Ilustrasi kitab suci Al-Quran yang terbuka dengan tasbih. YASIN & TAHLIL Ilustrasi Kitab Suci Al-Quran dan Tasbih

Panduan Lengkap Bacaan Yasin dan Tahlil Latin

Surat Yasin dan Tahlil merupakan dua amalan yang sangat mengakar dalam tradisi keagamaan masyarakat Muslim di Indonesia. Keduanya sering dibaca bersamaan dalam berbagai acara, terutama saat mendoakan kerabat yang telah meninggal dunia, dalam acara selamatan, atau sebagai amalan rutin pada malam Jumat. Keberadaan teks dalam tulisan latin menjadi jembatan bagi mereka yang belum lancar membaca aksara Arab, memungkinkan setiap Muslim untuk tetap dapat mengamalkan dan merasakan ketenangan spiritual dari lantunan ayat-ayat suci dan zikir ini. Artikel ini menyediakan bacaan lengkap Surat Yasin dan Tahlil dalam format Arab, Latin, serta terjemahannya untuk kemudahan Anda.

Memahami makna di balik setiap ayat dan lafal zikir yang diucapkan akan memperdalam kekhusyukan kita dalam beribadah. Surat Yasin, yang dikenal sebagai 'jantung Al-Quran', mengandung banyak hikmah tentang keesaan Allah, hari kebangkitan, serta kisah-kisah para nabi sebagai pelajaran. Sementara itu, Tahlil adalah rangkaian zikir yang terdiri dari istighfar, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan selawat, yang bertujuan untuk mengingat keagungan Allah SWT dan memohon ampunan-Nya. Kombinasi keduanya menjadi sebuah paket spiritual yang kuat, baik untuk yang membaca maupun untuk yang didoakan.

Bacaan Lengkap Surat Yasin (Ayat 1-83)

Surat Yasin adalah surat ke-36 dalam Al-Quran yang terdiri dari 83 ayat. Surat ini diturunkan di Mekkah (Makkiyah) dan memiliki banyak keutamaan. Berikut adalah bacaan lengkapnya.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm.

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang."

يٰسۤ ۚ (١)

1. Yā Sīn.

"Yā Sīn."

وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ (٢)

2. Wal-qur'ānil-ḥakīm.

"Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah,"

اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ (٣)

3. Innaka laminal-mursalīn.

"sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,"

عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ (٤)

4. ‘Alā ṣirāṭim mustaqīm.

"(yang berada) di atas jalan yang lurus,"

تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ (٥)

5. Tanzīlal-‘azīzir-raḥīm.

"(sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang,"

لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ (٦)

6. Litunżira qaumam mā unżira ābā'uhum fahum gāfilūn.

"agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai."

لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ (٧)

7. Laqad ḥaqqal-qaulu ‘alā akṡarihim fahum lā yu'minūn.

"Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman."

اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ (٨)

8. Innā ja‘alnā fī a‘nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fahum muqmaḥūn.

"Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah."

وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ (٩)

9. Wa ja‘alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fahum lā yubṣirūn.

"Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat."

وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ (١٠)

10. Wa sawā'un ‘alaihim a'anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn.

"Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga."

اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ (١١)

11. Innamā tunżiru manittaba‘aż-żikra wa khasyiyar-raḥmāna bil-gaīb, fa basysyirhu bimagfiratiw wa ajrin karīm.

"Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia."

اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ (١٢)

12. Innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamū wa āṡārahum, wa kulla syai'in aḥṣaināhu fī imāmim mubīn.

"Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang jelas (Lauh Mahfuzh)."

Tadabbur Ayat 1-12: Peringatan dan Kedudukan Al-Quran

Bagian awal Surat Yasin ini menegaskan status Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang membawa kebenaran di atas jalan yang lurus. Al-Quran diperkenalkan sebagai kitab yang penuh hikmah, diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Tujuan utamanya adalah sebagai peringatan bagi umat manusia yang telah lama berada dalam kelalaian. Namun, ayat-ayat ini juga menggambarkan kondisi orang-orang yang hatinya telah tertutup dari kebenaran. Mereka diibaratkan seperti orang yang terbelenggu dan terhalang pandangannya, sehingga peringatan apapun tidak akan berpengaruh bagi mereka. Sebaliknya, peringatan hanya akan bermanfaat bagi mereka yang mau mengikuti Al-Quran (Az-Zikr) dan memiliki rasa takut (khasyah) kepada Allah meskipun tidak melihat-Nya. Ayat ke-12 menjadi penutup yang kuat, menegaskan kekuasaan Allah untuk membangkitkan yang mati dan mencatat setiap amal perbuatan manusia, sekecil apapun, dalam sebuah kitab yang nyata.

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ (١٣)

13. Waḍrib lahum maṡalan aṣḥābal-qaryah, iż jā'ahal-mursalūn.

"Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka;"

اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ (١٤)

14. Iż arsalnā ilaihimuṡnaini fa każżabūhumā fa ‘azzaznā biṡāliṡin fa qālū innā ilaikum mursalūn.

"(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”

قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ (١٥)

15. Qālū mā antum illā basyarum miṡlunā wa mā anzalar-raḥmānu min syai'in in antum illā takżibūn.

"Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini tidak lain hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu hanyalah pendusta belaka.”

قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ (١٦)

16. Qālū rabbunā ya‘lamu innā ilaikum lamursalūn.

"Mereka (para utusan) berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa kami benar-benar utusan(-Nya) kepadamu."

وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ (١٧)

17. Wa mā ‘alainā illal-balāgul-mubīn.

"Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”

قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ (١٨)

18. Qālū innā taṭayyarnā bikum, la'il lam tantahū lanarjumannakum wa layamassannakum minnā ‘ażābun alīm.

"Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.”

قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ (١٩)

19. Qālū ṭā'irukum ma‘akum, a'in żukkirtum, bal antum qaumum musrifūn.

"Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”

وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ (٢٠)

20. Wa jā'a min aqṣal-madīnati rajuluy yas‘ā qāla yā qaumittabi‘ul-mursalīn.

"Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, “Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu."

اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ (٢١)

21. Ittabi‘ū mal lā yas'alukum ajraw wa hum muhtadūn.

"Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ (٢٢)

22. Wa mā liya lā a‘budul-lażī faṭaranī wa ilaihi turja‘ūn.

"Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan."

ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ (٢٣)

23. A'attakhiżu min dūnihī ālihatan iy yuridnir-raḥmānu biḍurril lā tugni ‘annī syafā‘atuhum syai'aw wa lā yunqiżūn.

"Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, niscaya pertolongan mereka tidak akan berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak akan dapat menyelamatkanku."

اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ (٢٤)

24. Innī iżal lafī ḍalālim mubīn.

"Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata."

اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ (٢٥)

25. Innī āmantu birabbikum fasma‘ūn.

"Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.”

قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَۗ قَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ (٢٦)

26. Qīladkhulil-jannah, qāla yā laita qaumī ya‘lamūn.

"Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,"

بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ (٢٧)

27. Bimā gafara lī rabbī wa ja‘alanī minal-mukramīn.

"apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampunan kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.”

Tadabbur Ayat 13-27: Kisah Penduduk Negeri dan Pejuang Tauhid

Allah SWT menyajikan sebuah perumpamaan yang kuat tentang penduduk sebuah negeri (Ashabul Qaryah) yang menolak dakwah para utusan. Meskipun telah dikirim tiga rasul, mereka tetap mendustakan dan bahkan mengancam para utusan tersebut. Argumen mereka dangkal, hanya karena para utusan itu adalah manusia biasa. Kisah ini mencapai puncaknya dengan kedatangan seorang lelaki dari ujung kota, yang namanya sering disebut dalam tafsir sebagai Habib An-Najjar. Ia datang dengan bergegas, tidak untuk kepentingan duniawi, melainkan untuk membela kebenaran. Logika dakwahnya sangat jernih: mengajak kaumnya untuk mengikuti para utusan yang tidak meminta imbalan dan berada di jalan petunjuk, serta mempertanyakan alasan untuk tidak menyembah Allah, Sang Pencipta. Bahkan setelah ia dibunuh oleh kaumnya karena keimanannya, ia tetap menunjukkan kasih sayang dengan berharap kaumnya mengetahui nikmat surga yang ia peroleh, agar mereka pun turut beriman. Kisah ini adalah pelajaran abadi tentang keteguhan iman, keberanian dalam menyampaikan kebenaran, dan keagungan akhlak seorang mukmin.

وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ (٢٨)

28. Wa mā anzalnā ‘alā qaumihī mim ba‘dihī min jundim minas-samā'i wa mā kunnā munzilīn.

"Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya."

اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خٰمِدُوْنَ (٢٩)

29. In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum khāmidūn.

"Hukuman mereka itu tidak lain hanyalah satu teriakan saja; maka seketika itu mereka mati."

يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ (٣٠)

30. Yā ḥasratan ‘alal-‘ibād, mā ya'tīhim mir rasūlin illā kānū bihī yastahzi'ūn.

"Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tidak ada seorang rasul pun yang datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya."

اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ (٣١)

31. Alam yarau kam ahlaknā qablahum minal-qurūni annahum ilaihim lā yarji‘ūn.

"Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, (mereka) tidak kembali kepada mereka (di dunia)."

وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ (٣٢)

32. Wa in kullul lammā jamī‘ul ladainā muḥḍarūn.

"Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami."

Tadabbur Ayat 28-32: Azab dan Penyesalan

Bagian ini menjelaskan betapa mudahnya bagi Allah untuk membinasakan suatu kaum yang ingkar. Allah tidak perlu menurunkan pasukan malaikat dari langit; cukup dengan satu teriakan (pekikan) yang dahsyat, seluruh penduduk negeri itu musnah tak bersisa. Ini menunjukkan betapa hinanya mereka di hadapan kekuasaan Allah. Ayat selanjutnya mengungkapkan "penyesalan" atas sikap hamba-hamba yang selalu mendustakan dan memperolok utusan yang datang kepada mereka. Ini adalah peringatan bagi kita untuk tidak mengulangi kesalahan umat-umat terdahulu. Allah mengingatkan bahwa kehancuran mereka adalah pelajaran, dan pada akhirnya, semua manusia tanpa terkecuali akan dikumpulkan di hadapan Allah untuk dimintai pertanggungjawaban.

وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُ оживим وَّاَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ (٣٣)

33. Wa āyatul lahumul-arḍul-maitah, aḥyaināhā wa akhrajnā min-hā ḥabban fa minhu ya'kulūn.

"Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan."

وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِۙ (٣٤)

34. Wa ja‘alnā fīhā jannātim min nakhīliw wa a‘nābiw wa fajjarnā fīhā minal-‘uyūn.

"Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,"

لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ (٣٥)

35. Liya'kulū min ṡamarihī wa mā ‘amilathu aidīhim, afalā yasykurūn.

"agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?"

سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ (٣٦)

36. Subḥānal-lażī khalaqal-azwāja kullahā mimmā tumbitul-arḍu wa min anfusihim wa mimmā lā ya‘lamūn.

"Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui."

Tadabbur Ayat 33-36: Tanda-tanda Kekuasaan di Bumi

Setelah membahas kehancuran orang-orang kafir, Al-Quran mengalihkan perhatian kita pada tanda-tanda (ayat) kekuasaan Allah yang terhampar di alam semesta. Dimulai dari bumi yang mati dan tandus, Allah dengan kuasa-Nya menghidupkannya kembali dengan air hujan, menumbuhkan biji-bijian, kebun kurma, dan anggur, serta memancarkan mata air. Semua ini adalah bukti nyata kemampuan Allah untuk membangkitkan yang mati. Manusia menikmati hasil dari semua itu, baik yang tumbuh secara alami maupun yang diolah oleh tangan mereka. Ayat ini ditutup dengan sebuah pertanyaan retoris yang menggugah: "Maka mengapa mereka tidak bersyukur?" Selanjutnya, Allah menegaskan kesempurnaan ciptaan-Nya dengan konsep "berpasang-pasangan" yang berlaku untuk segala sesuatu, baik tumbuhan, manusia (laki-laki dan perempuan), maupun makhluk lain yang bahkan tidak kita ketahui. Ini menunjukkan keteraturan dan keseimbangan yang luar biasa dalam ciptaan-Nya.

وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُ ۖنَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ (٣٧)

37. Wa āyatul lahumul-lailu naslakhu min-hun-nahāra fa'iżā hum muẓlimūn.

"Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,"

وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَاۗ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ (٣٨)

38. Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīm.

"dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui."

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ (٣٩)

39. Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā ‘āda kal-‘urjūnil-qadīm.

"Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua."

لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِۗ وَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ (٤٠)

40. Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār, wa kullun fī falakiy yasbaḥūn.

"Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."

Tadabbur Ayat 37-40: Tanda-tanda Kekuasaan di Langit

Dari bumi, pandangan kita diarahkan ke langit. Pergantian malam dan siang digambarkan dengan indah sebagai proses "menanggalkan" siang dari malam, menyisakan kegelapan. Matahari dan bulan, dua benda langit yang paling berpengaruh bagi kehidupan di bumi, bergerak dengan presisi yang luar biasa. Matahari berjalan pada orbitnya, sebuah ketetapan dari Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Bulan juga memiliki fase-fase (manazil) yang telah ditentukan, dari bulan sabit baru hingga purnama, lalu kembali mengecil seperti tandan kurma yang kering dan melengkung. Ayat 40 menegaskan keteraturan kosmik yang sempurna: matahari dan bulan tidak akan pernah bertabrakan, malam tidak akan mendahului siang. Semuanya "berenang" (yasbahun) di garis edarnya masing-masing. Ini adalah bukti tak terbantahkan akan adanya Sang Maha Pengatur.

وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِۙ (٤١)

41. Wa āyatul lahum annā ḥamalnā żurriyyatahum fil-fulkil-masyḥūn.

"Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan,"

وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ (٤٢)

42. Wa khalaqnā lahum mim miṡlihī mā yarkabūn.

"dan Kami ciptakan untuk mereka dari jenis itu apa yang mereka kendarai."

وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُوْنَۙ (٤٣)

43. Wa in nasya' nugriq-hum fa lā ṣarīkha lahum wa lā hum yunqażūn.

"Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka, maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan,"

اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ (٤٤)

44. Illā raḥmatam minnā wa matā‘an ilā ḥīn.

"melainkan (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu."

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ (٤٥)

45. Wa iżā qīla lahumuttaqū mā baina aidīkum wa mā khalfakum la‘allakum turḥamūn.

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (di akhirat) agar kamu mendapat rahmat.”

وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ (٤٦)

46. Wa mā ta'tīhim min āyatim min āyāti rabbihim illā kānū ‘an-hā mu‘riḍīn.

"Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya."

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ قَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓ ۖاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ (٤٧)

47. Wa iżā qīla lahum anfiqū mimmā razaqakumullāhu qālal-lażīna kafarū lil-lażīna āmanū anuṭ‘imu mal lau yasyā'ullāhu aṭ‘amahū in antum illā fī ḍalālim mubīn.

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (٤٨)

48. Wa yaqūlūna matā hāżal-wa‘du in kuntum ṣādiqīn.

"Dan mereka berkata, “Kapankah janji (hari berbangkit) itu (akan datang), jika kamu orang yang benar?”

مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ (٤٩)

49. Mā yanẓurūna illā ṣaiḥataw wāḥidatan ta'khużuhum wa hum yakhiṣṣimūn.

"Mereka hanya menunggu satu teriakan, yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar."

فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَ (٥٠)

50. Fa lā yastaṭī‘ūna tauṣiyataw wa lā ilā ahlihim yarji‘ūn.

"Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya."

Tadabbur Ayat 41-50: Rahmat di Lautan dan Kesombongan Manusia

Tanda kebesaran Allah berlanjut ke lautan. Allah mengingatkan manusia akan nikmat kapal (yang pertama kali dicontohkan oleh Nabi Nuh AS) dan berbagai kendaraan lain yang memungkinkan mereka bepergian dan mengangkut barang. Namun, di balik nikmat ini, ada peringatan: jika Allah berkehendak, Dia bisa menenggelamkan mereka semua, dan tidak akan ada yang bisa menolong. Keselamatan mereka semata-mata karena rahmat Allah. Sayangnya, meski dikelilingi oleh begitu banyak tanda kekuasaan dan peringatan, banyak manusia yang tetap berpaling. Ketika diajak bertakwa, mereka abai. Ketika diajak berinfak, mereka menjawab dengan sombong dan logika yang keliru, seolah-olah menantang kehendak Allah. Puncak kesombongan mereka adalah ketika mereka mempertanyakan kapan datangnya hari kiamat. Allah menjawab bahwa kiamat akan datang secara tiba-tiba melalui satu tiupan sangkakala yang mematikan, yang akan menyergap mereka di tengah kesibukan duniawi, tanpa memberi kesempatan untuk berwasiat atau kembali ke keluarga.

وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ (٥١)

51. Wa nufikha fiṣ-ṣūri fa'iżā hum minal-ajdāṡi ilā rabbihim yansilūn.

"Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya."

قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَا ەۗهٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ (٥٢)

52. Qālū yā wailanā mam ba‘aṡanā mim marqadinā, hāżā mā wa‘adar-raḥmānu wa ṣadaqal-mursalūn.

"Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya)."

اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ (٥٣)

53. In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum jamī‘ul ladainā muḥḍarūn.

"Teriakan itu hanyalah sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami (untuk dihisab)."

فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ (٥٤)

54. Fal-yauma lā tuẓlamu nafsun syai'aw wa lā tujzauna illā mā kuntum ta‘malūn.

"Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan."

Tadabbur Ayat 51-54: Hari Kebangkitan yang Nyata

Setelah tiupan sangkakala pertama yang mematikan, datanglah tiupan kedua yang membangkitkan. Manusia digambarkan keluar dari kubur mereka dengan cepat menuju Tuhan mereka. Dalam keadaan kaget dan panik, orang-orang kafir menjerit, "Celakalah kami!" Mereka baru menyadari bahwa apa yang mereka anggap sebagai "tidur" di dalam kubur telah berakhir. Saat itulah mereka (atau para malaikat) mengakui, "Inilah yang dijanjikan oleh Ar-Rahman, dan benarlah para rasul." Janji yang dulu mereka olok-olok kini menjadi kenyataan di depan mata. Proses pengumpulan ini pun terjadi begitu cepat, hanya dengan satu teriakan (perintah), semua makhluk telah berkumpul di hadapan Allah. Di hari itu, keadilan mutlak ditegakkan. Tidak ada satu jiwa pun yang akan dizalimi, dan setiap orang akan menerima balasan yang setimpal dengan amal perbuatannya di dunia.

اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ ۚ (٥٥)

55. Inna aṣḥābal-jannatil-yauma fī syugulin fākihūn.

"Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)."

هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِـُٔوْنَ ۚ (٥٦)

56. Hum wa azwājuhum fī ẓilālin ‘alal-arā'iki muttaki'ūn.

"Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan."

لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ ۚ (٥٧)

57. Lahum fīhā fākihatuw wa lahum mā yadda‘ūn.

"Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan."

سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ (٥٨)

58. Salāmun qaulam mir rabbir raḥīm.

"(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang."

وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ (٥٩)

59. Wamtāzul-yauma ayyuhal-mujrimūn.

"Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa!"

اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ (٦٠)

60. Alam a‘had ilaikum yā banī ādama al lā ta‘budusy-syaiṭān, innahụ lakum ‘aduwwum mubīn.

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,"

وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ (٦١)

61. Wa ani‘budūnī, hāżā ṣirāṭum mustaqīm.

"dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus."

وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًاۗ اَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ (٦٢)

62. Wa laqad aḍalla minkum jibillan kaṡīrā, afalam takūnū ta‘qilūn.

"Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti?"

هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ (٦٣)

63. Hāżihī jahannamul-latī kuntum tū‘adūn.

"Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu."

اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ (٦٤)

64. Iṣlauhal-yauma bimā kuntum takfurūn.

"Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya."

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ (٦٥)

65. Al-yauma nakhtimu ‘alā afwāhihim wa tukallimunā aidīhim wa tasyhadu arjuluhum bimā kānū yaksibūn.

"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan."

وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ (٦٦)

66. Wa lau nasyā'u laṭamasnā ‘alā a‘yunihim fastabaquṣ-ṣirāṭa fa annā yubṣirūn.

"Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?"

وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ (٦٧)

67. Wa lau nasyā'u lamasakhnāhum ‘alā makānatihim famastaṭā‘ū muḍiyyaw wa lā yarji‘ūn.

"Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali."

وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ (٦٨)

68. Wa man nu‘ammirhu nunakkishu fil-khalq, afalā ya‘qilūn.

"Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?"

وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌۙ (٦٩)

69. Wa mā ‘allamnāhusy-syi‘ra wa mā yambagī lah, in huwa illā żikruw wa qur'ānum mubīn.

"Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan,"

لِّيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ (٧٠)

70. Liyunżira man kāna ḥayyaw wa yaḥiqqal-qaulu ‘alal-kāfirīn.

"agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir."

Tadabbur Ayat 55-70: Kontras Kehidupan Akhirat

Setelah gambaran hari pengadilan, ayat-ayat ini melukiskan kontras yang tajam antara nasib penghuni surga dan penghuni neraka. Penghuni surga digambarkan dalam kenikmatan puncak: bersenang-senang, teduh, bersandar di dipan bersama pasangan, mendapatkan segala buah-buahan dan apapun yang mereka inginkan. Puncak kenikmatan adalah ucapan "Salam" langsung dari Allah, Tuhan Yang Maha Penyayang. Sebaliknya, para pendosa diperintahkan untuk memisahkan diri. Mereka dicela karena telah melanggar perjanjian primordial untuk tidak menyembah setan, musuh yang nyata, dan diperintahkan untuk menyembah Allah di jalan yang lurus. Mereka diperlihatkan neraka Jahanam yang telah dijanjikan. Di hari itu, mulut mereka dikunci, dan anggota tubuh mereka—tangan dan kaki—yang akan bersaksi atas perbuatan mereka. Ayat-ayat berikutnya mengingatkan kembali akan kekuasaan Allah di dunia, bahwa Dia bisa saja mencabut penglihatan atau mengubah wujud mereka jika Dia mau. Kemudian, sebuah perenungan tentang siklus kehidupan: manusia yang dipanjangkan umurnya akan kembali menjadi lemah, sebuah tanda bagi orang yang berpikir. Terakhir, Allah membantah tuduhan kaum kafir bahwa Al-Quran adalah syair, dengan menegaskan bahwa Al-Quran adalah peringatan dan kitab yang jelas untuk orang-orang yang hatinya hidup.

اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ (٧١)

71. Awalam yarau annā khalaqnā lahum mimmā ‘amilat aidīnā an‘āman fahum lahā mālikūn.

"Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?"

وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ (٧٢)

72. Wa żalalnāhā lahum fa min-hā rakūbuhum wa min-hā ya'kulūn.

"Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian (lagi) untuk mereka makan."

وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ (٧٣)

73. Wa lahum fīhā manāfi‘u wa masyārib, afalā yasykurūn.

"Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?"

وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ (٧٤)

74. Wattakhażū min dūnillāhi ālihatal la‘allahum yunṣarūn.

"Dan mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan."

لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ (٧٥)

75. Lā yastaṭī‘ūna naṣrahum wa hum lahum jundum muḥḍarūn.

"(Sesembahan) itu tidak dapat menolong mereka; padahal mereka itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga (sesembahan) itu."

فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْۘ اِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ (٧٦)

76. Falā yaḥzunka qauluhum, innā na‘lamu mā yusirrūna wa mā yu‘linūn.

"Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan."

اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ (٧٧)

77. Awalam yaral-insānu annā khalaqnāhu min nuṭfatin fa'iżā huwa khaṣīmum mubīn.

"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata."

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ (٧٨)

78. Wa ḍaraba lanā maṡalaw wa nasiya khalqah, qāla may yuḥyil-‘iẓāma wa hiya ramīm.

"Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa akan kejadiannya; ia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”

قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍۗ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌۙ (٧٩)

79. Qul yuḥyīhal-lażī ansya'ahā awwala marrah, wa huwa bikulli khalqin ‘alīm.

"Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."

ۨالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ (٨٠)

80. Allażī ja‘ala lakum minasy-syajaril-akhḍari nāran fa'iżā antum minhu tūqidūn.

"Yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”

اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ (٨١)

81. Awalaisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin ‘alā ay yakhluqa miṡlahum, balā wa huwal-khallāqul-‘alīm.

"Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur)? Benar. Dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui."

اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ (٨٢)

82. Innamā amruhū iżā arāda syai'an ay yaqūla lahụ kun fa yakūn.

"Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu."

فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ (٨٣)

83. Fa subḥānal-lażī biyadihī malakūtu kulli syai'iw wa ilaihi turja‘ūn.

"Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

Tadabbur Ayat 71-83: Argumen Penutup tentang Kekuasaan Mutlak Allah

Bagian akhir Surat Yasin kembali menyajikan bukti-bukti kekuasaan Allah yang seringkali dilupakan manusia. Allah mengingatkan nikmat hewan ternak yang Dia ciptakan dan tundukkan untuk manusia, sebagai tunggangan, makanan, dan sumber berbagai manfaat lainnya. Namun, lagi-lagi manusia tidak bersyukur. Bahkan, mereka mengambil tuhan-tuhan selain Allah yang sama sekali tidak mampu menolong mereka. Kemudian, Allah menghibur Nabi Muhammad SAW agar tidak bersedih atas ucapan mereka, karena Allah mengetahui segalanya. Ayat-ayat selanjutnya menyajikan argumen pamungkas untuk hari kebangkitan. Manusia diingatkan tentang asal-usulnya yang hina dari setetes mani, namun ia menjadi penantang yang nyata. Ia lupa pada penciptaannya dan dengan sombong bertanya, "Siapa yang bisa menghidupkan tulang yang telah hancur?" Allah menjawab dengan telak: "Dia yang menciptakannya pertama kali." Allah memberikan analogi dari alam: Dia yang bisa mengeluarkan api (energi panas) dari kayu yang hijau (mengandung air), tentu lebih mampu lagi menghidupkan yang mati. Logika puncaknya adalah: Dia yang menciptakan langit dan bumi yang begitu besar, pastilah mampu menciptakan kembali manusia. Perintah-Nya hanyalah "Kun" (Jadilah!), maka terjadilah. Surat ini ditutup dengan tasbih, menyucikan Allah yang di tangan-Nya lah kekuasaan mutlak atas segala sesuatu, dan kepada-Nya kita semua akan kembali.

Rangkaian Bacaan Tahlil Lengkap

Tahlil adalah serangkaian bacaan zikir, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, ayat-ayat Al-Quran, dan doa yang dibaca untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal. Berikut adalah urutan bacaan tahlil yang umum diamalkan.

1. Pengantar Al-Fatihah (Ila Hadrotin)

اِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاٰلِهٖ وَاَزْوَاجِهٖ وَاَوْلَادِهٖ وَذُرِّيَّاتِهٖ، اَلْفَاتِحَةْ

Ilaa hadrotin-nabiyyil-musthofaa muhammadin shollalloohu 'alaihi wa sallam, wa aalihii wa azwaajihii wa aulaadihii wa dzurriyyaatih, al-faatihah.

"Untuk hadirat Nabi terpilih, Muhammad SAW, beserta keluarga, istri-istri, anak-anak, dan keturunannya. Al-Fatihah."

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ. اٰمِيْن

2. Membaca Surat Al-Ikhlas (3 kali)

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ. اَللّٰهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ

Qul huwallaahu ahad. Allaahush-shamad. Lam yalid wa lam yuulad. Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad. (3x)

"Katakanlah (Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.'"

3. Tahlil dan Takbir

لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاللّٰهُ اَكْبَرُ

Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar.

"Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar."

4. Membaca Surat Al-Falaq (1 kali)

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَ. وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِ. وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ

Qul a'uudzu birabbil-falaq. Min syarri maa khalaq. Wa min syarri ghaasiqin idzaa waqab. Wa min syarrin-naffaatsaati fil-'uqad. Wa min syarri haasidin idzaa hasad.

"Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.'"

5. Tahlil dan Takbir

لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاللّٰهُ اَكْبَرُ

Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar.

"Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar."

6. Membaca Surat An-Nas (1 kali)

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ. مَلِكِ النَّاسِ. اِلٰهِ النَّاسِ. مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ. الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِ. مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

Qul a'uudzu birabbin-naas. Malikin-naas. Ilaahin-naas. Min syarril-waswaasil-khannaas. Alladzii yuwaswisu fii shuduurin-naas. Minal-jinnati wan-naas.

"Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.'"

7. Tahlil dan Takbir

لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاللّٰهُ اَكْبَرُ

Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar.

"Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar."

8. Membaca Surat Al-Fatihah

Dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah sekali lagi.

9. Membaca Awal Surat Al-Baqarah (Ayat 1-5)

الۤمّۤ ۚ. ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ. الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ. وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ. اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Alif laam miim. Dzaalikal-kitaabu laa raiba fiih, hudal lil-muttaqiin. Alladziina yu'minuuna bil-ghaibi wa yuqiimuunash-shalaata wa mimmaa razaqnaahum yunfiquun. Walladziina yu'minuuna bimaa unzila ilaika wa maa unzila min qablik, wa bil-aakhirati hum yuuqinuun. Ulaa'ika 'alaa hudam mir rabbihim wa ulaa'ika humul-muflihuun.

10. Membaca Ayat Kursi (Al-Baqarah Ayat 255)

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌ ۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖ ۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ ۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Allaahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul-qayyuum, laa ta'khudzuhuu sinatuw wa laa nauum, lahuu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, man dzal-ladzii yasyfa'u 'indahuu illaa bi'idznih, ya'lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahum, wa laa yuhiithuuna bisyai'im min 'ilmihii illaa bimaa syaa', wasi'a kursiyyuhus-samaawaati wal-ardh, wa laa ya'uuduhuu hifzhuhumaa, wa huwal-'aliyyul-'azhiim.

11. Istighfar, Tahlil, dan Tasbih

اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ (٣×)

Astaghfirullaahal-'azhiim. (3x)

"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."

اَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ اَنَّهُ

Afdhaludz-dzikri fa'lam annahu...

لَآ اِلٰهَ اِلَّا الله

Laa ilaaha illallaah. (Dibaca 33 atau 100 kali)

لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Laa ilaaha illallaahu muhammadur rasuulullaah shollallaahu 'alaihi wa sallam.

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ (٣٣×)

Subhaanallaahi wa bihamdih, subhaanallaahil-'azhiim. (33x)

"Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung."

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ (٣×)

Allaahumma sholli 'alaa sayyidinaa muhammad, wa 'alaa aali sayyidinaa muhammad. (3x)

12. Doa Tahlil

Setelah selesai berzikir, rangkaian ditutup dengan doa tahlil. Doa ini berisi permohonan agar pahala dari bacaan yang telah dilantunkan disampaikan kepada arwah yang dituju.

اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، حَمْدًا شَاكِرِيْنَ حَمْدًا نَاعِمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.

Alhamdulillaahi rabbil-'aalamiin, hamdan syaakiriin, hamdan naa'imiin, hamdan yuwaafii ni'amahu wa yukaafi'u maziidah. Yaa rabbanaa lakal-hamdu kamaa yanbaghii li jalaali wajhikal-kariimi wa 'azhiimi sulthaanik. Allaahumma sholli wa sallim 'alaa sayyidinaa muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa muhammad.

اَللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ وَاَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ مِنَ الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَمَا هَلَّلْنَا وَمَا سَبَّحْنَا وَمَا اسْتَغْفَرْنَا وَمَا صَلَّيْنَا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً وَاصِلَةً وَرَحْمَةً نَازِلَةً وَبَرَكَةً شَامِلَةً اِلَى حَضْرَةِ حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُرَّةِ اَعْيُنِنَا سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِلَى جَمِيْعِ اِخْوَانِهٖ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْاَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، خُصُوْصًا اِلَى سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجَيْلَانِيِّ.

Allaahumma taqabbal wa aushil tsawaaba maa qara'naahu minal-qur'aanil-'azhiim, wa maa hallalnaa wa maa sabbahnaa wa mas-taghfarnaa wa maa shollainaa 'alaa sayyidinaa muhammadin shollallaahu 'alaihi wa sallam, hadiyyatan waashilatan wa rahmatan naazilatan wa barakatan syaamilatan ilaa hadhrati habiibinaa wa syafii'inaa wa qurrati a'yuninaa sayyidinaa wa maulaanaa muhammadin shollallaahu 'alaihi wa sallam, wa ilaa jamii'i ikhwaanihii minal-anbiyaa'i wal-mursaliin, wal-auliyaa'i wasy-syuhadaa'i wash-shaalihiin, wash-shahaabati wat-taabi'iin, wal-'ulamaa'il-'aamiliin, wal-mushannifiinal-mukhlishiin, wa jamii'il-mujaahidiina fii sabiilillaahi rabbil-'aalamiin, wal-malaa'ikatil-muqarrabiin, khushuushan ilaa sayyidinaasy-syaikh 'abdil-qaadiril-jailaanî.

ثُمَّ اِلَى جَمِيْعِ اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْاَرْضِ اِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا اِلَى اٰبَائِنَا وَاُمَّهَاتِنَا وَاَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَنَخُصُّ خُصُوْصًا مَنِ اجْتَمَعْنَا هٰهُنَا بِسَبَبِهٖ وَلِاَجْلِهٖ. (Sebut nama arwah yang didoakan)

Tsumma ilaa jamii'i ahlil-qubuuri minal-muslimiina wal-muslimaati wal-mu'miniina wal-mu'minaati min masyaariqil-ardhi ilaa maghaaribihaa barrihaa wa bahrihaa, khushuushan ilaa aabaa'inaa wa ummahaatinaa wa ajdaadinaa wa jaddaatinaa, wa nakhushshu khushuushan manijtama'naa haahunaa bisababihii wa li ajlih. (Sebut nama arwah)

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ. اَللّٰهُمَّ اَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلَى اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنْ اَهْلِ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ.

Allaahummaghfir lahum warhamhum wa 'aafihim wa'fu 'anhum. Allaahumma anzilir-rahmata wal-maghfirata 'alaa ahlil-qubuuri min ahli laa ilaaha illallaahu muhammadur rasuulullaah.

رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلْفَاتِحَةْ

Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanatan wa fil-aakhirati hasanatan wa qinaa 'adzaaban-naar. Subhaana rabbika rabbil-'izzati 'ammaa yashifuun, wa salaamun 'alal-mursaliin, wal-hamdu lillaahi rabbil-'aalamiin. Al-Faatihah.

Dengan demikian, selesailah rangkaian pembacaan Surat Yasin dan Tahlil. Semoga panduan lengkap dengan teks Arab, latin, dan terjemahan ini dapat mempermudah kita semua dalam mengamalkannya. Membaca dan merenungi maknanya adalah cara kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekaligus mengirimkan doa terbaik bagi mereka yang telah mendahului kita. Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua.

🏠 Kembali ke Homepage