Membuka Pintu Rahmat dengan Bacaan Istighfar
Manusia adalah makhluk yang tidak pernah luput dari salah dan lupa. Dalam setiap helaan napas, langkah kaki, dan detak jantung, ada potensi untuk melakukan kekhilafan, baik yang disengaja maupun tidak. Kesadaran akan fitrah sebagai tempatnya kesalahan inilah yang membuka sebuah pintu agung dalam ajaran Islam, yaitu pintu istighfar. Istighfar bukan sekadar rangkaian kata yang diucapkan oleh lisan, melainkan sebuah pengakuan tulus dari lubuk hati yang paling dalam, sebuah permohonan ampun kepada Sang Pencipta Yang Maha Pengampun. Ia adalah jembatan yang menghubungkan seorang hamba yang lemah dengan Tuhannya Yang Maha Perkasa, sebuah dialog spiritual yang dipenuhi harapan dan kerendahan hati.
Secara bahasa, kata "istighfar" (اِسْتِغْفَار) berasal dari akar kata "ghafara" (غَفَرَ) yang berarti menutupi, menyembunyikan, atau memaafkan. Imbuhan "ista" (اِسْتَ) di depannya memberikan makna permintaan atau permohonan. Maka, secara harfiah, istighfar adalah permohonan untuk ditutupi atau diampuni dosanya. Ini bukan hanya sekadar permintaan agar dosa dihapus dari catatan amal, tetapi juga permohonan agar aib dan keburukan kita ditutupi oleh Allah di dunia dan di akhirat. Ia adalah permintaan agar dampak buruk dari dosa tersebut dihilangkan, baik dampak spiritual seperti kegelisahan hati, maupun dampak fisik seperti kesempitan rezeki dan kesulitan hidup.
Makna Mendalam di Balik Bacaan Istighfar
Mengucapkan bacaan istighfar adalah lebih dari sekadar rutinitas spiritual. Ia adalah sebuah deklarasi keimanan yang mengandung makna-makna filosofis dan psikologis yang sangat dalam. Ketika seorang hamba beristighfar, ia sedang melakukan beberapa hal secara bersamaan:
1. Pengakuan Kelemahan Diri dan Keagungan Ilahi
Setiap kali lisan berucap "Astaghfirullah" (Aku memohon ampun kepada Allah), sesungguhnya hati sedang mengakui sebuah kebenaran fundamental: "Ya Allah, aku adalah hamba-Mu yang lemah, yang fakir, yang penuh dengan kekurangan dan kesalahan. Sedangkan Engkau adalah Tuhanku Yang Maha Agung, Maha Sempurna, dan Maha Pengampun." Pengakuan ini adalah inti dari penghambaan (ubudiyah). Ia melunturkan kesombongan dan keangkuhan yang sering kali menjadi akar dari segala perbuatan dosa. Dengan beristighfar, kita menempatkan diri pada posisi yang sebenarnya di hadapan Allah, sebagai makhluk yang senantiasa membutuhkan pertolongan, bimbingan, dan ampunan-Nya.
2. Sarana Muhasabah dan Introspeksi Diri
Istighfar yang berkualitas selalu didahului atau diiringi oleh muhasabah, yaitu introspeksi diri. Ia memaksa kita untuk berhenti sejenak dari kesibukan dunia dan merenungkan kembali perbuatan-perbuatan kita. Apa yang telah kita ucapkan? Apa yang telah kita lakukan? Apakah ada hak orang lain yang kita langgar? Apakah ada perintah Allah yang kita abaikan? Proses ini ibarat cermin yang memantulkan kembali kondisi spiritual kita. Tanpa istighfar, hati bisa menjadi keras dan buta terhadap dosa-dosanya sendiri, menganggap kesalahan kecil sebagai hal yang sepele hingga akhirnya menumpuk menjadi gunung yang menghalangi cahaya hidayah.
3. Jembatan Menuju Taubat yang Sempurna
Seringkali orang menyamakan antara istighfar dan taubat, padahal keduanya memiliki nuansa makna yang sedikit berbeda namun saling berkaitan erat. Istighfar adalah permohonan ampun (the request), sedangkan taubat adalah proses kembali kepada Allah secara utuh (the return). Taubat yang sempurna (taubatan nasuha) memiliki tiga pilar utama: (1) Menyesali perbuatan dosa yang telah lalu, (2) Meninggalkan perbuatan dosa tersebut saat ini, dan (3) Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya di masa depan. Istighfar adalah gerbang pembuka menuju taubat. Dengan lisan yang memohon ampun, hati digerakkan untuk menyesal, dan akal didorong untuk bertekad meninggalkan kemaksiatan. Keduanya tak terpisahkan, seperti doa dan usaha.
4. Terapi Psikologis untuk Ketenangan Jiwa
Beban dosa secara psikologis dapat menimbulkan rasa bersalah, cemas, dan gelisah yang mendalam. Perasaan ini, jika dibiarkan, dapat menggerogoti kebahagiaan dan produktivitas seseorang. Bacaan istighfar berfungsi sebagai katarsis spiritual, sebuah mekanisme pelepasan beban emosional yang negatif. Ketika seorang hamba dengan tulus memohon ampun dan meyakini bahwa Allah Maha Pengampun, ia akan merasakan kelegaan yang luar biasa. Rasa bersalah digantikan oleh harapan, kecemasan digantikan oleh ketenangan, dan keputusasaan digantikan oleh optimisme. Ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28).
Ragam Bacaan Istighfar Populer dan Maknanya
Rasulullah Muhammad SAW, manusia yang paling mulia dan dijamin bebas dari dosa (ma'shum), adalah orang yang paling banyak beristighfar. Beliau mengajarkan kepada umatnya berbagai macam lafaz istighfar, dari yang paling singkat hingga yang paling lengkap. Setiap lafaz memiliki keindahan dan kedalaman makna tersendiri.
1. Istighfar Paling Ringkas
Ini adalah bacaan istighfar yang paling dasar dan mudah diucapkan, namun sarat makna.
Astaghfirullah
"Aku memohon ampun kepada Allah."
Meskipun singkat, ucapan ini adalah pengakuan penuh akan kebutuhan kita terhadap ampunan Allah. Dapat diucapkan kapan saja dan di mana saja, saat berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan saat beraktivitas. Ia adalah dzikir ringan di lisan namun berat dalam timbangan amal.
2. Istighfar dengan Sifat Keagungan Allah
Ini adalah versi yang sedikit lebih panjang dan sering diucapkan setelah sholat.
Astaghfirullahal 'adzim
"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."
Dengan menambahkan "Al-'Adzim" (Yang Maha Agung), kita tidak hanya memohon ampun, tetapi juga mengagungkan Asma Allah. Ini mengandung makna bahwa dosa yang kita lakukan, sebesar apapun, menjadi kecil di hadapan keagungan dan keluasan ampunan Allah SWT. Ini memberikan harapan yang lebih besar akan pengampunan.
3. Sayyidul Istighfar: Raja dari Segala Istighfar
Rasulullah SAW menyebut doa ini sebagai "Sayyidul Istighfar" atau pemimpin/raja dari semua bacaan istighfar. Beliau bersabda bahwa barangsiapa membacanya dengan yakin di pagi hari lalu meninggal sebelum sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa membacanya dengan yakin di sore hari lalu meninggal sebelum pagi, maka ia termasuk penghuni surga. (HR. Bukhari). Doa ini adalah sebuah ikrar penghambaan yang paripurna.
Allahumma anta Rabbi la ilaha illa anta, khalaqtani wa ana 'abduka, wa ana 'ala 'ahdika wa wa'dika mastatha'tu, a'udzu bika min syarri ma shana'tu, abu-u laka bini'matika 'alayya, wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu la yaghfirudz dzunuba illa anta.
"Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas janji-Mu dan ikrar-Mu (untuk taat) semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku, dan aku mengakui dosaku. Maka, ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau."
Setiap kalimat dalam Sayyidul Istighfar ini mengandung pengakuan yang luar biasa. Mulai dari pengakuan tauhid ("Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau"), pengakuan penciptaan ("Engkau telah menciptakanku"), pengakuan status sebagai hamba ("aku adalah hamba-Mu"), komitmen untuk taat ("aku berada di atas janji-Mu semampuku"), permohonan perlindungan dari keburukan diri sendiri, pengakuan atas limpahan nikmat, dan puncaknya adalah pengakuan dosa yang tulus, yang diakhiri dengan permohonan ampun yang hanya ditujukan kepada Allah.
4. Istighfar Nabi Adam AS
Ini adalah bacaan istighfar pertama yang diucapkan oleh manusia, sebuah doa penyesalan yang diabadikan dalam Al-Qur'an setelah Nabi Adam AS dan Hawa melanggar larangan Allah di surga.
Rabbana zalamna anfusana wa il lam taghfirlana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.
"Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raf: 23).
Doa ini mengajarkan adab yang mulia dalam memohon ampun. Nabi Adam tidak menyalahkan keadaan atau Iblis. Beliau justru memulai dengan pengakuan "kami telah menzalimi diri kami sendiri", menunjukkan tanggung jawab penuh atas kesalahan yang diperbuat. Ini adalah pelajaran penting bahwa dosa pada hakikatnya adalah kezaliman terhadap diri sendiri sebelum kepada pihak lain.
5. Istighfar Nabi Yunus AS (Doa Dzun Nuun)
Ketika berada dalam situasi yang paling mustahil, terperangkap dalam tiga lapis kegelapan (kegelapan malam, kegelapan dasar lautan, dan kegelapan perut ikan paus), Nabi Yunus AS memanjatkan doa yang penuh dengan tauhid dan pengakuan kesalahan.
La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minaz zalimin.
"Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Anbiya: 87).
Doa ini memiliki kekuatan yang dahsyat. Rasulullah SAW bersabda bahwa tidaklah seorang muslim berdoa dengan doa ini untuk suatu masalah, melainkan Allah akan mengabulkannya. Kekuatannya terletak pada kombinasi tiga elemen: penegasan tauhid (La ilaha illa anta), penyucian Allah dari segala kekurangan (Subhanaka), dan pengakuan atas kesalahan diri sendiri (inni kuntu minaz zalimin). Ini adalah formula ampuh untuk keluar dari kesulitan.
Keutamaan dan Manfaat Luar Biasa dari Mengamalkan Istighfar
Istighfar bukan hanya sekadar untuk menghapus dosa. Allah SWT, dengan kemurahan-Nya, menjanjikan berbagai macam buah kebaikan di dunia dan akhirat bagi mereka yang senantiasa membasahi lisannya dengan bacaan istighfar. Keutamaan-keutamaan ini disebutkan dengan jelas dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Nabi Nuh 'alaihissalam berkata kepada kaumnya, "Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula) di dalamnya untukmu sungai-sungai.’" (QS. Nuh: 10-12)
Ayat di atas adalah salah satu dalil paling komprehensif tentang manfaat duniawi dari istighfar. Mari kita uraikan satu per satu:
- Pengampunan Dosa yang Mutlak: Ini adalah tujuan utama dan paling mendasar dari istighfar. Allah berfirman, "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa: 110). Setiap istighfar yang tulus adalah langkah menuju lembaran hidup yang bersih.
- Pembuka Pintu Rezeki: Sebagaimana janji Allah dalam Surat Nuh, istighfar dapat menjadi sebab turunnya hujan (simbol kesuburan dan keberkahan) dan diperbanyaknya harta. Rezeki di sini tidak hanya berarti uang, tetapi segala sesuatu yang bermanfaat, termasuk kesehatan, ilmu, dan waktu yang berkah. Ketika seorang hamba memperbaiki hubungannya dengan Allah melalui istighfar, Allah akan memperbaiki urusan rezekinya.
- Solusi untuk Keturunan: Ayat tersebut juga secara eksplisit menyebutkan "memperbanyak anak-anakmu". Bagi pasangan yang mendambakan keturunan, melazimkan istighfar dengan penuh keyakinan adalah salah satu ikhtiar spiritual yang sangat dianjurkan. Kisah Hasan Al-Basri yang menasihati orang yang mengeluh belum punya anak untuk beristighfar adalah bukti nyata dari pemahaman para ulama salaf terhadap ayat ini.
- Memberikan Ketenangan Hati dan Jiwa: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan, kelapangan dari setiap kesedihan, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (HR. Abu Dawud). Hadits ini adalah jaminan bahwa istighfar adalah penawar bagi hati yang gundah, jiwa yang resah, dan pikiran yang buntu.
- Menambah Kekuatan Fisik dan Mental: Dalam kisah Nabi Hud AS, beliau berkata kepada kaumnya, "Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu.'" (QS. Hud: 52). Istighfar membersihkan jiwa dari racun dosa, yang pada gilirannya memberikan energi positif dan kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup.
- Mencegah dan Menolak Bala Bencana: Keberadaan orang-orang yang beristighfar di suatu kaum dapat menjadi tameng dari azab Allah. Allah berfirman, "Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun." (QS. Al-Anfal: 33). Ini menunjukkan betapa besarnya rahmat Allah yang diturunkan melalui lisan-lisan yang memohon ampun.
- Mengangkat Derajat di Sisi Allah: Istighfar adalah wujud kerendahan hati. Dan Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang rendah hati di hadapan-Nya. Setiap dosa yang diampuni akan digantikan dengan pahala dan peningkatan derajat, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Waktu-Waktu Terbaik untuk Membaca Istighfar
Meskipun istighfar dapat dilakukan kapan pun tanpa batasan waktu dan tempat, ada beberapa waktu mustajab di mana permohonan ampun memiliki nilai lebih dan kemungkinan besar untuk dikabulkan.
1. Waktu Sahur (Menjelang Fajar)
Ini adalah waktu yang paling utama untuk beristighfar. Allah SWT secara khusus memuji orang-orang yang memohon ampun di waktu ini. Dalam Al-Qur'an disebutkan ciri-ciri penghuni surga adalah, "...dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali 'Imran: 17). Di sepertiga malam terakhir, saat kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya, Allah turun ke langit dunia dan berfirman, "Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, akan Aku ampuni." (HR. Bukhari & Muslim). Ini adalah undangan langsung dari Sang Pencipta yang sangat sayang jika dilewatkan.
2. Setelah Melakukan Dosa atau Kesalahan
Respon terbaik dan tercepat setelah tergelincir dalam perbuatan dosa adalah segera beristighfar dan bertaubat. Menunda-nunda permohonan ampun dapat membuat hati menjadi keras dan dosa tersebut dianggap remeh. Rasulullah SAW bersabda bahwa ketika seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditorehkan satu titik hitam di hatinya. Jika ia meninggalkannya, memohon ampun, dan bertaubat, maka hatinya akan kembali bersih. Namun jika ia mengulanginya, titik hitam itu akan bertambah hingga menutupi hatinya.
3. Setelah Melaksanakan Sholat Fardhu
Meskipun sholat adalah ibadah yang agung, kita sebagai manusia tidak pernah bisa menjalankannya dengan sempurna. Pasti ada kekurangan dalam kekhusyukan, pikiran yang melayang, atau bacaan yang kurang fasih. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mencontohkan untuk langsung membaca istighfar sebanyak tiga kali ("Astaghfirullah") setelah salam. Ini adalah bentuk permohonan ampun atas segala kekurangan dalam ibadah yang baru saja kita tunaikan.
4. Di Pagi dan Petang Hari
Membaca dzikir pagi dan petang adalah perisai seorang muslim. Di antara dzikir yang sangat dianjurkan adalah Sayyidul Istighfar. Memulai hari dengan istighfar berarti kita memulai hari dengan memohon perlindungan dan ampunan Allah, membersihkan diri sebelum beraktivitas. Menutup hari dengan istighfar berarti kita membersihkan catatan amal dari segala kekhilafan yang mungkin terjadi sepanjang hari.
5. Di Akhir Pertemuan atau Majelis
Dalam setiap perkumpulan, seringkali terjadi obrolan yang sia-sia, candaan yang berlebihan, atau bahkan ghibah tanpa disadari. Untuk membersihkan majelis dari hal-hal tersebut, Rasulullah mengajarkan doa Kaffaratul Majelis, yang di dalamnya terkandung permohonan ampun.
Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaika.
"Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu."
Kisah-Kisah Inspiratif tentang Kekuatan Bacaan Istighfar
Sejarah Islam dipenuhi dengan kisah-kisah nyata yang membuktikan keajaiban dan kekuatan dari melazimkan bacaan istighfar. Kisah-kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan pelajaran berharga bagi kita semua.
Kisah Imam Ahmad bin Hanbal dan Penjual Roti
Salah satu kisah yang paling masyhur adalah kisah Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ulama besar pendiri Mazhab Hanbali. Suatu ketika, dalam perjalanannya, beliau tiba di sebuah kota pada malam hari dan ingin beristirahat di masjid. Namun, penjaga masjid tidak mengenali beliau dan melarangnya untuk menginap. Imam Ahmad pun terpaksa keluar dan mencari tempat lain.
Tak jauh dari masjid, beliau melihat seorang penjual roti yang sedang bekerja di tokonya. Penjual roti ini dengan ramah menawari Imam Ahmad untuk beristirahat di tokonya. Selama berada di sana, Imam Ahmad memperhatikan sesuatu yang luar biasa. Sepanjang membuat adonan, memanggang, dan melayani pembeli, lisan penjual roti itu tidak pernah berhenti berdzikir, terutama mengucapkan istighfar.
Merasa penasaran, Imam Ahmad bertanya, "Wahai fulan, sudah berapa lama engkau melakukan amalan ini?" Penjual roti menjawab, "Sudah sangat lama, sejak saya mulai bekerja." Imam Ahmad bertanya lagi, "Lalu, buah apa yang engkau dapatkan dari amalanmu yang luar biasa ini?" Penjual roti itu tersenyum dan berkata, "Wahai tuan, demi Allah, tidak ada satu pun doa yang aku panjatkan melainkan Allah kabulkan. Semua permohonanku telah terkabul, kecuali satu."
"Apa satu permohonanmu yang belum terkabul itu?" tanya Imam Ahmad. Penjual roti menjawab, "Aku sangat ingin bertemu dengan seorang ulama besar yang sangat aku kagumi, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal."
Seketika itu juga, Imam Ahmad bertakbir seraya berkata, "Allahu Akbar! Ketahuilah, karena istighfarmu itulah Allah telah mendatangkan aku ke hadapanmu, bahkan sampai 'diseret' keluar dari masjid untuk menemuimu." Kisah ini adalah bukti nyata bagaimana istighfar yang konsisten dapat mendatangkan hal-hal yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Menghadirkan Hati dalam Beristighfar: Adab dan Tips
Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari istighfar, ia harus dilakukan tidak hanya dengan lisan, tetapi juga dengan kehadiran hati dan jiwa. Istighfar yang hanya menjadi komat-kamit di bibir tanpa perenungan akan menjadi amalan yang kosong. Berikut adalah beberapa adab dan tips untuk menjadikan istighfar kita lebih berkualitas:
- Memahami Makna yang Diucapkan: Luangkan waktu untuk merenungkan arti dari setiap kata dalam bacaan istighfar yang kita pilih. Memahami bahwa kita sedang memohon untuk "ditutupi" aibnya oleh Allah akan memberikan dampak yang berbeda daripada sekadar mengucapkannya.
- Menghadirkan Rasa Penyesalan (Nadam): Penyesalan adalah ruh dari taubat dan istighfar. Cobalah untuk mengingat kembali dosa-dosa yang telah dilakukan dan hadirkan rasa sedih serta menyesal di dalam hati. Menyesal karena telah melanggar perintah Dzat yang senantiasa memberikan nikmat kepada kita.
- Bertekad Kuat untuk Tidak Mengulangi: Istighfar harus diiringi dengan 'azam atau tekad yang kuat untuk tidak kembali kepada perbuatan dosa yang sama. Ini adalah bukti kesungguhan kita dalam memohon ampun. Jika kita masih memiliki niat untuk mengulangi dosa, maka istighfar kita belum sempurna.
- Ikhlas karena Allah Semata: Lakukan istighfar murni untuk mencari wajah dan ampunan Allah, bukan karena ingin dilihat orang lain atau mengharapkan pujian. Keikhlasan adalah kunci diterimanya setiap amal ibadah.
- Yakin Akan Diampuni (Husnuzan kepada Allah): Milikilah keyakinan yang penuh bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, sebesar apapun dosa yang telah kita perbuat. Berprasangka baik kepada Allah adalah bagian dari adab berdoa dan beristighfar.
- Menjadikannya Kebiasaan (Istiqamah): Jadikan bacaan istighfar sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, seperti halnya kita bernapas. Rasulullah yang ma'shum saja beristighfar lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari, maka bagaimana dengan kita yang setiap hari bergelimang dosa? Konsistensi adalah kunci untuk merasakan buah manis dari istighfar.
Pada akhirnya, istighfar adalah napas bagi jiwa seorang mukmin. Ia adalah pembersih hati, penenang pikiran, pembuka pintu rezeki, dan jalan menuju surga Ilahi. Ia adalah pengingat konstan bahwa kita adalah hamba yang lemah dan Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih. Marilah kita basahi lisan kita, penuhi waktu kita, dan hidupkan hati kita dengan lantunan permohonan ampun, karena di sanalah terletak kunci kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.