Panduan Lengkap Sholat Witir 1 Rakaat

Memahami Hukum, Waktu, Tata Cara, dan Doa Sesuai Tuntunan Sunnah

Ilustrasi geometris islami untuk artikel sholat witir Ilustrasi seni geometris islami berwarna hijau dan putih

Sholat Witir adalah salah satu ibadah sunnah yang memiliki kedudukan sangat istimewa dalam Islam. Ia disebut sebagai penutup sholat malam, penyempurna ibadah, dan amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ. Secara bahasa, 'witir' berarti ganjil, yang merefleksikan jumlah rakaatnya yang selalu ganjil, bisa satu, tiga, lima, dan seterusnya. Di antara berbagai pilihan jumlah rakaat, pelaksanaan sholat witir sebanyak satu rakaat merupakan salah satu cara yang sah dan diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ. Pilihan ini memberikan kemudahan luar biasa bagi umat Islam untuk tetap bisa menjaga amalan mulia ini di tengah kesibukan atau kondisi lelah.

Artikel ini akan mengupas secara tuntas dan mendalam segala hal yang berkaitan dengan cara sholat witir 1 rakaat. Mulai dari pemahaman akan hukum dan kedudukannya, dalil-dalil yang menjadi landasannya, waktu terbaik untuk melaksanakannya, hingga panduan langkah demi langkah yang terperinci dari niat sampai salam. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif agar setiap Muslim dapat melaksanakan ibadah ini dengan penuh keyakinan, khusyuk, dan sesuai dengan tuntunan sunnah yang shahih.

Hukum dan Kedudukan Sholat Witir

Sebelum melangkah ke tata cara pelaksanaan, sangat penting untuk memahami status hukum sholat Witir dalam fiqih Islam. Pemahaman ini akan menumbuhkan motivasi dan kesadaran akan pentingnya ibadah ini. Para ulama sepakat bahwa sholat Witir memiliki kedudukan yang sangat tinggi, namun terdapat sedikit perbedaan pendapat mengenai status hukumnya secara spesifik.

Pendapat Mayoritas Ulama: Sunnah Mu'akkadah

Jumhur (mayoritas) ulama dari mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum sholat Witir adalah Sunnah Mu'akkadah. Istilah ini berarti sunnah yang sangat ditekankan, sangat dianjurkan, dan mendekati wajib. Ini adalah amalan yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah ﷺ baik saat beliau sedang di rumah (mukim) maupun dalam perjalanan (safar), dan beliau mendorong umatnya untuk tidak meninggalkannya.

Kekuatan anjuran ini didasarkan pada banyak hadits, di antaranya adalah sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ فَأَوْتِرُوا يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ

"Inna Allāha witrun yuhibbul witra, fa awtirū yā ahlal qur'ān."

"Sesungguhnya Allah itu Ganjil (Esa) dan Dia mencintai yang ganjil, maka lakukanlah sholat witir, wahai para ahli Al-Qur'an." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani).

Hadits ini secara jelas merupakan perintah (fi'il amr "awtirū") yang menunjukkan penekanan yang kuat. Selain itu, wasiat yang diberikan Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya juga menjadi bukti kuatnya anjuran ini. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:

"Kekasihku (Rasulullah ﷺ) mewasiatkan kepadaku tiga perkara yang tidak pernah aku tinggalkan hingga aku mati: puasa tiga hari setiap bulan, sholat Dhuha, dan tidur setelah mengerjakan sholat Witir." (HR. Bukhari dan Muslim).

Wasiat langsung dari Nabi ﷺ kepada sahabatnya untuk tidak meninggalkan amalan ini hingga akhir hayat menunjukkan betapa penting dan mulianya sholat Witir di sisi Allah SWT.

Pendapat Mazhab Hanafi: Wajib

Berbeda dengan mayoritas ulama, para ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum sholat Witir adalah wajib. Perlu dipahami, dalam terminologi mazhab Hanafi, 'wajib' memiliki tingkatan di bawah 'fardhu'. Fardhu adalah kewajiban yang dalilnya bersifat qat'i (pasti dan tidak bisa ditafsirkan lain), seperti sholat lima waktu. Sedangkan wajib adalah kewajiban yang dalilnya bersifat zhanni (berdasarkan dugaan kuat atau interpretasi), namun tetap berdosa jika ditinggalkan dengan sengaja.

Landasan utama mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Al-Aslami, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

الْوِتْرُ حَقٌّ فَمَنْ لَمْ يُوتِرْ فَلَيْسَ مِنَّا

"Al-witru ḥaqqun, fa man lam yūtir fa laysa minnā."

"Sholat Witir itu adalah suatu keharusan (haqq), barangsiapa tidak mengerjakannya maka ia bukan dari golongan kami." (HR. Abu Daud, dihasankan oleh sebagian ulama namun didhaifkan oleh yang lain).

Kata "ḥaqqun" dalam hadits ini diinterpretasikan oleh ulama Hanafiyah sebagai kewajiban. Frasa "fa laysa minnā" (bukan dari golongan kami) juga dipandang sebagai ancaman keras bagi yang meninggalkannya. Meskipun status hadits ini menjadi perdebatan, ia menjadi salah satu dalil utama bagi mazhab Hanafi dalam menetapkan hukum wajib bagi sholat Witir.

Terlepas dari perbedaan istiliah ini, semua mazhab sepakat bahwa seorang Muslim yang berkomitmen pada agamanya tidak selayaknya meninggalkan sholat Witir dengan sengaja. Ia adalah ibadah agung yang menjadi ciri khas para ahli ibadah di malam hari.

Waktu Pelaksanaan Sholat Witir

Mengetahui rentang waktu pelaksanaan sholat Witir sangatlah penting agar ibadah kita sah dan afdhal. Waktu sholat Witir adalah fleksibel dan luas, dimulai setelah seseorang selesai melaksanakan sholat Isya' hingga terbitnya fajar shadiq (masuknya waktu sholat Subuh).

Awal Waktu

Waktu sholat Witir dimulai segera setelah seseorang selesai melaksanakan sholat fardhu Isya beserta sholat sunnah ba'diyah Isya. Tidak disyaratkan harus tidur terlebih dahulu. Jadi, seseorang bisa langsung mengerjakan sholat Witir setelah sholat Isya jika ia menginginkannya.

Akhir Waktu

Batas akhir waktu sholat Witir adalah ketika fajar shadiq telah terbit, yang menandai dimulainya waktu sholat Subuh. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

"Sesungguhnya Allah telah menambahkan untuk kalian satu sholat, yaitu sholat Witir, maka kerjakanlah ia di antara sholat Isya hingga terbit fajar." (HR. Ahmad, dinilai shahih).

Waktu yang Paling Utama (Afdhal)

Meskipun rentang waktunya panjang, terdapat waktu yang dianggap paling utama atau afdhal untuk melaksanakan sholat Witir. Para ulama membaginya berdasarkan kondisi setiap individu:

  1. Bagi yang Yakin Akan Bangun Malam: Waktu yang paling utama adalah di akhir malam, yaitu pada sepertiga malam terakhir. Menjadikan Witir sebagai penutup dari rangkaian sholat malam (tahajjud) adalah amalan yang paling dicintai. Rasulullah ﷺ bersabda:

    اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

    "Ij'alū ākhira ṣalātikum bil-layli witrā."

    "Jadikanlah sholat Witir sebagai akhir sholat kalian di malam hari." (HR. Bukhari dan Muslim).

    Sholat di akhir malam juga memiliki keutamaan karena disaksikan oleh para malaikat, sebagaimana sabda Nabi ﷺ, "Sholat di akhir malam itu disaksikan (oleh para malaikat) dan itu lebih utama." (HR. Muslim).
  2. Bagi yang Khawatir Tidak Bangun Malam: Bagi mereka yang tidak yakin atau khawatir tidak akan bisa bangun di akhir malam karena kelelahan atau alasan lain, maka waktu yang lebih utama baginya adalah di awal malam, yaitu sebelum tidur. Melaksanakannya sebelum tidur adalah bentuk kehati-hatian agar tidak terlewatkan amalan yang mulia ini. Ini sesuai dengan wasiat Nabi ﷺ kepada Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya, dan juga hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda:

    "Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia berwitir di awal malam. Dan siapa yang yakin mampu bangun di akhir malam, hendaklah ia berwitir di akhir malam, karena sholat di akhir malam itu disaksikan (malaikat) dan hal itu lebih utama." (HR. Muslim).

Dalil-Dalil Mengenai Sholat Witir 1 Rakaat

Pelaksanaan sholat Witir dengan satu rakaat bukanlah sebuah inovasi atau amalan tanpa dasar. Praktik ini memiliki landasan yang sangat kuat dari hadits-hadits Nabi Muhammad ﷺ dan juga amalan para sahabat beliau. Berikut adalah beberapa dalil yang secara eksplisit menyebutkan kebolehan sholat Witir satu rakaat.

Hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma

Hadits ini adalah salah satu dalil paling jelas. Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang sholat malam. Maka Rasulullah ﷺ menjawab:

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

"Ṣalātul-layli maṡnā maṡnā, fa iżā khasyiya aḥadukumuş-şubḥa, ṣallā rak'atan wāḥidatan tūtiru lahū mā qad ṣallā."

"Sholat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu subuh, maka hendaklah ia sholat satu rakaat saja, yang dengan itu ia mengganjilkan sholat-sholat yang telah ia kerjakan." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini secara tegas menyebutkan pelaksanaan satu rakaat sebagai witir (penutup ganjil) bagi sholat-sholat malam yang telah dikerjakan.

Hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu 'anhu

Hadits ini memberikan pilihan jumlah rakaat Witir kepada umat, termasuk satu rakaat. Rasulullah ﷺ bersabda:

الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ

"Al-witru ḥaqqun 'alā kulli muslim, fa man aḥabba an yūtira bikhamshin falyaf'al, wa man aḥabba an yūtira biṡalāṡin falyaf'al, wa man aḥabba an yūtira biwāḥidatin falyaf'al."

"Witir adalah hak (tuntunan) bagi setiap muslim. Barangsiapa yang suka berwitir lima rakaat, silakan lakukan. Barangsiapa yang suka berwitir tiga rakaat, silakan lakukan. Dan barangsiapa yang suka berwitir satu rakaat, silakan lakukan." (HR. Abu Daud, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Praktik Para Sahabat

Selain hadits Nabi ﷺ, kebolehan sholat Witir satu rakaat juga dikuatkan oleh praktik para sahabat terkemuka. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat besar seperti Utsman bin Affan, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhum pernah melaksanakan sholat Witir hanya satu rakaat. Ketika Ibnu Abbas ditanya mengenai Mu'awiyah yang sholat Witir satu rakaat, beliau menjawab, "Biarkan saja, sesungguhnya ia adalah seorang yang faqih (paham agama)." (HR. Bukhari). Ini menunjukkan bahwa praktik tersebut diakui dan diterima oleh para ulama di kalangan sahabat.

Tata Cara Sholat Witir 1 Rakaat (Langkah Demi Langkah)

Berikut adalah panduan terperinci, langkah demi langkah, untuk melaksanakan sholat Witir satu rakaat. Setiap langkah akan disertai dengan bacaan dalam tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan bahasa Indonesia untuk kemudahan.

1. Niat

Niat adalah rukun pertama dan terpenting dalam setiap ibadah. Niat tempatnya di dalam hati, yaitu tekad untuk melaksanakan sholat Witir satu rakaat karena Allah Ta'ala. Melafalkan niat (talaffuzh) bukanlah suatu keharusan, namun banyak ulama (khususnya dari mazhab Syafi'i) yang menganjurkannya untuk membantu memantapkan hati.

أُصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً لِلّٰهِ تَعَالَى

"Ushalli sunnatal witri rak'atan lillāhi ta'ālā."

"Aku niat sholat sunnah Witir satu rakaat karena Allah Ta'ala."

2. Takbiratul Ihram

Berdiri tegak menghadap kiblat, kemudian mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau telinga seraya mengucapkan takbir:

اللهُ أَكْبَرُ

"Allāhu Akbar."

"Allah Maha Besar."

Setelah itu, letakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada (bersedekap).

3. Membaca Doa Iftitah (Sunnah)

Membaca doa iftitah hukumnya sunnah, namun sangat dianjurkan untuk menambah kekhusyukan sholat. Ada beberapa versi doa iftitah, salah satu yang paling umum adalah:

كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا. اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

"Kabīran wal-ḥamdu lillāhi kathīran, wa subḥānallāhi bukratan wa aṣīlā. Innī wajjahtu wajhiya lillażī faṭaras-samāwāti wal-arḍa, ḥanīfan musliman wa mā ana minal-musyrikīn. Inna ṣalātī, wa nusukī, wa maḥyāya, wa mamātī lillāhi rabbil-'ālamīn. Lā syarīka lahū, wa biżālika umirtu wa ana minal-muslimīn."

"Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan lurus dan pasrah, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang mempersekutukan-Nya. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk dari golongan orang-orang muslim."

4. Membaca Surat Al-Fatihah (Wajib)

Membaca Surat Al-Fatihah adalah rukun (pilar) sholat yang tidak boleh ditinggalkan. Bacaan dimulai dengan ta'awudz dan basmalah.

5. Membaca Surat Pendek (Sunnah)

Setelah selesai membaca Al-Fatihah, disunnahkan untuk membaca surat atau beberapa ayat dari Al-Qur'an. Dalam sholat Witir, sangat dianjurkan untuk membaca surat-surat yang berkaitan dengan keesaan Allah. Pilihan yang paling utama adalah:

6. Ruku' dengan Tuma'ninah

Setelah selesai membaca surat pendek, angkat kedua tangan untuk takbir intiqal (takbir perpindahan gerakan) seraya mengucapkan "Allahu Akbar", lalu membungkuk untuk ruku'. Pastikan punggung lurus sejajar dengan lantai dan pandangan mata tertuju ke tempat sujud. Dalam posisi ini, baca tasbih ruku' sebanyak tiga kali atau lebih (dalam hitungan ganjil):

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ

"Subḥāna rabbiyal-'aẓīmi wa biḥamdih."

"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dan dengan memuji-Nya."

7. I'tidal dengan Tuma'ninah

Bangkit dari ruku' untuk berdiri tegak (i'tidal) sambil mengangkat kedua tangan dan membaca:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

"Sami'allāhu liman ḥamidah."

"Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya."

Setelah berdiri tegak sempurna, lanjutkan dengan membaca:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

"Rabbanā wa lakal-ḥamd, mil'as-samāwāti wa mil'al-arḍi wa mil'a mā syi'ta min syai'in ba'du."

"Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu."

Catatan tentang Doa Qunut: Sebagian ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i, menganjurkan membaca Doa Qunut pada rakaat terakhir sholat Witir, terutama pada separuh akhir bulan Ramadhan. Doa ini dibaca saat posisi I'tidal setelah membaca "Rabbanā wa lakal-ḥamd". Jika Anda mengikuti pendapat ini, maka inilah saatnya membaca Doa Qunut. Namun, jika tidak, Anda bisa langsung melanjutkan ke gerakan sujud.

8. Sujud Pertama dengan Tuma'ninah

Turun untuk sujud seraya mengucapkan "Allahu Akbar". Pastikan tujuh anggota badan menempel pada alas sholat: dahi (bersama hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung jari kaki. Dalam posisi sujud, baca tasbih berikut sebanyak tiga kali atau lebih:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

"Subḥāna rabbiyal-a'lā wa biḥamdih."

"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi dan dengan memuji-Nya."

9. Duduk di Antara Dua Sujud

Bangkit dari sujud untuk duduk (duduk iftirasy) seraya mengucapkan "Allahu Akbar". Dalam posisi duduk ini, baca doa berikut:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَاعْفُ عَنِّيْ

"Rabbighfirlī, warḥamnī, wajburnī, warfa'nī, warzuqnī, wahdinī, wa'āfinī, wa'fu 'annī."

"Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan maafkanlah aku."

10. Sujud Kedua dengan Tuma'ninah

Lakukan sujud kedua seperti sujud yang pertama, dengan bacaan tasbih yang sama.

11. Duduk Tasyahhud Akhir

Bangkit dari sujud kedua seraya bertakbir, lalu langsung duduk untuk tasyahhud akhir (duduk tawarruk, yaitu dengan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan dan duduk di atas lantai). Bacalah bacaan tasyahhud (tahiyat) akhir secara lengkap:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

"At-taḥiyyātul-mubārakātuṣ-ṣalawātut-ṭayyibātu lillāh. As-salāmu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. As-salāmu 'alainā wa 'alā 'ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu an lā ilāha illallāh, wa asyhadu anna muḥammadan rasūlullāh."

"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan hanya bagi Allah. Semoga salam tercurah kepadamu, wahai Nabi, beserta rahmat dan berkah-Nya. Semoga salam tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."

Kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat Ibrahimiyah:

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

"Allāhumma ṣalli 'alā sayyidinā Muḥammadin wa 'alā āli sayyidinā Muḥammad, kamā ṣallaita 'alā sayyidinā Ibrāhīma wa 'alā āli sayyidinā Ibrāhīm. Wa bārik 'alā sayyidinā Muḥammadin wa 'alā āli sayyidinā Muḥammad, kamā bārakta 'alā sayyidinā Ibrāhīma wa 'alā āli sayyidinā Ibrāhīm, fil-'ālamīna innaka ḥamīdun majīd."

"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Di seluruh alam, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Setelah itu, disunnahkan membaca doa perlindungan dari empat perkara sebelum salam.

12. Salam

Terakhir, akhiri sholat dengan mengucapkan salam, dimulai dengan menoleh ke kanan lalu ke kiri.

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

"As-salāmu 'alaikum wa raḥmatullāh."

"Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah atas kalian."

Dzikir dan Doa Setelah Sholat Witir

Setelah menyelesaikan sholat Witir, sangat dianjurkan untuk tidak langsung beranjak pergi, melainkan menyempatkan diri untuk berdzikir dan berdoa. Ada beberapa dzikir khusus yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ untuk dibaca setelah sholat Witir.

Dzikir Khusus Setelah Witir

Dari Ubay bin Ka'ab, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ setelah salam dari sholat Witir, beliau membaca:

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

"Subḥānal malikil quddūs."

"Maha Suci Raja Yang Maha Suci."

Bacaan ini diulang sebanyak tiga kali. Pada bacaan yang ketiga, beliau mengeraskan dan memanjangkan suaranya. (HR. An-Nasa'i dan Ahmad, shahih).

Doa Setelah Witir

Selain dzikir di atas, ada juga doa yang ma'tsur (berasal dari riwayat) untuk dibaca setelah sholat Witir. Doa ini mengandung permohonan perlindungan dan pujian yang agung kepada Allah SWT.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

"Allāhumma innī a'ūżu biridhāka min sakhaṭik, wa bimu'āfātika min 'uqūbatik, wa a'ūżu bika minka, lā uḥṣī ṡanā'an 'alaik, anta kamā aṡnaita 'alā nafsik."

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan ampunan-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung dengan-Mu dari (siksa)-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian untuk-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Setelah membaca dzikir dan doa yang diajarkan, seseorang dapat melanjutkan dengan doa-doa pribadi sesuai hajat dan kebutuhannya masing-masing.

Pertanyaan Umum Seputar Witir 1 Rakaat

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait pelaksanaan sholat Witir satu rakaat beserta jawabannya berdasarkan pandangan para ulama.

Apakah boleh saya hanya sholat Witir 1 rakaat saja setiap malam?

Ya, boleh dan sah. Melaksanakan sholat Witir satu rakaat secara rutin adalah amalan yang sesuai dengan sunnah, sebagaimana telah dijelaskan dalam dalil-dalil di atas. Ini adalah rukhsah (keringanan) dan kemudahan dalam syariat. Namun, yang lebih utama (afdhal) adalah sesekali melakukan witir dengan jumlah rakaat yang lain, seperti tiga, lima, atau lebih, untuk mengamalkan seluruh sunnah Nabi ﷺ yang beragam. Akan tetapi, jika konsisten dengan satu rakaat adalah yang paling memungkinkan, maka itu jauh lebih baik daripada meninggalkannya sama sekali.

Saya sudah sholat Witir sebelum tidur, lalu saya terbangun di tengah malam. Bolehkah saya sholat Tahajjud lagi?

Ini adalah situasi yang sering terjadi. Jawabannya adalah, ya, Anda boleh dan bahkan dianjurkan untuk sholat Tahajjud meskipun sudah berwitir. Namun, Anda tidak perlu mengulang sholat Witir lagi. Cukup laksanakan sholat Tahajjud dua rakaat-dua rakaat sebanyak yang Anda mampu. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi ﷺ:

لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

"Lā witrāni fī lailah."

"Tidak ada dua witir dalam satu malam." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan An-Nasa'i, shahih).

Jadi, sholat Witir yang telah Anda kerjakan di awal malam sudah cukup sebagai penutup sholat malam Anda pada malam itu.

Apakah sholat Witir 1 rakaat harus didahului oleh sholat sunnah lain?

Tidak harus. Seseorang boleh melaksanakan sholat Witir satu rakaat langsung setelah sholat Isya dan ba'diyah Isya tanpa didahului sholat Tahajjud atau sholat sunnah lainnya. Namun, para ulama menyebutkan bahwa yang paling sempurna adalah menjadikan Witir sebagai penutup dari rangkaian sholat malam. Sebagian ulama, seperti dalam mazhab Maliki, bahkan memakruhkan jika seseorang hanya mengerjakan satu rakaat witir saja tanpa didahului oleh sholat sunnah genap (syafa') sebelumnya. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah hal itu diperbolehkan, terutama sebagai kemudahan bagi umat.

Penutup

Sholat Witir adalah permata di malam hari, sebuah kesempatan berharga untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memohon ampunan, dan melangitkan doa-doa kita. Kemudahan yang diberikan oleh syariat untuk melaksanakannya, bahkan hanya dengan satu rakaat, menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Tidak ada lagi alasan untuk melewatkan ibadah agung ini.

Jadikanlah sholat Witir sebagai kebiasaan yang tak terpisahkan dari rutinitas malam kita. Baik di saat lapang maupun sempit, di kala sehat maupun lelah. Sebab, satu rakaat yang dikerjakan dengan ikhlas dan penuh pengharapan di keheningan malam bisa jadi lebih berat timbangannya di sisi Allah daripada amalan-amalan besar yang disertai kelalaian. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk dapat menjaga ibadah sholat Witir hingga akhir hayat. Aamiin.

🏠 Kembali ke Homepage