Panduan Lengkap Cara Shalat Gerhana Bulan
Pendahuluan: Memaknai Fenomena Gerhana Bulan
Gerhana bulan, atau dalam istilah syar'i disebut khusuf al-qamar, adalah sebuah fenomena alam yang menakjubkan. Peristiwa ini terjadi ketika sebagian atau seluruh penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Dari perspektif sains, ini adalah kejadian astronomis yang dapat diprediksi dan dijelaskan secara ilmiah. Namun, bagi seorang muslim, gerhana bulan bukan sekadar peristiwa langit biasa. Ia adalah salah satu dari tanda-tanda (ayat) kebesaran, kekuasaan, dan keagungan Allah SWT.
Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliyah seringkali mengaitkan fenomena gerhana dengan mitos dan takhayul, seperti kelahiran atau kematian seorang tokoh besar. Islam datang untuk meluruskan pandangan ini, mengubah ketakutan menjadi ketakwaan, dan mengalihkan penyembahan terhadap benda langit menjadi penyembahan kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk mengisi momen langka ini dengan ibadah, zikir, doa, dan sedekah, sebagai bentuk pengakuan atas kelemahan diri di hadapan kekuasaan Allah yang mutlak. Ibadah utama yang disyariatkan saat terjadi gerhana bulan adalah shalat gerhana bulan atau Shalat Khusuf.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif mengenai tata cara shalat gerhana bulan, mulai dari pengertian, hukum, waktu pelaksanaan, hingga rincian gerakan dan bacaan. Selain itu, akan dibahas pula hikmah di balik pensyariatan shalat ini serta amalan-amalan sunnah lain yang dianjurkan untuk dikerjakan selama gerhana berlangsung. Tujuannya adalah agar setiap muslim dapat memahami dan melaksanakan ibadah ini dengan benar sesuai tuntunan sunnah, sehingga momen gerhana menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hukum dan Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana Bulan
Hukum Shalat Gerhana
Mayoritas ulama dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa hukum melaksanakan shalat gerhana bulan adalah Sunnah Mu'akkadah. Artinya, ini adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir mendekati wajib, karena Rasulullah SAW selalu melaksanakannya ketika terjadi gerhana dan memerintahkan umatnya dengan penekanan yang kuat untuk melakukannya.
Dalil yang menjadi landasan utama adalah hadits dari Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu, yang menceritakan peristiwa gerhana matahari pada hari wafatnya putra Nabi, Ibrahim. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Innas-syamsa wal-qamara aayataani min aayaatillah, laa yankasifaani limauti ahadin wa laa lihayaatih. Fa idzaa ra'aytumuuhumaa fad'ullaaha wa shalluu hattaa yanjaliya. "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Jika kalian melihat keduanya (gerhana), maka berdoalah kepada Allah dan laksanakanlah shalat hingga gerhana tersebut berakhir." (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah "shalluu" (laksanakanlah shalat) dalam hadits ini menunjukkan penekanan yang kuat. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, yang mengetahui terjadinya gerhana untuk melaksanakan shalat ini. Meninggalkannya tanpa uzur syar'i dianggap sebagai suatu kerugian karena melewatkan kesempatan ibadah yang agung dan langka.
Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana
Waktu untuk melaksanakan shalat gerhana bulan dimulai sejak awal terlihatnya gerhana (bulan mulai tertutup bayangan bumi) dan berakhir ketika gerhana selesai (bulan kembali bersinar penuh seperti sedia kala). Waktu yang paling utama (afdhal) adalah melaksanakannya pada puncak gerhana, namun shalat tetap sah selama dilakukan dalam rentang waktu tersebut.
Jika seseorang baru mengetahui adanya gerhana saat peristiwa itu sudah berlangsung, ia dianjurkan untuk segera melaksanakan shalat. Apabila gerhana selesai di tengah-tengah pelaksanaan shalat, maka shalat tersebut tetap dilanjutkan hingga selesai dengan gerakan yang diringankan, tanpa perlu mengulanginya. Sebaliknya, jika seseorang telah menyelesaikan shalat namun gerhana masih berlangsung, ia dianjurkan untuk memperbanyak zikir, doa, istighfar, dan sedekah hingga bulan kembali normal.
Penting untuk dicatat bahwa waktu shalat gerhana ini terikat langsung dengan fenomena alamnya. Shalat ini tidak bisa di-qadha' atau diganti jika waktunya telah berlalu. Jika gerhana telah usai, maka berakhirlah pula waktu untuk melaksanakan shalat sunnah ini.
Tata Cara Shalat Gerhana Bulan (Shalat Khusuf)
Shalat gerhana memiliki tata cara yang unik dan berbeda dari shalat-shalat lainnya. Keunikannya terletak pada jumlah ruku' dalam setiap raka'at. Shalat gerhana bulan terdiri dari dua raka'at, dan setiap raka'at memiliki dua kali ruku' dan dua kali berdiri (membaca surat). Berikut adalah panduan langkah demi langkah yang terperinci:
1. Niat di Dalam Hati
Seperti ibadah lainnya, shalat gerhana bulan harus diawali dengan niat yang tulus di dalam hati untuk melaksanakan shalat sunnah gerhana bulan karena Allah SWT. Niat tidak wajib dilafalkan, namun melafalkannya untuk memantapkan hati diperbolehkan oleh sebagian ulama.
Lafal Niat untuk Imam:
أُصَلِّى سُنَّةَ لِخُسُوفِ الْقَمَرِ إِمَامًا لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan likhusuufil qamari imāman lillāhi ta'ālā. "Aku niat shalat sunnah gerhana bulan sebagai imam karena Allah Ta'ala."Lafal Niat untuk Makmum:
أُصَلِّى سُنَّةَ لِخُسُوفِ الْقَمَرِ مَأْمُومًا لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan likhusuufil qamari ma'mūman lillāhi ta'ālā. "Aku niat shalat sunnah gerhana bulan sebagai makmum karena Allah Ta'ala."Lafal Niat Jika Shalat Sendiri (Munfarid):
أُصَلِّى سُنَّةَ لِخُسُوفِ الْقَمَرِ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan likhusuufil qamari lillāhi ta'ālā. "Aku niat shalat sunnah gerhana bulan karena Allah Ta'ala."2. Takbiratul Ihram
Shalat dimulai dengan Takbiratul Ihram (mengucapkan "Allahu Akbar") sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga atau bahu, sama seperti shalat pada umumnya.
3. Membaca Doa Iftitah dan Surat Al-Fatihah
Setelah takbir, membaca doa iftitah, kemudian dilanjutkan dengan membaca ta'awudz (A'udzu billahi minasy syaithanir rajim) dan surat Al-Fatihah. Salah satu perbedaan utama shalat gerhana bulan dengan gerhana matahari adalah pada cara membacanya. Untuk shalat gerhana bulan, bacaan Al-Fatihah dan surat-surat lainnya dikeraskan (jahr) oleh imam, karena shalat ini dilaksanakan pada waktu malam.
4. Membaca Surat Panjang (Berdiri Pertama)
Setelah selesai membaca Al-Fatihah, disunnahkan untuk membaca surat yang sangat panjang. Para ulama menganjurkan membaca surat-surat seperti Al-Baqarah atau yang setara dengannya. Tujuannya adalah untuk memperlama waktu berdiri sebagai bentuk kekhusyukan dan penghambaan kepada Allah selama fenomena agung ini berlangsung. Jika tidak hafal surat panjang, diperbolehkan membaca surat atau kumpulan ayat yang dihafal, namun tetap dianjurkan untuk memperpanjang durasi berdirinya.
5. Ruku' Pertama
Setelah selesai membaca surat, lakukan ruku' sambil membaca takbir. Sunnahnya, ruku' ini juga dilakukan dengan durasi yang sangat lama, sebanding dengan lamanya berdiri saat membaca surat tadi. Perbanyak membaca tasbih ruku' (Subhaana rabbiyal 'adziimi wa bihamdih) atau doa-doa ruku' lainnya.
6. I'tidal Pertama
Bangkit dari ruku' untuk I'tidal sambil mengucapkan "Sami'allaahu liman hamidah," dan ketika telah berdiri tegak, membaca "Rabbanaa wa lakal hamd." Setelah I'tidal ini, tidak langsung sujud. Ini adalah poin kunci yang membedakan shalat gerhana.
7. Membaca Al-Fatihah dan Surat Lagi (Berdiri Kedua)
Setelah I'tidal pertama, kembali membaca surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan membaca surat lain. Sunnahnya, surat yang dibaca pada berdiri kedua ini lebih pendek daripada surat yang dibaca pada berdiri pertama. Misalnya, jika pada berdiri pertama membaca setara surat Al-Baqarah, maka pada berdiri kedua ini bisa membaca setara surat Ali 'Imran.
8. Ruku' Kedua
Selesai membaca surat pada berdiri kedua, lakukan ruku' yang kedua dalam raka'at pertama ini. Ruku' kedua ini juga disunnahkan untuk dilakukan dengan durasi yang lama, namun lebih singkat dibandingkan durasi ruku' yang pertama.
9. I'tidal Kedua
Bangkit dari ruku' kedua untuk I'tidal, sambil mengucapkan "Sami'allaahu liman hamidah" dan "Rabbanaa wa lakal hamd." Setelah I'tidal kedua ini, barulah dilanjutkan dengan gerakan sujud.
10. Sujud Pertama
Lakukan sujud sebagaimana shalat biasa. Disunnahkan juga untuk memperlama sujud ini, sepadan dengan lamanya ruku' yang kedua. Perbanyak membaca tasbih sujud (Subhaana rabbiyal a'laa wa bihamdih) dan doa-doa di dalam sujud.
11. Duduk di Antara Dua Sujud
Bangkit dari sujud untuk duduk di antara dua sujud, sambil membaca doa "Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii." Duduk ini juga dianjurkan untuk diperlama, seimbang dengan durasi sujud.
12. Sujud Kedua
Lakukan sujud kedua yang lamanya seperti sujud pertama.
13. Bangkit ke Raka'at Kedua
Setelah sujud kedua, bangkit untuk mengerjakan raka'at kedua tanpa duduk istirahat (jika tidak terbiasa). Raka'at kedua dikerjakan sama persis seperti raka'at pertama, yaitu dengan dua kali berdiri (membaca Al-Fatihah dan surat) dan dua kali ruku'.
Namun, sunnahnya adalah setiap gerakan dan bacaan pada raka'at kedua ini durasinya lebih pendek daripada gerakan dan bacaan yang sama di raka'at pertama. Contoh:
- Bacaan surat pada berdiri pertama raka'at kedua lebih pendek dari bacaan surat pada berdiri kedua raka'at pertama.
- Bacaan surat pada berdiri kedua raka'at kedua adalah yang paling pendek di antara keempat bacaan surat.
- Ruku' dan sujud di raka'at kedua juga lebih singkat durasinya dibandingkan ruku' dan sujud di raka'at pertama.
14. Tasyahud Akhir
Setelah sujud kedua pada raka'at kedua, lakukan duduk tasyahud akhir. Baca bacaan tasyahud akhir secara lengkap, termasuk shalawat Ibrahimiyah dan doa perlindungan dari empat perkara.
15. Salam
Shalat diakhiri dengan mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, "Assalaamu 'alaikum wa rahmatullah."
Ringkasan Singkat: Shalat Gerhana Bulan = 2 Raka'at. Setiap raka'at terdiri dari: 2 kali berdiri, 2 kali membaca Al-Fatihah & surat, 2 kali ruku', dan 2 kali sujud. Bacaan dikeraskan (jahr).
Khutbah Setelah Shalat Gerhana
Setelah selesai melaksanakan shalat gerhana secara berjamaah, disunnahkan bagi imam untuk menyampaikan khutbah. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa khutbah ini sunnah, bukan rukun atau syarat sahnya shalat. Khutbah ini biasanya terdiri dari satu kali khutbah (meskipun ada pendapat yang menyatakan dua kali seperti khutbah Jumat), yang berisi nasihat dan peringatan kepada jamaah.
Isi khutbah hendaknya berfokus pada:
- Mengingatkan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, yang dengan mudah dapat mengubah keteraturan alam semesta.
- Menjelaskan bahwa gerhana adalah tanda dari Allah, bukan pertanda buruk atau mitos, melainkan sebagai peringatan (takhwif) agar hamba-Nya kembali kepada-Nya.
- Mengajak jamaah untuk bertaubat dari segala dosa dan maksiat, serta memperbanyak istighfar.
- Mendorong untuk memperbanyak amal shaleh, seperti berzikir, berdoa, dan terutama bersedekah.
- Mengingatkan akan dahsyatnya hari kiamat, di mana matahari akan digulung dan bintang-bintang berjatuhan, sehingga peristiwa gerhana menjadi miniatur dari kejadian tersebut.
Khutbah ini menjadi penyempurna dari rangkaian ibadah shalat gerhana, memperkuat pesan spiritual dari fenomena alam yang baru saja disaksikan dan dialami bersama.
Amalan-Amalan Lain yang Dianjurkan Saat Gerhana
Selain shalat, Rasulullah SAW juga memerintahkan umatnya untuk melakukan amalan-amalan lain selama gerhana berlangsung hingga selesai. Ini menunjukkan betapa istimewanya waktu tersebut untuk beribadah. Amalan-amalan tersebut antara lain:
1. Memperbanyak Doa
Waktu gerhana adalah salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Perbanyaklah memohon ampunan, rahmat, perlindungan dari azab, serta memanjatkan segala hajat baik dunia maupun akhirat kepada Allah SWT. Dalam hadits riwayat Bukhari disebutkan, "...Fa idzaa ra'aitum dzaalika fad'uu llaha..." (...Jika kalian melihat hal tersebut (gerhana), maka berdoalah kepada Allah...).
2. Memperbanyak Zikir dan Takbir
Mengisi waktu dengan berzikir adalah cara untuk senantiasa mengingat Allah. Ucapkan kalimat-kalimat thayyibah seperti tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (La ilaha illallah), dan takbir (Allahu Akbar). Berzikir membantu menenangkan hati dan menguatkan iman saat menyaksikan tanda kebesaran-Nya.
3. Memperbanyak Istighfar dan Taubat
Gerhana berfungsi sebagai pengingat akan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Ini adalah momen yang tepat untuk introspeksi diri, menyesali kesalahan, dan memohon ampunan (istighfar) kepada Allah Yang Maha Pengampun. Bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha) dengan niat untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.
4. Memperbanyak Sedekah
Rasulullah SAW juga secara khusus menganjurkan untuk bersedekah saat terjadi gerhana. Sedekah dapat menolak bala, menghapus dosa, dan mendatangkan rahmat Allah. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi SAW bersabda, "Maka jika kalian melihat yang demikian itu, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, bershalatlah dan bersedekahlah." (HR. Bukhari). Bersedekah bisa dalam bentuk apa saja, baik uang, makanan, atau bantuan lainnya kepada yang membutuhkan.
Hikmah dan Pelajaran di Balik Shalat Gerhana
Pensyariatan shalat gerhana dan amalan-amalan penyertanya mengandung banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan seorang muslim. Di antaranya adalah:
- Menguatkan Tauhid: Shalat gerhana membersihkan akidah dari segala bentuk syirik dan takhayul. Islam mengajarkan bahwa gerhana terjadi atas izin dan kehendak Allah, bukan karena kekuatan lain. Ibadah yang dilakukan saat itu adalah bentuk pengesaan Allah semata.
- Menumbuhkan Rasa Takut (Khauf) kepada Allah: Hilangnya cahaya bulan secara tiba-tiba mengingatkan betapa mudahnya bagi Allah untuk mencabut nikmat-nikmat-Nya. Ini menumbuhkan rasa takut yang positif, yaitu takut akan azab-Nya, yang mendorong kita untuk semakin taat.
- Pengingat Hari Kiamat: Perubahan drastis pada benda langit yang begitu besar adalah gambaran kecil dari dahsyatnya peristiwa hari kiamat, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an Surat At-Takwir dan Al-Qiyamah.
- Sarana Muhasabah Diri: Gerhana adalah waktu yang tepat untuk merenung dan mengintrospeksi diri (muhasabah). Sudah sejauh mana kita bersyukur atas nikmat cahaya, nikmat keteraturan alam, dan nikmat kehidupan yang diberikan oleh Allah?
- Meningkatkan Keimanan: Menyaksikan langsung tanda kekuasaan Allah dan meresponsnya dengan ibadah sesuai tuntunan Nabi SAW akan semakin mempertebal dan memperkokoh keimanan di dalam dada.
Tanya Jawab Seputar Shalat Gerhana Bulan
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait pelaksanaan shalat gerhana bulan beserta jawabannya.
Apakah shalat gerhana harus dilakukan berjamaah di masjid?
Yang paling utama (afdhal) adalah melaksanakannya secara berjamaah di masjid. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Namun, jika tidak memungkinkan, shalat gerhana bulan boleh dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di rumah. Pahalanya tetap didapat, meskipun pahala berjamaah tentu lebih besar.
Bolehkah perempuan ikut shalat gerhana di masjid?
Sangat dianjurkan. Perempuan, bahkan yang sedang haid, dianjurkan untuk datang ke tempat shalat (misalnya di halaman masjid atau area yang terpisah) untuk ikut mendengarkan khutbah, berzikir, dan berdoa bersama. Bagi yang tidak haid, mereka ikut melaksanakan shalat di shaf perempuan. Dari Asma' binti Abi Bakar, ia berkata bahwa ia mendatangi Aisyah saat gerhana matahari, dan Aisyah sedang shalat. Ia bertanya dan Aisyah mengisyaratkan ke langit. Orang-orang sedang berdiri shalat. Aisyah berkata "Subhanallah". Ini menunjukkan partisipasi aktif perempuan pada zaman Nabi.
Apakah ada adzan dan iqamah untuk shalat gerhana?
Tidak ada adzan dan iqamah untuk shalat gerhana. Namun, disunnahkan untuk menyeru jamaah dengan lafal "Ash-Shalaatu Jaami'ah" (mari kita shalat berjamaah) yang diucapkan berulang kali untuk mengumpulkan orang-orang.
Bagaimana jika gerhana hanya terlihat sebagian (parsial)?
Shalat gerhana tetap disunnahkan untuk dilaksanakan, baik saat terjadi gerhana total, gerhana sebagian, maupun gerhana penumbra (meskipun yang terakhir ini seringkali tidak terlihat jelas oleh mata telanjang). Selama sebagian dari cahaya bulan tertutup dan fenomena itu bisa diamati, maka syariat shalat gerhana tetap berlaku.
Bagaimana jika langit mendung dan gerhana tidak terlihat?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa jika keberadaan gerhana telah dipastikan melalui perhitungan astronomis (hisab) yang akurat, meskipun terhalang awan, shalat gerhana tetap disyariatkan. Hal ini karena perintah dalam hadits terkait dengan "kejadian" gerhana itu sendiri sebagai tanda kekuasaan Allah. Namun, jika tidak ada informasi pasti, maka tidak perlu shalat.
Kesimpulan
Shalat gerhana bulan (Shalat Khusuf) adalah ibadah yang sarat makna dan hikmah. Ia bukan sekadar ritual, melainkan sebuah respons spiritual seorang hamba saat menyaksikan tanda kebesaran Tuhannya. Dengan memahami tata cara yang benar, hukum, waktu, serta hikmah di baliknya, kita dapat melaksanakan ibadah ini dengan penuh kekhusyukan dan kesadaran.
Ketika langit malam menampilkan fenomena gerhana bulan, marilah kita tinggalkan sejenak kesibukan duniawi. Ajak keluarga dan masyarakat untuk bergegas menuju masjid, mendirikan shalat, memanjatkan doa, memperbanyak zikir, dan mengulurkan tangan untuk bersedekah. Semoga dengan itu, momen gerhana tidak hanya menjadi tontonan, tetapi menjadi titik tolak untuk meningkatkan ketakwaan dan mempererat hubungan kita dengan Allah, Sang Penguasa alam semesta.