Analisis Tajwid Surat An-Nur Ayat 2
Membaca Al-Qur'an dengan tartil adalah sebuah perintah agung yang menuntut kita untuk memperhatikan setiap detail pengucapan huruf dan hukum bacaannya. Ilmu Tajwid hadir sebagai panduan untuk menyempurnakan interaksi kita dengan firman Allah SWT. Salah satu ayat yang kaya akan hukum tajwid dan memiliki makna mendalam adalah Surat An-Nur ayat ke-2. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang hukum syariat, tetapi juga menjadi sarana latihan yang luar biasa bagi para pembelajar Al-Qur'an untuk mempraktikkan berbagai kaidah tajwid.
Artikel ini akan membawa Anda dalam perjalanan mendalam untuk membedah setiap kata, bahkan setiap huruf, dalam Surat An-Nur ayat 2. Kita akan mengupas tuntas hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, mulai dari yang paling dasar seperti Mad Thabi'i hingga yang lebih kompleks seperti Mad Wajib Muttasil dan seluk-beluk Alif Lam. Tujuannya adalah agar kita tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu menerapkannya dengan fasih dan benar, sehingga bacaan kita menjadi lebih indah, lebih bermakna, dan lebih dekat dengan cara bacaan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Berikut adalah bacaan lengkap dari Surat An-Nur ayat 2 beserta transliterasi dan terjemahannya:
Transliterasi: Az-zāniyatu waz-zānī fajlidụ kulla wāḥidim min-humā mi`ata jaldah, wa lā ta`khużkum bihimā ra`fatun fī dīnillāhi ing kuntum tu`minụna billāhi wal-yaumil-ākhir, walyasyhad 'ażābahumā ṭā`ifatum minal-mu`minīn.
Terjemahan: Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.
Analisis Tajwid Kata per Kata
Untuk memahami secara menyeluruh, mari kita bedah setiap lafaz dalam ayat ini satu per satu. Analisis ini akan mencakup identifikasi hukum tajwid, penjelasan kaidah, serta cara pengucapannya yang benar.
1. Lafaz ٱلزَّانِيَةُ (Az-zāniyatu)
Lafaz pertama ini langsung menyajikan beberapa hukum tajwid penting.
- ٱل (Alif Lam Syamsiyyah): Terdapat pertemuan antara Alif Lam (ال) dengan huruf Syamsiyyah, yaitu huruf Zay (ز). Ciri utama Alif Lam Syamsiyyah adalah huruf Lam (ل) tidak dibaca atau dilebur (di-idgham-kan) ke dalam huruf berikutnya. Sebagai gantinya, huruf Syamsiyyah setelahnya dibaca dengan tasydid (bertanda ّ ). Dalam kasus ini, kita tidak membaca "Al-zaaniyah", melainkan langsung melebur Lam ke Zay menjadi "Az-zaaniyah". Huruf-huruf Syamsiyyah berjumlah 14, yaitu: ت ث د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ل ن.
- زَّا (Mad Thabi'i): Terdapat huruf Zay (ز) yang berharakat fathah, diikuti oleh Alif (ا). Kombinasi ini membentuk hukum Mad Thabi'i atau Mad Asli. Bacaannya harus dipanjangkan selama 2 harakat atau satu alif. Pengucapannya adalah "zaa", bukan "za". Panjang yang tepat sangat penting untuk menjaga keaslian bacaan Al-Qur'an.
- نِيَ (Huruf Berharakat): Huruf Nun (ن) berharakat kasrah dan Ya (ي) berharakat fathah dibaca sesuai harakatnya masing-masing dengan jelas dan sempurna, tanpa dipanjangkan.
- ةُ (Ta Marbuthah): Di akhir lafaz ini terdapat Ta Marbuthah (ة) yang berharakat dhammah. Ketika bacaan bersambung (wasal) dengan kata berikutnya, ia dibaca sebagai huruf Ta (ت) dengan harakatnya, yaitu "tu". Namun, jika kita berhenti (waqaf) pada kata ini, Ta Marbuthah akan berubah menjadi suara Ha sukun (هْ), sehingga dibaca "Az-zaaniyah".
2. Lafaz وَٱلزَّانِى (Waz-zānī)
Lafaz kedua ini memiliki kemiripan hukum dengan lafaz pertama.
- وَ (Wawu): Huruf Wawu (و) di awal berfungsi sebagai kata sambung ('athaf) yang berarti "dan". Dibaca jelas dengan harakat fathah.
- ٱل (Alif Wasl dan Alif Lam Syamsiyyah): Seperti pada lafaz sebelumnya, di sini juga terdapat Alif Lam Syamsiyyah. Alif di awal (ٱ) adalah Alif Wasl, yang tidak dibaca ketika berada di tengah kalimat. Huruf Lam (ل) kembali melebur ke huruf Zay (ز) yang bertasydid. Maka, bacaannya disambung dari Wawu menjadi "Waz-zaanii".
- زَّا (Mad Thabi'i): Hukum yang sama persis dengan lafaz sebelumnya. Huruf Zay (ز) berharakat fathah diikuti Alif (ا), dibaca panjang 2 harakat.
- نِى (Mad Thabi'i): Di sini kita menemukan bentuk lain dari Mad Thabi'i. Huruf Nun (ن) berharakat kasrah diikuti oleh Ya sukun (يْ). Kombinasi ini juga merupakan Mad Thabi'i yang wajib dibaca panjang 2 harakat. Jadi, bagian akhirnya dibaca "nii".
3. Lafaz فَٱجْلِدُوا۟ (Fajlidū)
Lafaz ini memperkenalkan kita pada salah satu hukum tajwid yang paling khas, yaitu Qalqalah.
- فَ (Fa): Huruf Fa (ف) dibaca tipis sesuai harakatnya.
- ٱجْ (Qalqalah Sughra): Terdapat Alif Wasl yang tidak dibaca saat disambung. Setelahnya, kita bertemu dengan huruf Jim (ج) yang berharakat sukun. Jim adalah salah satu dari lima huruf Qalqalah (ق ط ب ج د). Ketika salah satu dari huruf ini sukun di tengah kata, terjadilah hukum Qalqalah Sughra (pantulan kecil). Cara membacanya adalah dengan memantulkan suara huruf Jim secara ringan tanpa menambahkan vokal baru. Bunyinya seperti "aj", bukan "aje" atau "aja". Pantulannya harus cepat dan ringan.
- دُوا۟ (Mad Thabi'i): Ini adalah bentuk ketiga dari Mad Thabi'i dalam ayat ini. Huruf Dal (د) berharakat dhammah diikuti oleh Wawu sukun (و). Kombinasi ini dibaca panjang 2 harakat, menjadi "duu". Alif kecil di ujungnya (sering disebut Alif Farq) tidak dibaca dan hanya berfungsi sebagai penanda jamak.
4. Lafaz كُلَّ (Kulla)
Lafaz ini sederhana namun penting untuk diperhatikan tasydidnya.
- لَّ (Tasydid): Huruf Lam (ل) memiliki tanda tasydid ( ّ ). Ini berarti ada penekanan pada pengucapannya, seolah-olah ada dua huruf Lam: yang pertama sukun dan yang kedua berharakat fathah (kul-la). Penting untuk menahan sejenak pada huruf Lam sebelum melepaskannya dengan harakat fathah untuk menyempurnakan bacaan tasydid.
5. Lafaz وَٰحِدٍ (Wāḥidin)
Lafaz ini mengandung notasi tajwid yang unik.
- وَٰ (Mad Thabi'i - Alif Khanjariyah): Di atas huruf Wawu (و) terdapat fathah berdiri atau Alif Khanjariyah (ٰ ). Tanda ini memiliki fungsi yang sama persis dengan Alif biasa dalam Mad Thabi'i. Artinya, huruf Wawu dibaca panjang 2 harakat. Bacaannya adalah "Waa", bukan "Wa".
- دٍ (Tanwin Kasrah): Huruf Dal (د) di akhir kata memiliki harakat tanwin kasrah ( ٍ ). Tanwin ini pada dasarnya adalah Nun sukun (نْ) yang ditambahkan di akhir. Keberadaan tanwin ini akan memicu hukum tajwid berikutnya ketika bertemu dengan huruf setelahnya.
6. Lafaz مِّنْهُمَا (Minhumā)
Lafaz ini adalah contoh sempurna bagaimana satu kata bisa mengandung beberapa hukum tajwid yang berbeda terkait Nun sukun dan tanwin.
- دٍ مِّ (Idgham Bighunnah): Di sini terjadi pertemuan antara tanwin dari kata sebelumnya (وَٰحِدٍ) dengan huruf Mim (م) di awal kata ini. Mim adalah salah satu dari empat huruf Idgham Bighunnah (ي ن م و). Hukumnya adalah meleburkan suara tanwin (yang berbunyi 'n') ke dalam huruf Mim dan membacanya dengan dengungan (ghunnah) yang ditahan selama kurang lebih 2 harakat. Jadi, bacaannya bukan "waahidin min-humaa", melainkan "waahidim-minhumaa" dengan dengungan yang jelas pada Mim yang bertasydid.
- نْهُ (Izhar Halqi): Di dalam kata ini, terdapat Nun sukun (نْ) yang bertemu dengan huruf Ha (ه). Ha adalah salah satu dari enam huruf Halqi (tenggorokan), yaitu: ء ه ع ح غ خ. Ketika Nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ini, hukumnya adalah Izhar Halqi. Artinya, suara Nun sukun harus dibaca dengan sangat jelas, terang, dan tanpa dengungan sama sekali. Jadi, bagian ini dibaca "min-hu", dengan suara 'n' yang tegas.
- مَا (Mad Thabi'i): Di akhir kata, huruf Mim (م) berharakat fathah diikuti Alif (ا), membentuk Mad Thabi'i. Dibaca panjang 2 harakat.
7. Lafaz مِا۟ئَةَ (Mi`ata)
Lafaz ini memiliki struktur penulisan yang perlu diperhatikan.
- مِا۟ئَةَ (Bacaan Normal): Meskipun penulisannya terlihat kompleks dengan adanya Alif dan Hamzah di atas 'gigi' (kursi ya'), cara membacanya sederhana. Huruf Mim (م) berharakat kasrah, diikuti Hamzah (ء) berharakat fathah, lalu Ta (ة) berharakat fathah. Dibaca "mi-a-ta". Tidak ada hukum mad atau dengung di sini.
8. Lafaz جَلْدَةٍ (Jaldatin)
Lafaz ini mirip dengan lafaz sebelumnya, namun akhirannya akan memicu hukum baru.
- جَلْ (Tanpa Hukum Khusus): Dibaca biasa sesuai harakatnya, "jal".
- دَةٍ (Ta Marbuthah dengan Tanwin): Sama seperti lafaz pertama, jika berhenti (waqaf) di sini, ia dibaca "jaldah" (dengan suara Ha sukun). Namun, karena bacaan bersambung, tanwin kasrah ( ٍ ) pada Ta Marbuthah ini akan berinteraksi dengan huruf Wawu (و) pada lafaz berikutnya.
9. Lafaz وَلَا (Wa lā)
Hukum yang dipicu dari lafaz sebelumnya terjadi di sini.
- ةٍ وَ (Idgham Bighunnah): Tanda waqaf Salla (ۖ) menunjukkan lebih baik untuk melanjutkan bacaan. Di sini terjadi pertemuan antara tanwin dari kata sebelumnya (جَلْدَةٍ) dengan huruf Wawu (و). Wawu juga termasuk huruf Idgham Bighunnah (ي ن م و). Maka, suara tanwin dileburkan ke dalam Wawu dengan disertai dengungan (ghunnah) selama 2 harakat. Bacaannya menjadi "jaldatiw-walaa".
- لَا (Mad Thabi'i): Huruf Lam (ل) berharakat fathah bertemu dengan Alif (ا), dibaca panjang 2 harakat.
10. Lafaz تَأْخُذْكُم (Ta`khużkum)
Lafaz ini menyoroti pengucapan huruf sukun dengan benar.
- أْ (Hamzah Sukun): Hamzah (أ) sukun diucapkan dengan menahan nafas sejenak di tenggorokan, "ta'-khudz".
- ذْ (Dzal Sukun): Huruf Dzal (ذ) sukun harus diucapkan dengan benar dari makhrajnya, yaitu ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri atas.
- كُم (Mim Sukun): Di akhir lafaz terdapat Mim sukun (مْ). Hukum Mim sukun akan bergantung pada huruf apa yang mengikutinya. Dalam konteks ini, ia bertemu dengan huruf Ba (ب) pada lafaz berikutnya.
11. Lafaz بِهِمَا (Bihimā)
Hukum Mim sukun dari lafaz sebelumnya berlaku di sini.
- كُم بِ (Ikhfa Syafawi): Terjadi pertemuan antara Mim sukun (مْ) dari kata (تَأْخُذْكُم) dengan huruf Ba (ب) dari kata (بِهِمَا). Pertemuan ini menghasilkan hukum Ikhfa Syafawi. Cara membacanya adalah dengan menyamarkan suara Mim sukun sambil diiringi dengungan (ghunnah) ringan, dengan bibir dalam posisi tertutup rapat namun tidak terlalu ditekan kuat, siap untuk mengucapkan huruf Ba. Bacaannya menjadi "ta'khudzkum-bihimaa" dengan dengungan samar pada pertemuan 'm' dan 'b'.
- مَا (Mad Thabi'i): Di akhir lafaz, huruf Mim (م) berharakat fathah diikuti Alif (ا), dibaca panjang 2 harakat.
12. Lafaz رَأْفَةٌ (Ra`fatun)
Lafaz ini mengandung hukum Ra dan tanwin.
- رَ (Ra Tafkhim): Huruf Ra (ر) berharakat fathah, sehingga harus dibaca tebal (tafkhim) dengan mengangkat pangkal lidah.
- أْ (Hamzah Sukun): Dibaca dengan jelas seperti pada lafaz (تَأْخُذْكُم).
- ةٌ (Tanwin Dhammah): Ta Marbuthah di akhir kata berharakat tanwin dhammah ( ٌ ). Saat wasal, tanwin ini akan berinteraksi dengan huruf Fa (ف) pada kata berikutnya.
13. Lafaz فِى (Fī)
Lafaz ini adalah contoh Mad Thabi'i yang sangat umum.
- ةٌ فِ (Ikhfa Haqiqi): Di sini terjadi pertemuan antara tanwin dari lafaz (رَأْفَةٌ) dengan huruf Fa (ف). Fa termasuk salah satu dari 15 huruf Ikhfa Haqiqi. Hukumnya adalah menyamarkan atau menyembunyikan suara tanwin (bunyi 'n') dan membacanya dengan dengungan (ghunnah) ringan selama sekitar 2 harakat. Posisi mulut bersiap untuk mengucapkan huruf Fa. Bacaannya menjadi "ra'fatun-fii" dengan dengungan samar sebelum masuk ke huruf Fa.
- فِى (Mad Thabi'i): Huruf Fa (ف) berharakat kasrah diikuti Ya sukun (يْ), dibaca panjang 2 harakat.
14. Lafaz دِينِ (Dīni)
- دِي (Mad Thabi'i): Huruf Dal (د) berharakat kasrah diikuti Ya sukun (يْ), dibaca panjang 2 harakat.
15. Lafaz ٱللَّهِ (Allāhi)
Lafaz Jalalah (lafaz Allah) memiliki aturan pembacaan khusus.
- نِ ٱل (Lam Tarqiq): Lafaz Allah (ٱللَّهِ) didahului oleh huruf yang berharakat kasrah, yaitu Nun (نِ) dari kata (دِينِ). Ketika lafaz Allah didahului oleh harakat kasrah, maka Lam (ل) di dalamnya harus dibaca tipis (Tarqiq). Bacaannya menjadi "dii-nil-laah", bukan "dii-nil-looh".
- لَا (Mad Thabi'i - Alif Khanjariyah): Terdapat fathah berdiri di atas Lam kedua, yang menandakan Mad Thabi'i. Dibaca panjang 2 harakat.
16. Lafaz إِن (In)
Sebuah kata pendek yang memicu hukum penting berikutnya.
- إِن (Nun Sukun): Kata ini diakhiri dengan Nun sukun (نْ), yang akan berinteraksi dengan huruf Kaf (ك) pada lafaz selanjutnya.
17. Lafaz كُنتُمْ (Kuntum)
Lafaz ini mengandung dua hukum Ikhfa berturut-turut.
- إِن كُ (Ikhfa Haqiqi): Terjadi pertemuan antara Nun sukun (نْ) dari kata (إِن) dengan huruf Kaf (ك). Kaf termasuk huruf Ikhfa. Maka, Nun sukun dibaca samar dengan dengungan ringan. Bacaannya menjadi "ing-kuntum".
- ن تُ (Ikhfa Haqiqi): Di dalam kata ini sendiri, terdapat Nun sukun (نْ) yang bertemu dengan huruf Ta (ت). Ta juga merupakan huruf Ikhfa. Maka, hukum yang sama berlaku. Nun sukun dibaca samar dengan dengungan. Bacaannya menjadi "kun-tum".
- تُمْ (Mim Sukun): Diakhiri dengan Mim sukun, yang akan berinteraksi dengan huruf Ta (ت) pada lafaz berikutnya. Karena Ta bukan Ba atau Mim, maka hukumnya adalah Izhar Syafawi, di mana Mim sukun dibaca dengan jelas tanpa dengung.
18. Lafaz تُؤْمِنُونَ (Tu`minūna)
- ؤْ (Hamzah Sukun): Hamzah sukun di atas Wawu dibaca jelas dengan menahan nafas sejenak.
- نُو (Mad Thabi'i): Huruf Nun (ن) berharakat dhammah diikuti Wawu sukun (و), dibaca panjang 2 harakat.
- نَ (Waqaf - Mad 'Aridh Lissukun): Jika kita berhenti (waqaf) pada kata ini, hukumnya berubah. Mad Thabi'i (نُو) bertemu dengan huruf hidup (نَ) yang disukunkan karena waqaf. Ini menciptakan hukum Mad 'Aridh Lissukun. Bacaannya boleh dipanjangkan 2, 4, atau 6 harakat. Namun jika wasal (lanjut), ia tetap dibaca sebagai Mad Thabi'i biasa (2 harakat).
19. Lafaz بِٱللَّهِ (Billāhi)
- بِ ٱل (Lam Tarqiq): Sama seperti sebelumnya, lafaz Allah (ٱللَّهِ) didahului oleh huruf berharakat kasrah (بِ), maka Lam di dalamnya dibaca tipis (Tarqiq).
20. Lafaz وَٱلْيَوْمِ (Wal-yaumi)
Lafaz ini mengenalkan kita pada Alif Lam Qamariyyah dan Mad Lin.
- ٱلْ (Alif Lam Qamariyyah): Terjadi pertemuan antara Alif Lam (ال) dengan huruf Ya (ي). Ya adalah salah satu dari 14 huruf Qamariyyah (terkumpul dalam kalimat إِبْغِ حَجَّكَ وَخَفْ عَقِيْمَهْ). Berbeda dengan Syamsiyyah, pada Qamariyyah huruf Lam (ل) dibaca dengan jelas dan sukun. Bacaannya adalah "wal-yaumi".
- يَوْ (Mad Lin / Mad Layyin): Terdapat huruf Wawu sukun (وْ) yang didahului oleh huruf berharakat fathah (يَ). Ini adalah hukum Mad Lin. Cara membacanya adalah dengan melembutkan suara dari "ya" ke "u" tanpa hentakan. Jika wasal, tidak ada panjang khusus. Namun, jika waqaf pada huruf setelahnya (misal: اليَوْمْ), maka Mad Lin boleh dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat seperti Mad 'Aridh Lissukun.
21. Lafaz ٱلْءَاخِرِ (Al-ākhiri)
- ٱلْ (Alif Lam Qamariyyah): Alif Lam bertemu dengan Hamzah (ء), yang merupakan huruf Qamariyyah. Maka Lam dibaca jelas.
- ءَا (Mad Badal): Terdapat huruf Hamzah (ء) yang bertemu dengan huruf Mad (Alif). Secara esensi, ini adalah Mad Thabi'i yang terjadi setelah Hamzah. Hukum ini disebut Mad Badal dan dibaca panjang 2 harakat.
- رِ (Ra Tarqiq): Huruf Ra (ر) berharakat kasrah, sehingga harus dibaca tipis (Tarqiq) dengan menurunkan pangkal lidah.
22. Lafaz وَلْيَشْهَدْ (Walyasyhad)
- هَدْ (Qalqalah Sughra): Di akhir kata ini, jika dibaca wasal, huruf Dal (د) yang sukun harus dipantulkan dengan ringan karena ia adalah huruf Qalqalah. Ini adalah Qalqalah Sughra. Jika waqaf di sini, pantulannya menjadi lebih kuat dan disebut Qalqalah Kubra.
23. Lafaz عَذَابَهُمَا ('Ażābahumā)
- ذَا (Mad Thabi'i): Huruf Dzal (ذ) fathah diikuti Alif, dibaca panjang 2 harakat.
- مَا (Mad Thabi'i): Huruf Mim (م) fathah diikuti Alif, dibaca panjang 2 harakat.
24. Lafaz طَآئِفَةٌ (Ṭā`ifatun)
Ini adalah puncak dari hukum Mad dalam ayat ini.
- طَآئِ (Mad Wajib Muttasil): Di sini terjadi pertemuan antara huruf Mad, yaitu Alif setelah Tha (طَا), dengan Hamzah (ئِ) dalam satu kata yang sama. Pertemuan ini menciptakan hukum Mad Wajib Muttasil. Disebut 'wajib' karena para ulama qira'at sepakat untuk memanjangkannya, dan 'muttasil' karena huruf mad dan hamzah bersambung dalam satu kata. Panjang bacaannya adalah 4 atau 5 harakat. Ini adalah bacaan yang paling panjang dan menonjol dalam ayat ini.
- ةٌ (Tanwin Dhammah): Diakhiri dengan tanwin yang akan berinteraksi dengan lafaz berikutnya.
25. Lafaz مِّنَ (Mina)
- ةٌ مِّ (Idgham Bighunnah): Terjadi pertemuan antara tanwin dari kata (طَآئِفَةٌ) dengan huruf Mim (م). Ini adalah hukum Idgham Bighunnah. Suara tanwin dileburkan ke Mim dengan dengungan (ghunnah) yang ditahan selama 2 harakat. Bacaannya menjadi "thaa-ifatum-mina".
- نَ (Nun Fathah): Aslinya adalah (مِنْ). Namun ketika bertemu dengan Alif Lam (ٱلْ) pada kata berikutnya, untuk menghindari pertemuan dua sukun (Nun sukun dan Lam sukun), Nun sukun diberi harakat fathah. Ini adalah kaidah dalam bahasa Arab yang disebut iltiqa' as-sakinain.
26. Lafaz ٱلْمُؤْمِنِينَ (Al-mu`minīna)
- ٱلْمُ (Alif Lam Qamariyyah): Alif Lam bertemu Mim, huruf Qamariyyah, sehingga Lam dibaca jelas.
- ؤْ (Hamzah Sukun): Dibaca jelas.
- نِي (Mad Thabi'i): Nun kasrah diikuti Ya sukun, dibaca panjang 2 harakat.
- نَ (Waqaf - Mad 'Aridh Lissukun): Ini adalah akhir ayat. Ketika waqaf di sini, Mad Thabi'i (نِي) bertemu dengan huruf Nun yang disukunkan. Ini kembali menjadi hukum Mad 'Aridh Lissukun. Boleh dibaca dengan panjang 2, 4, atau 6 harakat. Konsistensi panjang bacaan Mad 'Aridh Lissukun dalam satu sesi membaca sangat dianjurkan.
Kesimpulan
Surat An-Nur ayat 2 adalah sebuah lautan ilmu tajwid yang sangat kaya. Hanya dalam satu ayat, kita telah menemukan dan menganalisis berbagai hukum bacaan fundamental yang menjadi tulang punggung bacaan Al-Qur'an yang benar. Mulai dari identifikasi Alif Lam Syamsiyyah dan Qamariyyah, berbagai variasi Mad Thabi'i, pantulan Qalqalah Sughra, hingga dengungan pada Idgham Bighunnah dan kesamaran Ikhfa Haqiqi. Puncaknya adalah Mad Wajib Muttasil yang menuntut panjang bacaan yang tegas, serta aturan spesifik pada Lafaz Jalalah (Allah) dan Mad 'Aridh Lissukun saat berhenti.
Mempelajari tajwid ayat ini secara mendetail bukan hanya tentang menghafal aturan, tetapi tentang melatih lidah, pendengaran, dan perasaan kita untuk menjadi selaras dengan firman-Nya. Setiap panjang, setiap dengungan, dan setiap kejelasan suara memiliki tujuan untuk menjaga kemurnian wahyu ilahi. Semoga analisis mendalam ini dapat menjadi jembatan bagi kita semua untuk semakin mencintai Al-Qur'an, membacanya dengan lebih baik, dan merenungkan maknanya dengan lebih khusyuk.