Pengantar Patofisiologi
Patofisiologi adalah studi tentang bagaimana fungsi-fungsi tubuh berubah selama penyakit. Ini adalah jembatan penting antara ilmu dasar (seperti anatomi, fisiologi, biokimia, dan biologi molekuler) dan ilmu klinis (seperti diagnosis, terapi, dan pencegahan penyakit). Memahami patofisiologi memungkinkan kita untuk melampaui sekadar mengetahui tanda dan gejala suatu penyakit, untuk menggali lebih dalam mengenai mekanisme fundamental di balik manifestasi tersebut. Ini adalah disiplin yang esensial bagi setiap praktisi medis dan peneliti, karena memberikan kerangka kerja logis untuk memahami mengapa dan bagaimana penyakit berkembang, serta bagaimana intervensi medis dapat mengembalikan homeostasis.
Disiplin ilmu ini tidak hanya membahas perubahan pada tingkat organ atau sistem, tetapi juga menyelidiki fenomena pada tingkat seluler dan molekuler. Misalnya, bagaimana mutasi genetik tertentu dapat menyebabkan malfungsi protein, yang kemudian mengganggu jalur sinyal sel, dan akhirnya memanifestasikan diri sebagai penyakit kompleks yang memengaruhi seluruh organisme. Patofisiologi berusaha menjelaskan penyebab penyakit (etiologi), mekanisme perkembangannya (patogenesis), perubahan struktural yang diakibatkannya (morfologi patologis), dan manifestasi fungsional yang terlihat sebagai gejala dan tanda klinis.
Tanpa pemahaman yang kuat tentang patofisiologi, praktik kedokteran hanya akan menjadi serangkaian tindakan empiris tanpa dasar ilmiah yang kokoh. Sebaliknya, dengan menguasai konsep-konsep patofisiologi, seorang klinisi dapat menafsirkan hasil tes diagnostik, merumuskan diagnosis diferensial, memilih strategi pengobatan yang paling efektif, dan bahkan memprediksi perjalanan penyakit serta komplikasi potensial. Oleh karena itu, patofisiologi adalah fondasi krusial yang menopang seluruh bangunan ilmu kedokteran, memungkinkan pendekatan yang rasional dan berbasis bukti dalam penanganan pasien.
Konsep Dasar dalam Patofisiologi
Untuk memahami patofisiologi secara menyeluruh, beberapa konsep dasar harus dikuasai. Ini adalah blok bangunan yang akan membantu kita menavigasi kompleksitas penyakit dalam tubuh manusia.
Homeostasis dan Allostasis
Homeostasis adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan lingkungan internal yang stabil dan relatif konstan, meskipun terjadi perubahan di lingkungan eksternal. Ini adalah keadaan keseimbangan dinamis yang dipertahankan oleh berbagai sistem regulasi, seperti suhu tubuh, pH darah, kadar glukosa, dan tekanan darah. Ketika sistem ini gagal mempertahankan keseimbangan, tubuh menjadi rentan terhadap penyakit. Patofisiologi sering kali berpusat pada kegagalan mekanisme homeostatik ini.
Allostasis, di sisi lain, adalah proses mencapai stabilitas melalui perubahan. Ini melibatkan penyesuaian sistem tubuh untuk menghadapi tantangan baru, seringkali dengan biaya energi yang signifikan. Jika allostasis berlangsung terus-menerus atau tidak efisien, dapat menyebabkan 'beban allostatik' yang berlebihan, yang pada akhirnya dapat memicu atau memperburuk kondisi penyakit. Ini adalah konsep yang lebih modern yang mengakui bahwa tubuh tidak selalu kembali ke titik setel yang sama, tetapi beradaptasi secara dinamis.
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi mengacu pada penyebab penyakit. Penyebab ini bisa sangat bervariasi dan seringkali multifaktorial. Contoh etiologi meliputi:
- Agen Genetik: Mutasi genetik yang diturunkan (misalnya, fibrosis kistik, anemia sel sabit) atau yang didapat (misalnya, pada kanker).
- Agen Infeksius: Bakteri, virus, jamur, parasit.
- Agen Kimia: Toksin, polutan, obat-obatan.
- Agen Fisik: Trauma, radiasi, suhu ekstrem, tekanan.
- Gizi: Defisiensi (malnutrisi) atau kelebihan (obesitas) nutrisi.
- Imunologis: Reaksi autoimun (misalnya, lupus), alergi, imunodefisiensi.
- Psikologis dan Sosial: Stres kronis, gaya hidup.
Seringkali, penyakit memiliki etiologi idiopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Patofisiologi juga membantu mengungkap etiologi penyakit-penyakit yang sebelumnya dianggap idiopatik.
Patogenesis adalah urutan peristiwa seluler dan biokimia yang terjadi sebagai respons terhadap agen etiologi, mulai dari paparan awal agen hingga manifestasi akhir penyakit. Ini adalah bagaimana penyakit berkembang dan mengapa ia menghasilkan tanda dan gejala tertentu. Misalnya, pada aterosklerosis, patogenesis melibatkan cedera endotel, akumulasi lipid, respons inflamasi, dan pembentukan plak. Memahami patogenesis sangat penting untuk mengembangkan terapi yang menargetkan akar masalah penyakit.
Manifestasi Klinis dan Morfologi Patologis
Manifestasi Klinis adalah tanda dan gejala penyakit yang dapat diamati atau dirasakan. Gejala adalah keluhan subjektif pasien (misalnya, nyeri, mual, kelelahan), sedangkan tanda adalah temuan objektif yang dapat dideteksi oleh pemeriksa (misalnya, demam, ruam, tekanan darah tinggi). Hubungan antara patogenesis dan manifestasi klinis adalah inti dari diagnosis medis.
Morfologi Patologis mengacu pada perubahan struktural pada jaringan dan organ yang disebabkan oleh penyakit. Perubahan ini dapat dilihat secara makroskopis (dengan mata telanjang, seperti pembesaran organ) atau mikroskopis (dengan mikroskop, seperti perubahan seluler dan jaringan). Histopatologi (studi jaringan) dan sitopatologi (studi sel) adalah disiplin ilmu penting yang berkontribusi pada pemahaman morfologi patologis.
Adaptasi, Cedera, dan Kematian Seluler
Sel adalah unit dasar kehidupan, dan perubahan pada sel merupakan dasar dari sebagian besar penyakit. Patofisiologi dimulai pada tingkat seluler dengan respons sel terhadap stres dan cedera.
Adaptasi Seluler
Ketika sel dihadapkan pada stres, mereka dapat beradaptasi untuk bertahan hidup dan mempertahankan fungsinya. Ini adalah respons reversibel terhadap lingkungan yang berubah. Jenis adaptasi seluler meliputi:
- Atrofi: Pengurangan ukuran sel, yang mengarah pada pengurangan ukuran organ atau jaringan. Ini terjadi ketika beban kerja, suplai nutrisi, atau stimulasi endokrin berkurang (misalnya, otot yang tidak digunakan akan atrofi).
- Hipertrofi: Peningkatan ukuran sel, yang mengakibatkan peningkatan ukuran organ. Ini terjadi sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja (misalnya, otot jantung pada hipertensi, otot binaragawan).
- Hiperplasia: Peningkatan jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan. Ini sering terjadi bersamaan dengan hipertrofi dan dapat bersifat fisiologis (misalnya, pembesaran payudara saat hamil) atau patologis (misalnya, hiperplasia prostat jinak).
- Metaplasia: Perubahan reversibel di mana satu jenis sel dewasa digantikan oleh jenis sel dewasa lainnya. Ini sering terjadi sebagai respons terhadap iritasi kronis dan merupakan upaya adaptif, tetapi dapat meningkatkan risiko kanker (misalnya, metaplasia Barrett pada esofagus akibat refluks asam).
- Displasia: Pertumbuhan sel yang tidak teratur, ditandai oleh hilangnya keseragaman seluler dan orientasi arsitektural. Displasia dianggap sebagai lesi prakanker dan jika stres dihilangkan, dapat reversibel, tetapi jika terus berlanjut, dapat berkembang menjadi karsinoma in situ dan kanker invasif.
Cedera Seluler
Jika stres melampaui kemampuan adaptasi sel, atau jika agen cedera sangat merusak, sel akan mengalami cedera. Cedera seluler bisa bersifat reversibel atau ireversibel.
- Cedera Seluler Reversibel: Sel dapat pulih jika stimulus yang merugikan dihilangkan. Ciri-ciri cedera reversibel meliputi pembengkakan sel (karena ketidakmampuan pompa ion dan influks air) dan perubahan organel seperti mitokondria.
- Cedera Seluler Ireversibel: Jika cedera berlanjut atau parah, sel mencapai 'titik tanpa kembali' dan mengalami kematian sel. Ada dua jalur utama kematian sel:
- Nekrosis: Bentuk kematian sel yang tidak terprogram, seringkali akibat cedera akut (misalnya, iskemia, toksin, infeksi). Nekrosis ditandai oleh pembengkakan sel, lisis membran, dan respons inflamasi dari jaringan sekitarnya yang membersihkan sisa-sisa sel mati.
- Apoptosis: Bentuk kematian sel terprogram, yang merupakan proses terkontrol dan energik yang penting untuk perkembangan normal, homeostatis, dan eliminasi sel yang rusak atau tidak diinginkan tanpa memicu respons inflamasi. Sel akan menyusut, memecah menjadi fragmen (badan apoptotik) yang kemudian difagositosis oleh sel lain.
Memahami mekanisme cedera dan kematian seluler sangat penting untuk mengembangkan terapi yang dapat melindungi sel dari kerusakan atau mempromosikan kematian sel yang tidak diinginkan, seperti pada kanker.
Inflamasi dan Perbaikan Jaringan
Inflamasi adalah respons protektif vital dari jaringan vaskular terhadap cedera atau infeksi. Tujuannya adalah untuk menghilangkan agen yang merusak, membersihkan sel dan jaringan nekrotik, dan memulai proses perbaikan. Namun, jika inflamasi tidak terkontrol atau berlangsung kronis, dapat menjadi penyebab utama penyakit.
Inflamasi Akut
Inflamasi akut adalah respons cepat dan berjangka pendek, biasanya berlangsung menit hingga beberapa hari. Karakteristik utamanya meliputi:
- Dilatasi Vaskular: Peningkatan aliran darah ke daerah yang cedera, menyebabkan kemerahan (rubor) dan panas (calor).
- Peningkatan Permeabilitas Vaskular: Cairan plasma (edema) dan protein bocor dari pembuluh darah ke jaringan, menyebabkan pembengkakan (tumor).
- Emigrasi Leukosit: Sel darah putih, terutama neutrofil, bergerak dari pembuluh darah ke lokasi cedera untuk memfagositosis patogen dan sel debris.
Tanda-tanda inflamasi akut klasik adalah rubor (kemerahan), calor (panas), tumor (bengkak), dolor (nyeri), dan functio laesa (kehilangan fungsi). Mediator inflamasi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien memainkan peran sentral dalam memediasi respons ini.
Inflamasi Kronis
Inflamasi kronis terjadi ketika respons inflamasi akut gagal membersihkan agen pemicu, atau ketika cedera disebabkan oleh stimulus yang persisten atau berulang. Ini dapat berlangsung berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Ciri-cirinya berbeda dari inflamasi akut:
- Infiltrasi Sel Mononuklear: Makrofag, limfosit, dan sel plasma adalah sel dominan.
- Destruksi Jaringan: Kerusakan jaringan yang signifikan, seringkali disebabkan oleh mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel-sel imun.
- Upaya Perbaikan: Terjadi secara bersamaan dengan inflamasi, termasuk angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat).
Inflamasi kronis adalah komponen patologis dari banyak penyakit umum, termasuk artritis reumatoid, aterosklerosis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan penyakit radang usus. Pemahaman patofisiologinya sangat penting untuk mengembangkan terapi anti-inflamasi yang lebih baik.
Perbaikan Jaringan
Perbaikan jaringan adalah proses penggantian jaringan yang rusak dengan jaringan baru. Ini dapat terjadi melalui dua jalur utama:
- Regenerasi: Penggantian sel dan jaringan yang rusak dengan sel dan jaringan yang sama, mengembalikan arsitektur dan fungsi normal. Ini terjadi pada jaringan dengan kapasitas proliferatif yang baik (misalnya, kulit, hati) dan jika kerangka struktural jaringan dipertahankan.
- Fibrosis (Pembentukan Bekas Luka): Jika kerangka struktural rusak parah, atau jika sel tidak memiliki kemampuan regeneratif yang baik (misalnya, jantung, otak), jaringan yang rusak diganti dengan jaringan ikat fibrosa, membentuk bekas luka. Meskipun bekas luka memberikan kekuatan struktural, ia tidak mengembalikan fungsi asli jaringan.
Proses perbaikan melibatkan interaksi kompleks antara faktor pertumbuhan, sitokin, dan sel-sel seperti fibroblas, makrofag, dan sel endotel. Patofisiologi gangguan perbaikan jaringan, seperti penyembuhan luka yang buruk atau fibrosis berlebihan (misalnya, sirosis hati, fibrosis paru), adalah area penelitian yang intens.
Patofisiologi Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyebab kematian utama secara global. Patofisiologinya kompleks, melibatkan interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup. Pemahaman mendalam tentang mekanisme di balik PKV sangat penting untuk pencegahan dan pengobatan yang efektif.
Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit kronis progresif yang ditandai oleh penebalan dan pengerasan dinding arteri akibat pembentukan plak ateroma. Ini adalah dasar dari banyak PKV lainnya seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer.
Etiologi dan Patogenesis:
- Cedera Endotel: Proses dimulai dengan cedera pada endotel, lapisan sel yang melapisi bagian dalam pembuluh darah. Cedera ini dapat disebabkan oleh tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar kolesterol LDL tinggi, toksin (misalnya, dari merokok), glukosa tinggi (pada diabetes), atau mediator inflamasi.
- Disungsi Endotel: Endotel yang cedera menjadi lebih permeabel dan kehilangan sifat anti-trombogeniknya.
- Infiltrasi Lipid: LDL teroksidasi menembus dinding arteri dan menumpuk di intima.
- Respons Inflamasi: Sel-sel imun (monosit) tertarik ke lokasi, menembus endotel, dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag memakan LDL teroksidasi dan berubah menjadi 'sel busa' yang penuh lipid.
- Pembentukan Plak Fibrosa: Sel-sel otot polos bermigrasi dari media ke intima, berproliferasi, dan menghasilkan matriks ekstraseluler (kolagen, elastin). Ini membentuk kapsul fibrosa di atas inti lipid, menciptakan plak ateroma.
- Komplikasi Plak: Plak dapat pecah, menyebabkan pembentukan trombus (bekuan darah) yang dapat menyumbat aliran darah secara akut (misalnya, infark miokard, stroke iskemik) atau melemahkan dinding pembuluh darah (aneurisma).
Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Hipertensi adalah kondisi di mana tekanan darah di arteri secara persisten tinggi, menempatkan beban kerja ekstra pada jantung dan merusak pembuluh darah. Sebagian besar kasus adalah hipertensi esensial (primer) dengan etiologi multifaktorial, tetapi ada juga hipertensi sekunder yang disebabkan oleh kondisi medis lain.
Mekanisme Patofisiologis:
- Peningkatan Volume Cairan: Ginjal memainkan peran kunci dalam mengatur volume cairan. Gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan retensi natrium dan air, meningkatkan volume darah dan tekanan darah.
- Peningkatan Resistensi Vaskular Sistemik: Pengerasan arteri (aterosklerosis) dan vasokonstriksi abnormal pada arteriol meningkatkan resistensi terhadap aliran darah.
- Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS): Sistem ini sangat penting dalam regulasi tekanan darah. Aktivasi RAAS menyebabkan vasokonstriksi (angiotensin II) dan retensi natrium/air (aldosteron), meningkatkan tekanan darah. Disregulasi RAAS sering terlibat dalam patofisiologi hipertensi.
- Sistem Saraf Simpatis: Overaktivitas sistem saraf simpatis dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi, berkontribusi pada hipertensi.
- Disungsi Endotel: Endotel yang rusak dapat menghasilkan lebih sedikit vasodilator (misalnya, oksida nitrat) dan lebih banyak vasokonstriktor, memperburuk hipertensi.
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah sindrom klinis di mana jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, atau dapat melakukannya hanya dengan tekanan pengisian yang tinggi. Ini adalah hasil akhir dari banyak penyakit jantung.
Mekanisme Gagal Jantung:
- Disfungsi Sistolik: Jantung tidak dapat berkontraksi dengan cukup kuat untuk memompa darah keluar secara efektif (misalnya, setelah infark miokard yang luas). Fraksi ejeksi menurun.
- Disfungsi Diastolik: Jantung tidak dapat rileks dan mengisi dengan darah secara efektif karena kekakuan atau relaksasi yang terganggu (misalnya, pada hipertensi jangka panjang dengan hipertrofi ventrikel kiri). Fraksi ejeksi mungkin normal atau mendekati normal.
- Mekanisme Kompensasi: Pada awalnya, tubuh mengaktifkan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung:
- Aktivasi Sistem Saraf Simpatis: Meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas.
- Aktivasi RAAS: Meningkatkan volume darah dan vasokonstriksi.
- Remodeling Ventrikel: Hipertrofi ventrikel (penebalan otot jantung) untuk meningkatkan kekuatan pompa.
- Dekompesasi: Seiring waktu, mekanisme kompensasi ini menjadi maladaptif. Hipertrofi jantung menjadi patologis, menyebabkan kekakuan dan kebutuhan oksigen yang lebih tinggi. Aktivasi RAAS dan simpatis yang kronis menyebabkan beban berlebihan pada jantung, mempercepat progresi gagal jantung. Akhirnya, jantung gagal memompa secara efektif, menyebabkan kongesti paru (sesak napas), edema perifer, dan perfusi organ yang buruk.
Infark Miokard (Serangan Jantung)
Infark miokard adalah nekrosis (kematian) otot jantung akibat iskemia berkepanjangan (kekurangan pasokan darah dan oksigen). Ini paling sering disebabkan oleh oklusi trombotik akut pada arteri koroner yang sudah mengalami aterosklerosis.
Patofisiologi:
- Oklusi Arteri Koroner: Plak aterosklerotik di arteri koroner pecah, mengekspos matriks subendotelial yang sangat trombogenik. Ini memicu pembentukan trombus yang cepat, menyumbat aliran darah ke bagian miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut.
- Iskemia: Jaringan miokardium yang terkena kekurangan oksigen dan nutrisi. Jika iskemia berlangsung lebih dari 20-30 menit, kerusakan sel menjadi ireversibel.
- Nekrosis: Kematian sel-sel otot jantung (kardiomiosit). Area nekrosis meluas dari subendokardium ke epikardium seiring waktu.
- Respons Inflamasi dan Perbaikan: Makrofag membersihkan sel-sel mati. Fibroblas membentuk jaringan parut kolagen. Bekas luka ini tidak memiliki kemampuan kontraktil dan dapat mengubah arsitektur jantung, menyebabkan disfungsi ventrikel atau aneurisma.
- Komplikasi: Aritmia (gangguan irama jantung), gagal jantung, ruptur miokard, kardiogenik syok.
Patofisiologi Penyakit Respiratori
Sistem pernapasan bertanggung jawab untuk pertukaran gas vital, memasok oksigen ke tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida. Gangguan pada sistem ini dapat memiliki dampak serius pada fungsi seluruh tubuh.
Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran napas yang ditandai oleh hiperresponsivitas bronkial reversibel, obstruksi aliran udara, dan gejala episodik seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk.
Patofisiologi:
- Inflamasi Saluran Napas Kronis: Dipicu oleh alergen atau iritan, menyebabkan aktivasi sel mast, eosinofil, limfosit T helper tipe 2 (Th2), dan sel lainnya. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi (histamin, leukotrien, sitokin) yang menyebabkan:
- Bronkokonstriksi: Otot polos saluran napas berkontraksi, mempersempit jalan napas.
- Edema Mukosa: Pembengkakan lapisan dalam saluran napas.
- Hipersekresi Mukus: Produksi lendir berlebihan yang kental, menyumbat saluran napas.
- Remodeling Saluran Napas: Pada asma kronis, terjadi perubahan struktural seperti penebalan dinding bronkus, hipertrofi otot polos, dan fibrosis submukosa, yang berkontribusi pada obstruksi aliran udara yang lebih persisten.
- Hiperresponsivitas Bronkial: Saluran napas menjadi sangat sensitif terhadap berbagai stimulus (alergen, udara dingin, olahraga, polusi) yang pada individu sehat tidak menyebabkan reaksi.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru progresif yang ditandai oleh obstruksi aliran udara yang persisten dan tidak sepenuhnya reversibel, yang biasanya terkait dengan pajanan signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya, terutama asap rokok. PPOK mencakup dua kondisi utama: bronkitis kronis dan emfisema.
Patofisiologi Bronkitis Kronis:
- Inflamasi Kronis Saluran Napas: Pajanan iritan kronis (misalnya, asap rokok) menyebabkan inflamasi pada bronkus dan bronkiolus.
- Hipersekresi Mukus dan Hipertrofi Kelenjar: Kelenjar mukus di saluran napas membesar dan menghasilkan lendir berlebihan, yang menyebabkan batuk produktif kronis.
- Disfungsi Silia: Silia yang melapisi saluran napas rusak, mengurangi kemampuan untuk membersihkan lendir, meningkatkan risiko infeksi.
- Obstruksi Aliran Udara: Gabungan dari mukus berlebihan, edema, dan spasme bronkial menyebabkan penyempitan saluran napas kecil.
Patofisiologi Emfisema:
- Destruksi Dinding Alveoli: Paparan iritan memicu respons inflamasi di paru-paru, yang mengaktifkan protease (enzim penghancur protein, seperti elastase) yang dilepaskan oleh neutrofil dan makrofag.
- Ketidakseimbangan Protease-Antiprotease: Pada perokok, produksi elastase meningkat sementara aktivitas anti-elastase (seperti alfa-1 antitripsin) menurun, menyebabkan kerusakan matriks ekstraseluler di dinding alveoli.
- Pembesaran Ruang Udara: Destruksi dinding alveoli menyebabkan pelebaran abnormal ruang udara distal dari bronkiolus terminal, tanpa fibrosis yang signifikan.
- Penurunan Luas Permukaan untuk Pertukaran Gas: Dinding alveoli yang rusak mengurangi area permukaan yang tersedia untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
- Kehilangan Elastisitas Paru: Paru-paru kehilangan kemampuan elastisnya untuk recoil saat ekspirasi, menjebak udara dan menyebabkan hiperinflasi.
Kedua kondisi ini sering tumpang tindih pada pasien PPOK.
Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru (alveoli dan bronkiolus terminal) yang disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur) atau iritan non-infeksius.
Patofisiologi:
- Inhalasi atau Aspirasi Patogen: Mikroorganisme masuk ke paru-paru dan mencapai alveoli.
- Respons Imun dan Inflamasi: Makrofag alveoli mencoba menghilangkan patogen. Jika gagal, respons inflamasi yang lebih besar diaktifkan, menarik neutrofil dan mediator inflamasi.
- Pengisian Alveoli (Konsolidasi): Cairan, sel darah merah, fibrin, dan neutrofil mengisi ruang alveoli, menggantikan udara. Ini disebut konsolidasi.
- Gangguan Pertukaran Gas: Alveoli yang terisi cairan tidak dapat berpartisipasi dalam pertukaran gas, menyebabkan hipoksemia (kadar oksigen darah rendah).
- Resolusi: Jika berhasil diobati, inflamasi mereda, sel fagosit membersihkan debris, dan arsitektur alveoli kembali normal.
Patofisiologi Penyakit Gastrointestinal
Sistem pencernaan adalah serangkaian organ yang bekerja sama untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan menghilangkan limbah. Berbagai kondisi dapat mengganggu fungsi kompleks ini.
Penyakit Refluks Gastroesofageal (GERD)
GERD adalah suatu kondisi di mana isi lambung (termasuk asam, pepsin, dan empedu) berulang kali mengalir kembali ke esofagus, menyebabkan gejala atau komplikasi.
Patofisiologi:
- Disfungsi Sfinkter Esofagus Bawah (LES): Mekanisme utama adalah relaksasi LES yang transien atau tidak efektif, memungkinkan refluks isi lambung. LES yang lemah secara inheren atau tekanan intra-abdomen yang tinggi juga dapat berkontribusi.
- Pembersihan Esofagus yang Buruk: Kemampuan esofagus untuk membersihkan asam yang direfluks menjadi terganggu, memperpanjang waktu kontak asam dengan mukosa.
- Resistensi Mukosa Esofagus Menurun: Mukosa esofagus yang sehat memiliki mekanisme pertahanan. Pada GERD, pertahanan ini dapat terganggu, membuat mukosa lebih rentan terhadap cedera asam.
- Hernia Hiatus: Sering dikaitkan dengan GERD. Perut bagian atas menonjol melalui diafragma ke rongga dada, mengganggu fungsi LES.
- Cedera Mukosa: Paparan asam dan pepsin yang berulang menyebabkan inflamasi (esofagitis), erosi, ulserasi, dan dalam kasus kronis, metaplasia Barrett (perubahan sel skuamosa esofagus menjadi sel kolumnar mirip usus), yang merupakan prekursor adenokarsinoma esofagus.
Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah luka terbuka pada lapisan mukosa saluran pencernaan bagian atas (terutama lambung atau duodenum) yang terpapar asam dan pepsin.
Patofisiologi:
- Ketidakseimbangan antara Faktor Agresif dan Pertahanan: Ulkus terjadi ketika faktor agresif (asam lambung, pepsin, Helicobacter pylori, NSAID) mengalahkan faktor pertahanan mukosa (lapisan mukus-bikarbonat, aliran darah mukosa, regenerasi sel, prostaglandin).
- Infeksi Helicobacter pylori: Ini adalah penyebab utama. Bakteri ini menghasilkan urease yang menetralisir asam di sekitarnya, memungkinkannya bertahan di lambung. Ia juga mengeluarkan toksin yang merusak mukosa dan memicu respons inflamasi, mengurangi pertahanan mukosa.
- Penggunaan Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID): NSAID menghambat siklooksigenase (COX)-1, yang penting untuk produksi prostaglandin pelindung mukosa. Penurunan prostaglandin menyebabkan penurunan produksi mukus dan bikarbonat serta aliran darah mukosa, membuat mukosa lebih rentan terhadap asam.
- Hipersekresi Asam: Meskipun tidak selalu menjadi penyebab utama, hipersekresi asam (misalnya, pada sindrom Zollinger-Ellison) dapat memperburuk ulkus.
Penyakit Radang Usus (IBD): Crohn dan Kolitis Ulseratif
IBD adalah sekelompok kondisi inflamasi kronis yang menyebabkan peradangan di saluran pencernaan. Dua bentuk utamanya adalah penyakit Crohn dan kolitis ulseratif.
Patofisiologi Umum IBD:
- Predisposisi Genetik: Banyak gen telah diidentifikasi yang meningkatkan kerentanan terhadap IBD.
- Disfungsi Imun: Respons imun yang tidak tepat terhadap mikrobiota usus pada individu yang rentan secara genetik adalah faktor kunci. Sistem imun bereaksi berlebihan terhadap bakteri komensal yang biasanya tidak berbahaya, menyebabkan inflamasi kronis.
- Gangguan Fungsi Barier Mukosa: Peningkatan permeabilitas usus memungkinkan antigen luminal masuk ke lamina propria, memicu atau memperburuk inflamasi.
- Faktor Lingkungan: Diet, merokok (khususnya untuk Crohn), dan penggunaan antibiotik dapat memengaruhi mikrobiota usus dan memperburuk IBD.
Perbedaan Spesifik:
- Penyakit Crohn: Inflamasi transmural (mengenai seluruh ketebalan dinding usus) yang dapat memengaruhi bagian mana pun dari saluran pencernaan, dari mulut hingga anus, sering dengan pola 'skip lesions' (area yang meradang diselingi dengan area sehat). Komplikasi termasuk striktura, fistula, dan abses.
- Kolitis Ulseratif: Inflamasi terbatas pada mukosa dan submukosa, biasanya dimulai di rektum dan meluas secara proksimal secara kontinu di usus besar. Ciri khas adalah ulserasi dangkal. Komplikasi termasuk toksik megakolon dan peningkatan risiko kanker kolorektal.
Sirosis Hati
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis progresif yang ditandai oleh fibrosis (pembentukan jaringan parut) yang luas dan pembentukan nodul regeneratif, yang secara signifikan mengganggu arsitektur dan fungsi hati.
Patofisiologi:
- Cedera Hati Kronis: Sirosis adalah hasil akhir dari berbagai penyakit hati kronis, termasuk hepatitis virus (B, C), penyakit hati berlemak non-alkoholik (NAFLD)/steatohepatitis non-alkoholik (NASH), penyakit hati alkoholik, penyakit autoimun, dan penyakit genetik.
- Aktivasi Sel Stellate Hati: Cedera hati kronis menyebabkan aktivasi sel stellate hati, yang berubah menjadi miofibroblas. Sel-sel ini adalah produsen kolagen dan matriks ekstraseluler utama.
- Fibrosis: Akumulasi kolagen dan matriks ekstraseluler menyebabkan pembentukan jaringan parut yang luas, yang mengubah arsitektur hati dan menghambat aliran darah melalui hati.
- Pembentukan Nodul Regeneratif: Sel-sel hati yang tersisa mencoba beregenerasi, tetapi karena fibrosis, mereka tumbuh dalam pola nodul, semakin merusak arsitektur normal.
- Hipertensi Portal: Peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati akibat fibrosis dan nodul menyebabkan peningkatan tekanan di vena porta (hipertensi portal). Ini dapat menyebabkan komplikasi seperti asites (akumulasi cairan di perut), varises esofagus (yang dapat pecah dan menyebabkan perdarahan masif), dan splenomegali.
- Gagal Hati: Seiring progresi sirosis, hati kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsi-fungsi vital seperti sintesis protein (albumin, faktor koagulasi), detoksifikasi, dan metabolisme bilirubin, menyebabkan ensefalopati hepatik, koagulopati, dan ikterus.
Patofisiologi Penyakit Ginjal
Ginjal adalah organ vital yang bertanggung jawab untuk menyaring darah, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memproduksi hormon. Disfungsi ginjal dapat memengaruhi hampir setiap sistem tubuh.
Gagal Ginjal Akut (GGA)
GGA adalah penurunan fungsi ginjal yang cepat, terjadi dalam beberapa jam hingga hari, yang menyebabkan retensi produk limbah nitrogen (urea, kreatinin) dan disregulasi keseimbangan cairan-elektrolit.
Etiologi dan Patofisiologi:
- GGA Pra-renal: Disebabkan oleh penurunan perfusi ginjal (aliran darah ke ginjal) tanpa kerusakan struktural pada ginjal itu sendiri. Contoh termasuk dehidrasi berat, syok, gagal jantung, atau stenosis arteri ginjal. Ginjal mencoba mempertahankan laju filtrasi glomerulus (LFG) melalui autoregulasi, tetapi jika iskemia berkepanjangan, dapat berkembang menjadi nekrosis tubulus akut.
- GGA Intrinsik (Ginjal): Kerusakan langsung pada parenkim ginjal. Ini dapat memengaruhi tubulus (nekrosis tubulus akut akibat iskemia atau nefrotoksin), glomerulus (glomerulonefritis), atau interstisium (nefritis interstisial akut).
- Nekrosis Tubulus Akut (NTA): Penyebab paling umum GGA intrinsik. Sel-sel tubulus menjadi nekrotik, menyebabkan obstruksi tubulus dan kebocoran filtrat kembali ke sirkulasi, yang sangat mengurangi LFG.
- GGA Pasca-renal: Obstruksi pada aliran urin keluar dari ginjal (misalnya, batu ginjal bilateral, pembesaran prostat, tumor). Tekanan balik yang dihasilkan merusak fungsi filtrasi ginjal.
Manifestasi klinis GGA meliputi oliguria (penurunan produksi urin), azotemia (peningkatan kadar urea dan kreatinin darah), asidosis metabolik, hiperkalemia, dan edema.
Gagal Ginjal Kronis (GGK)
GGK adalah penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, yang menyebabkan akumulasi limbah, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan hormon. Tahap akhir GGK adalah penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) yang memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal.
Patofisiologi:
- Kehilangan Nefon Progresif: Berbagai penyakit primer ginjal (diabetes melitus, hipertensi, glomerulonefritis kronis) menyebabkan kerusakan nefron secara bertahap.
- Hiperfiltrasi Kompensasi: Nefon yang tersisa berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan laju filtrasi (hiperfiltrasi). Namun, hiperfiltrasi ini membebani nefron yang sehat dan mempercepat sklerosis (pembentukan jaringan parut) pada glomerulus yang tersisa.
- Fibrosis dan Sklerosis: Proses inflamasi dan cedera kronis menyebabkan aktivasi fibroblas dan deposisi matriks ekstraseluler di glomerulus dan tubulointerstisial, yang mengarah pada fibrosis progresif.
- Disfungsi Sistemik: Akumulasi limbah metabolik (sindrom uremik) memengaruhi hampir setiap sistem tubuh:
- Kardiovaskular: Hipertensi, aterosklerosis dipercepat, gagal jantung.
- Tulang: Osteodistrofi ginjal (gangguan metabolisme kalsium-fosfat dan vitamin D).
- Hematologi: Anemia (penurunan produksi eritropoietin).
- Neurologis: Neuropati, ensefalopati uremik.
Patofisiologi Penyakit Endokrin
Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan dan melepaskan hormon yang mengatur hampir semua proses fisiologis tubuh. Disfungsi pada sistem ini dapat menyebabkan berbagai penyakit kompleks.
Diabetes Mellitus (DM)
DM adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang disebabkan oleh defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Ada dua tipe utama: DM Tipe 1 dan DM Tipe 2.
Diabetes Mellitus Tipe 1 (DM1):
- Etiologi: Penyakit autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Predisposisi genetik (misalnya, gen HLA) dan faktor lingkungan (misalnya, infeksi virus) diyakini berperan dalam pemicuan respons autoimun ini.
- Patogenesis: Sistem imun (terutama sel T) menyerang dan menghancurkan sel beta di pulau Langerhans pankreas. Proses ini progresif, dan gejalanya muncul setelah sebagian besar sel beta hancur.
- Defisiensi Insulin Absolut: Karena destruksi sel beta, tubuh tidak dapat memproduksi insulin sama sekali atau sangat sedikit.
- Konsekuensi: Tanpa insulin, glukosa tidak dapat masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Akibatnya, glukosa menumpuk di darah (hiperglikemia), dan sel-sel tubuh "kelaparan" dan mulai memecah lemak dan protein untuk energi, menghasilkan keton (menyebabkan ketoasidosis diabetik, komplikasi akut yang mengancam jiwa).
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM2):
- Etiologi: Etiologi multifaktorial, melibatkan kombinasi resistensi insulin dan disfungsi sel beta, seringkali dengan predisposisi genetik yang kuat dan dipengaruhi oleh faktor gaya hidup (obesitas, kurang aktivitas fisik).
- Patogenesis:
- Resistensi Insulin: Sel-sel tubuh (terutama otot, hati, dan jaringan adiposa) menjadi kurang responsif terhadap insulin. Ini sering dikaitkan dengan obesitas.
- Disfungsi Sel Beta: Awalnya, sel beta mengkompensasi resistensi insulin dengan meningkatkan produksi insulin (hiperinsulinemia). Namun, seiring waktu, sel beta menjadi kelelahan dan gagal memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi resistensi.
- Hiperglikemia Progresif: Kombinasi resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif menyebabkan kadar glukosa darah meningkat.
- Komplikasi: Baik DM1 maupun DM2, jika tidak terkontrol, menyebabkan komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, penyakit arteri perifer) dan mikrovaskular (nefropati, retinopati, neuropati). Patofisiologi komplikasi ini melibatkan kerusakan pembuluh darah akibat hiperglikemia kronis melalui jalur seperti glikasi produk akhir lanjutan (AGEs) dan aktivasi protein kinase C.
Disfungsi Tiroid: Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid (T3 dan T4) yang mengatur metabolisme tubuh. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan masalah kesehatan yang luas.
Hipotiroidisme:
- Definisi: Kekurangan hormon tiroid.
- Etiologi: Paling umum adalah tiroiditis Hashimoto (penyakit autoimun yang menghancurkan kelenjar tiroid), defisiensi yodium, pengangkatan tiroid, atau terapi radiasi.
- Patofisiologi: Produksi T3 dan T4 yang tidak mencukupi menyebabkan perlambatan metabolisme di seluruh tubuh.
- Gejala: Kelelahan, penambahan berat badan, intoleransi dingin, kulit kering, rambut rontok, sembelit, depresi, bradikardia (denyut jantung lambat), myxedema.
- Pengaturan: Kadar T3/T4 yang rendah memicu peningkatan sekresi TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) dari hipofisis anterior, dalam upaya merangsang tiroid, tetapi tiroid yang rusak tidak dapat merespons secara efektif.
Hipertiroidisme:
- Definisi: Kelebihan hormon tiroid.
- Etiologi: Paling umum adalah penyakit Graves (penyakit autoimun di mana antibodi merangsang tiroid secara berlebihan), nodul tiroid toksik, atau tiroiditis.
- Patofisiologi: Kelebihan T3 dan T4 menyebabkan peningkatan metabolisme di seluruh tubuh.
- Gejala: Penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat, intoleransi panas, palpitasi, takikardia (denyut jantung cepat), tremor, kecemasan, diare, exophthalmos (penonjolan bola mata pada penyakit Graves).
- Pengaturan: Kadar T3/T4 yang tinggi menekan sekresi TSH dari hipofisis anterior.
Patofisiologi Penyakit Neurologis
Sistem saraf, termasuk otak, sumsum tulang belakang, dan saraf perifer, adalah pusat kendali tubuh. Gangguan pada sistem ini dapat memiliki dampak yang menghancurkan pada fungsi fisik dan kognitif.
Stroke
Stroke adalah kondisi akut yang terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak terganggu atau terhenti, menyebabkan kematian sel-sel otak. Ada dua tipe utama: stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke Iskemik:
- Etiologi: Paling umum disebabkan oleh trombosis (pembentukan bekuan darah di pembuluh darah otak) atau embolisme (bekuan darah yang berasal dari tempat lain, seperti jantung, bergerak ke otak). Aterosklerosis adalah faktor risiko utama.
- Patofisiologi:
- Iskemia: Penurunan aliran darah menyebabkan defisiensi oksigen dan glukosa ke sel-sel otak (neuron).
- Kaskade Iskemik: Kekurangan energi mengganggu pompa ion seluler, menyebabkan depolarisasi neuron dan pelepasan neurotransmiter eksitatorik berlebihan (misalnya, glutamat). Ini menyebabkan influks kalsium ke dalam sel, aktivasi enzim yang merusak, dan produksi radikal bebas.
- Penumbra Iskemik: Area di sekitar inti infark (jaringan mati) yang mengalami iskemia parsial. Area ini masih bisa diselamatkan jika aliran darah dipulihkan dengan cepat, menjadikannya target utama terapi.
- Edema Serebral: Kerusakan sel dan inflamasi dapat menyebabkan pembengkakan otak, memperburuk kerusakan.
Stroke Hemoragik:
- Etiologi: Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak (intraserebral) atau di permukaan otak (subaraknoid). Hipertensi kronis adalah penyebab paling umum stroke intraserebral, sedangkan pecahnya aneurisma intrakranial adalah penyebab utama stroke subaraknoid.
- Patofisiologi:
- Kerusakan Langsung: Darah yang keluar dari pembuluh yang pecah langsung merusak jaringan otak dan sel-sel sekitarnya.
- Efek Massa: Darah membentuk hematoma yang menekan jaringan otak di sekitarnya, menyebabkan iskemia sekunder dan peningkatan tekanan intrakranial.
- Vasospasme: Terutama pada stroke subaraknoid, darah yang keluar dapat menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah di sekitarnya, yang dapat memperburuk iskemia.
- Toksisitas Darah: Produk degradasi darah juga bersifat toksik terhadap neuron dan dapat memicu respons inflamasi.
Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia neurodegeneratif progresif yang paling umum, ditandai oleh hilangnya memori, gangguan kognitif, dan perubahan perilaku.
Patofisiologi:
- Plak Amiloid Beta: Pembentukan plak ekstraseluler yang terdiri dari agregat protein beta-amiloid. Protein ini berasal dari pemecahan protein prekursor amiloid (APP). Penumpukan plak ini dianggap memicu kaskade patologis.
- Kusut Neurofibrillary (NFTs): Agregat intraseluler protein tau yang hiperfosforilasi. Tau biasanya menstabilkan mikrotubulus dalam neuron. Hiperfosforilasi menyebabkan tau terlepas dari mikrotubulus dan membentuk kusut, mengganggu transportasi aksoplasmik dan fungsi neuron.
- Kehilangan Neuron dan Sinaps: Penumpukan plak dan kusut menyebabkan disfungsi sinaptik dan kematian neuron, terutama di korteks serebral dan hippocampus (area penting untuk memori).
- Inflamasi dan Stres Oksidatif: Proses-proses ini berkontribusi pada neurodegenerasi. Sel glial (mikroglia dan astrosit) bereaksi terhadap plak amiloid, memicu respons inflamasi yang dapat memperburuk kerusakan neuron.
- Defisit Neurotransmiter: Kehilangan neuron kolinergik dan penurunan kadar asetilkolin adalah ciri khas, menjelaskan mengapa beberapa terapi menargetkan sistem kolinergik.
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif progresif yang memengaruhi gerakan, ditandai oleh tremor, bradikinesia (gerakan lambat), kekakuan, dan ketidakstabilan postural.
Patofisiologi:
- Degenerasi Neuron Dopaminergik: Ciri patologis utama adalah hilangnya neuron yang memproduksi dopamin di substansia nigra pars compacta (SNpc) di otak tengah.
- Pembentukan Badan Lewy: Neuron yang bertahan seringkali mengandung inklusi intraseluler yang disebut badan Lewy, yang terutama terdiri dari protein alfa-sinuklein yang teraglomerasi.
- Defisiensi Dopamin: Hilangnya neuron dopaminergik menyebabkan defisiensi dopamin di striatum (ganglia basalis). Dopamin adalah neurotransmiter penting untuk mengontrol gerakan.
- Ketidakseimbangan Neurotransmiter: Penurunan dopamin mengganggu sirkuit ganglia basalis, menyebabkan ketidakseimbangan antara jalur langsung (memfasilitasi gerakan) dan tidak langsung (menghambat gerakan), yang pada akhirnya menghambat inisiasi dan kontrol gerakan yang halus.
- Gejala Non-Motorik: Gangguan tidur, depresi, kecemasan, dan gangguan penciuman juga merupakan bagian dari penyakit Parkinson, menunjukkan keterlibatan area otak lain di luar substansia nigra. Alfa-sinuklein juga ditemukan di sistem saraf otonom dan enterik, menjelaskan gejala ini.
Patofisiologi Penyakit Hematologi
Darah adalah jaringan ikat cair yang mengalir ke seluruh tubuh, membawa oksigen, nutrisi, hormon, dan sel-sel imun. Penyakit hematologi memengaruhi komponen darah atau organ pembentuk darah.
Anemia
Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah (eritrosit) atau konsentrasi hemoglobin dalam darah lebih rendah dari normal, sehingga mengurangi kapasitas darah untuk membawa oksigen.
Patofisiologi:
- Penurunan Produksi Sel Darah Merah:
- Anemia Defisiensi Zat Besi: Penyebab paling umum. Kekurangan zat besi menghambat sintesis hemoglobin, yang menyebabkan sel darah merah kecil dan pucat (mikrositik hipokromik). Etiologi meliputi kehilangan darah kronis, asupan diet yang tidak memadai, atau malabsorpsi.
- Anemia Megaloblastik (Defisiensi B12/Folat): Kekurangan vitamin B12 atau folat mengganggu sintesis DNA, yang menghambat pembelahan sel darah merah. Sel-sel menjadi besar dan imatur (makrositik).
- Anemia Penyakit Kronis: Inflamasi kronis (infeksi, kanker, penyakit autoimun) dapat mengganggu respons sumsum tulang terhadap eritropoietin dan metabolisme zat besi.
- Anemia Aplastik: Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah (dan seringkali sel darah putih dan trombosit juga) akibat kerusakan sel induk hematopoietik. Etiologi bisa idiopatik, autoimun, atau terkait paparan toksin/radiasi.
- Gagal Ginjal Kronis: Ginjal tidak memproduksi eritropoietin yang cukup, hormon yang merangsang produksi sel darah merah.
- Peningkatan Destruksi Sel Darah Merah (Anemia Hemolitik):
- Sel darah merah dihancurkan lebih cepat dari yang dapat diproduksi. Ini bisa karena defek intrinsik pada sel darah merah (misalnya, anemia sel sabit, thalasemia, defisiensi G6PD) atau faktor ekstrinsik (misalnya, reaksi autoimun, infeksi, toksin).
- Kehilangan Darah Akut: Cedera atau perdarahan gastrointestinal yang cepat dapat menyebabkan anemia tiba-tiba.
Leukemia
Leukemia adalah kanker yang berasal dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi tidak terkontrol dari sel darah putih yang abnormal dan imatur (blast).
Patofisiologi:
- Mutasi Genetik: Leukemia dimulai dengan mutasi genetik pada sel induk hematopoietik di sumsum tulang. Mutasi ini memberikan keunggulan pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada sel-sel ganas.
- Proliferasi dan Akumulasi Sel Blast: Sel-sel blast leukemia berproliferasi secara tidak terkontrol dan gagal untuk berdiferensiasi menjadi sel darah putih dewasa yang berfungsi. Mereka mengakumulasi di sumsum tulang, mengganggu produksi sel darah normal lainnya (hematopoiesis).
- Supresi Sumsum Tulang Normal: Akumulasi sel blast di sumsum tulang mengganggu produksi sel darah merah (menyebabkan anemia), trombosit (menyebabkan trombositopenia dan perdarahan), dan sel darah putih normal (menyebabkan neutropenia dan peningkatan risiko infeksi).
- Infiltrasi Organ: Sel-sel leukemia dapat menyebar melalui aliran darah dan menginfiltrasi organ lain seperti limpa, hati, kelenjar getah bening, dan sistem saraf pusat, menyebabkan pembesaran organ dan disfungsi.
- Klasifikasi: Leukemia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel yang terkena (limfoid atau mieloid) dan kecepatan perkembangannya (akut atau kronis).
- Leukemia Mieloid Akut (LMA) dan Limfoblastik Akut (LLA): Ditandai oleh proliferasi cepat sel-sel imatur (blast).
- Leukemia Mieloid Kronis (LMK) dan Limfositik Kronis (LLK): Ditandai oleh proliferasi sel-sel yang lebih matang tetapi tidak berfungsi dengan baik, dengan perjalanan yang lebih lambat.
Patofisiologi Penyakit Autoimun dan Imunodefisiensi
Sistem imun adalah penjaga tubuh, melindungi dari patogen dan sel-sel abnormal. Namun, disfungsi imun dapat menyebabkan kerusakan diri (autoimun) atau kerentanan terhadap infeksi (imunodefisiensi).
Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem imun salah menyerang jaringan dan sel tubuhnya sendiri, mengira mereka sebagai benda asing.
Mekanisme Patofisiologis Umum:
- Hilangnya Toleransi Diri: Sistem imun memiliki mekanisme untuk membedakan antara 'diri' dan 'bukan diri'. Pada penyakit autoimun, mekanisme toleransi ini gagal.
- Predisposisi Genetik: Banyak penyakit autoimun memiliki komponen genetik yang kuat, seringkali melibatkan gen MHC (HLA).
- Faktor Lingkungan: Infeksi, stres, paparan toksin, dan merokok dapat memicu atau memperburuk penyakit autoimun pada individu yang rentan.
- Mekanisme Kerusakan Jaringan:
- Antibodi Autoimun: Antibodi dapat menyerang komponen seluler tertentu (misalnya, pada lupus eritematosus sistemik menyerang DNA), atau reseptor (misalnya, pada myasthenia gravis menyerang reseptor asetilkolin).
- Sel T Auto-reaktif: Sel T dapat langsung menyerang dan menghancurkan sel-sel tubuh (misalnya, pada DM Tipe 1 menyerang sel beta pankreas).
- Kompleks Imun: Antibodi dapat berikatan dengan antigen larut membentuk kompleks imun yang mengendap di jaringan dan memicu inflamasi (misalnya, pada nefritis lupus).
Contoh Spesifik: Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
- Definisi: Penyakit autoimun kronis yang kompleks yang dapat memengaruhi hampir setiap organ atau sistem tubuh.
- Patofisiologi:
- Produksi Autoantibodi: Karakteristik utama LES adalah produksi berbagai autoantibodi terhadap antigen nuklir (ANA, anti-dsDNA, anti-Sm).
- Pembentukan Kompleks Imun: Autoantibodi berikatan dengan antigen dari sel yang mati (misalnya, akibat apoptosis yang tidak efisien), membentuk kompleks imun.
- Deposisi Kompleks Imun: Kompleks imun mengendap di berbagai jaringan (ginjal, kulit, sendi, pembuluh darah), memicu respons inflamasi dan kerusakan jaringan yang luas melalui aktivasi komplemen dan rekrutmen sel inflamasi.
- Kerusakan Organ: Manifestasi klinis LES sangat bervariasi, dari artritis dan ruam kulit hingga nefritis lupus (kerusakan ginjal), serositis, anemia hemolitik, dan keterlibatan sistem saraf pusat.
Imunodefisiensi
Imunodefisiensi adalah kondisi di mana sistem imun tidak berfungsi secara normal, membuat tubuh sangat rentan terhadap infeksi.
Jenis Imunodefisiensi:
- Primer (Kongenital): Disebabkan oleh defek genetik yang memengaruhi perkembangan atau fungsi komponen sistem imun. Ini bisa memengaruhi sel B, sel T, fagosit, atau sistem komplemen. Contoh termasuk Severe Combined Immunodeficiency (SCID) dan agammaglobulinemia X-linked.
- Sekunder (Didapat): Lebih umum dan disebabkan oleh faktor eksternal yang merusak sistem imun.
Contoh Spesifik: Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
- Etiologi: Disebabkan oleh retrovirus HIV.
- Patofisiologi:
- Infeksi Sel CD4+: HIV menginfeksi dan menghancurkan sel T helper CD4+, yang merupakan pusat orkestrasi respons imun.
- Replikasi Viral: Virus menggunakan mesin sel inang untuk bereplikasi, menyebabkan lisis sel CD4+ yang terinfeksi dan pelepasan virion baru.
- Penurunan Jumlah Sel CD4+: Seiring waktu, jumlah sel CD4+ secara progresif menurun, menyebabkan kerusakan parah pada sistem imun.
- Imunodefisiensi Berat (AIDS): Ketika jumlah sel CD4+ turun di bawah ambang kritis (misalnya, 200 sel/mm³), sistem imun sangat terkompromi. Pasien menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik (misalnya, Pneumocystis pneumonia, toksoplasmosis) dan kanker tertentu (misalnya, sarkoma Kaposi, limfoma).
- Disfungsi Imun Lainnya: HIV juga memengaruhi fungsi makrofag, sel B, dan sel NK, memperburuk imunodefisiensi.
Onkologi (Kanker)
Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan lain (invasi), dan kemampuan untuk menyebar ke lokasi yang jauh (metastasis). Patofisiologi kanker adalah bidang yang sangat kompleks dan terus berkembang.
Karakteristik Kanker
Kanker bukan hanya tentang pertumbuhan sel yang cepat; ini adalah penyakit yang sangat canggih dengan berbagai karakteristik yang memungkinkannya berkembang. Hanahan dan Weinberg mengidentifikasi "Hallmarks of Cancer" yang menjadi kerangka kerja untuk memahami patofisiologinya:
- Proliferasi Tidak Terkontrol: Sel kanker memperoleh kemampuan untuk tumbuh dan membelah secara independen dari sinyal pertumbuhan eksternal dan mengabaikan sinyal penekan pertumbuhan.
- Penghindaran Penghancuran Imun: Sel kanker dapat menghindari deteksi dan eliminasi oleh sistem imun.
- Resistensi terhadap Kematian Sel: Sel kanker menghindari apoptosis dan mekanisme kematian sel lainnya.
- Imortalitas Replikatif: Sel kanker dapat membelah tanpa batas waktu, seringkali dengan mengaktifkan telomerase untuk mempertahankan telomer.
- Angiogenesis: Sel kanker dapat merangsang pembentukan pembuluh darah baru untuk memasok nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
- Invasi dan Metastasis: Sel kanker memperoleh kemampuan untuk menyerang jaringan lokal dan menyebar ke lokasi yang jauh melalui aliran darah atau sistem limfatik.
- Instabilitas Genomik: Sel kanker seringkali memiliki cacat pada mekanisme perbaikan DNA, yang menyebabkan akumulasi mutasi dan ketidakstabilan kromosom.
- Inflamasi Pemicu Tumor: Mikro lingkungan inflamasi dapat mendukung pertumbuhan dan progresi tumor.
- Disregulasi Metabolisme Energi Seluler: Sel kanker sering mengubah metabolisme mereka untuk mendukung proliferasi cepat, seperti glikolisis aerobik (efek Warburg).
Onkogen dan Gen Penekan Tumor
Patofisiologi kanker berakar pada perubahan genetik yang memengaruhi gen-gen kunci yang mengendalikan pertumbuhan dan diferensiasi sel:
- Onkogen: Gen yang, ketika bermutasi atau diekspresikan secara berlebihan, dapat mempromosikan pertumbuhan sel dan transformasi kanker. Mereka sering berasal dari proto-onkogen normal yang terlibat dalam sinyal pertumbuhan. Contoh: mutasi pada gen RAS atau amplifikasi gen HER2.
- Gen Penekan Tumor: Gen yang produknya menghambat pertumbuhan sel dan mendorong apoptosis. Hilangnya fungsi gen penekan tumor (melalui mutasi, delesi, atau metilasi) menghilangkan 'rem' pada pertumbuhan sel. Contoh: mutasi pada gen p53 (penjaga genom) atau gen RB (retinoblastoma).
Kanker biasanya memerlukan akumulasi beberapa mutasi pada onkogen dan gen penekan tumor untuk berkembang. Ini menjelaskan mengapa kanker adalah penyakit yang terkait dengan usia, karena akumulasi mutasi memerlukan waktu.
Proses Metastasis
Metastasis adalah penyebaran sel kanker dari lokasi primer ke situs sekunder yang jauh, dan ini adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien kanker. Proses metastasis melibatkan serangkaian langkah yang kompleks:
- Invasi Lokal: Sel kanker melepaskan diri dari tumor primer dan menyerang matriks ekstraseluler serta jaringan sekitarnya. Ini melibatkan produksi enzim proteolitik yang mencerna matriks.
- Intravasasi: Sel kanker masuk ke pembuluh darah (intravasasi) atau pembuluh limfatik.
- Bertahan di Sirkulasi: Sel kanker harus bertahan hidup di aliran darah, menghindari sistem imun, dan stres mekanis. Mereka sering membentuk agregat dengan trombosit untuk perlindungan.
- Ekstravasasi: Sel kanker keluar dari pembuluh darah di lokasi sekunder yang jauh.
- Pembentukan Koloni Mikro: Sel kanker membentuk koloni kecil di organ target baru.
- Kolonisasi dan Angiogenesis Sekunder: Sel kanker tumbuh menjadi tumor metastasis yang lebih besar, seringkali dengan merangsang angiogenesis di lokasi baru.
Organisme dan lingkungan mikro dalam organ target memainkan peran penting dalam apakah sel kanker yang bermetastasis dapat tumbuh menjadi tumor yang terlihat (hipotesis 'seed and soil').
Kesimpulan
Patofisiologi adalah disiplin ilmu yang fundamental dan dinamis, yang terus berkembang seiring dengan kemajuan penelitian biomedis. Dengan menganalisis perubahan pada tingkat sel, jaringan, organ, dan sistem, patofisiologi memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana penyakit muncul, berkembang, dan memanifestasikan diri. Ini bukan sekadar katalog tanda dan gejala, melainkan penjelasan yang koheren tentang interaksi kompleks antara agen etiologi, mekanisme patogenetik, dan respons tubuh.
Pentingnya patofisiologi tidak dapat dilebih-lebihkan dalam praktik klinis. Bagi seorang dokter, pemahaman yang kuat tentang patofisiologi adalah kunci untuk:
- Diagnosis yang Akurat: Memungkinkan penafsiran yang benar dari hasil tes diagnostik dan perumusan diagnosis diferensial yang tepat.
- Terapi yang Rasional: Memandu pemilihan intervensi pengobatan yang menargetkan mekanisme penyakit yang mendasari, bukan hanya gejalanya. Ini mengarah pada pengembangan obat baru yang lebih spesifik dan efektif.
- Pencegahan Penyakit: Mengidentifikasi faktor risiko dan jalur patogenetik memungkinkan pengembangan strategi pencegahan yang lebih baik.
- Prognosis dan Manajemen Komplikasi: Memprediksi perjalanan penyakit, potensi komplikasi, dan strategi manajemen jangka panjang.
Lebih lanjut, patofisiologi adalah tulang punggung inovasi dalam kedokteran. Penelitian patofisiologi terus mengungkap mekanisme baru penyakit, yang kemudian membuka jalan bagi target terapi baru dan pendekatan diagnostik yang lebih canggih. Dari memahami peran inflamasi dalam aterosklerosis hingga mengungkap jalur sinyal genetik dalam kanker, setiap penemuan patofisiologis mendorong kita selangkah lebih dekat untuk mengatasi tantangan kesehatan global.
Singkatnya, patofisiologi adalah lensa yang melaluinya kita melihat dan memahami kompleksitas penyakit. Ini adalah disiplin yang memberdayakan, memungkinkan kita untuk beralih dari pengamatan pasif terhadap penyakit menjadi intervensi yang informatif, tepat, dan seringkali menyelamatkan jiwa. Dengan terus menyelidiki misteri bagaimana tubuh merespons cedera dan penyakit, patofisiologi akan tetap menjadi pilar utama dalam kemajuan ilmu kedokteran di masa depan.