Doa qunut merupakan salah satu amalan yang memiliki tempat istimewa dalam ibadah shalat, khususnya bagi umat Islam di berbagai belahan dunia. Ketika dilaksanakan dalam shalat berjamaah, peran seorang imam menjadi sentral. Doa qunut imam bukan sekadar bacaan pribadi, melainkan sebuah munajat yang memimpin dan mewakili seluruh makmum di belakangnya. Oleh karena itu, memahami seluk-beluk doa qunut bagi seorang imam, mulai dari bacaan, tata cara, hingga landasan hukumnya, menjadi sebuah keniscayaan untuk menyempurnakan ibadah berjamaah.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif segala aspek yang berkaitan dengan doa qunut yang dipimpin oleh seorang imam. Pembahasan akan mencakup pengertian mendasar, perbedaan pandangan para ulama mazhab, jenis-jenis qunut, hingga panduan praktis pelaksanaan yang benar agar kekhusyukan dan kesempurnaan shalat berjamaah dapat tercapai secara maksimal.
Pengertian dan Makna Filosofis Doa Qunut
Untuk memahami esensi dari doa qunut imam, kita perlu memulai dari akar katanya. Secara etimologis, kata "Qunut" (القنوت) dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna, di antaranya adalah ketaatan (al-tha’ah), berdiri lama (thulul qiyam), diam (as-sukut), dan doa. Semua makna ini secara inheren terkandung dalam praktik qunut saat shalat, yaitu sebuah momen di mana seorang hamba berdiri dalam ketaatan, memanjangkan doanya kepada Allah dengan penuh kekhusyukan.
Secara terminologis dalam ilmu fiqih, qunut adalah doa khusus yang dibaca pada waktu tertentu di dalam shalat, yaitu saat berdiri setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) pada rakaat terakhir. Doa ini berisi permohonan yang sangat komprehensif, mencakup permintaan petunjuk, ampunan, kesehatan, keberkahan, serta perlindungan dari segala keburukan. Inilah yang menjadikan doa qunut memiliki kedalaman spiritual yang luar biasa.
Tadabbur Makna dalam Setiap Lafaz Doa Qunut
Setiap kalimat dalam doa qunut mengandung makna yang sangat dalam. Mari kita selami bersama makna yang terkandung di dalamnya, khususnya dalam konteks doa qunut imam yang menggunakan lafaz jamak (untuk orang banyak):
"Allahummahdinaa fiiman hadaiit" (Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk). Ini adalah permohonan paling fundamental. Seorang imam memimpin jamaahnya untuk meminta hidayah, bukan hanya hidayah untuk memeluk Islam, tetapi hidayah taufiq, yaitu bimbingan untuk terus berada di jalan yang lurus dalam setiap aspek kehidupan.
"Wa 'aafinaa fiiman 'aafaiit" (Dan berilah kami kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan). Permohonan 'afiyah (kesehatan dan keselamatan) di sini mencakup dua dimensi: kesehatan jasmani dari penyakit dan kesehatan rohani dari penyakit hati seperti iri, dengki, dan sombong, serta keselamatan dari fitnah dunia dan akhirat.
"Wa tawallanaa fiiman tawallaiit" (Dan peliharalah kami sebagaimana orang-orang yang telah Engkau pelihara). Ini adalah permohonan agar Allah menjadi Wali kita, yang mengatur, melindungi, dan menolong segala urusan kita. Ketika Allah menjadi pelindung, tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mencelakai kita.
"Wa baarik lanaa fiimaa a'thaiit" (Dan berilah keberkahan bagi kami pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan). Seorang imam mengajak makmumnya untuk tidak hanya meminta rezeki, tetapi meminta keberkahan di dalamnya. Rezeki yang sedikit namun berkah jauh lebih baik daripada rezeki yang banyak namun tidak membawa ketenangan dan kebaikan.
"Wa qinaa syarra maa qadhaiit" (Dan selamatkanlah kami dari keburukan yang telah Engkau tetapkan). Ini adalah wujud kepasrahan total. Kita mengakui bahwa segala sesuatu terjadi atas ketetapan (qadha) Allah, namun kita memohon agar dilindungi dari aspek keburukan yang mungkin menyertai ketetapan tersebut, seperti musibah atau ujian yang tak sanggup kita pikul.
"Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik" (Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukumi dan bukan dihukumi). Ini adalah kalimat tauhid dan pengagungan. Menegaskan supremasi Allah sebagai satu-satunya penentu absolut, yang keputusan-Nya tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.
"Wa innahu laa yadzillu man waalaiit" (Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan). Sebuah penegasan bahwa kemuliaan sejati hanya datang dari Allah. Siapapun yang berada di bawah naungan perlindungan-Nya tidak akan pernah terhina di dunia maupun di akhirat.
"Wa laa ya'izzu man 'aadaiit" (Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi). Sebaliknya, kemuliaan yang disandarkan pada selain Allah adalah kemuliaan yang semu dan rapuh. Kekuatan, jabatan, atau harta tidak akan pernah membawa kemuliaan hakiki jika Allah memusuhinya.
"Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit" (Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau). Kalimat pujian penutup yang sempurna, mengakui kesucian dan ketinggian Allah di atas segala-galanya.
Dengan memahami makna ini, setiap "Aamiin" yang diucapkan makmum di belakang imam akan terasa lebih bergetar dan penuh penghayatan.
Hukum Doa Qunut Imam Menurut Empat Mazhab
Salah satu aspek terpenting dalam pembahasan doa qunut adalah status hukumnya. Para ulama dari empat mazhab besar memiliki perbedaan pandangan (khilafiyah) dalam masalah ini. Memahami perbedaan ini sangat penting untuk menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai dalam praktik keagamaan.
1. Mazhab Syafi'i
Dalam Mazhab Syafi'i, yang merupakan pandangan mayoritas umat Islam di Indonesia, hukum membaca doa qunut pada rakaat terakhir shalat Subuh adalah Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Meninggalkannya dengan sengaja dianggap makruh, dan jika terlupa, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi.
Landasan utama mereka adalah hadis dari Anas bin Malik RA yang meriwayatkan bahwa, "Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad). Meskipun status hadis ini diperdebatkan oleh ulama dari mazhab lain, bagi kalangan Syafi'iyah hadis ini menjadi dalil yang kuat untuk meyakini kesinambungan praktik qunut Subuh.
Selain qunut Subuh, Mazhab Syafi'i juga mensunnahkan qunut pada rakaat terakhir shalat Witir di separuh akhir bulan Ramadhan.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki memiliki pandangan yang cukup unik. Mereka juga berpendapat bahwa doa qunut pada shalat Subuh hukumnya adalah sunnah (mandub). Namun, yang membedakan adalah cara pelaksanaannya. Menurut pandangan masyhur dalam mazhab ini, qunut Subuh dilakukan secara sirr (dibaca pelan), baik oleh imam maupun saat shalat sendirian. Ini berbeda dengan praktik Syafi'iyah di mana doa qunut imam dibaca secara jahr (keras).
Alasan mereka melakukan secara sirr adalah untuk membedakannya dari qunut Nazilah (qunut saat terjadi bencana) yang disepakati untuk dibaca dengan suara keras. Mereka juga berpegang pada riwayat-riwayat yang menunjukkan praktik qunut oleh para sahabat di Madinah.
3. Mazhab Hanafi
Berbeda dengan dua mazhab sebelumnya, Mazhab Hanafi berpandangan bahwa membaca doa qunut secara rutin pada shalat Subuh tidak disyariatkan. Menurut mereka, praktik qunut Subuh yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW telah dinasakh (dihapus hukumnya).
Dalil yang mereka gunakan adalah hadis dari Abu Malik al-Asyja'i yang bertanya kepada ayahnya, "Wahai ayahku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka melakukan qunut pada shalat Subuh?" Ayahnya menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (muhdats)."
Meskipun demikian, Mazhab Hanafi sangat menganjurkan pelaksanaan doa qunut, tetapi pada shalat Witir. Bagi mereka, qunut pada shalat Witir (sebelum ruku') adalah wajib, dan ini dilakukan sepanjang tahun, tidak hanya pada bulan Ramadhan.
4. Mazhab Hanbali
Pandangan Mazhab Hanbali mirip dengan Mazhab Hanafi. Mereka juga berpendapat bahwa qunut pada shalat Subuh secara rutin bukanlah sunnah. Mereka lebih menekankan pelaksanaan qunut pada dua kondisi: pertama, pada shalat Witir, dan kedua, saat terjadi Qunut Nazilah.
Qunut Nazilah, yaitu qunut yang dilakukan ketika umat Islam menghadapi musibah besar seperti perang, penindasan, atau bencana alam, sangat dianjurkan dalam Mazhab Hanbali. Qunut ini bisa dilakukan di setiap shalat fardhu dan dibaca dengan suara keras oleh imam.
Sikap bijak dalam menyikapi perbedaan ini adalah dengan menghormati setiap pandangan yang didasari oleh ijtihad para ulama. Ketika seorang makmum shalat di belakang imam yang berbeda mazhab, hendaknya ia mengikuti gerakan dan amalan imamnya demi menjaga persatuan shaf.
Jenis-jenis Doa Qunut yang Perlu Diketahui Imam
Secara umum, doa qunut dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama. Seorang imam perlu memahami perbedaan dan konteks dari masing-masing jenis qunut ini.
1. Qunut Subuh
Ini adalah jenis qunut yang paling populer dan menjadi praktik rutin, khususnya bagi penganut Mazhab Syafi'i dan Maliki. Dilaksanakan pada i'tidal rakaat kedua shalat Subuh. Bacaannya adalah doa yang telah masyhur, seperti yang telah diuraikan maknanya di atas. Tujuannya adalah untuk memohon kebaikan dan perlindungan secara umum dalam memulai hari.
2. Qunut Witir
Qunut Witir dilakukan pada rakaat terakhir shalat Witir. Terdapat perbedaan waktu pelaksanaannya:
- Mazhab Syafi'i: Dianjurkan pada paruh kedua bulan Ramadhan, mulai malam ke-16.
- Mazhab Hanafi dan Hanbali: Dianjurkan sepanjang tahun.
Bacaan Qunut Witir bisa menggunakan lafaz yang sama dengan qunut Subuh. Namun, seringkali ditambahkan dengan doa-doa lain, seperti doa yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA, yang isinya lebih panjang dan mencakup permohonan ampunan serta doa terhadap kaum muslimin.
3. Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah qunut yang bersifat insidental, dilakukan ketika umat Islam sedang ditimpa musibah, bencana, atau penindasan yang berat. Qunut ini disepakati oleh mayoritas ulama sebagai amalan yang disyariatkan.
- Waktu Pelaksanaan: Bisa dilakukan pada setiap shalat fardhu lima waktu, tidak terbatas pada Subuh saja.
- Tata Cara: Dilakukan pada i'tidal rakaat terakhir, dan imam membacanya dengan suara keras (jahr) agar diaminkan oleh makmum.
- Isi Bacaan: Lafaznya tidak terikat pada satu teks tertentu. Isinya disesuaikan dengan kondisi musibah yang sedang dihadapi. Biasanya berisi doa untuk keselamatan kaum muslimin yang tertimpa musibah dan doa keburukan bagi pihak yang melakukan kezaliman.
Dasar dari Qunut Nazilah adalah riwayat bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan qunut selama sebulan penuh untuk mendoakan keburukan atas suku Ri'l dan Dzakwan yang telah membunuh para sahabat penghafal Al-Qur'an.
Tata Cara Pelaksanaan Doa Qunut Imam yang Benar
Pelaksanaan doa qunut oleh seorang imam memiliki adab dan tata cara tersendiri yang berbeda dari saat shalat sendirian. Tujuannya adalah untuk memimpin doa dan memfasilitasi makmum agar dapat mengaminkan dengan baik. Berikut adalah langkah-langkahnya secara rinci:
- Posisi dan Waktu: Doa qunut dimulai setelah imam bangkit dari ruku' pada rakaat terakhir (posisi i'tidal) dan setelah membaca "Rabbanaa lakal hamdu...". Imam berdiri tegak dalam posisi ini selama membaca doa qunut.
- Mengangkat Tangan: Disunnahkan bagi imam dan makmum untuk mengangkat kedua tangan setinggi dada, dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit, sebagaimana posisi berdoa pada umumnya.
- Suara Imam (Jahr): Imam hendaknya mengeraskan suaranya saat membaca doa qunut agar terdengar jelas oleh seluruh makmum di belakangnya. Intonasi yang digunakan hendaknya khusyuk, penuh pengharapan, dan tidak tergesa-gesa.
- Penggunaan Lafaz Jamak (Penting!): Ini adalah poin krusial bagi seorang imam. Imam harus mengubah dhomir (kata ganti) tunggal menjadi jamak. Ini karena imam sedang berdoa bukan untuk dirinya sendiri, melainkan mewakili seluruh jamaah.
- "Allahummahdinii" (untuk diriku) menjadi "Allahummahdinaa" (untuk kami).
- "Wa 'aafinii" menjadi "Wa 'aafinaa".
- "Wa tawallanii" menjadi "Wa tawallanaa".
- Dan seterusnya.
- Peran Makmum:
- Saat imam membaca bagian doa yang berisi permohonan (seperti "Allahummahdinaa..."), makmum mengucapkan "Aamiin" dengan suara yang terdengar (jahr) atau pelan (sirr), sesuai dengan kebiasaan di masyarakat setempat.
- Saat imam membaca bagian yang berisi pujian kepada Allah (seperti "Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik..."), terdapat dua pandangan di kalangan ulama Syafi'iyah. Sebagian berpendapat makmum cukup diam dan mendengarkan. Sebagian lain berpendapat makmum dianjurkan untuk ikut membaca kalimat pujian tersebut secara pelan (sirr). Keduanya diperbolehkan.
- Penutup Doa Qunut: Setelah selesai membaca lafaz qunut utama, disunnahkan untuk menutupnya dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya. Bacaannya adalah: "Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam."
- Setelah Selesai Berdoa: Setelah shalawat, imam menurunkan tangannya dan langsung melanjutkan gerakan shalat berikutnya, yaitu sujud, tanpa perlu mengusap wajah. Sebagian ulama memperbolehkan mengusap wajah setelah berdoa, namun dalam konteks qunut di dalam shalat, meninggalkannya dianggap lebih utama agar tidak menambah gerakan di luar gerakan shalat.
Bacaan Lengkap Doa Qunut Imam (Lafaz Jamak)
Berikut adalah teks lengkap doa qunut imam dengan menggunakan lafaz jamak, disertai transliterasi dan terjemahan agar mudah dihafalkan dan dipahami.
اَللّهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Allahummahdinaa fiiman hadaiit, wa 'aafinaa fiiman 'aafaiit, wa tawallanaa fiiman tawallaiit, wa baarik lanaa fiimaa a'thaiit, wa qinaa syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaiik.
"Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Peliharalah kami sebagaimana orang-orang yang telah Engkau pelihara. Berilah keberkahan bagi kami pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan. Selamatkanlah kami dari keburukan yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menghukumi dan bukan dihukumi. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau tetapkan. Aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."
Bacaan Penutup Shalawat:
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
"Semoga Allah memberikan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, seorang nabi yang ummi, beserta keluarga dan para sahabatnya."
Hikmah dan Keutamaan Mengamalkan Doa Qunut
Di balik pelaksanaannya, doa qunut menyimpan berbagai hikmah dan keutamaan yang mendalam, baik bagi individu maupun bagi jamaah secara keseluruhan.
- Sarana Komunikasi Intensif: Qunut adalah momen khusus di mana seorang hamba berkomunikasi secara langsung dan intens dengan Rabb-nya di tengah-tengah shalat. Ini mengajarkan bahwa shalat bukan hanya ritual gerakan, tetapi juga dialog spiritual.
- Manifestasi Kepasrahan Total: Isi doa qunut adalah pengakuan penuh akan kelemahan diri dan kekuasaan mutlak Allah. Ini menumbuhkan sikap tawakal dan kepasrahan yang mendalam dalam jiwa seorang muslim.
- Memperkuat Ukhuwah Islamiyah: Ketika doa qunut imam dilantunkan dengan lafaz jamak dan diaminkan serempak oleh makmum, ini menciptakan ikatan batin dan rasa persaudaraan yang kuat. Semua jamaah memohon kebaikan yang sama untuk seluruh saudaranya.
- Doa yang Komprehensif: Doa qunut mencakup hampir semua aspek kebaikan dunia dan akhirat, mulai dari hidayah, kesehatan, perlindungan, hingga keberkahan. Ini menjadikannya salah satu doa paling lengkap yang diajarkan dalam sunnah.
- Menghidupkan Sunnah: Bagi yang meyakininya sebagai sunnah, melaksanakan qunut adalah salah satu cara untuk meneladani dan menghidupkan ajaran Rasulullah SAW, yang tentu saja mendatangkan pahala dan keberkahan.
- Pengingat di Awal Hari: Pelaksanaan qunut pada shalat Subuh menjadi pengingat dan bekal spiritual yang kuat untuk memulai aktivitas seharian, dengan memohon perlindungan dan petunjuk dari Allah SWT.
Kesalahan Umum Saat Doa Qunut Imam dan Cara Menghindarinya
Untuk mencapai kesempurnaan, penting bagi seorang imam dan makmum untuk menghindari beberapa kesalahan umum yang sering terjadi saat pelaksanaan doa qunut.
- Imam Memakai Lafaz Tunggal: Seperti yang sudah ditekankan, ini adalah kesalahan paling fundamental. Imam wajib menggunakan lafaz jamak ("-naa") karena ia adalah pemimpin doa bagi seluruh jamaah.
- Terlalu Cepat atau Terlalu Lambat: Imam sebaiknya membaca dengan tempo yang sedang (tartil), tidak terburu-buru sehingga makmum kesulitan mengaminkan, dan tidak terlalu lambat sehingga memberatkan jamaah, terutama yang sudah lanjut usia atau memiliki keperluan.
- Menambah Doa yang Terlalu Panjang: Meskipun menambahkan doa lain diperbolehkan, terutama dalam Qunut Witir atau Nazilah, imam hendaknya bijak dan tidak terlalu memanjangkannya dalam shalat fardhu rutin agar tidak menimbulkan keberatan bagi makmum.
- Makmum Mendahului Imam: Makmum hendaknya menunggu imam selesai mengucapkan satu kalimat doa sebelum mengucapkan "Aamiin".
- Menjadikan Perbedaan sebagai Sumber Perpecahan: Kesalahan terbesar adalah menjadikan masalah khilafiyah seputar qunut sebagai alasan untuk saling menyalahkan, tidak mau shalat berjamaah, atau bahkan memecah belah persatuan umat. Sikap yang benar adalah lapang dada dan menghormati ijtihad para ulama.
Sebagai penutup, doa qunut imam adalah sebuah amanah besar. Ia bukan sekadar pelengkap shalat, melainkan puncak munajat kolektif sebuah jamaah kepada Sang Pencipta. Dengan pemahaman yang benar mengenai hukum, tata cara, dan maknanya, seorang imam dapat memimpin jamaahnya menuju shalat yang lebih khusyuk, lebih bermakna, dan lebih diterima di sisi Allah SWT. Semoga kita semua senantiasa diberikan petunjuk untuk dapat melaksanakan ibadah dengan cara yang terbaik.