Dalam setiap gerakan dan ucapan sholat, terkandung makna yang mendalam dan filosofi yang agung. Sholat bukan sekadar ritual fisik, melainkan sebuah perjalanan spiritual seorang hamba untuk menghadap Sang Pencipta. Di antara rukun-rukun sholat, ada satu momen hening yang menjadi puncak dialog, refleksi, dan pengakuan. Momen itu adalah Tahiyat atau Tasyahud. Duduk tahiyat adalah jeda khusyuk di tengah atau di akhir sholat, di mana lisan mengucapkan kalimat-kalimat mulia yang merangkum seluruh esensi penghambaan, kenabian, dan persaudaraan universal.
Kata "Tahiyat" sendiri secara harfiah berarti penghormatan, salam, atau pujian. Dalam konteks sholat, ia adalah serangkaian doa dan pujian yang diucapkan saat duduk setelah sujud kedua pada rakaat kedua (Tahiyat Awal) dan sebelum salam penutup (Tahiyat Akhir). Bacaan ini begitu istimewa karena ia bukan sekadar permohonan, melainkan sebuah narasi agung tentang pertemuan paling mulia dalam sejarah, yaitu dialog antara Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT saat peristiwa Mi'raj. Memahami setiap kata dalam bacaan Tahiyat akan membuka pintu kekhusyukan yang lebih dalam, mengubah gerakan rutin menjadi sebuah pengalaman spiritual yang transformatif.
Makna dan Filosofi di Balik Setiap Kalimat Tahiyat
Bacaan Tahiyat adalah sebuah komposisi doa yang sangat indah dan padat makna. Setiap frasa memiliki lapisan arti yang mendalam, mulai dari pengagungan mutlak kepada Allah hingga doa keselamatan universal. Mari kita bedah makna yang terkandung di dalamnya.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ
"At-tahiyyatu al-mubarakatu as-salawatu at-tayyibatu lillah."
Segala penghormatan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan hanyalah milik Allah.
Kalimat pembuka ini adalah sebuah deklarasi tauhid yang fundamental. Ia menegaskan bahwa segala bentuk penghormatan, pujian, pengagungan, dan kebaikan pada hakikatnya berasal dari Allah dan hanya pantas dipersembahkan kepada-Nya.
- At-Tahiyyat: Berarti segala bentuk penghormatan, salam, dan pujian. Ini mencakup semua cara makhluk memuliakan sesuatu atau seseorang. Dengan mengucapkan ini, seorang hamba menyatakan bahwa semua pujian sejati akhirnya kembali kepada Allah, Sang Sumber segala kemuliaan.
- Al-Mubarakat: Berarti segala keberkahan atau sesuatu yang membawa kebaikan yang terus-menerus dan melimpah. Hamba mengakui bahwa sumber dari segala berkah di alam semesta ini adalah Allah semata.
- As-Salawat: Jamak dari kata 'sholat', yang dapat diartikan sebagai doa, rahmat, atau ibadah. Dalam konteks ini, ia berarti segala bentuk ibadah dan doa yang tulus diperuntukkan hanya untuk Allah.
- At-Tayyibat: Berarti segala sesuatu yang baik dan suci, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun sifat. Ini adalah pengakuan bahwa hanya persembahan yang terbaik dan tersuci yang layak diberikan kepada Allah Yang Maha Suci.
Gabungan keempat kata ini menjadi sebuah pengakuan total bahwa esensi dari segala kemuliaan, keberkahan, ibadah, dan kebaikan adalah milik mutlak Allah SWT.
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
"As-salamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh."
Keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya semoga tercurah kepadamu, wahai Nabi.
Setelah mengagungkan Allah, fokus beralih kepada sosok sentral dalam risalah Islam, Nabi Muhammad SAW. Kalimat ini bukan sekadar salam biasa. Ia adalah bentuk dialog spiritual, di mana setiap Muslim yang sholat seolah-olah menyapa langsung Rasulullah. Ini adalah pengingat akan hubungan batin yang tak terputus antara umat dengan nabinya. Ucapan salam ini juga merupakan wujud rasa syukur dan cinta atas jasa-jasa beliau dalam menyampaikan wahyu dan membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya.
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
"As-salamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahis-salihin."
Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh.
Dari salam personal kepada Nabi, doa kemudian meluas menjadi doa universal. Frasa ini menunjukkan betapa Islam menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan persaudaraan. Saat seorang hamba mendoakan "‘alaina" (atas kami), ia tidak hanya mendoakan dirinya sendiri, tetapi juga seluruh jamaah yang sholat bersamanya, keluarganya, dan seluruh komunitas Muslim. Selanjutnya, doa ini diperluas lagi untuk mencakup "‘ibadillahis-salihin" (hamba-hamba Allah yang saleh), baik yang masih hidup maupun yang telah tiada, dari kalangan manusia, jin, maupun malaikat, di mana pun mereka berada. Ini adalah manifestasi dari ukhuwah (persaudaraan) yang melintasi batas ruang dan waktu.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
"Ashhadu an la ilaha illallah, wa ashhadu anna Muhammadan rasulullah."
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Inilah puncak dari Tahiyat, yaitu pembaharuan syahadat. Setelah memuji Allah, berselawat kepada Nabi, dan mendoakan sesama, seorang hamba kembali ke inti akidahnya. Mengucapkan dua kalimat syahadat di dalam sholat adalah penegasan kembali komitmen iman. Ini adalah momen introspeksi, di mana kita mengingatkan diri sendiri tentang fondasi keyakinan kita. Penempatan syahadat di bagian ini seolah-olah menjadi kesimpulan dari seluruh rangkaian ibadah: bahwa semua pujian dan doa yang kita panjatkan berlandaskan pada kesaksian akan keesaan Allah dan kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW.
Sejarah Agung di Balik Bacaan Tahiyat
Keindahan bacaan Tahiyat tidak hanya terletak pada maknanya, tetapi juga pada asal-usulnya yang luar biasa. Bacaan ini bukanlah karangan manusia biasa, melainkan transkrip dari sebuah dialog samawi yang terjadi pada malam Isra' Mi'raj. Peristiwa ini diriwayatkan dalam sebuah hadis masyhur dari Abdullah bin Mas'ud.
Dikisahkan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah SWT, beliau mengucapkan salam penghormatan:
"At-tahiyyatu lillahi was-salawatu wat-tayyibat" (Segala penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanyalah untuk Allah).
Allah SWT kemudian menjawab salam dari hamba terkasih-Nya:
"As-salamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh" (Keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya semoga tercurah kepadamu, wahai Nabi).
Mendengar dialog agung ini, para malaikat yang menyaksikan peristiwa tersebut turut serta mengucapkan:
"As-salamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahis-salihin" (Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh).
Kemudian, sebagai penegasan iman di hadapan Allah dan para malaikat, Nabi Muhammad SAW (atau dalam riwayat lain diajarkan kepada Nabi untuk mengucapkannya) menyempurnakannya dengan dua kalimat syahadat. Kisah ini memberikan dimensi spiritual yang sangat mendalam pada bacaan Tahiyat. Setiap kali kita membacanya dalam sholat, kita sejatinya sedang mengenang dan mengulang kembali dialog mulia antara Nabi Muhammad SAW, Allah SWT, dan para malaikat. Kita seolah-olah ikut serta dalam majelis agung tersebut, merasakan kebesaran Allah dan kemuliaan Rasul-Nya.
Tahiyat Awal (Tasyahud Awal): Jeda untuk Refleksi
Tahiyat Awal dilakukan pada sholat yang memiliki lebih dari dua rakaat, seperti sholat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Ia dilaksanakan setelah sujud kedua pada rakaat kedua. Dari segi hukum, mayoritas ulama (Jumhur) mengategorikannya sebagai sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), sementara sebagian lain, seperti mazhab Hanbali, menganggapnya wajib.
Tata Cara Duduk Tahiyat Awal
Posisi duduk saat Tahiyat Awal disebut duduk iftirasy. Caranya adalah dengan duduk di atas telapak kaki kiri, sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari kaki menghadap kiblat. Kedua tangan diletakkan di atas paha, dengan ujung jari sejajar dengan lutut. Pandangan mata dianjurkan untuk tidak liar, melainkan fokus ke arah jari telunjuk yang akan diisyaratkan.
Bacaan Lengkap Tahiyat Awal
Bacaan untuk Tahiyat Awal umumnya berhenti setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Berikut adalah bacaan yang paling umum diamalkan, berdasarkan riwayat Ibnu Mas'ud:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
At-tahiyyatu lillahi was-salawatu wat-tayyibat, as-salamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh, as-salamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahis-salihin, ashhadu an la ilaha illallah wa ashhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh.
"Segala penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanyalah untuk Allah. Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Setelah selesai membaca ini, orang yang sholat kemudian berdiri untuk melanjutkan ke rakaat ketiga. Jika seseorang lupa melakukan Tahiyat Awal dan sudah terlanjur berdiri sempurna, ia tidak perlu kembali duduk, namun dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Tahiyat Akhir (Tasyahud Akhir): Puncak dan Penutup Sholat
Tahiyat Akhir adalah rukun sholat yang wajib dilaksanakan. Ia dilakukan pada rakaat terakhir setiap sholat sebelum salam. Meninggalkannya secara sengaja akan membatalkan sholat. Ini adalah momen klimaks, di mana seorang hamba memantapkan seluruh persembahan ibadahnya sebelum mengakhirinya dengan salam.
Tata Cara Duduk Tahiyat Akhir
Posisi duduk pada Tahiyat Akhir berbeda dengan Tahiyat Awal, dan disebut dengan duduk tawarruk. Caranya adalah dengan memasukkan kaki kiri ke bawah kaki kanan, dan duduk di atas lantai (bukan di atas telapak kaki kiri). Telapak kaki kanan tetap ditegakkan dengan jari-jari menghadap kiblat. Posisi ini memberikan kestabilan dan kekhusyukan lebih lama, sesuai dengan bacaannya yang lebih panjang.
Bacaan Lengkap Tahiyat Akhir
Bacaan Tahiyat Akhir terdiri dari tiga bagian utama: bacaan tasyahud (sama seperti Tahiyat Awal), selawat Ibrahimiyah, dan doa perlindungan sebelum salam.
1. Bacaan Tasyahud
Dimulai dengan bacaan yang sama persis dengan Tahiyat Awal, yaitu dari "At-tahiyyatu..." hingga "...‘abduhu wa rasuluh."
2. Selawat Ibrahimiyah
Setelah syahadat, bacaan dilanjutkan dengan selawat kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS, yang dikenal dengan Selawat Ibrahimiyah. Ini adalah bentuk selawat terbaik yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW ketika para sahabat bertanya bagaimana cara berselawat kepada beliau.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allahumma salli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kama sallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidum majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidum majid.
"Ya Allah, berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Penyebutan Nabi Ibrahim AS dalam selawat ini memiliki makna yang sangat dalam. Ini menghubungkan risalah Nabi Muhammad SAW dengan akar tradisi tauhid yang dibawa oleh "Bapak para Nabi". Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari ajaran para nabi sebelumnya.
3. Doa Perlindungan Sebelum Salam
Setelah selesai berselawat, waktu sebelum salam adalah salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW mengajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat dianjurkan untuk dibaca pada saat ini.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allahumma inni a'udzu bika min ‘adzabil qabr, wa min ‘adzabi jahannam, wa min fitnatil mahya wal mamat, wa min syarri fitnatil masihid dajjāl.
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari siksa neraka Jahannam, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Doa ini mencakup permohonan perlindungan dari empat ujian terbesar yang akan dihadapi manusia: siksa di alam barzakh, siksa di akhirat, ujian selama hidup dan saat sakaratul maut, serta fitnah terbesar di akhir zaman. Membaca doa ini menunjukkan kepasrahan total seorang hamba kepada Allah dari segala marabahaya, baik yang gaib maupun yang nyata. Selain doa ini, seseorang juga diperbolehkan menambah doa-doa lain yang baik sesuai dengan hajatnya sebelum mengakhiri sholat dengan salam.
Gerakan Jari Telunjuk: Simbol Tauhid yang Tegas
Salah satu sunnah yang menyertai bacaan Tahiyat adalah gerakan mengacungkan jari telunjuk kanan. Gerakan sederhana ini sarat dengan makna simbolis yang kuat. Isyarat jari telunjuk (disebut tasabbuh) adalah representasi visual dari kalimat tauhid "La ilaha illallah" (Tidak ada Tuhan selain Allah). Saat jari telunjuk terangkat sendirian, ia seolah-olah mendeklarasikan keesaan Allah yang mutlak.
Terdapat beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kapan dan bagaimana isyarat ini dilakukan:
- Mazhab Syafi'i: Mengangkat jari telunjuk ketika mengucapkan "...illallah" pada kalimat syahadat. Jari tetap terangkat hingga akhir sholat, namun sedikit ditundukkan saat bangkit dari Tahiyat Awal.
- Mazhab Hanafi: Mengangkat jari saat mengucapkan "La ilaha" dan menurunkannya saat mengucapkan "illallah," sebagai simbol menafikan tuhan-tuhan lain dan menetapkan hanya Allah.
- Mazhab Maliki dan Hanbali: Menggerak-gerakkan jari telunjuk secara perlahan dari awal hingga akhir Tasyahud sebagai simbol perlawanan terhadap setan yang mencoba mengganggu kekhusyukan sholat.
Meskipun terdapat variasi dalam praktiknya, esensi dari gerakan ini tetap sama: untuk memfokuskan hati dan pikiran pada pengesaan Allah SWT. Ini adalah cara untuk melibatkan anggota tubuh dalam berzikir, menjadikan sholat sebagai ibadah yang totalitas, melibatkan lisan, hati, dan perbuatan.
Menghayati Tahiyat untuk Sholat yang Lebih Bermakna
Tahiyat bukanlah sekadar hafalan yang diulang-ulang tanpa jiwa. Ia adalah inti dari dialog kita dengan Sang Khalik. Untuk mencapai kekhusyukan sejati, cobalah untuk merenungkan setiap kata yang diucapkan. Bayangkanlah keagungan dialog di Sidratul Muntaha, rasakanlah getaran cinta saat berselawat kepada Nabi, dan tebarkanlah kedamaian saat mendoakan seluruh hamba yang saleh. Sadarilah bahwa setiap kali Anda memperbarui syahadat, Anda sedang memperbarui janji setia Anda kepada Allah.
Dengan memahami makna, sejarah, dan filosofi di balik Tahiyat, duduk di penghujung sholat tidak lagi terasa sebagai penantian untuk segera selesai, melainkan menjadi momen yang paling dinantikan—momen hening penuh makna, di mana seorang hamba menumpahkan segala pujian, harapan, dan kepasrahannya di hadapan Rabb semesta alam, sebelum akhirnya menutup perjumpaannya dengan tebaran salam kedamaian ke kanan dan ke kiri.