Surat Ad-Dhuha: Cahaya Harapan di Tengah Kegelapan

Ilustrasi Matahari Terbit Sebuah matahari berwarna kuning keemasan terbit di antara perbukitan hijau dengan latar belakang langit gradasi biru ke oranye. Ini melambangkan harapan dan awal yang baru seperti yang disampaikan dalam Surat Ad-Dhuha. سورة الضحى

Ilustrasi matahari terbit di pagi hari, melambangkan harapan dalam Surat Ad-Dhuha.

Surat Ad-Dhuha adalah surat ke-93 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 11 ayat, dan tergolong sebagai surat Makkiyah. Namanya diambil dari kata "Ad-Dhuha" yang berarti "waktu dhuha" atau "cahaya pagi hari". Surat ini bukan sekadar rangkaian kata indah, melainkan sebuah pesan ilahi yang penuh kelembutan, penghiburan, dan motivasi. Ia diturunkan pada saat-saat paling berat dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW, menjadikannya lentera harapan bagi siapa saja yang merasa ditinggalkan, sedih, atau kehilangan arah.

Kandungan utamanya adalah penegasan bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Surat ini bagaikan pelukan hangat dari Sang Pencipta, mengingatkan kita akan nikmat-nikmat-Nya di masa lalu, menjanjikan masa depan yang lebih baik, dan mengajarkan kita untuk merespons semua karunia tersebut dengan kepedulian sosial dan rasa syukur yang mendalam. Memahami surat ini secara menyeluruh membuka pintu menuju optimisme dan keyakinan yang tak tergoyahkan kepada Allah.

Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Surat Ad-Dhuha

Untuk memahami kedalaman makna Surat Ad-Dhuha, kita perlu mengetahui konteks historis atau Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya) surat ini. Para ulama tafsir meriwayatkan bahwa ada satu periode ketika wahyu kepada Nabi Muhammad SAW terhenti untuk sementara waktu. Jeda ini membuat Nabi merasa sangat sedih, gelisah, dan khawatir. Beliau bertanya-tanya dalam hatinya, "Apakah aku telah melakukan kesalahan sehingga Tuhanku murka dan meninggalkanku?"

Kondisi ini diperparah oleh ejekan dan cemoohan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah. Mereka, terutama seorang wanita bernama Ummu Jamil (istri Abu Lahab), berkata, "Wahai Muhammad, sepertinya setanmu telah meninggalkanmu!" Ejekan ini tentu saja menambah luka di hati Rasulullah SAW. Beliau merasa terisolasi dan merindukan bimbingan dari langit.

Dalam keadaan penuh kesedihan dan kerinduan itulah, Allah SWT menurunkan Surat Ad-Dhuha. Surat ini datang sebagai jawaban langsung, sebagai bantahan telak atas ejekan kaum kafir, dan yang terpenting, sebagai penawar rindu dan penghibur lara bagi Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat pertamanya langsung menenangkan hati beliau, menegaskan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan atau membencinya. Ini adalah momen yang sangat emosional dan penting dalam sejarah sirah nabawiyah, menunjukkan betapa besar cinta Allah kepada Rasul-Nya.

Bacaan Surat Ad Dhuha Latin, Arab, dan Artinya

Berikut adalah bacaan lengkap Surat Ad-Dhuha ayat 1-11 dalam tulisan Arab, transliterasi Latin untuk kemudahan pelafalan, serta terjemahan bahasa Indonesia agar kita dapat meresapi maknanya.

وَالضُّحٰىۙ ١

1. Waḍ-ḍuḥā.

Artinya: Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah).

وَالَّيْلِ اِذَا سَجٰىۙ ٢

2. Wal-laili iżā sajā.

Artinya: Dan demi malam apabila telah sunyi.

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىۗ ٣

3. Mā wadda‘aka rabbuka wa mā qalā.

Artinya: Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.

وَلَلْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْاُوْلٰىۗ ٤

4. Wa lal-ākhiratu khairul laka minal-ūlā.

Artinya: Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.

وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضٰىۗ ٥

5. Wa lasaufa yu‘ṭīka rabbuka fa tarḍā.

Artinya: Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.

اَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَاٰوٰىۖ ٦

6. Alam yajidka yatīman fa āwā.

Artinya: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu)?

وَوَجَدَكَ ضَاۤلًّا فَهَدٰىۖ ٧

7. Wa wajadaka ḍāllan fa hadā.

Artinya: Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ ٨

8. Wa wajadaka ‘ā'ilan fa agnā.

Artinya: Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.

فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ ٩

9. Fa ammal-yatīma fa lā taqhar.

Artinya: Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.

وَاَمَّا السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْۗ ١٠

10. Wa ammas-sā'ila fa lā tanhar.

Artinya: Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya).

وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ࣖ ١١

11. Wa ammā bi ni‘mati rabbika fa ḥaddiṡ.

Artinya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).

Tafsir dan Penjelasan Mendalam Setiap Ayat

Setiap ayat dalam Surat Ad-Dhuha mengandung lapisan makna yang mendalam. Mari kita bedah satu per satu untuk memahami pesan utuh yang terkandung di dalamnya.

Ayat 1-3: Sumpah Allah dan Penegasan Kasih Sayang-Nya

"Demi waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu."

Surat ini dibuka dengan dua sumpah agung: demi waktu dhuha dan demi malam yang sunyi. Waktu dhuha adalah simbol dari cahaya, harapan, aktivitas, dan kejelasan setelah kegelapan malam. Ia melambangkan datangnya wahyu yang terang benderang setelah periode jeda yang diibaratkan seperti malam. Sementara itu, malam yang sunyi melambangkan ketenangan, istirahat, dan kegelapan yang menyelimuti. Penggunaan dua waktu yang kontras ini memberikan pesan kuat: sebagaimana malam pasti berganti menjadi siang, begitu pula masa kesulitan (terhentinya wahyu) pasti akan digantikan dengan kemudahan dan cahaya (datangnya wahyu kembali).

Setelah sumpah tersebut, Allah langsung menyampaikan inti pesan-Nya pada ayat ketiga: "Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula membencimu." Ini adalah kalimat yang paling menenangkan, langsung menghapus semua kegelisahan dan kesedihan Nabi. Kata "wadda'aka" berarti meninggalkan selayaknya seorang kawan meninggalkan kawannya, sementara "qalā" berarti membenci setelah sebelumnya mencintai. Allah menegaskan bahwa Dia tidak melakukan keduanya. Kasih sayang-Nya tetap utuh dan tak berubah. Penegasan ini adalah fondasi dari seluruh surat ini.

Ayat 4-5: Janji Masa Depan yang Gemilang

"Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan. Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas."

Setelah menenangkan hati Nabi, Allah memberikan sebuah janji besar untuk masa depan. Ayat keempat menyatakan bahwa "akhirat" (yang kemudian) lebih baik dari "dunia" (yang permulaan). Makna ini memiliki beberapa lapisan. Secara harfiah, kehidupan akhirat dengan segala kenikmatan surga tentu lebih baik daripada kehidupan dunia yang fana. Namun, dalam konteks dakwah Nabi, ayat ini juga bisa diartikan bahwa fase dakwah yang akan datang (kemenangan di Madinah, Fathu Makkah, dan tersebarnya Islam) akan jauh lebih baik dan gemilang daripada fase awal yang penuh kesulitan di Mekkah.

Ayat kelima memperkuat janji ini dengan kalimat yang luar biasa: "Dan kelak Tuhanmu akan memberimu, hingga engkau puas." Kata "puas" (tarḍā) di sini menunjukkan tingkat pemberian yang tak terbatas. Allah tidak hanya akan memberi, tetapi memberi sampai Nabi Muhammad SAW benar-benar merasa ridha dan puas. Para ulama menafsirkan pemberian ini mencakup kemenangan di dunia, pengikut yang banyak dan setia, kemuliaan nama, dan puncaknya adalah maqam mahmud (kedudukan terpuji) serta hak untuk memberikan syafaat (pertolongan) kepada umatnya di hari kiamat.

Ayat 6-8: Mengingat Kembali Rahmat Allah di Masa Lalu

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu)? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan."

Untuk meyakinkan Nabi akan janji masa depan, Allah mengajaknya untuk merefleksikan masa lalunya. Ini adalah teknik psikologis yang sangat kuat: "Jika Aku telah menolongmu di masa lalu dalam kondisi yang lebih sulit, tentu Aku akan menolongmu sekarang dan di masa depan."

Ayat 9-11: Konsekuensi dari Nikmat: Etika Sosial dan Syukur

"Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya). Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)."

Setelah mengingatkan tentang tiga nikmat besar di masa lalu, Allah memberikan tiga perintah sebagai konsekuensi logis dari nikmat tersebut. Ini menunjukkan bahwa nikmat selalu datang bersama tanggung jawab.

Keutamaan dan Manfaat Membaca Surat Ad-Dhuha

Membaca dan merenungi Surat Ad-Dhuha membawa banyak sekali keutamaan dan manfaat, baik secara spiritual maupun psikologis. Surat ini adalah resep ilahi untuk berbagai kegundahan hati.

1. Memberikan Ketenangan dan Menghilangkan Kesedihan

Manfaat paling utama dari surat ini adalah kemampuannya untuk menenangkan jiwa yang gelisah dan menghapus kesedihan. Ketika seseorang merasa ditinggalkan, cemas akan masa depan, atau sedih karena suatu masalah, membaca Surat Ad-Dhuha akan mengingatkannya bahwa Allah selalu bersamanya, sama seperti Dia bersama Nabi Muhammad SAW.

2. Membangun Optimisme dan Harapan

Janji Allah bahwa "yang kemudian itu lebih baik dari yang permulaan" adalah sumber optimisme yang luar biasa. Surat ini mengajarkan kita untuk tidak terpaku pada kesulitan saat ini, tetapi untuk yakin bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan dan masa depan yang lebih cerah yang telah Allah siapkan.

3. Memperkuat Rasa Syukur

Surat ini mengajak kita untuk melakukan introspeksi dan mengingat kembali nikmat-nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya dalam hidup kita. Dengan mengingat pertolongan Allah di masa lalu, kita akan lebih mudah bersyukur atas kondisi kita saat ini dan lebih yakin akan pertolongan-Nya di masa yang akan datang.

4. Mendorong Kepedulian Sosial

Perintah untuk memuliakan anak yatim dan tidak menghardik peminta-minta adalah inti dari etika sosial dalam Islam. Surat Ad-Dhuha secara langsung mengikat rasa syukur pribadi dengan tanggung jawab sosial. Nikmat yang kita terima belum sempurna syukurnya jika belum kita salurkan manfaatnya kepada orang lain yang membutuhkan.

5. Menjadi Motivasi dalam Berdakwah dan Berbuat Baik

Perintah "Wa ammā bi ni‘mati rabbika fa ḥaddiṡ" adalah motivasi untuk terus berbagi kebaikan. Nikmat terbesar adalah hidayah dan ilmu. Maka, cara mensyukurinya adalah dengan mengajarkannya kepada orang lain, menyebarkan pesan kebenaran, dan menjadi agen perubahan positif di lingkungan sekitar.

Penutup: Pesan Universal Surat Ad-Dhuha

Surat Ad-Dhuha, meskipun diturunkan secara khusus untuk menghibur Nabi Muhammad SAW, pesannya bersifat universal dan abadi bagi seluruh umat manusia. Setiap dari kita pasti pernah merasakan "malam" dalam kehidupan—saat-saat di mana kita merasa sendirian, putus asa, dan seolah ditinggalkan. Surat ini datang sebagai "cahaya dhuha" yang menyinari kegelapan itu.

Ia mengajarkan kita sebuah kaidah emas dalam hidup: percayalah pada kasih sayang Tuhanmu yang tak terbatas, yakinlah pada janji-Nya akan masa depan yang lebih baik, ingatlah pertolongan-Nya di masa lalu sebagai bukti cinta-Nya, dan balaslah semua itu dengan kepedulian terhadap sesama dan syukur yang tak henti-hentinya. Dengan demikian, Surat Ad-Dhuha bukan hanya bacaan, tetapi sebuah panduan hidup untuk mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati.

🏠 Kembali ke Homepage