Allah, dan pikiran diingatkan tentang kefanaan dunia. Kombinasi inilah yang membuka pintu-pintu rahmat, karena seorang hamba yang menyadari kebesaran Tuhannya dan kelemahannya sendiri berada pada posisi terbaik untuk dikabulkannya sebuah doa.


Bacaan Lengkap Doa Setelah Membaca Surat Al Waqiah

Setelah menyelesaikan pembacaan Surat Al-Waqiah dengan tartil dan penuh penghayatan, dianjurkan untuk mengangkat kedua tangan dan memanjatkan doa berikut. Doa ini adalah untaian permohonan yang indah, mencakup permohonan perlindungan dari kehinaan, permohonan rezeki yang halal, serta pengakuan atas kekuasaan mutlak Allah SWT.

اَللّٰهُمَّ صُنْ وُجُوْهَنَا بِالْيَسَارِ وَلَا تُوهِنَّا بِالْاِقْتَارِ فَنَسْتَرْزِقَ طَالِبِيْ رِزْقِكَ وَنَسْتَعْطِفَ شِرَارَ خَلْقِكَ وَنَشْتَغِلَ بِحَمْدِ مَنْ اَعْطَانَا وَنُبْتَلَى بِذَمِّ مَنْ مَنَعَنَا وَاَنْتَ مِنْ وَرَاءِ ذٰلِكَ كُلِّهِ اَهْلُ الْعَطَاءِ وَالْمَنْعِ اَللّٰهُمَّ كَمَا صُنْتَ وُجُوْهَنَا عَنِ السُّجُوْدِ اِلَّا لَكَ فَصُنَّا عَنِ الْحَاجَاتِ اِلَّا اِلَيْكَ بِجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ وَفَضْلِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ (۳ مرتبہ) اَللّٰهُمَّ اَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Allahumma shun wujuhana bil yasar, wala tuhinna bil iqtar, fanastarziqa thalibi rizqika, wanasta'thifa syirara khalqika, wanasy-taghila bihamdi man a'thana, wanubtala bidzammi man mana'ana, wa anta min wara-i dzalika kullihi ahlul 'atha-i wal man-'i.

Allahumma kama shunta wujuhana 'anis sujudi illa laka, fashunna 'anil hajatis illa ilaika, bijudika wa karamika wa fadhlika, ya arhamar rahimin (dibaca 3 kali).

Allahumma aghnina bifadhlika 'amman siwaka, wa shallallahu 'ala sayyidina Muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.

"Ya Allah, jagalah wajah kami dengan kemudahan (rezeki), dan jangan hinakan kami dengan kemiskinan. Sehingga kami harus mencari rezeki dari para pencari rezeki-Mu, dan meminta belas kasihan kepada makhluk-makhluk-Mu yang jahat, dan disibukkan dengan memuji orang yang memberi kami, dan diuji dengan mencela orang yang tidak memberi kami. Padahal Engkau di balik semua itu adalah yang berhak memberi dan menolak.

Ya Allah, sebagaimana Engkau menjaga wajah kami dari sujud kecuali kepada-Mu, maka jagalah kami dari kebutuhan kecuali kepada-Mu, dengan kedermawanan-Mu, kemuliaan-Mu, dan karunia-Mu, wahai Yang Maha Paling Penyayang di antara para penyayang (dibaca 3 kali).

Ya Allah, cukupkanlah kami dengan karunia-Mu dari selain-Mu. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya."


Membedah Makna Mendalam dalam Setiap Untaian Doa

Doa ini bukan sekadar permintaan harta. Ia adalah sebuah deklarasi tauhid, permohonan untuk menjaga kehormatan diri, dan pengakuan total akan kebergantungan hanya kepada Allah. Mari kita selami makna di balik setiap kalimatnya.

1. Permohonan Menjaga Kehormatan (Shun Wujuhana bil Yasar)

"Ya Allah, jagalah wajah kami dengan kemudahan (rezeki)..."

Kalimat pembuka ini sangatlah indah. Kata "wajah" (wujuh) dalam bahasa Arab seringkali menjadi metafora untuk kehormatan, martabat, dan harga diri seseorang. Meminta agar "wajah dijaga dengan kemudahan" berarti kita memohon agar Allah memberikan rezeki yang cukup, sehingga kita tidak perlu "kehilangan muka" dengan meminta-minta atau merendahkan diri di hadapan manusia lain.

Ini adalah doa agar kita diberi kekuatan ekonomi yang membuat kita mampu berdiri tegak dengan terhormat. Kemudahan (yasar) yang dimaksud bukan hanya soal jumlah, tetapi juga tentang keberkahan dan cara perolehannya yang baik, yang tidak membuat kita lalai atau sombong.

2. Perlindungan dari Hina karena Kefakiran (Wala Tuhinna bil Iqtar)

"...dan jangan hinakan kami dengan kemiskinan."

Ini adalah kelanjutan logis dari kalimat sebelumnya. Kemiskinan (iqtar) yang ekstrem berpotensi membawa seseorang pada kehinaan. Ia bisa memaksa seseorang melakukan hal-hal yang tidak ia inginkan, melanggar prinsip, atau bahkan terjerumus dalam perbuatan dosa demi menyambung hidup. Doa ini adalah permohonan perlindungan dari situasi sulit yang dapat menggerus iman dan martabat. Rasulullah SAW sendiri sering berlindung dari kefakiran yang mendekatkan pada kekufuran.

3. Menghindari Ketergantungan pada Makhluk

"...sehingga kami harus mencari rezeki dari para pencari rezeki-Mu, dan meminta belas kasihan kepada makhluk-makhluk-Mu yang jahat..."

Bagian ini adalah inti dari tauhid dalam urusan rezeki. Kita mengakui bahwa semua manusia, sekaya apapun mereka, pada hakikatnya adalah "pencari rezeki Allah" juga. Mereka bukanlah sumber rezeki, melainkan hanya perantara. Bergantung pada mereka adalah sebuah kesalahan fatal yang dapat menggeser fokus kita dari Sang Pemberi Rezeki yang sejati. Lebih jauh lagi, doa ini memohon perlindungan dari keharusan berurusan dengan "makhluk-makhluk yang jahat" (syirara khalqika), yaitu orang-orang yang kikir, suka mengungkit pemberian, atau memanfaatkan kesulitan orang lain untuk kepentingan mereka sendiri.

4. Menjaga Kemurnian Hati dan Lisan

"...dan disibukkan dengan memuji orang yang memberi kami, dan diuji dengan mencela orang yang tidak memberi kami."

Ini adalah permohonan untuk menjaga kesehatan mental dan spiritual. Ketergantungan pada manusia dapat merusak hati. Ketika seseorang memberi, kita cenderung memujinya secara berlebihan, seolah-olah dialah penyelamat kita. Sebaliknya, ketika seseorang menolak memberi, hati kita bisa dipenuhi dengan kebencian dan lisan kita sibuk mencelanya. Dua kondisi ini sama-sama berbahaya karena menempatkan makhluk sebagai pusat kendali emosi dan rasa syukur kita, padahal seharusnya hanya Allah yang berada di posisi itu.

5. Pengakuan Kekuasaan Mutlak Allah

"Padahal Engkau di balik semua itu adalah yang berhak memberi dan menolak."

Inilah puncak pengakuan tauhid rububiyah. Kita menegaskan keyakinan bahwa keputusan akhir untuk memberi (al-'atha') atau menolak (al-man'u) sepenuhnya ada di tangan Allah. Manusia hanyalah instrumen. Jika kita menerima sesuatu, itu karena Allah menghendakinya melalui tangan hamba-Nya. Jika kita ditolak, itu juga karena Allah menghendakinya karena suatu hikmah yang mungkin tidak kita ketahui. Keyakinan ini membebaskan kita dari kekecewaan terhadap manusia dan mengembalikan semua urusan kepada Allah.

6. Konsistensi Tauhid dalam Ibadah dan Kebutuhan

"Ya Allah, sebagaimana Engkau menjaga wajah kami dari sujud kecuali kepada-Mu, maka jagalah kami dari kebutuhan kecuali kepada-Mu..."

Ini adalah kiasan yang sangat kuat. Kita menyatakan, "Ya Allah, Engkau telah berikan kami hidayah untuk tidak menyembah dan bersujud kepada selain Engkau. Fisik dan dahi kami terjaga dari kehinaan menyembah berhala atau makhluk. Maka, sempurnakanlah penjagaan itu dengan menjaga hati dan kebutuhan kami agar tidak 'bersujud' atau bergantung pada selain Engkau." Doa ini meminta konsistensi antara ibadah fisik (sujud) dan ibadah hati (tawakal dan berharap).

7. Penutup yang Sempurna

"...dengan kedermawanan-Mu, kemuliaan-Mu, dan karunia-Mu, wahai Yang Maha Paling Penyayang di antara para penyayang."

Kita menutup permohonan dengan menyebut sifat-sifat Allah yang paling relevan: Kedermawanan (Jud), Kemuliaan (Karam), dan Karunia (Fadhl). Ini adalah cara bertawasul dengan nama dan sifat Allah yang mulia, sebuah adab berdoa yang diajarkan dalam Islam. Ditutup dengan seruan "Ya Arhamar Rahimin", kita mengetuk pintu rahmat Allah yang paling luas, mengakui bahwa semua yang kita minta hanyalah karena kasih sayang-Nya semata.


Keutamaan Surat Al-Waqiah sebagai Pembuka Pintu Rezeki

Popularitas Surat Al-Waqiah sebagai surat penarik rezeki bukan tanpa dasar. Terdapat beberapa hadis dan atsar (perkataan sahabat) yang menjadi landasan, meskipun sebagian ulama memperdebatkan derajat kesahihannya. Namun, secara substansi, pesan-pesan dalam surat ini sangat selaras dengan konsep rezeki dalam Islam.

  1. Dijauhkan dari Kefakiran

    Hadis yang paling masyhur adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa membaca surat Al-Waqi'ah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya." (HR. Al-Baihaqi). Meskipun ada perdebatan tentang sanad hadis ini, banyak ulama yang tetap menganjurkan pengamalannya karena isinya yang baik (fadilah amal). Makna "tidak ditimpa kemiskinan" bisa diartikan secara luas: miskin harta, miskin hati, miskin ilmu, dan miskin rasa syukur. Dengan merutinkan Al-Waqiah, hati menjadi kaya karena selalu ingat akhirat, sehingga kemiskinan duniawi tidak lagi menjadi sumber kesengsaraan.

  2. Pengingat Kekuasaan Allah dan Hari Akhir

    Surat Al-Waqiah secara gamblang melukiskan peristiwa Hari Kiamat. Ayat-ayat awalnya saja sudah menggetarkan: "Apabila terjadi hari kiamat, tidak ada seorangpun yang dapat mendustakan kejadiannya." Surat ini membagi manusia menjadi tiga golongan: golongan kanan (Ashabul Yamin), golongan kiri (Ashabul Syimal), dan golongan yang terdahulu beriman (As-Sabiqun). Dengan terus-menerus diingatkan tentang akhirat, seorang hamba akan lebih berhati-hati dalam mencari rezeki. Ia akan menjauhi cara-cara yang haram dan lebih fokus pada keberkahan. Kesadaran ini, secara spiritual, adalah kunci utama dibukanya pintu rezeki yang halal.

  3. Menumbuhkan Rasa Syukur

    Di bagian akhir surat, Allah SWT mengajak kita untuk merenungi nikmat-nikmat-Nya yang sering terlupakan: air yang kita minum, api yang kita nyalakan, dan benih yang kita tanam. "Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?" (QS. Al-Waqiah: 68-69). Refleksi semacam ini akan menumbuhkan rasa syukur yang mendalam. Dan Allah telah berjanji: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu." (QS. Ibrahim: 7). Rasa syukur adalah magnet rezeki yang paling kuat.

Waktu Terbaik dan Tata Cara Mengamalkannya

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari amalan ini, penting untuk memperhatikan adab dan waktu pelaksanaannya. Konsistensi atau istiqamah adalah kunci utama.

Waktu Terbaik Membaca

Tata Cara (Adab)

  1. Niat yang Ikhlas: Luruskan niat bahwa amalan ini dilakukan semata-mata untuk mencari ridha Allah, bukan hanya karena tujuan duniawi. Jadikan keinginan untuk terhindar dari kefakiran sebagai sarana agar lebih leluasa dalam beribadah dan berbuat kebaikan.
  2. Berwudhu: Sucikan diri dengan berwudhu sebagaimana adab memegang dan membaca Al-Quran.
  3. Membaca dengan Tartil: Bacalah ayat-ayat Al-Waqiah dengan perlahan, jelas, dan sesuai dengan kaidah tajwid. Jangan terburu-buru. Rasakan setiap kata yang diucapkan.
  4. Merenungi Makna: Usahakan untuk memahami arti dari ayat-ayat yang dibaca. Jika belum paham bahasa Arab, bacalah terjemahannya. Penghayatan makna akan memberikan dampak yang jauh lebih besar pada hati.
  5. Membaca Doa dengan Khusyuk: Setelah selesai membaca surat, angkat kedua tangan dan bacalah doa setelah membaca Surat Al Waqiah dengan penuh kerendahan hati, keyakinan, dan pengharapan. Ulangi bagian yang dianjurkan untuk diulang (ya arhamar rahimin) sebanyak tiga kali dengan penuh perasaan.
  6. Istiqamah: Lakukan amalan ini secara rutin setiap hari. Konsistensi jauh lebih baik daripada melakukannya dalam jumlah banyak tetapi hanya sesekali.

Memahami Konsep Rezeki yang Lebih Luas

Amalan doa setelah membaca Surat Al Waqiah akan menjadi lebih bermakna jika kita memahami konsep rezeki dalam Islam secara utuh. Rezeki (rizq) bukanlah sekadar uang atau harta benda. Rezeki adalah segala sesuatu yang kita terima dari Allah yang memberikan manfaat bagi kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat.

Bentuk-Bentuk Rezeki:

Dengan memahami keluasan makna rezeki, kita akan menyadari betapa berlimpahnya karunia Allah yang telah kita terima. Ini akan menjauhkan kita dari perasaan "miskin" meskipun mungkin secara materi kita tidak berlebihan. Mengamalkan Surat Al-Waqiah dan doanya adalah ikhtiar spiritual untuk membuka semua pintu rezeki tersebut, bukan hanya pintu materi.

Penutup: Tawakal Setelah Berikhtiar

Membaca Surat Al-Waqiah dan memanjatkan doa setelahnya adalah bentuk ikhtiar batin yang sangat kuat. Ini adalah cara kita mengetuk pintu langit, memohon langsung kepada Sang Pemilik Perbendaharaan. Namun, ikhtiar ini harus disempurnakan dengan dua hal penting lainnya: ikhtiar lahiriah dan tawakal.

Ikhtiar lahiriah adalah usaha nyata yang kita lakukan di dunia, seperti bekerja, belajar, dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Islam tidak mengajarkan kita untuk hanya berdoa tanpa berusaha. Doa dan usaha adalah dua sayap yang harus mengepak bersamaan untuk bisa terbang tinggi.

Setelah kedua ikhtiar (batin dan lahir) dilakukan, langkah terakhir adalah tawakal, yaitu menyerahkan sepenuhnya hasil kepada Allah SWT. Kita yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik menurut ilmu-Nya yang Maha Luas, bukan semata-mata menurut keinginan kita yang terbatas. Dengan kerangka berpikir seperti ini, mengamalkan doa setelah membaca Surat Al Waqiah akan mendatangkan ketenangan jiwa, melapangkan jalan rezeki, dan yang terpenting, mendekatkan diri kita kepada Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki.

🏠 Kembali ke Homepage