Surat Waqiah Arab Latin dan Tafsirnya
Surat Al-Waqi'ah (الواقعة) adalah surat ke-56 dalam Al-Qur'an. Surat ini tergolong surat Makkiyah, terdiri dari 96 ayat, dan dinamakan Al-Waqi'ah yang berarti "Hari Kiamat", diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama. Secara garis besar, surat ini menerangkan tentang kepastian datangnya hari kiamat dan balasan yang akan diterima oleh setiap manusia berdasarkan amal perbuatannya. Surat ini membagi manusia menjadi tiga golongan pada hari itu, memberikan gambaran detail tentang kenikmatan surga dan kengerian neraka. Membaca surat waqiah arab latin secara rutin diyakini memiliki banyak keutamaan, terutama dalam hal kelapangan rezeki dan perlindungan dari kefakiran.
Kandungan utama surat ini adalah penegasan tentang kekuasaan Allah SWT yang mutlak, baik dalam penciptaan, kehidupan, maupun pada hari pembalasan. Allah SWT membentangkan bukti-bukti kekuasaan-Nya melalui fenomena alam yang dapat disaksikan manusia, seperti proses penciptaan manusia dari air mani, tumbuhnya tanaman dari benih, turunnya hujan dari awan, hingga nyala api yang memberikan manfaat. Semua ini menjadi argumen kuat untuk membantah keraguan kaum kafir terhadap adanya hari kebangkitan. Dengan merenungi ayat-ayatnya, seorang mukmin akan semakin yakin akan janji dan ancaman Allah, serta termotivasi untuk senantiasa beramal saleh.
Bacaan Lengkap Surat Waqiah Arab Latin dan Terjemahannya
Berikut adalah bacaan lengkap Surat Al-Waqi'ah dari ayat 1 hingga 96, disajikan dalam teks Arab, transliterasi Latin untuk membantu pembacaan, serta terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk memahami maknanya secara mendalam.
اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ
Iżā waqa'atil-wāqi'ah(tu).
Apabila terjadi hari Kiamat,
لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ ۘ
Laisa liwaq'atihā kāżibah(tun).
terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).
خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ ۙ
Khāfiḍatur rāfi'ah(tun).
(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).
اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّاۙ
Iżā rujjatil-arḍu rajjā(n).
Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya,
وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّاۙ
Wa bussatil-jibālu bassā(n).
dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya,
فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّاۙ
Fakānat habā'am mumbassā(n).
maka jadilah ia debu yang beterbangan,
وَّكُنْتُمْ اَزْوَاجًا ثَلٰثَةً ۗ
Wa kuntum azwājan salāsah(tan).
dan kamu menjadi tiga golongan.
فَاَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ۗ
Fa aṣḥābul-maimanati mā aṣḥābul-maimanah(ti).
Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.
وَاَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ۗ
Wa aṣḥābul-masy'amati mā aṣḥābul-masy'amah(ti).
Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
وَالسّٰبِقُوْنَ السّٰبِقُوْنَۙ
Was-sābiqūnas-sābiqūn(a).
Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).
اُولٰۤىِٕكَ الْمُقَرَّبُوْنَ ۚ
Ulā'ikal-muqarrabūn(a).
Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).
فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
Fī jannātin na'īm(i).
Berada dalam surga kenikmatan.
ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ
Sullatum minal-awwalīn(a).
Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
وَقَلِيْلٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَ
Wa qalīlum minal-ākhirīn(a).
dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.
عَلٰى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍۙ
'Alā sururim mauḍūnah(tin).
Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata,
مُّتَّكِـِٕيْنَ عَلَيْهَا مُتَقٰبِلِيْنَ
Muttaki'īna 'alaihā mutaqābilīn(a).
seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ
Yaṭūfu 'alaihim wildānum mukhalladūn(a).
Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ
Bi'akwābiw wa abārīqa, wa ka'sim mim ma'īn(in).
dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir,
لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ
Lā yuṣadda'ūna 'anhā wa lā yunzifūn(a).
mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ
Wa fākihatim mimmā yatakhayyarūn(a).
dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,
وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ
Wa laḥmi ṭairim mimmā yasytahūn(a).
dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ
Wa ḥūrun 'īn(un).
Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,
كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ
Ka'amṡālil-lu'lu'il-maknūn(i).
laksana mutiara yang tersimpan baik.
جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Jazā'am bimā kānū ya'malūn(a).
Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا تَأْثِيْمًاۙ
Lā yasma'ūna fīhā lagwaw wa lā ta'ṡīmā(n).
Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa,
اِلَّا قِيْلًا سَلٰمًا سَلٰمًا
Illā qīlan salāman salāmā(n).
akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.
وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِينِۗ
Wa aṣḥābul-yamīni mā aṣḥābul-yamīn(i).
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.
فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ
Fī sidrim makhḍūd(in).
Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,
وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ
Wa ṭalḥim manḍūd(in).
dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),
وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ
Wa ẓillim mamdūd(in).
dan naungan yang terbentang luas,
وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ
Wa mā'im maskūb(in).
dan air yang tercurah,
وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ
Wa fākihating kaṡīrah(tin).
dan buah-buahan yang banyak,
لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ
Lā maqṭū'atiw wa lā mamnū'ah(tin).
yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya,
وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ
Wa furusyim marfū'ah(tin).
dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ
Innā ansya'nāhunna insyā'ā(n).
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ
Faja'alnāhunna abkārā(n).
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,
عُرُبًا اَتْرَابًاۙ
'Uruban atrābā(n).
penuh cinta lagi sebaya umurnya,
لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ
Li'aṣḥābil-yamīn(i).
(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,
ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ
Sullatum minal-awwalīn(a).
segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
وَثُلَّةٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ
Wa sullatum minal-ākhirīn(a).
dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.
وَاَصْحٰبُ الشِّمَالِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الشِّمَالِۗ
Wa aṣḥābusy-syimāli mā aṣḥābusy-syimāl(i).
Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍۙ
Fī samūmiw wa ḥamīm(in).
Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang mendidih,
وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍۙ
Wa ẓillim miy yaḥmūm(in).
dan dalam naungan asap yang hitam.
لَّا بَارِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ
Lā bāridiw wa lā karīm(in).
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ
Innahum kānū qabla żālika mutrafīn(a).
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.
وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ
Wa kānū yuṣirrūna 'alal-ḥinṡil-'aẓīm(i).
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.
وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ ەۙ اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَۙ
Wa kānū yaqūlūn(a), a'iżā mitnā wa kunnā turābaw wa 'iẓāman a'innā lamab'ūṡūn(a).
Dan mereka selalu mengatakan, "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?
اَوَاٰبَاۤؤُنَا الْاَوَّلُوْنَ
Awa ābā'unal-awwalūn(a).
Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?"
قُلْ اِنَّ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاٰخِرِيْنَۙ
Qul innal-awwalīna wal-ākhirīn(a).
Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian,
لَمَجْمُوْعُوْنَ اِلٰى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ
Lamajmū'ūna ilā mīqāti yaumim ma'lūm(in).
benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.
ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ
Summa innakum ayyuhaḍ-ḍāllūnal-mukażżibūn(a).
Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,
لَاٰكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍۙ
La'ākilūna min syajarim min zaqqūm(in).
benar-benar akan memakan pohon zaqqum,
فَمَالِـُٔوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَۚ
Famāli'ūna minhal-buṭūn(a).
dan akan memenuhi perutmu dengannya.
فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِۚ
Fasyāribūna 'alaihi minal-ḥamīm(i).
Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.
فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِۗ
Fasyāribūna syurbal-hīm(i).
Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.
هٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِۗ
Hāżā nuzuluhum yaumad-dīn(i).
Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan.
نَحْنُ خَلَقْنٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُوْنَ
Naḥnu khalaqnākum falaulā tuṣaddiqūn(a).
Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ
Afara'aitum mā tumnūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخَالِقُوْنَ
A'antum takhluqūnahū am naḥnul-khāliqūn(a).
Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ
Naḥnu qaddarnā bainakumul-mauta wa mā naḥnu bimasbūqīn(a).
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan,
عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
'Alā an nubaddila amṡālakum wa nunsyi'akum fī mā lā ta'lamūn(a).
untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ
Wa laqad 'alimtumun-nasy'atal-ūlā falaulā tażakkarūn(a).
Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran?
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ
Afara'aitum mā taḥruṡūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam?
ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ
A'antum tazra'ūnahū am naḥnuz-zāri'ūn(a).
Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?
لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَ
Lau nasyā'u laja'alnāhu huṭāman faẓaltum tafakkahūn(a).
Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran tercengang.
اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ
Innā lamugramūn(a).
(sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,
بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ
Bal naḥnu mahrūmūn(a).
bahkan kami tidak mendapat hasil apa-apa".
اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ
Afara'aitumul-mā'al-lażī tasyrabūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ
A'antum anzaltumūhu minal-muzni am naḥnul-munzilūn(a).
Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya?
لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ
Lau nasyā'u ja'alnāhu ujājan falaulā tasykurūn(a).
Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?
اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ
Afara'aitumun-nāral-latī tūrūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.
ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ
A'antum ansya'tum syajaratahā am naḥnul-munsyi'ūn(a).
Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?
نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ
Naḥnu ja'alnāhā tażkirataw wa matā'al lil-muqwīn(a).
Kami menjadikannya untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fasabbiḥ bismi rabbikal-'aẓīm(i).
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.
فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ
Falā uqsimu bimawāqi'in-nujūm(i).
Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ
Wa innahū laqasamul lau ta'lamūna 'aẓīm(un).
Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui,
اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ
Innahū laqur'ānun karīm(un).
sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia,
فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ
Fī kitābim maknūn(in).
pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ
Lā yamassuhū illal-muṭahharūn(a).
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Tanzīlum mir rabbil-'ālamīn(a).
Diturunkan dari Rabb semesta alam.
اَفَبِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَۙ
Afabihāżal-ḥadīṡi antum mudhinūn(a).
Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini?
وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ اَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ
Wa taj'alūna rizqakum annakum tukażżibūn(a).
kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah).
فَلَوْلَآ اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَۙ
Falaulā iżā balagatil-ḥulqūm(a).
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
وَاَنْتُمْ حِيْنَىِٕذٍ تَنْظُرُوْنَۙ
Wa antum ḥīna'iżin tanẓurūn(a).
padahal kamu ketika itu melihat,
وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُبْصِرُوْنَ
Wa naḥnu aqrabu ilaihi minkum wa lākil lā tubṣirūn(a).
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,
فَلَوْلَآ اِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَۙ
Falaulā in kuntum gaira madīnīn(a).
maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?
تَرْجِعُوْنَهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Tarji'ūnahā in kuntum ṣādiqīn(a).
Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?
فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ
Fa'ammā in kāna minal-muqarrabīn(a).
Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),
فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ
Faraḥuw wa raiḥānuw wa jannatu na'īm(in).
maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۙ
Wa ammā in kāna min aṣḥābil-yamīn(i).
Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,
فَسَلٰمٌ لَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ
Fasalāmul laka min aṣḥābil-yamīn(i).
maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ
Wa ammā in kāna minal-mukażżibīnaḍ-ḍāllīn(a).
Dan adapun jika dia termasuk orang-orang yang mendustakan lagi sesat,
فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍۙ
Fanuzulum min ḥamīm(in).
maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,
وَّتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ
Wa taṣliyatu jaḥīm(in).
dan dibakar di dalam neraka.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِۚ
Inna hāżā lahuwa ḥaqqul-yaqīn(i).
Sesungguhnya (yang disebutkan) ini adalah suatu keyakinan yang benar.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fasabbiḥ bismi rabbikal-'aẓīm(i).
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Besar.
Tafsir dan Penjelasan Tiga Golongan Manusia
Surat Al-Waqi'ah secara jelas membagi manusia pada hari kiamat menjadi tiga golongan utama. Penggolongan ini didasarkan pada tingkat keimanan dan amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Memahami karakteristik setiap golongan adalah kunci untuk merenungi posisi kita dan berusaha untuk mencapai derajat tertinggi di sisi Allah SWT.
1. As-Sabiqun As-Sabiqun (Orang-orang yang Terdahulu)
Golongan ini adalah tingkatan tertinggi dan paling mulia. Mereka adalah orang-orang yang paling dahulu dalam beriman, berhijrah, berjihad, dan melakukan segala bentuk kebaikan. Mereka tidak pernah ragu dalam menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Di dunia, mereka adalah teladan dalam ketakwaan, kesabaran, dan pengorbanan. Allah SWT menyebut mereka sebagai "Al-Muqarrabun", yaitu orang-orang yang didekatkan kepada-Nya. Ini adalah kedudukan yang sangat istimewa, menunjukkan kedekatan spiritual dan cinta yang mendalam dari Sang Pencipta.
Balasan untuk golongan ini digambarkan dengan kenikmatan surga yang luar biasa. Mereka akan ditempatkan di "Jannatun Na'im" (surga-surga yang penuh kenikmatan). Mereka duduk di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas dan permata, saling berhadap-hadapan dalam suasana persaudaraan yang abadi. Mereka dilayani oleh anak-anak muda yang kekal, yang menyuguhkan minuman dari mata air surga yang tidak memabukkan dan tidak membuat pusing. Segala jenis buah-buahan pilihan dan daging burung yang lezat tersedia sesuai keinginan mereka. Sebagai pendamping, mereka dianugerahi bidadari-bidadari suci bermata jeli, yang keindahannya laksana mutiara yang tersimpan rapi. Semua ini adalah balasan atas amal saleh yang mereka kerjakan dengan ikhlas.
2. Ashabul Yamin (Golongan Kanan)
Golongan Kanan adalah mayoritas dari para penghuni surga. Mereka adalah orang-orang beriman yang taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Catatan amal mereka diterima dengan tangan kanan, sebuah pertanda kebahagiaan dan keselamatan. Meskipun tingkatannya di bawah As-Sabiqun, kenikmatan yang mereka terima juga sangat luar biasa dan abadi.
Surat ini menggambarkan kebahagiaan mereka dengan sangat indah. Mereka berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, memberikan keteduhan tanpa gangguan. Mereka menikmati pohon-pohon pisang yang buahnya bersusun-susun, naungan yang terbentang luas, serta air yang senantiasa tercurah dan mengalir. Buah-buahan melimpah ruah, tidak pernah berhenti berbuah dan mudah untuk dipetik. Mereka beristirahat di atas kasur-kasur yang tebal dan empuk. Allah SWT secara khusus menciptakan untuk mereka pasangan-pasangan (bidadari) yang suci, perawan, penuh cinta, dan sebaya umurnya. Berbeda dengan As-Sabiqun yang mayoritas berasal dari umat terdahulu, Ashabul Yamin terdiri dari segolongan besar dari umat terdahulu dan segolongan besar pula dari umat kemudian (umat Nabi Muhammad SAW).
3. Ashabus Syimal (Golongan Kiri)
Ini adalah golongan yang celaka dan sengsara. Mereka adalah orang-orang kafir, munafik, dan para pendosa yang selama hidupnya mendustakan hari kebangkitan dan tenggelam dalam kemaksiatan. Catatan amal mereka akan diterima dengan tangan kiri, sebuah simbol kehinaan dan penyesalan yang tiada akhir. Gambaran azab untuk mereka sangat mengerikan, sebagai peringatan keras bagi siapa saja yang melalaikan perintah Allah.
Tempat kembali mereka adalah neraka Jahim. Mereka disiksa dalam angin yang sangat panas (samum) dan air yang mendidih (hamim). Mereka bernaung di bawah naungan asap hitam pekat yang tidak sejuk dan tidak pula memberikan kenyamanan. Penderitaan ini adalah balasan setimpal karena di dunia mereka hidup bermewah-mewahan, berfoya-foya, dan terus-menerus melakukan dosa besar (syirik). Mereka selalu meragukan dan bertanya dengan nada mengejek, "Apakah jika kami sudah mati dan menjadi tulang belulang, kami akan dibangkitkan lagi?". Makanan mereka adalah pohon Zaqqum yang pahit dan berduri, yang akan memenuhi perut mereka. Untuk menghilangkan dahaga, mereka meminum air yang sangat panas seperti unta yang kehausan. Inilah "hidangan" kehinaan yang mereka terima pada hari pembalasan.
Keutamaan Membaca Surat Al-Waqi'ah
Membaca dan mengamalkan Al-Qur'an, termasuk Surat Al-Waqi'ah, adalah sebuah ibadah yang mendatangkan pahala dan keberkahan. Secara khusus, terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan tentang keutamaan surat ini, yang menjadikannya salah satu surat yang dianjurkan untuk dibaca secara rutin oleh umat Islam. Memahami keutamaan ini dapat menjadi motivasi tambahan untuk menjadikan bacaan surat waqiah arab latin sebagai bagian dari amalan harian.
1. Perlindungan dari Kefakiran dan Kemiskinan
Keutamaan yang paling populer dan sering disebut terkait Surat Al-Waqi'ah adalah sebagai pelindung dari kefakiran. Banyak ulama dan kaum muslimin meyakini bahwa dengan rutin membacanya, terutama di malam hari, Allah SWT akan menjauhkan seseorang dari kemiskinan dan melapangkan rezekinya. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud, meskipun sebagian ulama memperdebatkan status kekuatannya. Namun, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah dalam. Kefakiran yang dimaksud bukan hanya sebatas kemiskinan materi, tetapi juga kemiskinan hati, jiwa, dan iman. Dengan merenungi ayat-ayat Al-Waqi'ah yang mengingatkan pada kekuasaan Allah dan kepastian hari akhir, hati akan menjadi kaya dengan rasa syukur, tawakal, dan qana'ah (merasa cukup). Keyakinan bahwa rezeki sepenuhnya berada di tangan Allah akan mengikis rasa takut akan kekurangan dan menumbuhkan optimisme dalam berusaha.
2. Pengingat Kuat akan Hari Akhir
Nama surat ini sendiri, Al-Waqi'ah (Hari Kiamat), menunjukkan tema sentralnya. Surat ini memberikan gambaran yang sangat hidup dan detail tentang peristiwa dahsyat di hari kiamat. Mulai dari guncangan bumi, hancurnya gunung-gunung, hingga penggolongan manusia ke dalam tiga kelompok. Membacanya secara rutin berfungsi sebagai pengingat (tazkirah) yang sangat kuat. Ia menyadarkan kita bahwa kehidupan dunia ini fana dan akan ada hari pertanggungjawaban. Peringatan ini membantu kita untuk tidak terlalu terbuai dengan kenikmatan duniawi dan lebih fokus mempersiapkan bekal untuk akhirat. Kesadaran ini akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kualitas ibadah, menjauhi maksiat, dan memperbanyak amal saleh.
3. Memperkuat Keimanan kepada Kekuasaan Allah
Pada bagian pertengahan hingga akhir surat, Allah SWT mengajak manusia untuk merenungkan bukti-bukti kekuasaan-Nya yang terhampar di alam semesta. Allah bertanya tentang proses penciptaan manusia dari air mani, tumbuhnya tanaman dari benih, turunnya air hujan dari awan, dan nyala api dari kayu. Pertanyaan-pertanyaan retoris ini adalah argumen yang tak terbantahkan tentang keesaan dan kekuasaan-Nya. Bagi siapa pun yang meragukan hari kebangkitan, Allah seolah berkata, "Jika Aku mampu menciptakan semua itu dari ketiadaan, mengapa Aku tidak mampu membangkitkan kalian kembali setelah mati?". Dengan rutin membaca dan merenungi ayat-ayat ini, keimanan seseorang kepada Allah sebagai Al-Khaliq (Maha Pencipta) dan Al-Qadir (Maha Kuasa) akan semakin kokoh dan mendalam.
4. Sumber Ketenangan Jiwa
Membaca Al-Qur'an secara umum memiliki efek menenangkan bagi jiwa. Surat Al-Waqi'ah, dengan deskripsinya yang indah tentang surga, dapat menjadi sumber ketenangan dan harapan. Gambaran tentang taman-taman yang indah, sungai yang mengalir, buah-buahan yang melimpah, dan kehidupan abadi yang penuh kedamaian dapat meredakan kegelisahan dan stres akibat problematika dunia. Di sisi lain, gambaran neraka yang mengerikan menjadi rem yang kuat agar tidak terjerumus dalam keputusasaan dan dosa. Keseimbangan antara harapan (raja') dan takut (khauf) yang disajikan dalam surat ini menciptakan kondisi spiritual yang sehat dan menenangkan bagi jiwa seorang mukmin.
Pelajaran dan Hikmah dari Surat Al-Waqi'ah
Setiap surat dalam Al-Qur'an mengandung lautan hikmah dan pelajaran yang tak akan pernah habis digali. Surat Al-Waqi'ah, dengan penekanannya pada hari akhir dan kekuasaan Allah, memberikan pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan setiap muslim di setiap zaman. Merenungkan hikmah di baliknya adalah inti dari tadabbur Al-Qur'an.
1. Kepastian Hari Kiamat yang Tak Terbantahkan
Pelajaran pertama dan utama adalah kepastian datangnya hari kiamat. Allah SWT membuka surat ini dengan kalimat "Iżā waqa'atil-wāqi'ah" (Apabila terjadi hari Kiamat), sebuah penegasan yang tidak menyisakan ruang untuk keraguan. Kejadiannya tidak dapat didustakan oleh siapa pun. Hikmahnya adalah agar kita tidak pernah lalai. Kehidupan ini bukanlah akhir dari segalanya. Ada sebuah hari di mana semua perbuatan akan dihitung dan dibalas. Kesadaran ini harus menjadi kompas moral dalam setiap tindakan, perkataan, dan pikiran kita. Kita harus hidup seolah-olah kita akan mati besok, mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk pertemuan dengan Allah.
2. Konsekuensi Abadi dari Pilihan Hidup di Dunia
Pembagian manusia menjadi tiga golongan (As-Sabiqun, Ashabul Yamin, Ashabus Syimal) mengajarkan kita bahwa pilihan dan perbuatan kita di dunia yang singkat ini memiliki konsekuensi yang abadi di akhirat. Dunia adalah ladang untuk menanam, dan akhirat adalah waktu untuk memanen. Golongan yang beruntung adalah mereka yang menanam keimanan dan amal saleh, sementara golongan yang celaka adalah mereka yang menanam kekufuran dan kemaksiatan. Hikmahnya adalah untuk selalu waspada terhadap pilihan-pilihan kita. Setiap detik yang kita lalui, setiap keputusan yang kita ambil, adalah investasi untuk keabadian kita. Apakah kita ingin berinvestasi untuk kenikmatan surga ataukah untuk penderitaan neraka? Surat ini memaksa kita untuk menjawab pertanyaan fundamental tersebut.
3. Pentingnya Rasa Syukur atas Nikmat Allah
Melalui ayat-ayat tentang air, tanaman, dan api, Allah tidak hanya menunjukkan kekuasaan-Nya, tetapi juga mengingatkan kita akan nikmat-Nya yang tak terhitung. Air yang kita minum, makanan yang kita tanam, dan api yang kita gunakan untuk memasak dan menghangatkan diri adalah karunia-Nya yang sering kita anggap remeh. Allah menutup setiap segmen ini dengan pertanyaan yang menggugah, "Maka mengapakah kamu tidak bersyukur?". Hikmahnya adalah untuk menumbuhkan sikap syukur dalam diri kita. Syukur bukan hanya ucapan "Alhamdulillah", tetapi juga pengakuan dalam hati bahwa semua berasal dari Allah, dan penggunaan nikmat tersebut di jalan yang diridhai-Nya. Rasa syukur akan membawa pada kebahagiaan sejati dan menambah keberkahan dalam hidup.
4. Kemuliaan dan Kesucian Al-Qur'an
Di akhir surat, Allah SWT bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang—sebuah sumpah yang agung—untuk menegaskan kemuliaan Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam, tersimpan dalam kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), dan tidak disentuh kecuali oleh makhluk-makhluk yang disucikan (para malaikat). Ini mengajarkan kita untuk mengagungkan dan memuliakan Al-Qur'an. Hikmahnya adalah kita harus mendekati Al-Qur'an dengan hati dan fisik yang suci. Kita harus membacanya, memahaminya, dan mengamalkannya dengan penuh rasa hormat, karena ia adalah petunjuk ilahi yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Menganggap remeh Al-Qur'an adalah sebuah kebodohan yang akan berujung pada penyesalan.
Secara keseluruhan, membaca surat waqiah arab latin dan merenungi maknanya adalah perjalanan spiritual yang mendalam. Ia membawa kita dari kesibukan duniawi menuju perenungan akan hakikat kehidupan dan kematian. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari surat yang agung ini dan digolongkan oleh Allah SWT sebagai Ashabul Yamin, atau bahkan lebih tinggi lagi, sebagai As-Sabiqun Al-Muqarrabun. Amin.