Shalat adalah tiang agama dan merupakan ibadah paling utama bagi seorang Muslim. Dalam pelaksanaannya, kita dituntut untuk khusyuk dan menjalankannya sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. Namun, sebagai manusia biasa, kita tidak luput dari sifat lupa dan salah. Terkadang, di tengah shalat, kita bisa merasa ragu akan jumlah rakaat, lupa melakukan tasyahud awal, atau bahkan tanpa sadar menambah gerakan shalat.
Di sinilah letak keindahan dan kemudahan dalam syariat Islam. Allah SWT, dengan segala rahmat-Nya, memberikan solusi bagi kekurangan yang tidak disengaja dalam shalat kita. Solusi tersebut adalah sujud sahwi. Sujud sahwi adalah dua sujud yang dilakukan oleh seorang Muslim untuk menambal kekurangan atau kesalahan yang terjadi dalam shalatnya karena lupa.
Artikel ini akan membahas secara mendalam dan komprehensif segala hal yang berkaitan dengan sujud sahwi, mulai dari bacaan yang dianjurkan, hukum pelaksanaannya, sebab-sebab yang mengharuskannya, hingga tata cara yang benar sesuai dengan tuntunan syariat. Memahami hal ini adalah sebuah keniscayaan agar shalat kita tetap sah dan sempurna di hadapan Allah SWT, meskipun kita mengalami kelupaan.
Inti Pelaksanaan: Bacaan Sujud Sahwi
Puncak dari pelaksanaan sujud sahwi adalah bacaan yang diucapkan ketika bersujud. Meskipun bacaan sujud biasa (Subhaana robbiyal a’laa) tetap sah untuk dibaca, terdapat bacaan khusus yang dianjurkan oleh para ulama untuk sujud sahwi. Bacaan ini mengandung makna yang sangat mendalam, yaitu pengakuan atas kesempurnaan Allah yang tidak pernah lupa dan lalai, berbanding terbalik dengan sifat manusia yang lemah dan pelupa.
Berikut adalah bacaan sujud sahwi yang masyhur:
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُوSubhana man laa yanaamu wa laa yashuu.Artinya: "Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa."
Meresapi makna dari doa ini saat kita bersujud dapat meningkatkan kekhusyukan dan kesadaran kita akan keagungan Allah SWT. Di saat kita mengakui kelemahan diri karena lupa dalam shalat, kita sekaligus mengagungkan kesempurnaan-Nya. Ini adalah bentuk kerendahan hati seorang hamba di hadapan Rabb-nya. Bacaan ini diucapkan sebanyak tiga kali dalam setiap sujud sahwi, sama seperti bacaan pada sujud biasa.
Hukum Melaksanakan Sujud Sahwi
Para ulama memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai hukum melaksanakan sujud sahwi, namun mayoritas sepakat akan pentingnya pelaksanaan sujud ini. Secara umum, hukumnya berkisar antara sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) hingga wajib.
Menurut mazhab Hanafi, sujud sahwi hukumnya wajib bagi imam dan orang yang shalat sendirian (munfarid) apabila terjadi sebab yang mewajibkannya, seperti meninggalkan salah satu wajib shalat atau ragu dalam pelaksanaannya. Jika sengaja ditinggalkan, maka shalatnya perlu diulang.
Sementara itu, menurut mazhab Syafi'i dan Maliki, hukum sujud sahwi adalah sunnah muakkadah. Artinya, sangat dianjurkan untuk dilakukan demi menyempurnakan shalat. Jika seseorang lupa mengerjakannya, shalatnya tetap dianggap sah, meskipun kesempurnaannya berkurang. Namun, meninggalkannya dengan sengaja dianggap sebagai perbuatan yang makruh (dibenci).
Terlepas dari perbedaan pendapat ini, hikmah yang terkandung di dalamnya sangat besar. Sujud sahwi adalah bentuk pertanggungjawaban kita atas ibadah yang kita lakukan, sebuah upaya untuk mempersembahkan shalat yang terbaik di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, melaksanakannya ketika ada sebab yang mengharuskan adalah sikap yang paling utama dan lebih menenangkan hati.
Sebab-Sebab Dilaksanakannya Sujud Sahwi
Kapan kita harus melakukan sujud sahwi? Para ulama telah merangkum sebab-sebab yang mengharuskan atau menganjurkan dilaksanakannya sujud sahwi ke dalam tiga kategori utama: Az-Ziyadah (penambahan), An-Naqs (pengurangan), dan Asy-Syakk (keraguan). Memahami ketiga hal ini adalah kunci untuk mengetahui kapan sujud sahwi diperlukan.
1. Az-Ziyadah (Penambahan dalam Shalat)
Az-Ziyadah berarti melakukan penambahan gerakan atau rakaat dalam shalat secara tidak sengaja. Penambahan ini bisa berupa penambahan rukun fi'li (gerakan) seperti ruku', sujud, atau bahkan menambah jumlah rakaat.
Contoh Kasus Penambahan:
- Menambah Rakaat: Seseorang shalat Dzuhur, namun karena lupa, ia bangkit untuk rakaat kelima. Jika ia baru teringat setelah berdiri sempurna, ia harus segera duduk kembali untuk tasyahud akhir (jika belum) dan kemudian melakukan sujud sahwi setelah salam. Jika ia teringat saat sedang bangkit (belum berdiri sempurna), ia harus segera duduk dan melanjutkan tasyahud akhir tanpa perlu sujud sahwi, menurut sebagian pendapat. Namun, untuk kehati-hatian, sujud sahwi tetap dianjurkan.
- Menambah Ruku' atau Sujud: Seseorang melakukan ruku' dua kali dalam satu rakaat karena lupa. Setelah menyadari kesalahannya, ia harus melanjutkan shalatnya hingga selesai, kemudian melakukan sujud sahwi setelah salam. Hal yang sama berlaku jika ia menambah sujud menjadi tiga kali dalam satu rakaat.
- Salam Sebelum Shalat Selesai: Ini termasuk dalam kategori penambahan jika setelah salam ia teringat dan kemudian menyempurnakan shalatnya. Contohnya, seseorang shalat Isya, tetapi ia salam pada rakaat kedua karena mengira sudah selesai. Kemudian, ia diingatkan atau teringat bahwa shalatnya kurang. Maka, ia harus segera berdiri untuk menyempurnakan dua rakaat sisanya, lalu tasyahud akhir, dan diakhiri dengan sujud sahwi setelah salam. Penambahan di sini adalah ucapan salam di tengah shalat.
Prinsipnya, jika penambahan terjadi karena lupa, shalat tidak batal. Namun, kekurangan tersebut ditambal dengan sujud sahwi. Menurut banyak ulama, sujud sahwi untuk kasus penambahan (Az-Ziyadah) lebih utama dilakukan setelah salam.
2. An-Naqs (Pengurangan dalam Shalat)
An-Naqs berarti meninggalkan salah satu bagian dari shalat, baik itu rukun maupun wajib shalat. Perlakuan terhadap kekurangan ini berbeda tergantung pada apa yang ditinggalkan.
A. Meninggalkan Rukun Shalat
Rukun adalah tiang penyangga shalat. Jika salah satu rukun ditinggalkan, shalat menjadi tidak sah. Contoh rukun adalah takbiratul ihram, berdiri bagi yang mampu, membaca Al-Fatihah, ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tasyahud akhir. Jika seseorang lupa melakukan salah satu rukun, maka ada beberapa skenario:
- Jika Teringat Sebelum Masuk ke Rukun yang Sama di Rakaat Berikutnya: Ia harus segera kembali ke rukun yang tertinggal dan menyempurnakannya beserta rukun-rukun setelahnya. Contoh: Seseorang di rakaat kedua lupa ruku', ia langsung sujud. Ketika sedang sujud atau setelahnya, ia teringat belum ruku'. Maka, ia harus segera berdiri kembali untuk melakukan ruku', lalu i'tidal, kemudian sujud lagi, dan melanjutkan shalatnya. Di akhir shalat, ia melakukan sujud sahwi.
- Jika Teringat Setelah Masuk ke Rukun yang Sama di Rakaat Berikutnya: Maka rakaat yang di dalamnya terdapat rukun yang tertinggal dianggap batal (tidak dihitung). Rakaat yang sedang ia kerjakan saat ini menjadi pengganti rakaat yang batal tersebut. Contoh: Seseorang lupa melakukan sujud kedua di rakaat pertama. Ia terus melanjutkan shalat hingga ia melakukan sujud di rakaat kedua. Saat ia sujud di rakaat kedua, ia teringat bahwa sujud di rakaat pertama kurang satu. Maka, rakaat pertamanya dianggap tidak sah, dan rakaat kedua yang sedang ia kerjakan kini dihitung sebagai rakaat pertama. Ia harus menambah satu rakaat di akhir shalatnya, lalu melakukan sujud sahwi sebelum salam.
B. Meninggalkan Wajib Shalat
Wajib shalat adalah amalan-amalan yang jika ditinggalkan dengan sengaja dapat membatalkan shalat, namun jika ditinggalkan karena lupa, tidak membatalkan shalat dan dapat diganti dengan sujud sahwi. Contoh wajib shalat adalah tasyahud awal dan duduk untuk tasyahud awal. Berbeda dengan rukun, jika seseorang lupa melakukan wajib shalat dan sudah terlanjur masuk ke rukun berikutnya, ia tidak boleh kembali.
- Contoh Kasus Meninggalkan Tasyahud Awal: Seseorang shalat Maghrib. Setelah sujud kedua di rakaat kedua, ia lupa duduk tasyahud awal dan langsung berdiri untuk rakaat ketiga.
- Jika ia teringat sebelum berdiri sempurna (masih dalam posisi transisi), ia dianjurkan untuk segera duduk kembali untuk tasyahud awal dan melanjutkan shalat. Dalam kasus ini, tidak perlu sujud sahwi menurut sebagian ulama, namun ada juga yang tetap menganjurkannya.
- Jika ia teringat setelah berdiri tegak sempurna untuk rakaat ketiga, maka ia tidak boleh kembali duduk. Ia harus melanjutkan shalatnya hingga selesai, dan sebelum salam, ia wajib melakukan sujud sahwi. Jika ia nekat kembali duduk padahal sudah berdiri sempurna, shalatnya bisa batal karena ia kembali dari rukun (berdiri) ke sunnah/wajib (duduk tasyahud awal).
Menurut banyak ulama, sujud sahwi untuk kasus pengurangan (An-Naqs) lebih utama dilakukan sebelum salam.
3. Asy-Syakk (Keraguan dalam Shalat)
Asy-Syakk adalah kondisi ragu-ragu mengenai jumlah rakaat yang telah dikerjakan. Misalnya, ragu apakah sudah tiga atau empat rakaat. Keraguan dalam shalat adalah bisikan dari setan untuk merusak konsentrasi. Syariat memberikan solusi yang sangat logis untuk mengatasi hal ini.
Aturan dasarnya adalah: "Bangunlah di atas keyakinan (jumlah yang paling sedikit) dan buang keraguan."
Skenario Keraguan dan Solusinya:
- Ragu Antara Dua atau Tiga Rakaat: Seseorang sedang shalat Dzuhur dan ragu, "Apakah ini rakaat kedua atau ketiga?". Maka, ia harus mengambil jumlah yang paling sedikit dan paling ia yakini, yaitu dua rakaat. Kemudian, ia melanjutkan shalatnya dengan menganggap saat itu adalah rakaat kedua, lalu menambah dua rakaat lagi untuk menggenapinya menjadi empat. Sebelum salam, ia melakukan sujud sahwi.
- Ragu Antara Tiga atau Empat Rakaat: Sama seperti kasus sebelumnya, ia harus meyakini jumlah yang paling sedikit, yaitu tiga rakaat. Ia kemudian menambah satu rakaat lagi untuk melengkapinya menjadi empat, lalu melakukan sujud sahwi sebelum salam.
- Jika Ragu dan Bisa Menentukan Mana yang Lebih Kuat (Dzon): Ada kondisi di mana seseorang ragu, namun ia memiliki kecenderungan kuat (ghalabatuz zann) pada salah satu pilihan. Misalnya, ia ragu antara tiga atau empat rakaat, tetapi ia 80% yakin sudah mengerjakan empat rakaat. Dalam situasi ini, menurut sebagian ulama (seperti mazhab Maliki dan Hanbali), ia boleh mengambil keyakinan yang lebih kuat tersebut. Ia menganggap shalatnya sudah empat rakaat, lalu tasyahud akhir, dan melakukan sujud sahwi setelah salam.
- Ragu Setelah Selesai Shalat: Jika keraguan muncul setelah selesai shalat (setelah salam), maka keraguan tersebut tidak perlu dianggap. Shalatnya dianggap sah, selama ia tidak yakin seyakin-yakinnya bahwa ada kekurangan. Ini untuk menutup pintu was-was.
Sujud sahwi dalam kasus keraguan ini berfungsi untuk "menghinakan" setan yang telah mengganggu kekhusyukan shalat dan untuk menyempurnakan ibadah yang mungkin kurang.
Tata Cara Pelaksanaan Sujud Sahwi yang Benar
Setelah mengetahui sebab-sebabnya, penting untuk memahami bagaimana cara melaksanakan sujud sahwi. Terdapat dua waktu utama pelaksanaannya: sebelum salam atau setelah salam. Keduanya memiliki dalil dan dianjurkan dalam kondisi yang berbeda-beda, meskipun para ulama memiliki rincian yang beragam.
1. Tata Cara Sujud Sahwi Sebelum Salam
Cara ini umumnya dianjurkan untuk kasus kekurangan (An-Naqs) atau keraguan (Asy-Syakk) yang solusinya dibangun di atas keyakinan jumlah terkecil.
- Setelah selesai membaca tasyahud akhir dan sebelum mengucapkan salam, seseorang langsung bertakbir (mengucapkan "Allahu Akbar") lalu sujud seperti sujud biasa dalam shalat.
- Di dalam sujud, ia membaca bacaan sujud sahwi: "Subhana man laa yanaamu wa laa yashuu" sebanyak tiga kali. Atau boleh juga membaca tasbih sujud biasa.
- Kemudian, ia bangkit dari sujud sambil bertakbir dan duduk iftirasy (duduk di antara dua sujud).
- Ia bertakbir lagi lalu melakukan sujud yang kedua, dengan membaca bacaan yang sama.
- Setelah sujud kedua, ia bangkit sambil bertakbir dan duduk tawarruk (posisi duduk tasyahud akhir).
- Tanpa membaca tasyahud lagi, ia langsung mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri untuk mengakhiri shalat.
2. Tata Cara Sujud Sahwi Setelah Salam
Cara ini umumnya dianjurkan untuk kasus penambahan (Az-Ziyadah) atau keraguan yang solusinya dibangun di atas keyakinan yang lebih kuat (ghalabatuz zann).
- Seseorang menyelesaikan shalatnya secara normal hingga mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
- Setelah salam, dalam kondisi masih duduk dan belum banyak bergerak atau berbicara, ia bertakbir ("Allahu Akbar") lalu langsung bersujud.
- Di dalam sujud, ia membaca bacaan sujud sahwi sebanyak tiga kali.
- Ia bangkit dari sujud sambil bertakbir dan duduk iftirasy.
- Ia bertakbir lagi lalu melakukan sujud yang kedua dengan bacaan yang sama.
- Setelah sujud kedua, ia bangkit sambil bertakbir dan duduk.
- Terakhir, ia mengucapkan salam lagi ke kanan dan ke kiri.
Bagaimana jika lupa posisi sujud sahwi? Jika seseorang bingung apakah harus melakukannya sebelum atau sesudah salam, para ulama memberikan kelonggaran. Melakukannya baik sebelum maupun sesudah salam tetap dianggap sah dan tujuan dari sujud sahwi tetap tercapai. Yang terpenting adalah melaksanakannya ketika memang diperlukan.
Hikmah dan Manfaat Sujud Sahwi
Disyariatkannya sujud sahwi bukan tanpa alasan. Di baliknya terkandung hikmah dan manfaat yang sangat besar bagi seorang hamba, baik secara spiritual maupun psikologis.
- Bentuk Rahmat dan Kemudahan dari Allah SWT: Sujud sahwi menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah. Dia tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Sifat lupa adalah fitrah manusia, dan Allah memberikan jalan keluar yang mudah untuk memperbaiki kesalahan tanpa harus mengulang seluruh shalat.
- Menyadarkan Manusia akan Sifat Lemahnya: Dengan melakukan sujud sahwi, kita secara sadar mengakui bahwa kita adalah makhluk yang lemah, pelupa, dan tidak sempurna. Pengakuan ini melahirkan sifat tawadhu' (rendah hati) dan menjauhkan kita dari kesombongan.
- Mengagungkan Kesempurnaan Allah: Bacaan sujud sahwi adalah bentuk pengagungan kepada Allah, Dzat Yang Maha Sempurna, yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa. Ini memperkuat tauhid dan keyakinan kita kepada-Nya.
- Menambal Kekurangan dalam Ibadah: Fungsi utama sujud sahwi adalah untuk menyempurnakan shalat, menutupi celah dan kekurangan yang terjadi akibat kelalaian. Dengan begitu, kita berharap shalat kita diterima secara utuh oleh Allah SWT.
- Melawan dan Menghinakan Setan: Salah satu tujuan setan adalah merusak shalat manusia dengan menanamkan keraguan dan was-was. Ketika kita mengatasi keraguan itu dengan syariat yang diajarkan (mengambil yang yakin dan sujud sahwi), kita telah berhasil melawan godaan setan. Sujud di akhir shalat ini dianggap sebagai tindakan yang membuat setan kecewa dan terhina.
Penutup
Sujud sahwi adalah bagian tak terpisahkan dari fikih shalat yang menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam. Ia bukan sekadar gerakan tambahan, melainkan sebuah mekanisme spiritual untuk menjaga kualitas dan keabsahan shalat kita. Mempelajari dan memahami ketentuannya adalah sebuah kewajiban agar kita dapat beribadah dengan benar, tenang, dan penuh keyakinan.
Setiap kali kita lupa dalam shalat, janganlah berkecil hati atau merasa ibadah kita rusak total. Ingatlah bahwa lupa adalah sifat manusiawi, dan Allah telah menyediakan solusinya. Laksanakanlah sujud sahwi dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan, sebagai wujud ketaatan dan pengharapan kita akan ampunan serta penerimaan dari Allah SWT. Semoga shalat kita senantiasa terjaga dan diterima di sisi-Nya.