Di antara ribuan dapur keris yang ada di Nusantara, Keris Sempana menempati posisi istimewa dengan karakteristiknya yang khas dan makna filosofis yang mendalam. Kata "Sempana" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti angan-angan, cita-cita, atau impian. Penamaan ini tidaklah tanpa alasan, melainkan mencerminkan harapan dan doa yang disematkan pada setiap bilahnya, menjadikannya lebih dari sekadar senjata, melainkan sebuah pusaka yang sarat akan nilai spiritual dan kebudayaan yang tak lekang oleh waktu.
Keris, sebagai salah satu warisan budaya tak benda dunia yang diakui UNESCO pada tahun 2005, adalah manifestasi puncak dari seni tempa logam dan kearifan lokal. Ia bukan hanya sebuah benda fisik, tetapi juga sebuah narasi panjang tentang peradaban, keyakinan, dan estetika. Dari segi bentuk, Keris Sempana dikenal dengan jumlah luk (lekukan) yang ganjil, umumnya sembilan atau sebelas, meskipun ada pula yang memiliki luk tujuh atau bahkan tiga belas dalam variasi yang sangat jarang. Jumlah luk ini bukan semata-mata estetika belaka, melainkan mengandung simbolisme numerik yang kuat dalam tradisi Jawa, yang diyakini membawa tuah dan energi tertentu bagi pemiliknya.
Artikel ini akan menelusuri secara mendalam segala aspek Keris Sempana, mulai dari sejarah kemunculannya yang kaya, filosofi mendalam di balik bentuk, luk, dan pamornya yang memesona, ciri-ciri khas dari berbagai tangguh (era pembuatan) yang memengaruhi estetikanya, hingga relevansinya dalam kehidupan modern dan upaya pelestariannya. Melalui pemahaman yang komprehensif ini, kita akan menyelami kekayaan budaya yang tersimpan dalam sebilah Keris Sempana, memahami mengapa ia begitu dihargai sebagai simbol keagungan, spiritualitas, dan keindahan abadi yang patut dibanggakan oleh bangsa Indonesia.
Sejarah dan Asal-Usul Keris Sempana
Untuk memahami Keris Sempana secara utuh, penting untuk menempatkannya dalam konteks sejarah keris secara keseluruhan. Artefak yang menyerupai keris diperkirakan telah ada sejak abad ke-9 Masehi, namun bentuk keris yang kita kenal sekarang mencapai puncak perkembangan artistik dan filosofisnya pada masa kerajaan-kerajaan besar di Jawa seperti Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Setiap era atau "tangguh" memiliki gaya, ciri, dan filosofi tersendiri yang tercermin dalam bentuk keris yang dihasilkan, menjadi penanda waktu dan peradaban yang berharga.
Etimologi dan Makna "Sempana"
Nama "Sempana" berasal dari bahasa Sansekerta yang kemudian diserap ke dalam bahasa Jawa kuno, yang berarti "angan-angan," "impian," "cita-cita," atau "harapan." Penamaan ini bukan sekadar label, melainkan mengandung doa dan harapan agar pemilik keris senantiasa memiliki cita-cita yang luhur, berani mengejar impian, dan diiringi keberuntungan dalam setiap langkahnya. Keris Sempana, oleh karena itu, sering dianggap sebagai pusaka yang membawa aura positif, mendukung pencapaian, dan menjaga semangat pemiliknya untuk selalu berkreasi dan berinovasi dalam hidup.
Tidak jarang, keris dengan dapur Sempana menjadi pilihan bagi para pemimpin, seniman, cendekiawan, atau mereka yang memiliki visi jauh ke depan, sebagai simbol pengingat akan tujuan hidup dan kekuatan batin yang tak terbatas. Makna ini melekat erat pada filosofi Jawa yang mengedepankan harmoni antara lahiriah dan batiniah, antara usaha keras (ikhtiar) dan doa (pasrah), serta keseimbangan antara dunia materi dan spiritual.
Sebagai contoh, banyak tokoh penting dalam sejarah Jawa diyakini memiliki pusaka yang melambangkan aspirasi mereka, dan Keris Sempana, dengan namanya yang mengandung makna harapan, sangat cocok menjadi pendamping mereka dalam mencapai tujuan-tujuan besar, baik dalam bidang politik, seni, maupun spiritual.
Periode Kemunculan dan Perkembangan
Keris dapur Sempana diperkirakan mulai populer dan banyak ditempa sejak era Kerajaan Majapahit (sekitar abad ke-13 hingga ke-16 Masehi) dan terus berlanjut hingga periode Mataram Islam (abad ke-16 hingga ke-18 Masehi), bahkan hingga era sesudahnya. Pada masa Majapahit, keris seringkali memiliki bentuk yang tangguh, kokoh, dan pamor yang lebih "galak" atau berani, mencerminkan semangat kepahlawanan dan ekspansi kerajaan yang gemilang. Keris Sempana dari era ini menunjukkan kekokohan bilah dengan luk yang tegas dan ricikan yang lugas, mencerminkan karakter prajurit dan penguasa yang kuat.
Memasuki era Mataram, estetika keris mengalami pergeseran yang signifikan. Keris-keris Mataram cenderung lebih ramping, anggun, dan detail pamornya lebih halus serta filosofis. Bentuknya lebih proporsional, dengan gandik yang seringkali polos namun tetap menunjukkan keanggunan. Keris Sempana dari tangguh Mataram seringkali menunjukkan kehalusan garap, pamor yang lebih rapi, dan bentuk yang lebih proporsional, mencerminkan kejayaan seni, sastra, dan budaya pada masa tersebut di bawah kepemimpinan raja-raja Mataram yang agung. Perkembangan ini tidak hanya menunjukkan adaptasi dan evolusi bentuk Keris Sempana sesuai dengan zaman dan preferensi estetika masing-masing kerajaan, tetapi juga bagaimana keris menjadi cerminan dari semangat zaman dan identitas budaya yang berkembang.
Popularitas Keris Sempana terus berlanjut hingga era-era berikutnya seperti Kartasura, Surakarta, dan Yogyakarta, di mana para empu tetap menciptakan keris dengan dapur ini, menyesuaikan dengan gaya dan ciri khas masing-masing tangguh. Keberlanjutan ini membuktikan bahwa filosofi dan keindahan Keris Sempana memiliki daya tarik universal yang melampaui batas waktu dan perubahan dinasti.
Filosofi dan Simbolisme Keris Sempana
Lebih dari sekadar sebuah objek seni atau senjata, Keris Sempana adalah sebuah medium yang menyimpan filosofi hidup dan pandangan dunia masyarakat Jawa. Setiap elemennya, mulai dari jumlah luk hingga pamor yang menghiasinya, memiliki makna tersendiri yang kaya dan berlapis, menjadi representasi dari kosmologi dan etika Jawa.
Makna Jumlah Luk pada Keris Sempana
Keris Sempana dikenal dengan jumlah luknya yang ganjil, paling umum adalah sembilan (Luk 9) atau sebelas (Luk 11). Angka ganjil dalam tradisi Jawa seringkali melambangkan kesempurnaan, kemandirian, dan hubungan dengan alam gaib atau spiritual, serta kekuatan dan keberuntungan. Mari kita selami makna khusus dari masing-masing jumlah luk yang paling sering ditemukan pada Keris Sempana:
- Luk 9: "Songo"
Dalam bahasa Jawa, "songo" memiliki banyak konotasi. Pertama, sering dikaitkan dengan "sangu" (bekal) atau "songko" (dari), yang bisa diartikan sebagai bekal spiritual atau asal-usul yang luhur. Kedua, dan yang paling populer, adalah kaitannya dengan "babahan hawa sanga," yang mengacu pada sembilan lubang pada tubuh manusia (dua mata, dua telinga, dua hidung, mulut, anus, dan kemaluan). Ini melambangkan kesempurnaan manusia secara fisik dan spiritual, kesadaran akan diri, serta pengendalian terhadap hawa nafsu duniawi. Keris Sempana Luk 9 sering diasosiasikan dengan kewibawaan, kepemimpinan, dan kemampuan untuk meraih cita-cita melalui kebijaksanaan, pengendalian diri, serta menjaga harmoni dengan lingkungan sekitar. Filosofi ini menekankan pentingnya penguasaan diri dan kebijaksanaan dalam setiap tindakan untuk mencapai tujuan hidup yang diimpikan.
Dalam konteks mistis, angka sembilan juga sering dihubungkan dengan Wali Songo, para penyebar agama Islam di Jawa, yang secara tidak langsung memberikan makna kesempurnaan spiritual dan keberkahan. Oleh karena itu, Keris Sempana Luk 9 sangat dihargai dan diyakini mampu membimbing pemiliknya menuju jalan yang benar dan penuh berkah.
- Luk 11: "Sewelas"
Angka sebelas dalam kepercayaan Jawa sering diartikan sebagai "sebelas arah mata angin" atau "sebelas tingkat kesempurnaan." Ini melambangkan kemampuan untuk menjangkau tujuan yang lebih tinggi, pencarian ilmu yang tiada henti, keberanian untuk menembus batas-batas yang ada, serta memiliki pandangan yang luas dalam menghadapi kehidupan. Keris Sempana Luk 11 diyakini memberikan dorongan spiritual untuk terus maju, meraih impian yang lebih besar, dan mencapai tingkat kebijaksanaan yang lebih tinggi melalui eksplorasi dan pembelajaran. Ia melambangkan ekspansi, inovasi, dan keberanian untuk menghadapi tantangan baru.
Jumlah luk sebelas juga bisa dihubungkan dengan konsep "kesempurnaan ganda," melampaui kesempurnaan tunggal (satu). Ini mendorong pemiliknya untuk selalu berjuang, tidak pernah puas dengan pencapaian yang ada, dan senantiasa mencari kesempurnaan yang lebih tinggi dalam setiap aspek kehidupannya. Bagi sebagian orang, Keris Sempana Luk 11 juga melambangkan kekuatan untuk menembus alam gaib dan memahami rahasia semesta, mencerminkan kedalaman spiritual yang diharapkan.
Pilihan jumlah luk ini, oleh para empu, bukanlah keputusan acak melainkan hasil dari perhitungan mendalam yang melibatkan aspek kosmologi, numerologi, dan spiritualitas, disesuaikan dengan tujuan dan harapan yang ingin disematkan pada keris tersebut, seringkali juga disesuaikan dengan weton atau karakter calon pemiliknya.
Ricikan Khas Keris Sempana
Setiap keris memiliki "ricikan," yaitu detail-detail ukiran pada bilahnya yang menjadi identitas dapur. Pada Keris Sempana, ricikan yang umum ditemukan meliputi:
- Gandik: Bagian pangkal bilah di atas ganja. Pada Keris Sempana, gandik umumnya polos atau sederhana, menunjukkan kesederhanaan, kerendahan hati, namun berbobot dan berwibawa. Bentuk polos ini juga dianggap melambangkan kemurnian niat dan fokus pada inti esensi.
- Pejetan: Cekungan di bawah gandik yang konon tempat bekas pijatan empu saat menempanya. Simbol ini melambangkan sentuhan spiritual sang pembuat, transfer energi dan doa dari empu ke bilah keris, serta melambangkan kekuatan batin.
- Tikel Alis: Garis lengkung menyerupai alis di bawah pejetan. Ini melambangkan ketajaman pandangan, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, dan kemampuan untuk melihat jauh ke depan, serta kewaspadaan.
- Sraweyan: Bagian bilah yang menonjol memanjang di bawah tikel alis. Sraweyan menambah estetika dan keseimbangan visual bilah, seringkali diinterpretasikan sebagai representasi dari tulang belakang yang kokoh, melambangkan kekuatan dan ketahanan.
- Greneng: Ukiran bergerigi di bagian belakang bilah dekat ganja. Greneng melambangkan ketegasan, pertahanan, dan kekuatan untuk melindungi diri dari marabahaya. Ada juga yang mengartikan sebagai mahkota yang menunjukkan keagungan.
- Gusen: Bagian pinggir bilah yang menebal, memberikan kekuatan dan struktur pada bilah. Gusen juga melambangkan batas dan perlindungan, menjaga keutuhan bilah dan maknanya.
- Kruwingan: Lekukan pada bilah yang membentuk alur di sepanjang bilah, menambah estetika dan keseimbangan. Kruwingan berfungsi untuk memperlancar aliran energi dan juga secara fungsional untuk memperkuat bilah tanpa menambah beban berlebih.
Kombinasi ricikan ini, bersama dengan jumlah luk dan pamor, menciptakan sebuah harmoni visual yang bukan hanya indah, tetapi juga penuh makna filosofis, menegaskan identitas Keris Sempana sebagai pusaka yang istimewa dan mendalam. Setiap detail kecil ini dirancang dengan penuh perhitungan, menjadikan keris sebagai sebuah ensiklopedia mini kearifan Jawa.
Pamor dan Makna Spiritualnya pada Keris Sempana
Pamor adalah motif atau guratan indah pada bilah keris yang terbentuk dari campuran nikel (atau bahan meteorit) dan besi yang ditempa berlapis-lapis. Pada Keris Sempana, pamor seringkali dipilih berdasarkan harapan dan doa yang ingin disalurkan, dan diyakini memiliki "tuah" atau kekuatan spiritual tertentu. Beberapa pamor yang umum ditemukan pada Keris Sempana antara lain:
- Ngulit Semangka: Motif menyerupai kulit semangka, dengan garis-garis acak namun harmonis. Pamor ini melambangkan keluwesan dalam pergaulan, memudahkan pemiliknya diterima di mana saja, serta melancarkan rezeki dari berbagai arah. Dipercaya dapat memperluas jaringan sosial dan membawa keberuntungan dalam berinteraksi.
- Wengkon: Pamor tepi yang melingkari bilah keris, membentuk bingkai. Pamor ini diyakini memiliki tuah sebagai penolak bala, pelindung dari marabahaya, serta menjaga kewibawaan pemiliknya dari segala ancaman, baik yang terlihat maupun tidak terlihat. Ia juga melambangkan batas yang menjaga keseimbangan.
- Udan Mas: Motif bulatan-bulatan kecil yang tersebar menyerupai tetesan hujan emas. Pamor ini sangat dicari karena diyakini membawa keberuntungan, kelancaran rezeki, kemakmuran, dan peningkatan harkat martabat. Udan Mas adalah salah satu pamor paling favorit bagi para pedagang dan pengusaha.
- Pedaringan Kebak: Motif yang menyerupai butiran beras yang memenuhi tempayan atau wadah penyimpanan beras. Pamor ini melambangkan kemakmuran yang berlimpah, rezeki yang selalu penuh dan tidak pernah kekurangan, serta berkah dalam kehidupan rumah tangga. Sangat cocok bagi mereka yang mengharapkan stabilitas dan kecukupan.
- Ron Genduru: Motif menyerupai daun yang merambat dan saling mengait. Pamor ini melambangkan pertumbuhan, perkembangan yang berkelanjutan, dan kemampuan untuk beradaptasi serta mencapai kesuksesan secara bertahap namun pasti. Ia juga bisa diartikan sebagai jalinan kekerabatan yang kuat.
- Sada Saler: Sebuah garis lurus yang membujur dari pangkal hingga ujung bilah keris. Pamor ini melambangkan keteguhan hati, fokus pada tujuan, kekuatan dalam mencapai cita-cita tanpa goyah, serta sifat lurus dan jujur. Pamor ini diyakini memperkuat mental dan ketegasan pemiliknya.
Setiap pamor memiliki "isi" atau "tuah" yang diyakini secara turun-temurun, memperkuat fungsi Keris Sempana sebagai pusaka spiritual yang mendukung pemiliknya dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari perlindungan, rezeki, hingga pengembangan diri. Penting untuk diketahui bahwa pamor bisa bersifat "tiban" (muncul secara alami karena proses penempaan) atau "rekan" (sengaja dibentuk oleh empu), keduanya memiliki nilai dan keindahan tersendiri.
Dapur Keris Sempana dan Variasinya
Dapur keris merujuk pada bentuk keseluruhan bilah, termasuk jumlah luk dan ricikan. Keris Sempana adalah salah satu dapur yang paling dikenal dan dihargai. Namun, di dalam kategori Sempana itu sendiri, terdapat variasi yang memperkaya khazanahnya, menunjukkan fleksibilitas dan kreativitas para empu di masa lalu.
Ciri-Ciri Utama Dapur Sempana
Secara umum, Keris Sempana memiliki ciri-ciri sebagai berikut yang membedakannya dari dapur keris lainnya:
- Luk Ganjil yang Anggun: Paling sering Luk 9 atau Luk 11. Luknya teratur, seimbang, dan mengalir harmonis dari pangkal hingga ujung, memberikan kesan luwes namun berwibawa. Keteraturan ini menunjukkan keahlian tinggi dari empu yang menempanya.
- Gandik Polos atau Sederhana: Sebagian besar Keris Sempana memiliki gandik yang polos tanpa pahatan figur, menekankan kesederhanaan dan fokus pada keindahan bilah secara keseluruhan. Kesederhanaan ini justru menambah aura berwibawa dan tidak berlebihan.
- Ricikan Lengkap dan Proporsional: Memiliki ricikan standar seperti pejetan, tikel alis, sraweyan, greneng, dan gusen yang tergarap dengan proporsional dan halus. Setiap ricikan ini dibuat dengan detail yang cermat, sesuai dengan standar dapur Sempana.
- Sor-soran Yang Proporsional: Bagian pangkal bilah (sor-soran) cenderung proporsional, tidak terlalu lebar atau sempit, memberikan kesan kokoh namun elegan dan seimbang secara visual.
- Ganja Leres atau Wilut: Ganja (penyangga bilah) bisa berbentuk leres (lurus) atau wilut (berlekuk), tergantung tangguhnya, namun umumnya harmonis dengan bentuk bilah. Pada Sempana, ganja cenderung mengikuti pola yang umum untuk tangguhnya.
Keindahan Keris Sempana terletak pada keseimbangan antara kesederhanaan ricikannya dengan lekuk luk yang anggun dan ritmis, menciptakan visual yang harmonis, berwibawa, dan menenangkan. Ia mencerminkan prinsip "ngajeni" (menghargai) dan "ngajeni awak" (menghargai diri sendiri) dalam budaya Jawa.
Variasi Dapur Keris Sempana
Meskipun memiliki karakteristik umum yang kuat, ada beberapa variasi dalam dapur Sempana yang memiliki sedikit perbedaan pada ricikannya, atau dikombinasikan dengan ciri dapur lain, menunjukkan kreativitas tak terbatas para empu:
- Sempana Panjul: Variasi ini memiliki gandik yang sedikit lebih pendek dan gemuk dibandingkan Sempana standar, memberikan kesan yang lebih berisi dan kuat. "Panjul" sering diartikan sebagai "pendek dan menonjol" atau "gendut", mengindikasikan bentuk gandik yang lebih padat.
- Sempana Kalawijen: Dapur ini mungkin memiliki perbedaan halus pada tikel alis atau greneng, atau proporsi bilah yang sedikit berbeda, namun tetap mempertahankan ciri khas Sempana secara keseluruhan. Perbedaan ini seringkali sangat subtil dan hanya dapat diidentifikasi oleh para ahli keris berpengalaman.
- Sempana Nogo: Ini adalah perpaduan antara dapur Sempana dengan elemen naga, di mana terdapat ukiran naga kecil pada gandiknya. Penambahan elemen naga ini menambahkan aspek mitologi dan tuah keberanian, kekuatan, serta perlindungan. Meskipun bukan murni Sempana polos, ia tetap digolongkan sebagai variasi karena mempertahankan bentuk luk dan ricikan dasar Sempana.
- Sempana dengan Pelet Ganda: Beberapa Keris Sempana mungkin memiliki gandik yang dihiasi dengan motif "pelet" (semacam ukiran) kecil, yang menambah keunikan visual tanpa menghilangkan esensi Sempana.
Penting untuk memahami bahwa dalam dunia perkerisan, batas antara satu dapur dengan yang lain kadang bisa samar, dan variasi adalah hal yang lumrah. Namun, dapur Sempana, dengan esensi luk ganjil yang anggun dan ricikan yang proporsional, selalu mudah dikenali oleh para kolektor dan budayawan keris. Variasi-variasi ini menunjukkan adaptasi para empu terhadap selera zaman dan permintaan dari para pemesan, sekaligus memperkaya khazanah perkerisan Jawa.
Tangguh Keris Sempana: Menjelajahi Jejak Sejarah
Istilah "tangguh" dalam dunia perkerisan merujuk pada perkiraan era pembuatan keris, gaya, dan karakteristik umum yang melekat pada keris dari suatu periode atau wilayah tertentu. Mengetahui tangguh sebuah Keris Sempana sangat penting untuk mengidentifikasi keasliannya, nilai historisnya, dan juga untuk memahami konteks filosofis serta sosial budaya di baliknya. Seorang ahli keris dapat "membaca" sejarah dari sebilah keris hanya dengan mengamati ciri tangguhnya.
Tangguh Klasik yang Sering Dikaitkan dengan Keris Sempana
Keris Sempana banyak ditemukan dari berbagai tangguh, menandakan popularitas dan keberlanjutannya sepanjang sejarah perkerisan. Masing-masing tangguh memberikan sentuhan dan karakter unik pada dapur Sempana.
- Tangguh Pajajaran (Abad 12-14 M):
Keris Pajajaran umumnya memiliki bilah yang relatif tipis, pipih, dan panjang dengan pamor yang "mlumah" (menyebar, tidak terlalu timbul) atau "tiban" (muncul alami). Besinya cenderung hitam kebiruan dan terkesan ringan. Gaya ini mencerminkan karakter kesatriaan yang anggun dari kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.
Keris Sempana Pajajaran: Cenderung ramping, dengan luk yang tidak terlalu dalam namun tetap berirama. Kesan sepuh (tua) yang kuat pada besinya seringkali terlihat dari korosi alami yang membentuk pola-pola indah, dan pamor yang terkadang sudah samar namun tetap menunjukkan keindahan alami dan kekuatan batin. Garapnya terkesan lugas dan fungsional, mencerminkan era awal pembuatan keris dengan prioritas pada kekuatan dan kesederhanaan. Gandik pada Sempana Pajajaran umumnya polos dan ramping.
- Tangguh Majapahit (Abad 13-16 M):
Keris Majapahit dikenal memiliki bilah yang kuat, tebal, kekar, dan sor-soran (pangkal keris) yang lebar. Besinya padat dan matang, dengan warna hitam kemerahan. Pamornya cenderung "nginden" (menonjol) dan kadang terkesan galak atau berani, mencerminkan semangat kepahlawanan dan ekspansi kerajaan Majapahit yang digdaya.
Keris Sempana Majapahit: Menunjukkan kekokohan bilah, luk yang tegas dan jelas, serta besi yang matang dan padat dengan warna yang khas. Seringkali memiliki pamor yang menonjol dan berkarakter kuat, seperti Ngulit Semangka atau Pedaringan Kebak, yang mencerminkan semangat era Majapahit yang heroik dan berwibawa. Proporsinya seringkali terasa "gagah" dan mantap di tangan, dengan gandik yang polos namun berisi.
- Tangguh Tuban (Abad 14-16 M):
Keris Tuban memiliki bilah yang sedang, tidak terlalu tebal atau tipis, dengan pamor yang halus, rata, dan detail. Besinya terkesan pulen (kenyal) dan berkesan luwes. Kesan seimbang dan proporsional adalah ciri utama keris dari tangguh ini, mencerminkan seni tempa yang tinggi dari daerah pesisir utara Jawa.
Keris Sempana Tuban: Bilahnya terlihat luwes dan anggun, dengan luk yang berirama harmonis dan tidak terlalu kaku. Pamornya seringkali tampak lembut namun jelas, seperti Udan Mas atau Ron Genduru, menunjukkan ketelitian garap empu Tuban. Keseluruhan keris memberikan kesan ringan namun padat, dengan keindahan pamor yang menjadi daya tarik utama.
- Tangguh Sedayu (Abad 14-16 M):
Keris Sedayu memiliki ciri khas bilah yang sedikit gemuk, dengan gandik yang kadang sedikit panjang. Besinya cenderung berwarna hitam keabu-abuan dengan serat yang halus. Pamornya cenderung rapat dan berwarna kontras, seringkali padat mengisi bilah.
Keris Sempana Sedayu: Bilahnya terlihat lebih berisi dan "nylorot" (melorot) ke bawah, dengan luk yang mantap. Pamornya seringkali rapat dan memiliki "pulen" (kekenyalan) besi yang khas, menunjukkan kualitas tempaan yang sangat baik. Keris Sempana Sedayu sering memiliki aura yang kuat dan berbobot, cocok untuk pusaka yang dipegang oleh pemimpin atau tokoh masyarakat.
- Tangguh Blambangan (Abad 14-17 M):
Keris Blambangan memiliki bilah yang cenderung panjang, ramping, dan luknya dalam serta berliku-liku. Besinya seringkali berwarna agak kemerahan atau kecoklatan, dengan pamor yang halus namun ekspresif. Tangguh ini dikenal karena kemiripan gayanya dengan Majapahit namun dengan sentuhan lokal Blambangan yang unik.
Keris Sempana Blambangan: Menampilkan bilah yang panjang dan elegan, dengan luk yang dalam dan mengalir indah. Pamornya cenderung halus dan rapi, seringkali Ngulit Semangka atau Wengkon, namun dengan sentuhan estetik yang sedikit berbeda dari Majapahit. Gandik pada Sempana Blambangan cenderung ramping dan polos.
- Tangguh Mataram (Abad 16-18 M):
Keris Mataram dikenal dengan keanggunan, kehalusan, dan kesempurnaan garapnya. Bilah cenderung ramping, panjang, dan luknya dalam serta teratur. Besinya "nyabak" (berkilau) dan berwarna kehitaman, dengan pamor yang sangat rapi, jelas, dan "tiban" (datang) secara alami. Proporsinya sangat harmonis dan berkesan berwibawa namun bersahaja.
Keris Sempana Mataram: Ini adalah salah satu tangguh yang paling dicari dan dihargai untuk dapur Sempana. Keris Sempana Mataram memiliki bilah yang sangat anggun, luk yang dalam dan beraturan sempurna, serta pamor yang halus, jelas, dan memancarkan keindahan alami. Proporsinya sangat harmonis dan berkesan berwibawa namun bersahaja. Gandiknya polos namun terlihat sangat rapi dan menyatu dengan bilah, mencerminkan puncak estetika dan filosofi keris Jawa.
- Tangguh Nom-noman (Abad 19-Sekarang):
Merujuk pada keris-keris yang dibuat pada era-era sesudah Mataram, seperti Kartasura, Surakarta, Yogyakarta, hingga keris kamardikan (buatan empu modern). Gaya keris Nom-noman sangat beragam, meniru gaya tangguh klasik atau mengembangkan gaya baru. Kualitas besinya bervariasi tergantung empu dan bahan baku.
Keris Sempana Nom-noman: Dapat ditemukan dalam berbagai kualitas, dari yang sederhana hingga yang menyerupai garapan tangguh Mataram yang sangat baik. Ciri khasnya adalah seringkali pamornya lebih kontras, garap ricikannya lebih tajam, dan finishing yang lebih bersih. Meskipun tidak memiliki nilai historis setinggi tangguh klasik, Keris Sempana Nom-noman yang dibuat oleh empu berkualitas tetap memiliki nilai seni dan tuah yang dihargai.
Identifikasi tangguh memerlukan keahlian khusus dan pengalaman yang panjang, melibatkan pengamatan terhadap bentuk bilah secara keseluruhan, ricikan, kualitas besi (wesi aji), pola pamor, hingga warangka (sarung keris) dan handle (deder) yang seringkali dibuat secara serasi dengan bilahnya. Ini adalah sebuah ilmu "ilmu titen" atau ilmu pengamatan yang diwariskan turun-temurun.
Mengapa Pemahaman Tangguh Keris Sempana itu Penting?
Pemahaman tentang tangguh bukan hanya soal identifikasi usia, tetapi juga:
1. **Nilai Sejarah dan Budaya:** Setiap tangguh merepresentasikan periode sejarah, geografi, dan kearifan lokal yang berbeda. Keris Sempana dari tangguh tertentu adalah artefak yang menghubungkan kita dengan masa lalu, dengan tradisi dan peristiwa yang membentuknya.
2. **Kualitas dan Estetika:** Empu dari setiap tangguh memiliki standar kualitas dan gaya estetika yang unik. Keris Sempana dari tangguh yang berbeda akan memiliki "rasa" yang berbeda dalam hal garap (pengerjaan), keindahan pamor, dan kualitas bilah secara keseluruhan.
3. **Filosofi dan Tuah:** Beberapa tuah atau filosofi keris diyakini lebih kuat atau spesifik pada keris dari tangguh tertentu, sesuai dengan kepercayaan masyarakat di masa itu dan doa yang disematkan oleh empu dari era tersebut.
4. **Kolektibilitas:** Keris Sempana dari tangguh klasik yang langka dan otentik memiliki nilai koleksi yang tinggi di mata para pecinta keris, kolektor, dan investor, menjadikannya aset budaya yang berharga.
5. **Autentikasi:** Pengetahuan tentang tangguh sangat vital untuk membedakan keris asli dari keris tiruan atau buatan baru yang mencoba meniru gaya lama.
Empu dan Proses Penciptaan Keris Sempana
Di balik keindahan dan kedalaman filosofis Keris Sempana, terdapat tangan-tangan terampil para Empu – sebutan bagi pembuat keris. Empu bukanlah sekadar pandai besi; mereka adalah seniman, spiritualis, ahli metalurgi, dan filsuf yang menguasai berbagai disiplin ilmu dan menjalani proses penciptaan yang sarat makna.
Peran Sakral Seorang Empu dalam Penciptaan Keris
Proses pembuatan keris, termasuk Keris Sempana, adalah ritual yang panjang dan sakral. Seorang Empu tidak hanya menempa logam, tetapi juga "menjiwai" setiap bilah dengan doa, harapan, dan kearifan lokal. Ini adalah bagian dari tradisi "piwulang" (ajaran) dan "laku" (tirakat) yang diwariskan turun-temurun. Berikut adalah beberapa aspek penting dari peran Empu dan proses penciptaan:
- Pemilihan Bahan Baku yang Teliti: Empu memilih besi, baja, dan nikel (atau bahan meteorit yang diyakini memiliki energi khusus) dengan sangat teliti. Kualitas bahan baku sangat menentukan kekuatan, keindahan pamor, dan "wesi aji" (besi bertuah) pada keris. Pemilihan bahan ini bahkan dapat melibatkan perhitungan spiritual atau pertimbangan astrologis.
- Proses Penempaan (Nglaras Wesi): Penempaan dilakukan berulang kali, melipat dan menggabungkan lapisan-lapisan logam yang berbeda. Proses ini, yang dikenal sebagai "nglaras wesi," tidak hanya membentuk bilah menjadi bentuk yang diinginkan, tetapi juga menciptakan pola pamor yang unik dan memberikan kekuatan, kelenturan, serta kekerasan yang luar biasa pada keris. Setiap lipatan adalah doa, setiap pukulan adalah harapan.
- Ritual dan Tirakat: Seringkali, Empu menjalankan puasa, meditasi, dan doa selama proses penempaan, terutama pada waktu-waktu tertentu yang dianggap sakral. Hal ini diyakini untuk mengisi keris dengan energi spiritual, "tuah" yang diharapkan, dan karakter yang kuat, menjadikan keris sebagai media penghubung antara dunia manusia dan alam spiritual.
- Pembentukan Ricikan dengan Presisi: Setelah bilah terbentuk secara kasar, Empu dengan cermat membentuk ricikan seperti gandik, pejetan, tikel alis, sraweyan, dan greneng, sesuai dengan dapur yang diinginkan (dalam hal ini Sempana). Setiap detail ini membutuhkan keahlian tangan yang sangat tinggi dan ketelitian yang sempurna, karena kesalahan kecil dapat merusak keseimbangan estetika dan filosofis keris.
- Penyepuhan dan Warangan: Proses terakhir yang sangat krusial adalah penyepuhan (memanaskan bilah hingga suhu tertentu lalu mendinginkannya secara mendadak untuk memberikan kekerasan) dan warangan. Warangan adalah proses pengolesan cairan khusus (biasanya arsenik) yang berfungsi untuk memperjelas pamor dengan membuat bagian besi menjadi hitam dan bagian nikel menjadi putih cemerlang. Proses ini memerlukan kehati-hatian tinggi dan pengetahuan kimia tradisional, serta merupakan penentu akhir dari keindahan visual pamor.
- Pembuatan Warangka dan Deder: Meskipun Empu utama fokus pada bilah, seringkali ada seniman khusus yang membuat warangka (sarung) dan deder (gagang) keris. Warangka dan deder juga merupakan karya seni tersendiri dan disesuaikan dengan estetika bilah, seringkali terbuat dari kayu pilihan yang diukir indah, melengkapi keindahan keseluruhan keris.
Setiap Keris Sempana yang dihasilkan oleh seorang Empu adalah buah dari dedikasi, keahlian, spiritualitas yang mendalam, dan warisan pengetahuan yang tak ternilai. Ini adalah proses penciptaan yang bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual dan artistik.
Empu-Empu Legendaris dan Warisan Mereka
Meskipun sulit untuk menyebutkan nama Empu spesifik yang secara eksklusif hanya membuat Keris Sempana (karena empu biasanya menguasai berbagai dapur), banyak Empu legendaris dari berbagai tangguh yang dikenal menghasilkan keris-keris berkualitas tinggi, termasuk dapur Sempana. Nama-nama seperti Empu Supo dari Majapahit (atau setidaknya yang dikaitkan dengan tradisi Majapahit) atau Empu-Empu dari Mataram yang tidak teridentifikasi secara individu namun karyanya dikenal karena kehalusan garap, adalah bagian dari legenda perkerisan. Seringkali, identifikasi karya mereka lebih sering berdasarkan karakteristik tangguh yang mereka wakili, yang mencerminkan gaya dan ajaran dari "padepokan" (perguruan) Empu di era tersebut.
Yang jelas, tradisi Empu telah melahirkan masterpiece-masterpiece yang tak terhitung jumlahnya, dan Keris Sempana adalah salah satu di antaranya, yang terus dihargai sebagai simbol keahlian, spiritualitas, dan kekayaan budaya Nusantara. Para Empu modern pun terus melanjutkan tradisi ini, memastikan bahwa ilmu dan seni pembuatan keris tidak akan punah, menjaga api warisan leluhur tetap menyala.
Perawatan dan Pelestarian Keris Sempana
Keris, sebagai benda pusaka yang memiliki nilai sejarah, seni, dan spiritual yang tinggi, memerlukan perawatan khusus agar tetap terjaga keaslian, keindahan, dan kekuatan spiritualnya. Perawatan Keris Sempana, seperti keris lainnya, melibatkan ritual "jamasan" (pembersihan) dan penyimpanan yang tepat, yang semuanya merupakan bagian integral dari penghormatan terhadap pusaka.
Jamasan: Ritual Pembersihan dan Pemuliaan Keris
Jamasan adalah proses membersihkan keris yang dilakukan secara periodik, biasanya setahun sekali pada bulan Suro (Muharram dalam kalender Islam dan Jawa) atau pada hari-hari besar tertentu yang dianggap baik. Tujuan jamasan bukan hanya membersihkan kotoran fisik dan karat, tetapi juga sebagai ritual pembersihan spiritual, pengisian energi, dan pemuliaan pusaka. Langkah-langkah jamasan umumnya meliputi:
- Pembukaan Warangka dengan Hormat: Keris dikeluarkan dari warangkanya dengan hati-hati dan penuh penghormatan, seringkali dengan mengucapkan doa atau mantra.
- Pembersihan Karat dan Kotoran: Bilah dibersihkan dari karat menggunakan cairan khusus yang dikenal sebagai "warangan." Warangan adalah campuran dari asam arsenik dengan bahan-bahan alami lainnya. Cairan ini akan bereaksi dengan besi dan nikel pada pamor, membuat bagian besi menjadi gelap kehitaman dan bagian nikel menjadi putih atau abu-abu terang, sehingga pamor terlihat lebih jelas dan indah. Proses ini membutuhkan keahlian karena arsenik adalah bahan beracun dan prosesnya harus tepat agar tidak merusak bilah. Alternatif yang lebih tradisional dan ringan adalah menggunakan air kelapa atau campuran perasan jeruk nipis dengan arang atau tumbukan belimbing wuluh untuk membersihkan karat ringan.
- Penyikatan Halus: Menggunakan sikat halus (misalnya sikat gigi bekas) untuk membersihkan sela-sela luk dan ricikan yang sulit dijangkau, memastikan tidak ada sisa kotoran atau karat yang menempel.
- Pembilasan dan Pengeringan: Bilah dibilas dengan air bersih mengalir, lalu dikeringkan secara seksama dan menyeluruh. Ini adalah langkah krusial; bilah harus benar-benar kering agar tidak ada sisa cairan yang tertinggal yang dapat menyebabkan karat baru dengan cepat. Pengeringan bisa dilakukan dengan diangin-anginkan atau dengan kain bersih yang lembut.
- Pengolesan Minyak Pusaka: Setelah kering sempurna, bilah diolesi minyak khusus pusaka (misalnya minyak cendana, melati, kenanga, atau minyak khusus keris lainnya) untuk mencegah karat dan menjaga keindahan pamor. Minyak ini juga diyakini berfungsi untuk "memberi makan" keris, menambah "aura" positif, dan menjaga keharuman pusaka. Pemilihan jenis minyak seringkali juga memiliki makna filosofis tersendiri.
- Pemasangan Kembali: Keris dimasukkan kembali ke dalam warangka setelah bilah benar-benar kering dan berminyak, siap untuk disimpan atau dipajang kembali.
Penting untuk dicatat bahwa jamasan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan pengetahuan yang memadai, atau lebih baik diserahkan kepada ahli yang berpengalaman (sering disebut "tukang jamas" atau "curiga" ) agar tidak merusak bilah dan pamor keris. Kesalahan dalam proses jamasan dapat mengurangi nilai historis dan estetika keris secara permanen.
Penyimpanan yang Tepat untuk Keris Sempana
Penyimpanan Keris Sempana juga sangat penting untuk pelestariannya dan untuk menjaga "tuah"nya:
- Warangka: Keris harus selalu disimpan dalam warangkanya yang terbuat dari kayu pilihan (seperti timoho, sono keling, cendana) yang sesuai dengan bentuk dan ukuran bilah. Warangka tidak hanya sebagai pelindung fisik dari benturan dan kelembapan, tetapi juga bagian integral dari estetika keris.
- Pendok: Warangka seringkali dilapisi dengan pendok (selongsong logam) yang terbuat dari perak, kuningan, perunggu, atau bahkan emas. Pendok tidak hanya menambah keindahan dan kemewahan, tetapi juga memberikan perlindungan tambahan pada warangka.
- Lingkungan Penyimpanan: Simpan keris di tempat yang kering, tidak lembap, dan tidak terpapar sinar matahari langsung atau perubahan suhu ekstrem. Kelembapan adalah musuh utama keris karena dapat menyebabkan karat dengan cepat. Lemari penyimpanan yang berventilasi baik atau kotak penyimpanan khusus dengan desikan (penyerap kelembapan) sangat disarankan.
- Posisi Penyimpanan: Secara tradisional, keris sering disimpan dengan posisi bilah menghadap ke atas atau ke samping, sesuai dengan kepercayaan dan tradisi keluarga. Beberapa orang meyakini posisi tertentu dapat memengaruhi energi keris.
- Jauh dari Bahan Kimia: Hindari menyimpan keris dekat dengan bahan kimia korosif atau bahan yang dapat memancarkan uap yang merusak logam.
Dengan perawatan yang rutin dan penyimpanan yang baik, Keris Sempana dapat bertahan selama berabad-abad, mewariskan keindahan dan filosofinya dari satu generasi ke generasi berikutnya, menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Keris Sempana dalam Budaya dan Masyarakat Modern
Meskipun zaman telah berubah dan fungsi keris sebagai senjata praktis telah pudar seiring perkembangan teknologi persenjataan, Keris Sempana tetap memegang peranan penting yang tak tergantikan dalam budaya dan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Ia telah bertransformasi dari senjata menjadi simbol yang sarat makna, identitas, dan warisan.
Sebagai Pusaka Keluarga dan Lambang Identitas
Banyak keluarga di Jawa yang masih menyimpan Keris Sempana sebagai pusaka turun-temurun. Pusaka ini bukan sekadar warisan fisik yang bernilai materi, melainkan juga warisan spiritual yang melambangkan sejarah keluarga, kehormatan, dan identitas. Kehadiran Keris Sempana dalam keluarga seringkali diiringi dengan kisah-kisah leluhur, pesan moral yang diwariskan, dan harapan untuk generasi mendatang. Ia menjadi pengingat akan akar budaya, nilai-nilai yang dipegang teguh, dan asal-usul seseorang.
Di masa lalu, memiliki keris, terutama keris dengan dapur istimewa seperti Sempana yang melambangkan cita-cita luhur, adalah lambang status sosial, kewibawaan, dan kepemimpinan. Meskipun di era modern tidak lagi berfungsi sebagai penanda kasta secara harfiah, ia tetap menjadi simbol prestise, apresiasi terhadap budaya luhur, dan pengakuan akan kedalaman filosofi bagi para kolektor, budayawan, bangsawan tradisional, dan mereka yang menghargai warisan leluhur. Kepemilikan Keris Sempana seringkali diiringi dengan rasa bangga dan tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan.
Dalam Upacara Adat dan Kepercayaan Spiritual
Keris Sempana masih sering digunakan dalam berbagai upacara adat di Jawa, seperti pernikahan adat (sebagai simbol mempelai pria), upacara penobatan raja atau sultan, upacara selamatan, atau ritual lainnya yang berkaitan dengan daur hidup manusia atau peristiwa penting. Dalam konteks ini, keris tidak berperan sebagai senjata, melainkan sebagai bagian tak terpisahkan dari ritual sakral, yang melambangkan kekuatan spiritual, doa restu, perlindungan, atau penyeimbang alam. Kepercayaan terhadap "tuah" atau energi positif yang dimiliki keris masih sangat kuat di beberapa kalangan masyarakat, menjadikannya benda yang dihormati dan dimuliakan, bukan disembah, melainkan dihargai sebagai manifestasi Tuhan melalui karya manusia.
Keris Sempana, dengan makna angan-angan dan cita-citanya, sering menjadi simbol harapan dalam upacara adat, mendoakan keberhasilan dan kelancaran setiap hajat. Ia menjadi jembatan antara manusia dan alam spiritual, antara dunia nyata dan harapan-harapan yang melampaui materi.
Koleksi dan Apresiasi di Era Kontemporer
Di era modern, Keris Sempana telah menjadi objek koleksi yang sangat diminati oleh para pecinta seni dan budaya, baik di dalam maupun luar negeri. Mereka menghargai Keris Sempana bukan hanya sebagai benda bersejarah yang langka, tetapi juga sebagai mahakarya seni tempa yang memiliki nilai estetika tinggi, keunikan pamor, dan kedalaman filosofis. Pameran keris, lelang, diskusi, dan komunitas pecinta keris terus berkembang pesat, menunjukkan bahwa minat terhadap pusaka ini tidak pernah padam, bahkan semakin meningkat di kalangan generasi muda yang mulai sadar akan kekayaan budayanya.
Banyak kolektor mencari Keris Sempana dengan ciri-ciri tangguh tertentu (misalnya, Mataram yang anggun atau Majapahit yang kekar), pamor langka (seperti Udan Mas atau Pedaringan Kebak), atau garapan empu yang istimewa. Apresiasi ini sangat membantu menjaga agar Keris Sempana tidak hanya menjadi artefak museum yang statis, tetapi terus hidup dalam koleksi pribadi, menjadi subjek penelitian, dan menjadi bagian dari narasi budaya yang berkelanjutan. Ia juga mendorong empu-empu modern untuk terus berkarya, menciptakan keris-keris berkualitas tinggi dengan jiwa Sempana.
Tantangan dan Masa Depan Pelestarian Keris Sempana
Meskipun demikian, pelestarian Keris Sempana juga menghadapi berbagai tantangan di era modern. Kurangnya regenerasi empu yang menguasai ilmu dan laku penempaan secara utuh, ancaman pemalsuan keris-keris lama, serta pergeseran nilai-nilai di kalangan generasi muda yang mungkin kurang mengenal atau menghargai warisan ini menjadi isu penting. Globalisasi dan modernisasi juga dapat mengikis minat terhadap benda-benda tradisional jika tidak diimbangi dengan upaya edukasi yang memadai.
Oleh karena itu, edukasi tentang pentingnya keris sebagai warisan budaya bangsa, dukungan finansial dan moral terhadap para empu agar dapat terus berkarya, serta upaya dokumentasi yang komprehensif (melalui buku, digitalisasi, atau museum) menjadi krusial untuk memastikan bahwa keindahan dan filosofi Keris Sempana dapat terus dinikmati dan dipahami oleh generasi mendatang. Inisiatif seperti penetapan keris sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada tahun 2005 memberikan dorongan besar bagi upaya pelestarian. Hal ini memperkuat posisi keris, termasuk Keris Sempana, sebagai simbol identitas budaya yang patut dijaga dan dibanggakan oleh bangsa Indonesia di kancah dunia.
Kesimpulan
Keris Sempana adalah salah satu permata budaya Nusantara yang tak ternilai harganya. Lebih dari sekadar sebilah logam yang dibentuk dengan mahir, ia adalah manifestasi dari kearifan leluhur, simbol dari cita-cita luhur dan impian, serta sebuah karya seni agung yang memadukan keindahan estetika dengan kedalaman filosofis yang tak terbatas.
Dari sejarah kemunculannya yang membentang dari era Majapahit yang heroik hingga Mataram yang anggun, melalui makna filosofis yang kaya di balik setiap lekukan (luk) dan guratan pamornya, hingga ciri khas ricikan yang membedakannya, Keris Sempana selalu berbicara tentang harapan, perjuangan, spiritualitas, dan kesempurnaan. Setiap tangguh keris Sempana memiliki kisahnya sendiri, membawa kita menelusuri jejak peradaban yang kaya, sementara peran para Empu sebagai seniman, spiritualis, sekaligus ahli metalurgi menegaskan posisi keris sebagai benda sakral yang diciptakan dengan dedikasi dan "laku" (tirakat) yang tinggi.
Di era modern, Keris Sempana terus hidup dan berevolusi, tidak hanya sebagai pusaka keluarga atau lambang status, tetapi juga sebagai objek koleksi yang diapresiasi secara luas oleh para pecinta seni dan budaya di seluruh dunia. Upaya pelestarian melalui jamasan rutin, penyimpanan yang tepat, serta regenerasi empu dan edukasi publik menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa warisan tak benda ini dapat terus lestari dan relevan. Ia adalah cermin dari identitas bangsa, pengingat akan kekayaan spiritual dan artistik yang patut kita banggakan, lestarikan, dan wariskan kepada anak cucu.
Memahami Keris Sempana berarti menyelami salah satu aspek paling dalam dan termasyhur dari budaya Jawa, memahami bahwa di setiap guratan pamor dan lekuk bilahnya, terdapat doa, harapan, dan sebuah perjalanan panjang peradaban yang membentuk jati diri bangsa Indonesia. Keris Sempana, dengan segala keindahannya, adalah sebuah angan-angan yang terwujud dalam baja, sebuah impian yang ditempa menjadi kenyataan abadi.