Memahami Bacaan Tahiyat Akhir Muhammadiyah
Shalat adalah tiang agama, sebuah pilar fundamental dalam kehidupan seorang Muslim yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi langsung antara hamba dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna yang mendalam dan didasarkan pada tuntunan Rasulullah SAW. Salah satu rukun qauli (ucapan) yang paling krusial dalam shalat adalah bacaan tasyahud atau tahiyat, khususnya tahiyat akhir. Momen ini adalah saat-saat terakhir sebelum shalat diakhiri dengan salam, di mana seorang hamba menghadirkan dialog agung, persaksian iman, shalawat kepada Nabi, serta permohonan perlindungan yang komprehensif.
Bagi warga Muhammadiyah, setiap praktik ibadah, termasuk bacaan shalat, merujuk pada dalil-dalil yang dianggap paling kuat (rajih) berdasarkan kajian mendalam oleh Majelis Tarjih dan Tajdid. Himpunan Putusan Tarjih (HPT) menjadi panduan utama dalam menetapkan tata cara ibadah yang diyakini paling sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Artikel ini akan mengupas secara tuntas, mendalam, dan komprehensif mengenai bacaan tahiyat akhir menurut perspektif Muhammadiyah, mulai dari lafalnya, dalil yang mendasarinya, makna filosofis di setiap kalimat, hingga hikmah yang terkandung di dalamnya.
Inti Bacaan Tasyahud (Tahiyat) Akhir
Bacaan tahiyat akhir dalam tuntunan Muhammadiyah terdiri dari tiga bagian utama yang dibaca secara berurutan: (1) Bacaan Tasyahud itu sendiri, (2) Shalawat Ibrahimiyyah, dan (3) Doa memohon perlindungan dari empat perkara. Mari kita bedah satu per satu secara rinci.
Bagian Pertama: Bacaan Tasyahud
Ini adalah bagian inti dari tahiyat yang berisi pujian kepada Allah, salam kepada Nabi, dan salam kepada hamba-hamba yang saleh, diakhiri dengan dua kalimat syahadat. Bacaan yang dirajihkan oleh Tarjih Muhammadiyah bersumber dari hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud RA.
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Attahiyyâtu lillâhi wash shalawâtu wath thayyibât. Assalâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wa barakâtuh. Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu an lâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasûluh.
"Segala penghormatan, shalawat (ibadah), dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga kesejahteraan terlimpah kepadamu, wahai Nabi, beserta rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpah pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Makna Mendalam Setiap Kalimat Tasyahud
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ (Attahiyyâtu lillâhi wash shalawâtu wath thayyibât)
Kalimat pembuka ini adalah sebuah deklarasi agung. Kata "At-Tahiyyat" mencakup segala bentuk penghormatan, salam keagungan, pujian abadi, dan pengakuan atas kekuasaan yang kekal. Dengan menyatakan "lillah" (milik Allah), kita menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak atas semua bentuk pengagungan ini. Tidak ada satu pun makhluk yang layak disandingkan dengan-Nya. "Ash-Shalawat" merujuk pada segala bentuk ibadah dan doa, yang intinya juga hanya ditujukan kepada Allah. "Ath-Thayyibat" berarti segala kebaikan, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun sifat. Kalimat ini secara keseluruhan adalah penegasan murni konsep tauhid rububiyah dan uluhiyah, di mana Allah adalah satu-satunya Penguasa dan satu-satunya yang berhak disembah.
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ (Assalâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wa barakâtuh)
Setelah mengagungkan Allah, kita diajarkan untuk memberikan salam penghormatan kepada Rasulullah SAW. Ini adalah pengingat akan peristiwa Mi'raj, di mana dialog ini diyakini terjadi. Kalimat ini bukan sekadar salam biasa, melainkan doa. "As-Salam" berarti keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Kita memohonkan semua itu kepada Nabi Muhammad SAW, ditambah dengan "rahmatullah" (kasih sayang Allah) dan "barakatuh" (keberkahan-Nya yang melimpah). Ini adalah wujud cinta dan penghormatan kita kepada beliau yang telah membawa risalah Islam.
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ (Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn)
Dari salam yang bersifat personal kepada Nabi, doa ini meluas menjadi bersifat komunal dan universal. Kita mendoakan keselamatan untuk diri kita sendiri ("'alaina") dan untuk seluruh hamba Allah yang saleh ("'ibâdillâhish shâlihîn"). Frasa ini mencakup para nabi, malaikat, dan orang-orang beriman dari zaman dulu, sekarang, hingga akhir zaman. Ini menanamkan rasa persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) yang melintasi batas ruang dan waktu, mengajarkan kita untuk tidak menjadi egois dalam berdoa.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (Asyhadu an lâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasûluh)
Inilah puncak dari tasyahud, yaitu persaksian iman (syahadatain). "Asyhadu" berarti "aku bersaksi". Ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan ikrar yang lahir dari keyakinan hati dan dibuktikan dengan perbuatan. Persaksian pertama, "lâ ilâha illallâh," adalah peniadaan segala bentuk tuhan selain Allah dan penetapan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah. Persaksian kedua, "anna muhammadan ‘abduhu wa rasûluh," adalah pengakuan atas status Nabi Muhammad SAW. Penyebutan "'abduhu" (hamba-Nya) sebelum "rasûluh" (utusan-Nya) sangat penting. Ini untuk menegaskan bahwa meskipun beliau adalah manusia paling mulia, beliau tetaplah seorang hamba yang tidak boleh dipertuhankan, sekaligus sebagai utusan yang wajib diikuti ajarannya.
Bagian Kedua: Bacaan Shalawat Nabi (Shalawat Ibrahimiyyah)
Setelah menyelesaikan tasyahud, disunnahkan untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Bacaan shalawat yang paling utama (afdhal) dan dirajihkan oleh Tarjih Muhammadiyah adalah Shalawat Ibrahimiyyah. Shalawat ini menggabungkan pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS, menunjukkan kesinambungan risalah tauhid.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّdٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad, kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm, innaka hamîdun majîd. Allâhumma bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad, kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm, innaka hamîdun majîd.
"Ya Allah, berilah shalawat (pujian dan kemuliaan) kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Mengurai Makna Shalawat Ibrahimiyyah
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ (Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad)
Kata "shalli" dari Allah kepada Nabi berarti pujian-Nya di hadapan para malaikat (al-mala' al-a'la) dan limpahan rahmat serta kemuliaan. Saat kita sebagai hamba mengucapkannya, ini adalah permohonan kepada Allah agar Dia senantiasa memuji dan mengangkat derajat Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk rasa syukur kita atas jasa beliau yang tak terhingga.
وَعَلَى آلِ مُحَمَّد (wa ‘alâ âli Muhammad)
Siapakah "âl" atau keluarga Muhammad? Para ulama memiliki beberapa penafsiran. Ada yang mengartikannya sebagai keluarga dekat beliau (ahlul bait), namun makna yang lebih luas dan diadopsi oleh banyak kalangan adalah para pengikut beliau yang setia pada ajarannya hingga akhir zaman. Dengan demikian, doa ini mencakup seluruh umat Islam yang taat.
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ (kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm)
Penyebutan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya bukanlah tanpa alasan. Beliau adalah bapak para nabi (Abul Anbiya) dan leluhur Nabi Muhammad SAW. Dengan menyandingkan keduanya, kita mengakui mata rantai kenabian yang tak terputus dan memohon agar kemuliaan yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dan para nabi dari keturunannya juga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad dan pengikutnya. Ini menunjukkan universalitas ajaran tauhid.
اللَّهُمَّ بَارِكْ (Allâhumma bârik)
Setelah memohon "shalawat", kita memohon "barakah". "Barakah" atau keberkahan berarti kebaikan yang melimpah, langgeng, dan terus bertambah. Kita memohon agar ajaran, dakwah, dan peninggalan Nabi Muhammad SAW senantiasa diberkahi, terus berkembang, dan memberi manfaat abadi bagi seluruh alam semesta.
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ (innaka hamîdun majîd)
Doa ini ditutup dengan menyebut dua Asmaul Husna. "Hamîd" berarti Maha Terpuji. Allah-lah yang berhak atas segala puji, baik karena Dzat-Nya yang sempurna maupun karena segala nikmat yang dilimpahkan-Nya. "Majîd" berarti Maha Mulia, yang kemuliaan-Nya meliputi keagungan, kebesaran, dan ketinggian yang tak terbatas. Dengan menyebut dua nama ini, kita mengakui bahwa hanya Allah sumber segala pujian dan kemuliaan, dan hanya Dia yang mampu mengabulkan permohonan agung ini.
Bagian Ketiga: Doa Perlindungan dari Empat Perkara
Sesuai dengan tuntunan sunnah yang kuat, setelah membaca shalawat dan sebelum salam, sangat dianjurkan untuk membaca doa memohon perlindungan dari empat fitnah dan azab besar. Doa ini merupakan benteng bagi seorang mukmin dalam menghadapi ujian kehidupan dunia dan akhirat.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allâhumma innî a’ûdzu bika min ‘adzâbi jahannam, wa min ‘adzâbil qabri, wa min fitnatil mahyâ wal mamât, wa min syarri fitnatil masîhid dajjâl.
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Penjelasan Empat Permohonan Perlindungan
1. مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ (min ‘adzâbi jahannam) - Dari Siksa Neraka Jahannam
Ini adalah permohonan perlindungan pertama dan utama. Neraka Jahannam adalah balasan terburuk bagi mereka yang ingkar dan berbuat dosa. Dengan memohon perlindungan darinya di setiap akhir shalat, seorang hamba senantiasa diingatkan akan konsekuensi perbuatannya. Ini menumbuhkan rasa takut (khauf) kepada Allah yang positif, yang mendorongnya untuk menjauhi maksiat dan giat beribadah, dengan harapan meraih rahmat Allah dan dijauhkan dari murka-Nya.
2. وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ (wa min ‘adzâbil qabri) - Dari Siksa Kubur
Alam kubur (barzakh) adalah fase pertama kehidupan setelah kematian. Keyakinan akan adanya nikmat dan siksa kubur adalah bagian dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Fitnah kubur meliputi pertanyaan dari malaikat Munkar dan Nakir. Memohon perlindungan dari siksa kubur menunjukkan kesadaran seorang hamba bahwa pertanggungjawaban dimulai segera setelah nyawa terlepas dari raga. Doa ini adalah bekal spiritual untuk menghadapi fase genting tersebut dengan iman yang kokoh.
3. وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ (wa min fitnatil mahyâ wal mamât) - Dari Fitnah Kehidupan dan Kematian
Permohonan ini sangat komprehensif. "Fitnatil mahya" (fitnah kehidupan) mencakup segala macam ujian dan godaan selama kita hidup di dunia. Ini bisa berupa fitnah syahwat (harta, takhta, wanita/pria) yang melalaikan dari ketaatan, maupun fitnah syubhat (keraguan dan pemikiran sesat) yang merusak akidah. Sementara "fitnatil mamat" (fitnah kematian) adalah ujian terberat di akhir hayat, yaitu ketika setan datang menggoda manusia untuk mengingkari imannya di saat sakaratul maut. Dengan doa ini, kita memohon keteguhan iman dalam menghadapi segala badai ujian, dari awal kehidupan hingga hembusan napas terakhir.
4. وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ (wa min syarri fitnatil masîhid dajjâl) - Dari Kejahatan Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal
Rasulullah SAW menggambarkan fitnah Dajjal sebagai fitnah terbesar sejak diciptakannya Nabi Adam hingga hari kiamat. Dajjal akan muncul di akhir zaman dengan kemampuan luar biasa yang dapat menipu umat manusia, mengaku sebagai tuhan, dan membawa surga dan neraka palsu. Disunnahkannya doa ini di setiap shalat menunjukkan betapa dahsyatnya fitnah ini. Ini adalah persiapan mental dan spiritual bagi setiap Muslim, agar jika mereka hidup di zaman itu, mereka memiliki benteng iman yang kuat untuk tidak terpedaya oleh tipu muslihatnya yang menyesatkan.
Landasan Dalil Pilihan Tarjih Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berpegang pada prinsip kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Al-Maqbulah, tidak menetapkan sebuah bacaan ibadah tanpa dasar yang kuat. Pilihan bacaan tahiyat akhir ini didasarkan pada hadis-hadis yang dinilai sahih dan kuat.
Dalil Bacaan Tasyahud: Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud RA, ia berkata: "Rasulullah SAW mengajariku tasyahud sebagaimana beliau mengajariku sebuah surat dari Al-Qur'an, sementara telapak tanganku berada di antara kedua telapak tangan beliau: (kemudian beliau menyebutkan bacaan tasyahud di atas)." (HR. Bukhari no. 6265 dan Muslim no. 402). Hadis ini menunjukkan bahwa lafal ini diajarkan langsung oleh Nabi dengan penekanan yang sangat kuat, layaknya mengajarkan Al-Qur'an.
Dalil Bacaan Shalawat Ibrahimiyyah: Diriwayatkan dari Ka'ab bin 'Ujrah RA, ia berkata: Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah: (kemudian beliau menyebutkan lafal shalawat Ibrahimiyyah di atas)." (HR. Bukhari no. 3370 dan Muslim no. 406). Hadis ini merupakan jawaban langsung dari Nabi ketika ditanya tentang cara bershalawat yang terbaik.
Dalil Doa Perlindungan: Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai dari tasyahud akhir, maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari empat perkara, yaitu: dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal." (HR. Muslim no. 588). Hadis ini berbentuk perintah (fi'il amr) yang menunjukkan penekanan kuat (sunnah mu'akkadah) untuk membaca doa ini.
Berdasarkan kekuatan dalil-dalil inilah, Majelis Tarjih Muhammadiyah menetapkan rangkaian bacaan tersebut sebagai tuntunan dalam tahiyat akhir, sebagai upaya untuk meneladani praktik shalat Rasulullah SAW sedekat mungkin.
Hikmah dan Refleksi di Balik Tahiyat Akhir
Tahiyat akhir bukan sekadar rangkaian kata yang dihafal dan diucapkan. Ia adalah momen kontemplasi yang sarat dengan hikmah dan pelajaran berharga. Ia adalah miniatur dari perjalanan seorang hamba.
Pertama, Peneguhan Kembali Misi Hidup. Dimulai dengan pengagungan total kepada Allah dan diakhiri dengan syahadat, tahiyat akhir adalah re-kalibrasi tujuan hidup. Kita diingatkan bahwa segala penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanya untuk Allah. Ini membersihkan hati dari syirik kecil (riya') maupun syirik besar, serta meluruskan kembali niat kita dalam setiap aspek kehidupan.
Kedua, Membangun Jaringan Spiritual. Doa dan salam yang kita panjatkan tidak hanya untuk diri sendiri. Kita terhubung dengan Sang Pembawa Risalah (Nabi Muhammad SAW), para nabi sebelumnya (melalui Nabi Ibrahim AS), dan seluruh komunitas orang-orang saleh di langit dan di bumi. Ini menghapus egoisme dan menumbuhkan rasa kebersamaan dalam ketaatan, merasa menjadi bagian dari sebuah kafilah kebaikan yang panjang.
Ketiga, Persiapan Menghadapi Realitas Kehidupan dan Kematian. Doa perlindungan dari empat perkara adalah bentuk kesadaran penuh akan tantangan yang dihadapi seorang mukmin. Kita tidak hanya memikirkan kehidupan dunia, tetapi juga mempersiapkan diri untuk fase setelahnya: alam kubur, hari kiamat, dan fitnah akhir zaman. Ini menjadikan seorang Muslim pribadi yang visioner, yang tindakannya di dunia selalu berorientasi pada keselamatan di akhirat.
Keempat, Momen Dialog Paling Intim. Duduk tahiyat akhir adalah posisi terakhir sebelum kita "kembali" ke dunia nyata setelah shalat. Ini adalah kesempatan emas untuk berkomunikasi, memuji, bersaksi, dan memohon dengan sepenuh hati. Kekhusyukan di momen ini akan membawa ketenangan dan kekuatan spiritual yang menjadi bekal untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari, menjaga kita tetap berada di jalan yang lurus hingga waktu shalat berikutnya tiba.
Sebagai kesimpulan, memahami bacaan tahiyat akhir menurut tuntunan Muhammadiyah adalah sebuah perjalanan untuk menyelami kedalaman makna shalat. Dari setiap katanya, terpancar cahaya tauhid, cinta kepada Rasul, kepedulian sosial, dan kesadaran eskatologis. Dengan menghayati setiap frasa yang kita ucapkan, semoga shalat kita tidak lagi menjadi rutinitas mekanis, melainkan sebuah dialog spiritual yang transformatif, yang meninggikan derajat kita di sisi Allah SWT dan membentengi kita dari segala keburukan di dunia dan akhirat.