Memahami Doa Qunut dan Artinya: Panduan Lengkap dan Mendalam
Dalam khazanah ibadah umat Islam, doa menempati posisi yang sangat sentral. Ia adalah inti dari ibadah, jembatan penghubung antara hamba dengan Sang Khaliq. Salah satu doa yang memiliki kekhususan dalam pelaksanaannya, sarat makna, dan menjadi subjek diskusi para ulama adalah Doa Qunut. Doa ini tidak hanya sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah manifestasi penghambaan, permohonan, dan pengagungan yang mendalam, yang dipanjatkan pada waktu-waktu tertentu di dalam shalat.
Kata "Qunut" (القنوت) sendiri dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna, di antaranya adalah berdiri lama, diam, tunduk, taat, dan doa. Secara istilah dalam ilmu fiqih, Qunut merujuk pada doa khusus yang dibaca di dalam shalat pada posisi tertentu, yaitu setelah i'tidal pada rakaat terakhir. Memahami doa qunut secara komprehensif bukan hanya tentang menghafal lafadznya, tetapi juga meresapi setiap kalimatnya, mengetahui landasan hukumnya, serta mengerti hikmah di balik pensyariatannya. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang berkaitan dengan doa qunut dan artinya, agar kita dapat melaksanakannya dengan pemahaman yang lebih baik dan kekhusyukan yang lebih mendalam.
Sejarah dan Pensyariatan Doa Qunut
Untuk memahami praktik Doa Qunut, penting bagi kita untuk menelusuri akarnya dalam sejarah Islam. Pensyariatan Qunut, terutama Qunut Nazilah, sangat erat kaitannya dengan peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Salah satu peristiwa yang paling masyhur sebagai latar belakang disyariatkannya Qunut Nazilah adalah tragedi Bi'r Ma'unah (Sumur Ma'unah).
Pada saat itu, Rasulullah SAW mengutus sekitar 70 orang sahabat terbaiknya, yang sebagian besar adalah para penghafal Al-Qur'an (qurra'), untuk berdakwah kepada suku-suku di daerah Najd atas permintaan mereka. Namun, di tengah perjalanan, para sahabat tersebut dikhianati dan dibunuh secara keji. Berita duka ini membawa kesedihan yang sangat mendalam bagi Rasulullah SAW. Sebagai respons, beliau melaksanakan Qunut Nazilah selama sebulan penuh, mendoakan keburukan bagi suku-suku yang telah berkhianat dan memohon pertolongan Allah. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA menjadi bukti kuat peristiwa ini. Inilah cikal bakal Qunut Nazilah, yaitu qunut yang dibaca ketika umat Islam ditimpa musibah besar, bencana alam, penindasan, atau malapetaka lainnya.
Adapun Qunut yang dilaksanakan secara rutin pada shalat Subuh, praktiknya juga didasarkan pada riwayat-riwayat hadits, meskipun terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai status hukumnya. Sebagian ulama, seperti dalam Mazhab Syafi'i, berpandangan bahwa Rasulullah SAW senantiasa melakukan Qunut pada shalat Subuh hingga beliau wafat. Riwayat ini menjadi landasan utama bagi mereka yang mengamalkannya secara rutin. Sementara itu, ulama dari mazhab lain memiliki interpretasi berbeda terhadap riwayat-riwayat tersebut, yang akan kita bahas lebih lanjut pada bagian hukum Doa Qunut.
Ragam Jenis Doa Qunut dalam Praktik Ibadah
Dalam praktiknya, para ulama fiqih mengklasifikasikan Doa Qunut menjadi tiga jenis utama berdasarkan waktu dan sebab pelaksanaannya. Memahami perbedaan ini sangat penting agar kita dapat menempatkan setiap amalan sesuai dengan tuntunannya.
1. Qunut Subuh
Ini adalah jenis qunut yang paling dikenal di sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia. Qunut Subuh adalah doa yang dibaca secara rutin pada rakaat kedua shalat fardhu Subuh, tepatnya setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Pelaksanaannya dianggap sebagai sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Mazhab Syafi'i, yang merupakan mazhab mayoritas di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memohon petunjuk, perlindungan, dan keberkahan secara terus-menerus di awal hari.
2. Qunut Witir
Qunut Witir dilaksanakan pada rakaat terakhir shalat Witir. Terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu pelaksanaannya. Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa Qunut Witir disunnahkan untuk dibaca pada separuh terakhir bulan Ramadhan. Sementara itu, Mazhab Hanafi dan Hanbali berpandangan bahwa Qunut Witir dilakukan sepanjang tahun, dan dibaca sebelum ruku'. Doa ini menjadi penutup rangkaian ibadah malam, berisi permohonan ampunan dan kebaikan di malam hari.
3. Qunut Nazilah
Seperti yang telah dijelaskan dalam sejarahnya, Qunut Nazilah bersifat insidental atau temporer. Ia dibaca ketika umat Islam secara kolektif menghadapi musibah besar, seperti peperangan, wabah penyakit, bencana alam dahsyat, atau penindasan yang meluas. Qunut Nazilah dapat dibaca di setiap shalat fardhu lima waktu pada rakaat terakhir setelah i'tidal. Lafadz doanya pun bisa disesuaikan dengan konteks musibah yang sedang terjadi, berisi permohonan pertolongan kepada Allah dan doa keburukan bagi pihak yang zalim.
Teks Doa Qunut, Terjemahan, dan Transliterasi Latin
Berikut adalah bacaan Doa Qunut yang paling umum diajarkan dan diamalkan, bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh Hasan bin Ali RA, bahwa ia diajarkan doa ini oleh Rasulullah SAW.
اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allahummahdini fî man hadait, wa ‘âfini fî man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî syarra mâ qadhait, fa innaka taqdhî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, falakal hamdu 'alaa maa qadhait, astaghfiruka wa atuubu ilaik, wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa sallam.
"Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berikanlah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berikanlah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya."
Tafsir Mendalam Setiap Kalimat dalam Doa Qunut
Untuk mencapai kekhusyukan, kita perlu merenungi makna yang terkandung dalam setiap frasa doa agung ini. Setiap kalimatnya adalah samudra ilmu dan hikmah yang tak bertepi.
"Allahummahdini Fiman Hadait" - Permohonan Petunjuk Hakiki
Kalimat pembuka ini adalah permohonan paling fundamental bagi seorang hamba: permintaan hidayah atau petunjuk. Hidayah di sini bukan sekadar pengetahuan tentang mana yang benar dan salah (hidayah al-irsyad), karena itu telah Allah berikan melalui Al-Qur'an dan Sunnah. Permohonan ini lebih dalam, yaitu memohon hidayah at-taufiq, yakni kekuatan, kemauan, dan bimbingan dari Allah untuk dapat mengamalkan petunjuk tersebut serta istiqamah di atasnya hingga akhir hayat. Kita memohon agar digolongkan bersama orang-orang pilihan yang telah Allah anugerahi petunjuk, seperti para nabi, orang-orang shiddiq, syuhada, dan shalihin.
"Wa ‘Aafini Fiman ‘Aafait" - Meminta Kesehatan dan Keselamatan Paripurna
Selanjutnya, kita memohon 'afiyah. Kata ini sering diterjemahkan sebagai kesehatan, namun maknanya jauh lebih luas. 'Afiyah adalah keselamatan dan kesejahteraan yang paripurna, mencakup: keselamatan dari penyakit fisik, kesehatan jiwa dari sifat-sifat tercela (hasad, sombong, riya'), keselamatan akal dari pemikiran sesat, keselamatan iman dari syirik dan kekufuran, keselamatan harta dari yang haram, dan yang terpenting, keselamatan dari fitnah (ujian) dunia dan azab di akhirat. Ini adalah permintaan agar Allah menjaga kita dari segala bentuk keburukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
"Wa Tawallani Fiman Tawallait" - Harapan Akan Perlindungan dan Kasih Sayang Allah
Frasa ini berarti "uruslah/lindungilah aku bersama orang-orang yang telah Engkau urus/lindungi." Ini adalah permohonan untuk menjadi seorang waliyullah, yaitu orang yang urusannya diatur dan dilindungi secara langsung oleh Allah. Ketika Allah menjadi pelindung (Wali) seorang hamba, maka tidak ada satu pun makhluk yang dapat mencelakakannya. Hamba tersebut akan senantiasa dibimbing dalam setiap langkahnya, dijaga dari ketergelinciran, dan diberi pertolongan di saat-saat sulit. Ini adalah bentuk penyerahan diri total, mengakui kelemahan diri dan hanya bergantung pada kekuatan Allah semata.
"Wa Baarikli Fimaa A’thait" - Doa Memohon Keberkahan
Di sini kita meminta barakah (keberkahan) atas segala sesuatu yang telah Allah berikan. Barakah secara bahasa berarti ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Sesuatu yang berkah adalah sesuatu yang sedikit namun terasa cukup dan membawa banyak kebaikan, sementara sesuatu yang tidak berkah bisa jadi banyak namun cepat habis dan tidak mendatangkan manfaat. Kita memohon keberkahan pada rezeki, agar menjadi halal dan bermanfaat. Kita memohon keberkahan pada waktu, agar dapat digunakan untuk ketaatan. Kita memohon keberkahan pada ilmu, agar dapat diamalkan dan diajarkan. Dan kita memohon keberkahan pada keluarga, agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
"Wa Qini Syarra Maa Qadhait" - Berlindung dari Takdir yang Buruk
Ini adalah pengakuan iman terhadap qadha dan qadar (ketetapan dan takdir Allah). Kita beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketetapan Allah. Namun, kita diajarkan untuk tetap berdoa memohon perlindungan dari sisi buruk sebuah takdir. Doa adalah salah satu sebab yang bisa mengubah takdir, atau setidaknya memberikan kita kekuatan, kesabaran, dan ridha dalam menghadapinya. Kalimat ini menunjukkan adab seorang hamba: meyakini takdir Allah sambil terus berikhtiar melalui doa agar dijauhkan dari marabahaya.
"Fa Innaka Taqdhi wa Laa Yuqdha ‘Alaik" - Pengakuan Atas Kedaulatan Mutlak Allah
Kalimat ini adalah penegasan tauhid rububiyah. "Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang dapat menetapkan atas-Mu." Ini adalah pengakuan bahwa Allah adalah Penguasa Mutlak. Keputusan-Nya adalah final dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Manusia dan seluruh makhluk hanya bisa tunduk pada ketetapan-Nya. Pengakuan ini membersihkan hati dari ketergantungan kepada selain Allah dan menanamkan keyakinan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya penentu segala urusan.
"Wa Innahu Laa Yadzillu Man Walait" - Jaminan Kemuliaan bagi Kekasih Allah
"Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau lindungi." Ini adalah konsekuensi logis dari kalimat sebelumnya. Siapa pun yang telah berada di bawah perlindungan (wilayah) Allah, maka ia tidak akan pernah merasakan kehinaan yang hakiki. Meskipun mungkin ia dipandang rendah oleh manusia, miskin harta, atau tidak memiliki jabatan, kemuliaan sejatinya di sisi Allah terjamin. Kemuliaan yang abadi adalah kemuliaan di hadapan Sang Pencipta, bukan di hadapan makhluk.
"Wa Laa Ya’izzu Man ‘Adait" - Kepastian Kehinaan bagi Musuh Allah
"Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi." Sebaliknya, siapa pun yang menjadi musuh Allah—dengan menentang syariat-Nya dan memusuhi para kekasih-Nya—tidak akan pernah mencapai kemuliaan sejati. Sekalipun ia memiliki kekuasaan, kekayaan, dan pengikut yang banyak di dunia, itu semua adalah kemuliaan semu yang akan sirna. Pada hakikatnya, ia berada dalam kehinaan karena jauh dari sumber segala kemuliaan, yaitu Allah SWT.
"Tabaarakta Rabbana wa Ta’aalait" - Penutup Penuh Pujian dan Pengagungan
"Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau." Setelah rentetan permohonan dan pengakuan, doa ini ditutup dengan sanjungan dan pujian yang agung. Tabaarakta berasal dari kata barakah, yang artinya Maha Banyak Kebaikan-Mu dan Maha Agung Sifat-Mu. Ta’aalait berarti Maha Tinggi Engkau dari segala kekurangan dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ini adalah adab dalam berdoa, yaitu menutup doa dengan memuji dan mengagungkan Allah SWT.
Hukum Melaksanakan Doa Qunut: Pandangan Empat Mazhab
Masalah hukum Doa Qunut, khususnya Qunut Subuh, merupakan salah satu topik khilafiyah (terdapat perbedaan pendapat) di kalangan ulama fiqih. Penting untuk memahami pandangan setiap mazhab beserta dalilnya agar kita bisa bersikap bijak dan toleran.
1. Pandangan Mazhab Syafi'i
Menurut Mazhab Syafi'i, hukum membaca Doa Qunut pada shalat Subuh adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seseorang sengaja meninggalkannya, shalatnya tetap sah namun ia dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi. Jika lupa, maka sangat dianjurkan untuk sujud sahwi. Landasan utama mereka adalah hadits dari Anas bin Malik RA yang menyatakan, "Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad dan lainnya). Bagi ulama Syafi'iyah, hadits ini menunjukkan keberlangsungan (kontinuitas) amalan tersebut dan tidak dihapus (mansukh).
2. Pandangan Mazhab Maliki
Mazhab Maliki juga berpandangan bahwa Qunut Subuh adalah sunnah (mandub), namun mereka memiliki kekhasan dalam praktiknya. Mereka berpendapat bahwa qunut lebih utama dibaca secara pelan (sirr) meskipun dalam shalat jahriyah (yang bacaannya dikeraskan). Posisi mereka mirip dengan Syafi'i dalam hal anjuran, namun berbeda dalam cara pelaksanaannya. Mereka juga berpegang pada riwayat-riwayat yang menunjukkan praktik qunut yang dilakukan oleh para sahabat setelah wafatnya Nabi.
3. Pandangan Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa Doa Qunut tidak disyariatkan pada shalat Subuh. Menurut mereka, praktik Qunut Subuh yang pernah dilakukan Nabi telah dihapus (mansukh). Dalil mereka adalah riwayat dari Ibnu Mas'ud dan sahabat lain yang menyatakan bahwa Nabi melakukan qunut selama sebulan (saat Nazilah), kemudian meninggalkannya. Mereka memahami kata "meninggalkannya" sebagai penghapusan syariatnya secara umum di luar kondisi Nazilah. Bagi mereka, qunut secara rutin hanya disyariatkan pada shalat Witir, yang dibaca sebelum ruku'.
4. Pandangan Mazhab Hanbali
Pandangan Mazhab Hanbali serupa dengan Mazhab Hanafi. Mereka meyakini bahwa Qunut tidak disunnahkan pada shalat Subuh. Landasan mereka pun sama, yaitu hadits-hadits yang mengindikasikan bahwa praktik Qunut Subuh bersifat sementara (terkait Nazilah) dan kemudian ditinggalkan. Mereka hanya mensyariatkan qunut pada shalat Witir dan saat terjadi Nazilah. Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab ini, dikenal sangat ketat dalam berpegang pada riwayat yang paling shahih menurut ijtihadnya.
Sikap Bijak dalam Menghadapi Perbedaan
Perbedaan pendapat ini adalah rahmat dan menunjukkan luasnya khazanah ijtihad dalam Islam. Semua imam mazhab memiliki dalil dan argumentasi yang kuat. Sikap yang paling bijak bagi seorang muslim adalah mengikuti mazhab yang diyakininya atau yang dianut oleh masyarakat di lingkungannya, sambil tetap menghormati dan tidak menyalahkan mereka yang mengamalkan pendapat berbeda. Yang terpenting adalah menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyah.
Tata Cara Pelaksanaan Doa Qunut yang Benar
Bagi yang mengamalkan Doa Qunut, berikut adalah tata cara pelaksanaannya sesuai dengan panduan para ulama:
- Waktu Pelaksanaan: Doa Qunut dibaca pada rakaat terakhir sebuah shalat (misalnya rakaat kedua pada shalat Subuh, atau rakaat terakhir pada shalat Witir).
- Posisi: Dibaca setelah bangkit dari ruku' dan membaca "Sami'allahu liman hamidah, rabbana lakal hamd" (posisi i'tidal). Sebelum sujud pertama.
- Sikap Tangan: Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan seperti posisi berdoa pada umumnya, yaitu setinggi dada dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit.
- Saat Shalat Berjamaah: Jika shalat dilakukan secara berjamaah, imam akan membaca lafadz doa qunut dengan suara yang dikeraskan (jahr). Makmum di belakangnya cukup mengucapkan "Aamiin" pada setiap kalimat permohonan. Ketika imam membaca kalimat pujian (seperti "Fa innaka taqdhi..."), makmum dianjurkan untuk diam atau ikut membacanya dengan suara pelan.
- Saat Shalat Sendiri (Munfarid): Jika shalat sendirian, maka doa qunut dibaca dengan suara pelan (sirr).
- Mengusap Wajah: Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai anjuran mengusap wajah dengan kedua telapak tangan setelah selesai berdoa qunut. Sebagian menganjurkannya, sementara sebagian lain menganggap hadits tentangnya lemah sehingga tidak perlu dilakukan. Keduanya adalah pandangan yang mu'tabar (diakui).
Pertanyaan Umum Seputar Doa Qunut
Apa yang harus dilakukan jika lupa membaca doa qunut?
Menurut pandangan Mazhab Syafi'i yang menganggapnya sebagai sunnah ab'adh (bagian dari sunnah yang dianjurkan sujud sahwi jika ditinggalkan), maka bagi orang yang lupa membaca doa qunut, disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi dua kali sebelum salam.
Bagaimana jika saya tidak hafal doa qunut?
Jika seseorang belum hafal lafadz doa qunut yang panjang, para ulama memberikan beberapa alternatif. Ia boleh membaca doa apa saja yang mengandung makna permohonan kebaikan dunia dan akhirat. Bahkan, membaca doa sapu jagat "Rabbana atina fid-dunya hasanah, wa fil-akhirati hasanah, wa qina 'adzaban-nar" dianggap sudah mencukupi oleh sebagian ulama sebagai pengganti sementara hingga ia hafal.
Apakah doa qunut harus menggunakan bahasa Arab?
Pada dasarnya, bacaan di dalam shalat harus menggunakan bahasa Arab, termasuk doa qunut. Menerjemahkan bacaan shalat ke bahasa lain dapat membatalkan shalat menurut jumhur (mayoritas) ulama. Oleh karena itu, usaha terbaik adalah dengan menghafal lafadz aslinya. Jika benar-benar tidak mampu, sebagai solusi darurat, beberapa ulama memperbolehkan membaca artinya dalam hati, namun ini bukanlah praktik yang dianjurkan secara umum.
Keutamaan dan Hikmah di Balik Doa Qunut
Disyariatkannya Doa Qunut mengandung banyak sekali hikmah dan keutamaan yang dapat kita petik, di antaranya:
- Wujud Penghambaan Total: Dengan memanjatkan doa qunut, seorang hamba secara sadar mengakui kelemahannya, kebutuhannya, dan ketergantungannya yang mutlak kepada Allah SWT.
- Memulai Hari dengan Doa: Qunut Subuh mendidik kita untuk mengawali aktivitas harian dengan memohon bimbingan, perlindungan, dan keberkahan dari Allah, sehingga seluruh aktivitas kita bernilai ibadah.
- Sarana Introspeksi Diri: Setiap kalimat dalam doa qunut mengajak kita untuk merenung. Apakah kita sudah benar-benar berada di jalan petunjuk-Nya? Apakah kita sudah mensyukuri nikmat sehat dan 'afiyah?
- Memperkuat Iman kepada Takdir: Doa ini mengajarkan kita untuk meyakini takdir Allah (qadha dan qadar) sambil terus berikhtiar dengan senjata terkuat seorang mukmin, yaitu doa.
- Menumbuhkan Solidaritas Umat: Khususnya pada Qunut Nazilah, doa ini menjadi simbol kepedulian dan solidaritas sesama muslim di seluruh dunia ketika sebagian saudaranya ditimpa musibah.
Kesimpulan
Doa Qunut adalah sebuah warisan spiritual yang sangat berharga dari Rasulullah SAW. Ia bukan sekadar ritual tambahan dalam shalat, melainkan sebuah dialog mendalam yang penuh dengan permohonan, pujian, dan pengakuan akan keagungan Allah. Setiap kalimatnya mengandung makna yang dapat menjadi pedoman hidup seorang muslim: memohon petunjuk, meminta keselamatan, berharap perlindungan, mencari keberkahan, dan berlindung dari takdir yang buruk.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai hukum pelaksanaannya, hal tersebut tidak seharusnya mengurangi substansi dan keindahan dari doa itu sendiri. Sikap saling menghargai dan berlapang dada dalam perbedaan adalah cerminan kedewasaan iman. Baik yang mengamalkannya maupun yang tidak, esensi dari qunut—yaitu ketaatan, ketundukan, dan doa kepada Allah—harus senantiasa terpatri dalam hati setiap muslim. Semoga dengan pemahaman yang lebih baik tentang doa qunut dan artinya, kualitas shalat dan kedekatan kita kepada Allah SWT senantiasa meningkat.