Surat Al-Waqiah: Arab, Latin, dan Terjemahan Lengkap

Memahami Makna Hari Kiamat dan Keutamaan Rezeki

الواقعة Ilustrasi kaligrafi Surat Al-Waqiah dengan elemen alam yang melambangkan keagungan dan penciptaan.

Pengantar Surat Al-Waqiah

Surat Al-Waqiah (الواقعة) adalah surat ke-56 dalam Al-Qur'an. Tergolong sebagai surat Makkiyah, surat ini terdiri dari 96 ayat. Nama "Al-Waqiah" diambil dari kata pada ayat pertama yang berarti "Hari Kiamat". Secara keseluruhan, surat ini menyajikan gambaran yang sangat jelas dan detail mengenai peristiwa dahsyat di hari akhir, nasib manusia setelah kematian, serta bukti-bukti kekuasaan Allah SWT di alam semesta.

Kandungan utama surat ini berfokus pada tiga tema besar. Pertama, kepastian terjadinya Hari Kiamat yang tidak dapat diragukan lagi. Kedua, penggolongan manusia menjadi tiga kelompok di akhirat: golongan kanan (Ashabul Maimanah), golongan kiri (Ashabul Mas'amah), dan golongan yang terdahulu beriman (As-Sabiqun). Ketiga, penegasan akan kebesaran Allah melalui tanda-tanda ciptaan-Nya seperti penciptaan manusia, tumbuhnya tanaman, turunnya air hujan, dan nyalanya api, yang semuanya menjadi bantahan telak bagi mereka yang meragukan hari kebangkitan.

Surat Al-Waqiah juga dikenal luas di kalangan umat Islam memiliki keutamaan, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan rezeki. Banyak riwayat menyebutkan bahwa membacanya secara rutin dapat menjauhkan dari kefakiran. Namun, makna rezeki di sini tidak hanya terbatas pada materi, melainkan juga rezeki spiritual, ketenangan hati, dan keyakinan yang kokoh kepada Allah. Dengan merenungi ayat-ayatnya, seorang Muslim diajak untuk mempersiapkan diri menghadapi akhirat, yang pada gilirannya akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan dunia.

Bacaan Surat Al-Waqiah Ayat 1-96 (Arab, Latin, dan Terjemahan)

(1) إِذَا وَقَعَتِ ٱلْوَاقِعَةُ

Idzaa waqa'atil waaqi'ah.

Apabila terjadi hari Kiamat.

(2) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ

Laisa liwaq'atihaa kaadzibah.

Terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).

(3) خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ

Khafidatur raafi'ah.

(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).

(4) إِذَا رُجَّتِ ٱلْأَرْضُ رَجًّا

Idzaa rujjatil ardhu rajjaa.

Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya.

(5) وَبُسَّتِ ٱلْجِبَالُ بَسًّا

Wa bussatil jibaalu bassaa.

Dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya.

(6) فَكَانَتْ هَبَآءً مُّنۢبَثًّا

Fakaanat habaa-am munbatstsaa.

Maka jadilah ia debu yang beterbangan.

(7) وَكُنتُمْ أَزْوَٰجًا ثَلَٰثَةً

Wa kuntum azwaajan tsalaatsah.

Dan kamu menjadi tiga golongan.

(8) فَأَصْحَٰبُ ٱلْمَيْمَنَةِ مَآ أَصْحَٰبُ ٱلْمَيْمَنَةِ

Fa-ashhaabul maimanati maa ashhaabul maimanah.

Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.

(9) وَأَصْحَٰبُ ٱلْمَشْـَٔمَةِ مَآ أَصْحَٰبُ ٱلْمَشْـَٔمَةِ

Wa ashhaabul masyamati maa ashhaabul masyamah.

Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

(10) وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلسَّٰبِقُونَ

Wassabiquunas saabiquun.

Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).

(11) أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلْمُقَرَّبُونَ

Ulaa-ikal muqarrabuun.

Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).

(12) فِى جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ

Fii jannaatin na'iim.

Berada dalam surga kenikmatan.

(13) ثُلَّةٌ مِّنَ ٱلْأَوَّلِينَ

Tsullatum minal awwaliin.

Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu.

(14) وَقَلِيلٌ مِّنَ ٱلْءَاخِرِينَ

Wa qaliilum minal aakhiriin.

Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.

(15) عَلَىٰ سُرُرٍ مَّوْضُونَةٍ

'Alaa sururim maudhuunah.

Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata.

(16) مُّتَّكِـِٔينَ عَلَيْهَا مُتَقَٰبِلِينَ

Muttaki-iina 'alaihaa mutaqaabiliin.

Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.

(17) يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَٰنٌ مُّخَلَّدُونَ

Yathuufu 'alaihim wildaanum mukhalladuun.

Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda.

(18) بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِينٍ

Bi-akwaabin wa abaariqa wa ka'sim mim ma'iin.

Dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir.

(19) لَّا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلَا يُنزِفُونَ

Laa yushadda'uuna 'anhaa wa laa yunzifuun.

Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk.

(20) وَفَٰكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُونَ

Wa faakihatim mimmaa yatakhaiyaruun.

Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih.

(21) وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُونَ

Wa lahmi thairim mimmaa yasytahuun.

Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.

(22) وَحُورٌ عِينٌ

Wa huurun 'iin.

Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli.

(23) كَأَمْثَٰلِ ٱللُّؤْلُؤِ ٱلْمَكْنُونِ

Ka-amtsaalil lu'lu-il maknuun.

Laksana mutiara yang tersimpan baik.

(24) جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Jazaa-am bimaa kaanuu ya'maluun.

Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.

(25) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا تَأْثِيمًا

Laa yasma'uuna fiihaa laghwan wa laa ta'tsiimaa.

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa.

(26) إِلَّا قِيلًا سَلَٰمًا سَلَٰمًا

Illaa qiilan salaaman salaamaa.

Akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.

(27) وَأَصْحَٰبُ ٱلْيَمِينِ مَآ أَصْحَٰبُ ٱلْيَمِينِ

Wa ashhaabul yamiini maa ashhaabul yamiin.

Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.

(28) فِى سِدْرٍ مَّخْضُودٍ

Fii sidrim makhdhuud.

Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri.

(29) وَطَلْحٍ مَّنضُودٍ

Wa thalhim mandhuud.

Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya).

(30) وَظِلٍّ مَّمْدُودٍ

Wa zhillim mamduud.

Dan naungan yang terbentang luas.

(31) وَمَآءٍ مَّسْكُوبٍ

Wa maa-im maskuub.

Dan air yang tercurah.

(32) وَفَٰكِهَةٍ كَثِيرَةٍ

Wa faakihatin katsiirah.

Dan buah-buahan yang banyak.

(33) لَّا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ

Laa maqthuu'atin wa laa mamnuu'ah.

Yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya.

(34) وَفُرُشٍ مَّرْفُوعَةٍ

Wa furusyim marfuu'ah.

Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.

(35) إِنَّآ أَنشَأْنَٰهُنَّ إِنشَآءً

Innaa ansya'naahunna insyaa-aa.

Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.

(36) فَجَعَلْنَٰهُنَّ أَبْكَارًا

Faja'alnaahunna abkaaraa.

Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.

(37) عُرُبًا أَتْرَابًا

'Uruban atraabaa.

Penuh cinta lagi sebaya umurnya.

(38) لِّأَصْحَٰبِ ٱلْيَمِينِ

Li-ashhaabil yamiin.

(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan.

(39) ثُلَّةٌ مِّنَ ٱلْأَوَّلِينَ

Tsullatum minal awwaliin.

Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu.

(40) وَثُلَّةٌ مِّنَ ٱلْءَاخِرِينَ

Wa tsullatum minal aakhiriin.

Dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.

(41) وَأَصْحَٰبُ ٱلشِّمَالِ مَآ أَصْحَٰبُ ٱلشِّمَالِ

Wa ashhaabusy syimaali maa ashhaabusy syimaal.

Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?

(42) فِى سَمُومٍ وَحَمِيمٍ

Fii samuuumin wa hamiim.

Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih.

(43) وَظِلٍّ مِّن يَحْمُومٍ

Wa zhillim miy yahmuum.

Dan dalam naungan asap yang hitam.

(44) لَّا بَارِدٍ وَلَا كَرِيمٍ

Laa baaridin wa laa kariim.

Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.

(45) إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَبْلَ ذَٰلِكَ مُتْرَفِينَ

Innahum kaanuu qabla dzaalika mutrafiin.

Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.

(46) وَكَانُوا۟ يُصِرُّونَ عَلَى ٱلْحِنثِ ٱلْعَظِيمِ

Wa kaanuu yushirruuna 'alal hintsul 'azhiim.

Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.

(47) وَكَانُوا۟ يَقُولُونَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَٰمًا أَءِنَّا لَمَبْعُوثُونَ

Wa kaanuu yaquuluuna a-idzaa mitnaa wa kunnaa turaaban wa 'izhaaman a-innaa lamab'uutsuun.

Dan mereka selalu mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?

(48) أَوَءَابَآؤُنَا ٱلْأَوَّلُونَ

Awa aabaa-unal awwaluun.

Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?

(49) قُلْ إِنَّ ٱلْأَوَّلِينَ وَٱلْءَاخِرِينَ

Qul innal awwaliina wal aakhiriin.

Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian.

(50) لَمَجْمُوعُونَ إِلَىٰ مِيقَٰتِ يَوْمٍ مَّعْلُومٍ

Lamajmuu'uuna ilaa miiqaati yaumim ma'luum.

Benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.

(51) ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا ٱلضَّآلُّونَ ٱلْمُكَذِّبُونَ

Tsumma innakum ayyuhadh dhaalluunal mukadzdzibuun.

Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan.

(52) لَءَاكِلُونَ مِن شَجَرٍ مِّن زَقُّومٍ

La-aakiluuna min syajarim min zaqquum.

Benar-benar akan memakan pohon zaqqum.

(53) فَمَالِـُٔونَ مِنْهَا ٱلْبُطُونَ

Famaali-uuna minhal buthuun.

Dan akan memenuhi perutmu dengannya.

(54) فَشَٰرِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ ٱلْحَمِيمِ

Fasyaaribuuna 'alaihi minal hamiim.

Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.

(55) فَشَٰرِبُونَ شُرْبَ ٱلْهِيمِ

Fasyaaribuuna syurbal hiim.

Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.

(56) هَٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ ٱلدِّينِ

Haadzaa nuzuluhum yaumad diin.

Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan.

(57) نَحْنُ خَلَقْنَٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُونَ

Nahnu khalaqnaakum falaulaa tushaddiquun.

Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?

(58) أَفَرَءَيْتُم مَّا تُمْنُونَ

Afara-aitum maa tumnuun.

Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.

(59) ءَأَنتُمْ تَخْلُقُونَهُۥٓ أَمْ نَحْنُ ٱلْخَٰلِقُونَ

A-antum takhluquunahuu am nahnul khaaliquun.

Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?

(60) نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ ٱلْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ

Nahnu qaddarnaa bainakumul mauta wa maa nahnu bimasbuuqiin.

Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.

(61) عَلَىٰٓ أَن نُّبَدِّلَ أَمْثَٰلَكُمْ وَنُنشِئَكُمْ فِى مَا لَا تَعْلَمُونَ

'Alaa an nubaddila amtsaalakum wa nunsyi-akum fii maa laa ta'lamuun.

Untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

(62) وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ ٱلنَّشْأَةَ ٱلْأُولَىٰ فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ

Wa laqad 'alimtumun nasy-atal uulaa falaulaa tadzakkaruun.

Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?

(63) أَفَرَءَيْتُم مَّا تَحْرُثُونَ

Afara-aitum maa tahrutsuun.

Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.

(64) ءَأَنتُمْ تَزْرَعُونَهُۥٓ أَمْ نَحْنُ ٱلزَّٰرِعُونَ

A-antum tazra'uunahuu am nahnuz zaari'uun.

Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?

(65) لَوْ نَشَآءُ لَجَعَلْنَٰهُ حُطَٰمًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ

Lau nasyaau laja'alnaahu huthaaman fazhaltum tafakkahuun.

Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu merasa heran dan tercengang.

(66) إِنَّا لَمُغْرَمُونَ

Innaa lamughramuun.

(Sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian.

(67) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ

Bal nahnu mahruumuun.

Bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.

(68) أَفَرَءَيْتُمُ ٱلْمَآءَ ٱلَّذِى تَشْرَبُونَ

Afara-aitumul maa-alladzii tasyrabuun.

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.

(69) ءَأَنتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنَ ٱلْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ ٱلْمُنزِلُونَ

A-antum anzaltumuuhu minal muzni am nahnul munziluun.

Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?

(70) لَوْ نَشَآءُ جَعَلْنَٰهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ

Lau nasyaau ja'alnaahu ujaajan falaulaa tasykuruun.

Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?

(71) أَفَرَءَيْتُمُ ٱلنَّارَ ٱلَّتِى تُورُونَ

Afara-aitumun naarallatii tuuruun.

Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.

(72) ءَأَنتُمْ أَنشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ أَمْ نَحْنُ ٱلْمُنشِـُٔونَ

A-antum ansya'tum syajaratahaa am nahnul munsyi-uun.

Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?

(73) نَحْنُ جَعَلْنَٰهَا تَذْكِرَةً وَمَتَٰعًا لِّلْمُقْوِينَ

Nahnu ja'alnaahaa tadzkiratan wa mataa'al lilmuqwiin.

Kami menjadikannya untuk peringatan dan untuk yang berguna bagi musafir di padang pasir.

(74) فَسَبِّحْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلْعَظِيمِ

Fasabbih bismi rabbikal 'azhiim.

Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.

(75) فَلَآ أُقْسِمُ بِمَوَٰقِعِ ٱلنُّجُومِ

Falaa uqsimu bimawaaqi'in nujuum.

Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.

(76) وَإِنَّهُۥ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ

Wa innahuu laqasamul lau ta'lamuuna 'azhiim.

Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.

(77) إِنَّهُۥ لَقُرْءَانٌ كَرِيمٌ

Innahuu laqur-aanun kariim.

Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia.

(78) فِى كِتَٰبٍ مَّكْنُونٍ

Fii kitaabim maknuun.

Pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).

(79) لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ

Laa yamassuhuu illal muthahharuun.

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

(80) تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Tanziilum mir rabbil 'aalamiin.

Diturunkan dari Rabbil 'alamiin.

(81) أَفَبِهَٰذَا ٱلْحَدِيثِ أَنتُم مُّدْهِنُونَ

Afabihaadzal hadiitsi antum mudhinuun.

Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?

(82) وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ

Wa taj'aluuna rizqakum annakum tukadzdzibuun.

Kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah).

(83) فَلَوْلَآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلْحُلْقُومَ

Falaulaa idzaa balaghatil hulquum.

Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan.

(84) وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ تَنظُرُونَ

Wa antum hiina-idzin tanzhuruun.

Padahal kamu ketika itu melihat.

(85) وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُبْصِرُونَ

Wa nahnu aqrabu ilaihi minkum wa laakil laa tubshiruun.

Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.

(86) فَلَوْلَآ إِن كُنتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ

Falaulaa in kuntum ghaira madiiniin.

Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?

(87) تَرْجِعُونَهَآ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ

Tarji'uunahaa in kuntum shaadiqiin.

Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?

(88) فَأَمَّآ إِن كَانَ مِنَ ٱلْمُقَرَّبِينَ

Fa-ammaa in kaana minal muqarrabiin.

Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).

(89) فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ نَعِيمٍ

Farauhun wa raihaanun wa jannatu na'iim.

Maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan.

(90) وَأَمَّآ إِن كَانَ مِنْ أَصْحَٰبِ ٱلْيَمِينِ

Wa ammaa in kaana min ashhaabil yamiin.

Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan.

(91) فَسَلَٰمٌ لَّكَ مِنْ أَصْحَٰبِ ٱلْيَمِينِ

Fasalaamul laka min ashhaabil yamiin.

Maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.

(92) وَأَمَّآ إِن كَانَ مِنَ ٱلْمُكَذِّبِينَ ٱلضَّآلِّينَ

Wa ammaa in kaana minal mukadzdzibiinadh dhaalliin.

Dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat.

(93) فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيمٍ

Fanuzulum min hamiim.

Maka dia mendapat hidangan air yang mendidih.

(94) وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ

Wa tashliyatu jahiim.

Dan dibakar di dalam neraka.

(95) إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ حَقُّ ٱلْيَقِينِ

Inna haadzaa lahuwa haqqul yaqiin.

Sesungguhnya (yang disebutkan) ini adalah suatu keyakinan yang benar.

(96) فَسَبِّحْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلْعَظِيمِ

Fasabbih bismi rabbikal 'azhiim.

Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.

Tafsir dan Kandungan Mendalam Surat Al-Waqiah

Surat Al-Waqiah bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah perjalanan visual yang membawa kita merenungi hakikat kehidupan dan kepastian hari akhir. Ayat-ayatnya tersusun dengan indah untuk membangun kesadaran spiritual yang mendalam. Mari kita bedah beberapa tema utamanya.

1. Kepastian Hari Kiamat yang Mengguncang

Ayat-ayat pembuka (1-6) langsung menegaskan tanpa keraguan: "Apabila terjadi hari Kiamat, terjadinya tidak dapat didustakan." Allah menggunakan kata "Al-Waqiah" (Peristiwa yang Pasti Terjadi) untuk menunjukkan betapa absolutnya kejadian ini. Gambaran yang diberikan sangat dahsyat: bumi diguncangkan sehebat-hebatnya, gunung-gunung hancur menjadi debu yang beterbangan. Ini adalah sebuah "reset" total tatanan alam semesta yang kita kenal. Fungsi dari penggambaran ini adalah untuk menyadarkan manusia dari kelalaian, bahwa dunia ini fana dan ada pertanggungjawaban besar yang menanti. Peristiwa ini akan "merendahkan" orang-orang yang sombong di dunia dan "meninggikan" orang-orang yang beriman dan rendah hati.

2. Penggolongan Manusia di Hari Pembalasan

Setelah alam semesta dihancurkan dan dibentuk kembali, manusia akan dibangkitkan dan dibagi menjadi tiga golongan (ayat 7-56). Ini adalah inti dari surat Al-Waqiah, di mana nasib setiap individu ditentukan oleh amal perbuatannya di dunia.

- As-Sabiqun (Golongan yang Terdahulu)

Mereka adalah golongan istimewa yang paling dahulu dalam keimanan dan ketaatan. Mereka adalah para nabi, para shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh terdepan. Balasan untuk mereka adalah kedekatan (muqarrabun) dengan Allah SWT di surga yang penuh kenikmatan (Jannatun Na'im). Allah melukiskan kenikmatan mereka dengan sangat detail: dipan bertahtakan emas, dilayani oleh pemuda-pemuda abadi, disuguhkan minuman dari mata air surga yang tidak memabukkan, buah-buahan dan daging burung pilihan, serta ditemani oleh bidadari suci laksana mutiara. Di surga mereka, tidak ada perkataan sia-sia, hanya ada ucapan salam yang menentramkan.

- Ashabul Yamin (Golongan Kanan)

Ini adalah golongan mayoritas dari para penghuni surga. Mereka adalah orang-orang beriman yang taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka menerima catatan amal mereka dengan tangan kanan. Kenikmatan yang mereka peroleh juga luar biasa: berada di antara pohon bidara tak berduri, pohon pisang yang buahnya bersusun-susun, naungan yang luas, air yang selalu mengalir, buah-buahan yang melimpah dan tak pernah habis, serta kasur-kasur yang empuk. Mereka juga ditemani oleh pasangan-pasangan yang diciptakan Allah dalam keadaan suci, penuh cinta, dan sebaya.

- Ashabul Syimal (Golongan Kiri)

Ini adalah golongan para penghuni neraka yang celaka. Mereka menerima catatan amal dengan tangan kiri. Allah menggambarkan penderitaan mereka sebagai kebalikan total dari kenikmatan surga. Mereka berada dalam siksaan angin yang membakar (samum) dan air yang mendidih (hamim), serta naungan dari asap hitam pekat yang tidak sejuk dan tidak memberi kenyamanan. Dosa utama mereka di dunia adalah hidup bermewah-mewahan yang melalaikan, terus-menerus melakukan dosa besar, dan yang paling fatal, mereka mengingkari hari kebangkitan. Makanan mereka adalah pohon Zaqqum yang pahit dan minuman mereka adalah air mendidih yang diminum seperti unta kehausan. Ini adalah balasan yang setimpal atas kesombongan dan kekafiran mereka.

3. Bukti Kekuasaan Allah dan Bantahan Logis atas Keraguan

Pada bagian pertengahan surat (ayat 57-74), Allah SWT menyajikan argumen-argumen rasional yang tak terbantahkan untuk membuktikan kekuasaan-Nya dalam menciptakan dan membangkitkan kembali. Ini adalah jawaban langsung kepada mereka yang bertanya, "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah... kami akan dibangkitkan kembali?"

  • Penciptaan Manusia: Allah mengajak manusia merenungi asal-usulnya dari setetes air mani. "Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?" Jika Allah mampu menciptakan dari ketiadaan, tentu lebih mudah bagi-Nya untuk membangkitkan kembali dari tulang-belulang.
  • Pertanian: Manusia diajak berpikir tentang proses tumbuhnya tanaman. Manusia hanya menanam, tetapi Allahlah yang menumbuhkan, memberi nutrisi, dan membuatnya berbuah. Jika Dia berkehendak, Dia bisa menjadikannya kering dan gagal panen.
  • Air Minum: Allah bertanya tentang air hujan yang turun dari awan. "Kamukah yang menurunkannya... atau Kamikah?" Allahlah yang menurunkan air tawar yang vital bagi kehidupan, dan jika Dia mau, Dia bisa menjadikannya asin.
  • Api: Manusia diingatkan tentang api yang dinyalakan dari kayu. "Kamukah yang menjadikan kayu itu... atau Kamikah?" Allah menciptakan potensi api dalam pepohonan sebagai sumber energi dan pengingat akan api neraka.

Keempat bukti ini adalah fenomena sehari-hari yang sering dianggap biasa, namun di dalamnya terkandung bukti kebesaran Sang Pencipta yang mutlak. Rangkaian pertanyaan retoris ini bertujuan untuk membangkitkan akal dan fitrah manusia agar mengakui kekuasaan Allah.

4. Keagungan dan Kemuliaan Al-Qur'an

Setelah memaparkan bukti kekuasaan-Nya di alam semesta, Allah bersumpah dengan "tempat beredarnya bintang-bintang" (mawaqi'in nujum) untuk menegaskan kemuliaan Al-Qur'an (ayat 75-82). Ini adalah sumpah yang agung, menunjukkan betapa luas dan teraturnya ciptaan Allah di langit. Sumpah ini mengisyaratkan bahwa sebagaimana alam semesta berjalan dengan keteraturan ilahi, demikian pula Al-Qur'an adalah petunjuk yang berasal dari sumber yang sama agungnya. Al-Qur'an disebut sebagai "bacaan yang sangat mulia" yang tersimpan dalam "kitab yang terpelihara" (Lauhul Mahfuzh) dan hanya disentuh oleh mereka yang disucikan, baik suci secara fisik (wudhu) maupun suci secara batin (hati yang bersih).

Keutamaan Membaca Surat Al-Waqiah

Surat Al-Waqiah memiliki tempat khusus di hati kaum Muslimin karena fadhilah atau keutamaan yang diyakini terkandung di dalamnya. Salah satu hadis yang populer menyebutkan, "Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya." (HR. Ibnu Asakir).

Meskipun sebagian ulama memperdebatkan tingkat kekuatan sanad hadis ini, maknanya sangat dalam dan dapat dipahami dari beberapa sudut pandang:

  1. Kekayaan Hati dan Jiwa: "Kefakiran" yang paling berbahaya bukanlah miskin harta, melainkan miskin iman, miskin rasa syukur, dan miskin keyakinan akan hari akhir. Dengan merutinkan Al-Waqiah, seseorang senantiasa diingatkan tentang akhirat, tentang balasan surga dan ancaman neraka. Pengingat ini akan membentuk karakter yang qana'ah (merasa cukup), zuhud (tidak tamak dunia), dan tawakkal (berserah diri kepada Allah). Inilah kekayaan jiwa yang sejati, yang tidak akan pernah hilang.
  2. Motivasi untuk Bekerja dan Bersyukur: Surat ini menegaskan bahwa Allah adalah Ar-Razzaq, Sang Pemberi Rezeki. Dengan keyakinan ini, seorang Muslim akan bekerja dengan semangat tanpa rasa takut akan kemiskinan, karena ia tahu rezekinya dijamin oleh Allah. Ayat-ayat tentang pertanian, air, dan api juga menginspirasi manusia untuk produktif dan memanfaatkan sumber daya alam dengan penuh rasa syukur, bukan dengan keserakahan.
  3. Pembuka Pintu Rezeki yang Halal: Ketika seseorang memperbaiki hubungannya dengan Allah melalui tadabbur Al-Qur'an, maka Allah akan memperbaiki urusan dunianya. Ketaatan adalah kunci pembuka pintu rezeki. Dengan menjauhkan diri dari perbuatan dosa (seperti yang dilakukan Ashabul Syimal), seseorang akan lebih dekat dengan rahmat dan berkah Allah, termasuk dalam hal rezeki materi.

Intinya, keutamaan Surat Al-Waqiah bukanlah sekadar mantra magis untuk mendatangkan uang. Ia adalah sarana transformasi spiritual. Dengan membacanya secara rutin dan merenungi maknanya, kita sedang membangun fondasi mental dan spiritual yang kokoh, yang pada akhirnya akan membuahkan ketenangan, kecukupan, dan keberkahan dalam segala aspek kehidupan, termasuk urusan rezeki.

Kesimpulan

Surat Al-Waqiah adalah surat yang luar biasa kuat dalam pesannya. Ia membawa kita dalam sebuah perjalanan imajinatif dari kehancuran dunia hingga keabadian di akhirat. Surat ini memberikan peringatan keras kepada mereka yang lalai dan kabar gembira yang menyejukkan bagi mereka yang beriman. Dengan membaca, memahami, dan mengamalkan isinya, kita tidak hanya mempersiapkan diri untuk "peristiwa yang pasti terjadi", tetapi juga menata kehidupan dunia kita agar selaras dengan kehendak-Nya. Semoga kita semua tergolong sebagai Ashabul Yamin atau bahkan As-Sabiqun, dan dijauhkan dari nasib Ashabul Syimal. Amin.

🏠 Kembali ke Homepage