Panduan Lengkap Bacaan Tasyahud Akhir dalam Shalat
Tasyahud akhir, atau yang sering disebut juga dengan tahiyat akhir, merupakan salah satu momen paling sakral dan krusial dalam ibadah shalat. Ia bukan sekadar rangkaian kata yang diucapkan sebelum salam, melainkan sebuah dialog agung, pernyataan ikrar, dan puncak permohonan seorang hamba kepada Sang Khaliq. Duduk di penghujung shalat ini menjadi rukun yang menentukan sah atau tidaknya shalat menurut mayoritas ulama. Memahami bacaan, meresapi setiap makna, dan melaksanakannya dengan benar adalah kunci untuk meraih kekhusyuan dan kesempurnaan ibadah.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif segala aspek yang berkaitan dengan bacaan tasyahud akhir. Mulai dari teks bacaan dalam bahasa Arab, transliterasi Latin untuk kemudahan pelafalan, terjemahan bahasa Indonesia, hingga penelaahan makna yang terkandung dalam setiap frasanya. Kita akan menyelami signifikansi historis dan spiritual di balik kalimat-kalimat mulia ini, yang konon merupakan transkrip dialog agung saat peristiwa Isra' Mi'raj. Lebih jauh lagi, pembahasan akan mencakup kedudukannya dalam fiqih, tata cara duduk yang sesuai sunnah, hingga doa-doa mustajab yang dianjurkan untuk dipanjatkan sebelum mengakhiri shalat dengan salam.
Bacaan Lengkap Tasyahud Akhir dan Shalawat Ibrahimiyah
Bacaan tasyahud akhir secara umum terdiri dari dua bagian utama: bacaan tahiyat itu sendiri dan dilanjutkan dengan shalawat Ibrahimiyah. Berikut adalah bacaan yang paling umum diamalkan, berdasarkan riwayat yang shahih, khususnya dari sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu.
Bagian Pertama: Bacaan Tahiyat
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
Attahiyyâtul mubârakâtush shalawâtut thayyibâtu lillâh. As-salâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wa barakâtuh. As-salâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu allâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna Muhammadar Rasûlullâh.
Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan-Nya. Semoga keselamatan tercurah pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Bagian Kedua: Shalawat Ibrahimiyah
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ âli sayyidinâ Muhammad, kamâ shallaita ‘alâ sayyidinâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli sayyidinâ Ibrâhîm. Wa bârik ‘alâ sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ âli sayyidinâ Muhammad, kamâ bârakta ‘alâ sayyidinâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli sayyidinâ Ibrâhîm. Fil ‘âlamîna innaka hamîdum majîd.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Limpahkanlah pula keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di seluruh alam Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Memahami Makna Mendalam di Setiap Kalimat Tasyahud
Tasyahud bukan sekadar hafalan, melainkan sebuah dialog yang sarat makna. Dengan memahami setiap frasanya, kekhusyuan kita dalam shalat akan semakin bertambah. Kalimat-kalimat ini adalah bentuk pengagungan, salam, dan kesaksian yang paling fundamental.
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ
(Attahiyyâtul mubârakâtush shalawâtut thayyibâtu lillâh)
Kalimat pembuka ini adalah sebuah deklarasi totalitas penghambaan. Mari kita bedah kata per katanya:
- Attahiyyat (التَّحِيَّاتُ): Berasal dari kata 'hayah' yang berarti kehidupan. 'Tahiyyah' adalah bentuk penghormatan. Dalam bentuk jamak, 'attahiyyat' mencakup segala bentuk salam, penghormatan, pengagungan, dan pujian yang pantas. Ini adalah pengakuan bahwa segala bentuk penghormatan tertinggi, kekuasaan abadi, dan kepemilikan mutlak hanya layak dipersembahkan kepada Allah.
- Al-Mubarakât (الْمُبَارَكَاتُ): Artinya segala keberkahan, kebaikan yang melimpah, dan pertumbuhan yang terus-menerus. Kita mengakui bahwa sumber segala berkah di alam semesta, baik yang kita sadari maupun tidak, berasal dari Allah SWT.
- As-Shalawât (الصَّلَوَاتُ): Kata ini memiliki makna doa dan rahmat. Dalam konteks ini, ia merujuk pada segala bentuk ibadah dan doa, terutama shalat itu sendiri. Kita mengikrarkan bahwa seluruh ibadah dan doa kita, pada hakikatnya, ditujukan hanya untuk Allah semata.
- At-Thayyibât (الطَّيِّبَاتُ): Artinya segala sesuatu yang baik, suci, dan pantas. Ini mencakup perkataan, perbuatan, dan sifat-sifat yang baik. Kita menyatakan bahwa segala kebaikan yang ada pada diri kita dan di alam semesta adalah milik Allah dan dipersembahkan untuk-Nya.
- Lillâh (لِلَّهِ): "Hanya untuk Allah" atau "Milik Allah". Frasa penutup ini menjadi penegas bahwa keempat elemen sebelumnya (penghormatan, keberkahan, ibadah, dan kebaikan) sepenuhnya dan semata-mata kita persembahkan kepada Allah, tanpa ada sekutu bagi-Nya.
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
(As-salâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wa barakâtuh)
Setelah mengagungkan Allah, fokus beralih kepada penghormatan kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW. Kalimat ini memiliki nilai historis yang luar biasa, karena diyakini sebagai salam dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW saat peristiwa Mi'raj. Ketika Nabi menghadap Allah dan mengucapkan "Attahiyyat...", Allah menjawab dengan salam ini.
- As-Salâm ‘alaika (السَّلاَمُ عَلَيْكَ): "Semoga keselamatan tercurah kepadamu". 'As-Salam' adalah salah satu Asmaul Husna, yang berarti Maha Pemberi Keselamatan. Salam ini adalah doa agar Nabi Muhammad SAW senantiasa dilindungi, diselamatkan, dan dijauhkan dari segala kekurangan dan marabahaya.
- Ayyuhan Nabiyyu (أَيُّهَا النَّبِىُّ): "Wahai Sang Nabi". Panggilan langsung ini menunjukkan kedekatan dan kemuliaan posisi Rasulullah SAW di sisi Allah.
- Wa Rahmatullâhi (وَرَحْمَةُ اللَّهِ): "Dan rahmat Allah". Kita juga memohonkan agar curahan kasih sayang Allah yang tak terbatas senantiasa menyertai beliau.
- Wa Barakâtuhu (وَبَرَكَاتُهُ): "Dan keberkahan-Nya". Doa ini disempurnakan dengan permohonan agar segala kebaikan yang abadi dan terus bertambah dilimpahkan kepada beliau.
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
(As-salâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn)
Ini adalah manifestasi dari keindahan ajaran Islam. Setelah memberikan salam kepada Nabi, doa keselamatan itu tidak berhenti. Rasulullah SAW, dalam kemuliaan akhlaknya, tidak ingin menikmati doa keselamatan itu sendirian. Beliau langsung menyertakan umatnya dan seluruh hamba Allah yang shalih. Kalimat ini diucapkan oleh para malaikat saat Mi'raj, sebagai respons atas dialog agung antara Allah dan Rasul-Nya.
- As-Salâmu ‘alainâ (السَّلاَمُ عَلَيْنَا): "Semoga keselamatan tercurah kepada kami". 'Kami' di sini merujuk pada orang yang sedang shalat dan seluruh jamaah (jika shalat berjamaah). Ini adalah doa untuk diri sendiri.
- Wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn (وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ): "Dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih". Doa ini mencakup spektrum yang sangat luas. Ia mendoakan keselamatan bagi setiap muslim yang shalih, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat, di manapun mereka berada. Sungguh sebuah doa yang universal dan penuh solidaritas.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
(Asyhadu allâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna Muhammadar Rasûlullâh)
Inilah puncak dari tasyahud, yaitu syahadatain atau dua kalimat persaksian. Ini adalah inti dari akidah Islam, penegasan kembali pondasi keimanan yang diulang-ulang dalam setiap shalat.
- Asyhadu an lâ ilâha illallâh (أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ): "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah". 'Asyhadu' berarti aku bersaksi dengan ilmu, keyakinan, dan lisan. Ini bukan sekadar pengakuan, tetapi kesaksian yang lahir dari pemahaman mendalam. Kita menafikan segala bentuk sesembahan selain Allah (lâ ilâha) dan menetapkan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah (illallâh). Inilah esensi tauhid.
- Wa asyhadu anna Muhammadan Rasûlullâh (وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ): "Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah". Persaksian kedua ini adalah konsekuensi logis dari yang pertama. Keimanan kepada Allah tidak akan sempurna tanpa keimanan kepada Rasul yang diutus-Nya untuk membawa risalah. Kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya, yang membawa petunjuk, dan wajib untuk kita ikuti ajarannya.
Shalawat Ibrahimiyah: Penyempurna Tasyahud Akhir
Setelah menyelesaikan bacaan tahiyat, kita diperintahkan untuk menyempurnakannya dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya. Shalawat terbaik yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW adalah Shalawat Ibrahimiyah. Disebut demikian karena di dalamnya kita juga menyebut nama Nabi Ibrahim AS, bapak para nabi.
Makna Shalawat Ibrahimiyah
Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad... ("Ya Allah, limpahkanlah shalawat/rahmat kepada junjungan kami Muhammad..."). 'Shalli' di sini bermakna pujian Allah kepada Nabi di hadapan para malaikat-Nya dan juga berarti limpahan rahmat dan kemuliaan.
Kamâ shallaita ‘alâ sayyidinâ Ibrâhîm... ("Sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada junjungan kami Ibrahim..."). Ini adalah bentuk tawasul (perantara) dengan perbuatan Allah yang telah lalu. Kita memohon kepada Allah untuk memberikan kemuliaan kepada Nabi Muhammad sebagaimana Ia telah memberikan kemuliaan yang agung kepada Nabi Ibrahim. Ini menunjukkan betapa tinggi derajat Nabi Ibrahim di sisi Allah.
Wa bârik ‘alâ sayyidinâ Muhammad... ("Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Muhammad..."). 'Bârik' berarti memohon keberkahan, yaitu kebaikan yang langgeng, tetap, dan terus bertambah. Kita memohon agar ajaran, keluarga, dan umat Nabi Muhammad senantiasa dilimpahi keberkahan oleh Allah.
Fil ‘âlamîna innaka hamîdum majîd ("Di seluruh alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia"). Kalimat penutup ini adalah bentuk pujian kepada Allah. Hamîd berarti Maha Terpuji atas segala Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Majîd berarti Maha Mulia, Agung, dan Luhur.
Kedudukan Tasyahud Akhir Menurut Empat Mazhab
Para ulama fiqih memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai status hukum tasyahud akhir dalam shalat, meskipun semuanya sepakat akan pentingnya bacaan ini.
Mazhab Syafi'i dan Hanbali
Menurut Mazhab Syafi'i dan Hanbali, tasyahud akhir termasuk dalam rukun shalat. Artinya, jika seseorang sengaja atau tidak sengaja meninggalkannya, maka shalatnya dianggap tidak sah dan wajib diulang. Pandangan ini didasarkan pada hadits-hadits yang memerintahkan tasyahud secara lugas, seperti perintah "ucapkanlah...". Mereka berpendapat bahwa perintah dalam ibadah pada dasarnya menunjukkan kewajiban yang menjadi bagian inti (rukun). Demikian pula dengan shalawat kepada Nabi di dalam tasyahud akhir, keduanya menganggapnya sebagai rukun qauli (rukun ucapan) yang tidak bisa ditinggalkan.
Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi berpandangan bahwa duduk pada tasyahud akhir selama durasi membaca tasyahud adalah rukun, namun bacaan tasyahud itu sendiri hukumnya adalah wajib. Perbedaan antara rukun dan wajib dalam mazhab ini adalah: jika rukun ditinggalkan, shalat batal. Jika wajib ditinggalkan karena lupa, shalat tetap sah namun harus ditambal dengan sujud sahwi. Jika ditinggalkan dengan sengaja, maka shalatnya batal. Mereka membedakan antara perintah duduk (yang dianggap rukun) dengan perintah membaca (yang dianggap wajib).
Mazhab Maliki
Mazhab Maliki menganggap duduk tasyahud akhir dan bacaannya sebagai sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Meskipun bukan rukun, meninggalkannya dengan sengaja dianggap makruh (dibenci) dan dapat mengurangi kesempurnaan shalat. Namun, jika seseorang meninggalkannya karena lupa, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi. Pandangan ini lebih longgar, namun tetap menekankan betapa pentingnya pelaksanaan tasyahud akhir.
Tata Cara Duduk dan Isyarat Jari Telunjuk
Selain bacaan, posisi tubuh saat tasyahud akhir juga memiliki tuntunan khusus dari Rasulullah SAW, yang membedakannya dari duduk pada tasyahud awal.
Posisi Duduk Tawarruk
Posisi duduk yang disunnahkan saat tasyahud akhir adalah duduk tawarruk. Caranya adalah:
- Pantat kiri menempel langsung di lantai.
- Kaki kiri dikeluarkan ke arah sisi kanan tubuh, di bawah kaki kanan.
- Telapak kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jarinya berusaha menghadap ke arah kiblat.
- Kedua tangan diletakkan di atas paha, dengan tangan kanan berada di paha kanan dan tangan kiri di paha kiri.
Hikmah dari posisi duduk tawarruk ini, menurut para ulama, adalah sebagai penanda bahwa shalat akan segera berakhir, membedakannya dengan duduk iftirasy pada tasyahud awal. Posisi ini memberikan ketenangan dan kekhidmatan di momen-momen akhir shalat sebelum ditutup dengan salam.
Isyarat Jari Telunjuk (Tahiyat)
Mengacungkan jari telunjuk kanan saat tasyahud adalah sunnah yang memiliki makna simbolis yang sangat dalam. Gerakan ini melambangkan penegasan keesaan Allah (tauhid).
"Rasulullah SAW meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya, lalu beliau menggenggam seluruh jarinya dan berisyarat dengan jari yang mengikuti ibu jari (yaitu telunjuk), dan beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya." (HR. Muslim)
Terdapat beberapa variasi pendapat ulama mengenai kapan jari telunjuk mulai diangkat dan apakah perlu digerak-gerakkan:
- Kapan Mengangkat Jari? Sebagian ulama berpendapat jari diangkat saat mengucapkan "illallâh" pada kalimat syahadat. Ini untuk menegaskan peniadaan segala tuhan (saat "lâ ilâha") dan penetapan hanya Allah (saat "illallâh"). Sebagian lain berpendapat jari diangkat sejak awal tasyahud dan diturunkan setelah selesai. Keduanya memiliki dasar dan bisa diamalkan.
- Apakah Digerakkan? Terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi "menggerak-gerakkannya" (yuharrikuha). Mazhab Hanbali dan sebagian ulama lain memahami ini sebagai gerakan ringan naik-turun sebagai isyarat kontinuitas dalam mengesakan Allah. Sementara Mazhab Syafi'i dan mayoritas ulama lain berpendapat bahwa jari cukup diangkat dan ditahan (tidak digerakkan), dengan pandangan bahwa riwayat tentang menggerakkan tersebut memiliki kelemahan atau dipahami sebagai satu kali gerakan saat mengangkatnya.
Apapun pilihannya, yang terpenting adalah menghadirkan hati bahwa isyarat jari tersebut adalah simbol pengakuan totalitas bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT.
Doa-Doa Mustajab Setelah Tasyahud Akhir Sebelum Salam
Waktu setelah selesai membaca tasyahud akhir dan shalawat, hingga sebelum mengucapkan salam, adalah salah satu waktu yang paling mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW secara khusus mengajarkan beberapa doa perlindungan yang sangat penting untuk diamalkan.
Doa Perlindungan dari Empat Perkara
Ini adalah doa yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai dari tasyahud akhir, maka berlindunglah kepada Allah dari empat perkara..." (HR. Muslim).
اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allahumma innî a'ûdzu bika min 'adzâbi jahannam, wa min 'adzâbil qabri, wa min fitnatil mahyâ wal mamât, wa min syarri fitnatil masîhid dajjâl.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.
Mari kita renungkan empat permohonan perlindungan ini:
- Dari Siksa Neraka Jahannam: Permohonan utama untuk diselamatkan dari hukuman terberat di akhirat.
- Dari Siksa Kubur: Perlindungan dari azab di alam barzakh, fase pertama setelah kematian.
- Dari Fitnah Kehidupan dan Kematian (fitnatil mahyâ wal mamât): 'Fitnah kehidupan' mencakup segala ujian yang dapat menyesatkan manusia selama hidupnya, seperti godaan syahwat, harta, tahta, dan syubhat (kerancuan pemikiran). 'Fitnah kematian' mencakup ujian berat saat sakaratul maut, termasuk godaan setan di detik-detik terakhir kehidupan.
- Dari Kejahatan Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal: Dajjal adalah fitnah terbesar yang akan muncul di akhir zaman. Nabi Muhammad SAW sangat menekankan umatnya untuk berlindung darinya, menunjukkan betapa dahsyatnya ujian tersebut.
Doa-Doa Lain yang Dianjurkan
Selain doa di atas, kita juga bisa menambahkan doa-doa lain yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, seperti:
- Doa Sapu Jagat: "Rabbanâ, âtinâ fid dun-yâ hasanah, wa fil âkhirati hasanah, wa qinâ ‘adzâban nâr." (Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka).
- Doa Memohon Ampunan: "Allâhumma innî zhalamtu nafsî zhulman katsîran, wa lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta, faghfirlî maghfiratan min ‘indika, warhamnî, innaka antal ghafûrur rahîm." (Ya Allah, sungguh aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka berilah ampunan untukku dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
- Doa Agar Istiqamah dalam Ibadah: "Allâhumma a’innî ‘alâ dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibâdatik." (Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).
Momen sebelum salam adalah kesempatan emas. Manfaatkanlah untuk memanjatkan segala hajat dan permohonan, baik untuk urusan dunia maupun akhirat, karena saat itu adalah salah satu momen terdekat seorang hamba dengan Tuhannya.