Panduan Lengkap Bacaan Menerima Zakat Fitrah dan Maknanya

Zakat fitrah merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan sangat penting. Ia bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan juga instrumen spiritual dan sosial yang mampu membersihkan jiwa orang yang berpuasa sekaligus menjadi jembatan kepedulian terhadap sesama, khususnya fakir miskin. Ketika seseorang yang berhak (mustahik) menerima zakat fitrah, terdapat adab dan doa yang dianjurkan untuk diucapkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada pemberi zakat (muzakki). Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai bacaan doa menerima zakat fitrah, maknanya yang mendalam, serta seluk-beluk zakat fitrah itu sendiri.

Ilustrasi tangan memberikan zakat fitrah kepada yang membutuhkan. Sebuah tangan dari sisi kiri memberikan sebuah karung berisi bahan makanan kepada tangan lain dari sisi kanan, melambangkan proses pemberian dan penerimaan zakat. زكاة

Bacaan Doa Saat Menerima Zakat Fitrah

Ketika seorang mustahik menerima zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat maal, dianjurkan baginya untuk mendoakan kebaikan bagi muzakki. Doa ini adalah wujud penghargaan, rasa syukur, dan harapan agar amal ibadah si pemberi diterima oleh Allah SWT serta hartanya dilimpahi keberkahan. Berikut adalah bacaan doa yang lazim diucapkan:

آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ، وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا

Ājarakallāhu fīmā a‘ṭaita, wa bāraka laka fīmā abqaita, wa ja‘alahū laka ṭahūrā.

"Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, semoga Allah memberkahi apa yang engkau sisakan, dan semoga Allah menjadikannya sebagai pembersih bagimu."

Membedah Makna Doa Penerima Zakat

Doa ini mengandung tiga permohonan utama yang sangat mendalam dan sarat makna. Mari kita uraikan satu per satu:

  1. "Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan." (آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ)
    Bagian pertama ini adalah doa agar harta yang telah dikeluarkan oleh muzakki dicatat sebagai amal saleh dan diganjar dengan pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. Ini adalah pengakuan bahwa balasan terbaik dan hakiki hanya datang dari Allah. Penerima zakat mendoakan agar pengorbanan harta yang dilakukan muzakki tidak sia-sia, melainkan menjadi investasi akhirat yang abadi.
  2. "Semoga Allah memberkahi apa yang engkau sisakan." (وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ)
    Bagian kedua ini merupakan doa agar sisa harta yang masih dimiliki oleh muzakki setelah menunaikan zakat diliputi oleh keberkahan (barakah). Keberkahan berarti bertambahnya kebaikan pada sesuatu. Harta yang berkah bukanlah tentang jumlahnya yang banyak, melainkan tentang manfaat yang dihasilkannya, cukup untuk memenuhi kebutuhan, mendatangkan ketenangan, dan terhindar dari hal-hal yang tidak baik. Doa ini menunjukkan bahwa zakat tidak mengurangi harta, justru mengundang keberkahan pada sisa harta.
  3. "Semoga Allah menjadikannya sebagai pembersih bagimu." (وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا)
    Bagian ketiga ini menyentuh esensi dari zakat itu sendiri. Kata "thahūrā" berarti pembersih atau penyucian. Doa ini adalah permohonan agar zakat yang dikeluarkan benar-benar berfungsi untuk menyucikan jiwa muzakki dari sifat-sifat tercela seperti kikir, tamak, dan cinta dunia yang berlebihan. Selain itu, ia juga berfungsi menyucikan harta dari hak-hak orang lain yang mungkin melekat padanya. Ini sejalan dengan salah satu hikmah utama disyariatkannya zakat fitrah.
Penting untuk dipahami bahwa doa ini bersifat anjuran (mustahab), bukan kewajiban. Jika seorang penerima zakat tidak menghafalnya, ia tetap bisa mendoakan kebaikan bagi pemberi zakat dalam bahasa apapun dengan tulus dari hati. Intinya adalah adab saling mendoakan dalam kebaikan.

Memahami Konteks: Apa Itu Zakat Fitrah?

Untuk memahami pentingnya doa di atas, kita perlu menyelami hakikat zakat fitrah itu sendiri. Zakat fitrah adalah zakat jiwa yang diwajibkan atas setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, merdeka maupun hamba sahaya, yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya pada malam dan hari raya Idul Fitri.

Hukum dan Dalil Zakat Fitrah

Hukum zakat fitrah adalah wajib (fardhu 'ain) bagi setiap individu muslim yang memenuhi syarat. Kewajiban ini didasarkan pada hadis-hadis shahih, di antaranya hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas seorang hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini dengan sangat jelas menegaskan status kewajiban zakat fitrah bagi setiap muslim tanpa terkecuali, selama ia mampu.

Hikmah Agung di Balik Zakat Fitrah

Syariat Islam tidak pernah menetapkan sebuah kewajiban tanpa adanya hikmah dan manfaat yang besar. Zakat fitrah memiliki dua hikmah utama yang dijelaskan dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Dari hadis ini, kita dapat merinci dua hikmah utama:

Siapa Saja yang Berhak Menerima Zakat (Mustahik)?

Zakat, termasuk zakat fitrah, tidak boleh diberikan kepada sembarang orang. Al-Qur'an telah menetapkan secara spesifik delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat. Ketentuan ini terdapat dalam Surah At-Taubah ayat 60:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Meskipun ada delapan golongan, para ulama sepakat bahwa prioritas utama penyaluran zakat fitrah adalah kepada fakir dan miskin, sesuai dengan tujuan utamanya sebagai "makanan bagi orang-orang miskin". Mari kita bahas lebih rinci delapan golongan ini:

1. Fakir

Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta sama sekali atau memiliki harta namun sangat sedikit sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok hariannya. Kondisi mereka lebih parah daripada orang miskin. Mereka mungkin tidak memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang bisa diandalkan, bahkan untuk makan sekalipun. Mereka adalah prioritas utama dalam penyaluran zakat.

2. Miskin

Miskin adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan, namun penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya. Misalnya, seseorang yang bekerja dengan gaji pas-pasan, di mana setelah membayar sewa rumah dan kebutuhan dasar lainnya, ia tidak memiliki sisa atau bahkan masih kekurangan. Mereka seringkali hidup dalam kesulitan meskipun terlihat memiliki penghasilan.

3. Amil (Pengurus Zakat)

Amil adalah orang atau lembaga yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah atau otoritas Muslim untuk mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan dana zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka. Bagian untuk amil ini memastikan bahwa proses pengelolaan zakat berjalan profesional, amanah, dan efisien.

4. Muallaf

Muallaf adalah orang yang baru masuk Islam atau orang yang hatinya perlu dilunakkan dan dikuatkan agar lebih teguh dalam keislaman. Zakat diberikan kepada mereka untuk membantu menguatkan iman mereka, mengatasi kesulitan ekonomi yang mungkin timbul akibat keputusan mereka memeluk Islam, dan menunjukkan bahwa komunitas Muslim menyambut mereka dengan tangan terbuka.

5. Riqab (Memerdekakan Budak)

Pada masa lalu, dana zakat digunakan untuk membebaskan budak dari perbudakan. Di zaman modern, perbudakan dalam bentuk klasiknya sudah jarang ditemui. Namun, sebagian ulama kontemporer memperluas makna riqab ini untuk membebaskan seseorang dari bentuk-bentuk perbudakan modern, seperti korban perdagangan manusia atau membebaskan kaum muslimin yang tertawan oleh musuh.

6. Gharimin (Orang yang Berutang)

Gharimin adalah orang yang terjerat utang dan tidak mampu melunasinya. Namun, tidak semua utang bisa dibayar dengan dana zakat. Utang tersebut haruslah untuk memenuhi kebutuhan pokok yang halal (seperti biaya pengobatan, pendidikan anak, atau modal usaha yang bangkrut bukan karena maksiat) dan bukan utang untuk gaya hidup mewah atau perbuatan dosa.

7. Fisabilillah (Di Jalan Allah)

Secara klasik, makna fisabilillah adalah orang yang berjuang atau berperang di jalan Allah untuk membela agama. Dalam konteks modern, maknanya diperluas mencakup segala aktivitas yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah. Ini bisa meliputi kegiatan dakwah, pembangunan masjid, pendirian sekolah Islam, beasiswa untuk para penuntut ilmu agama, dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat Islam secara luas.

8. Ibnu Sabil (Musafir yang Kehabisan Bekal)

Ibnu Sabil adalah seorang musafir atau pelancong yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Syaratnya, perjalanan yang dilakukan adalah untuk tujuan yang dibenarkan syariat (bukan untuk maksiat) dan ia tidak memiliki akses ke hartanya di kampung halamannya. Zakat diberikan kepadanya secukupnya agar ia bisa melanjutkan perjalanan atau kembali ke tempat asalnya.

Adab dalam Memberi dan Menerima Zakat

Proses zakat fitrah bukan hanya transaksi material, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai adab dan etika. Baik pemberi (muzakki) maupun penerima (mustahik) memiliki adab yang perlu dijaga.

Adab Bagi Pemberi Zakat (Muzakki)

Adab Bagi Penerima Zakat (Mustahik)

Dengan menjaga adab-adab ini, proses zakat fitrah akan menjadi lebih bermakna. Ia tidak hanya memenuhi kewajiban syar'i, tetapi juga mempererat tali persaudaraan, menumbuhkan rasa kasih sayang, dan membersihkan hati dari penyakit-penyakit spiritual. Doa yang diucapkan oleh penerima zakat menjadi penutup yang sempurna dari siklus kebaikan ini, menghubungkan hati antara pemberi dan penerima dalam naungan rahmat Allah SWT.

🏠 Kembali ke Homepage